Pasar Saham Anjlok, Investor Berang, Apa Akar Masalahnya?

Wang Youqun

Memasuki 2024, saham A Shares (saham domestik Tiongkok dengan denominasi mata uang Renminbi atau RMB, red.) Tiongkok terus terjun bebas, lebih dari 5.200 saham pada tiga bursa di Tiongkok yakni Shanghai, Shenzhen, dan Beijing anjlok, nilai pasar telah rontok melebihi 60% dari nilai tertinggi pada 2021, dana yang menguap mencapai hampir 2 triliun dolar AS (31.148 triliun rupiah, per 12/02). 

Tak lama setelah pembukaan bursa pada 5 Februari lalu, indeks komposit SSE Shanghai langsung merosot ke 2.655,09 poin, lebih dari 2.000 saham perusahaan nyaris mengalami Limit Down (batas maksimum penurunan harga per lembar saham yang diperbolehkan dalam satu hari perdagangan di bursa, red.). Pemandangan tragis di bursa efek ini membuat banyak warga Tiongkok putus asa.

Warga Investor Berang

Warga investor menulis, “Enam bulan berturut-turut turun, ini sudah bulan ketujuh, dikelola oleh seseorang yang buta huruf pun tidak akan setragis ini, kalau begini terus, akankah baik-baik saja?”; “Pengelola belum juga mau mengundurkan diri?”; “Menghapus saham A Shares berarti mengurangi satu platform penipuan.”

Tahun baru Imlek di Tiongkok akan segera tiba. Ada yang menulis bait Duilian (sejenis puisi dalam sastra Tiongkok, red.): “Ribuan saham anjlok sebagai perpisahan dengan tahun lama, jerat ribuan investor menyambut tahun baru”, dengan bait melintang: “Terkelabui dalam saham”.

Untuk mencegah warga investor melampiaskan kekecewaan, PKT berupaya memblokir semua forum komentar, sehingga warga investor terpaksa menulis komentar di sebuah forum perlindungan jerapah di situs Kedubes AS untuk Tiongkok: “Ya Tuhan, akhirnya kami bisa bebas berkomentar disini, sungguh sulit menahan diri, setiap hari kami muntah melihat media massa pemerintah, semua isinya palsu.”

“Amerika, tolong datang selamatkan ratusan juta warga investor A Shares yang sedang merana ini.”; “Bisakah kalian mengirimkan beberapa orang untuk menangani saham A Shares ini? Mereka sungguh tidak kompeten.”; “Mereka memakan daging dan mengisap sumsum kami tapi tidak membiarkan kami berteriak kesakitan, bahkan malah meminta sekumpulan komentator memuji pemerintah.”

“Tidak menjadi soal jika bursa efek tidak baik, bisa memilih untuk tidak usah berinvestasi, tapi tiap beberapa hari sekali menerbitkan berita palsu menipu orang memasuki bursa efek, lalu anjlok lagi, apakah ini hal yang pantas dilakukan oleh manusia?”

“Kami mengagumi suasana terbuka di negara bebas seperti kalian, semua orang bisa bebas dan terbuka mengkritik negara, ini dapat mendorong kemajuan negara dan perbaikan kehidupan warganya… sementara disini, hanya bisa membungkam mulut warga, dan tidak memperbolehkan rakyat berbicara, mereka hidup di dalam dunia yang selalu hanya memuji diri sendiri, kami disini sungguh tragis!”

“Para pejabat makan enak dan minum arak, mana pernah peduli kehidupan kami rakyat akar rumput.”; “Saat belum berinvestasi saham saya sangat cinta negara ini, setelah berinvestasi di saham saya menjadi benci negara ini, juga sangat sedih.”; “Negara ini, di kemudian hari tidak akan saya cintai lagi.”

“Lindungi Taiwan sebaik-baiknya, kondisi kami sekarang ini adalah pelajaran terbaik.”

“Seranglah kesini pada saat hati rakyat sedang galau, lebih baik kami kalah perang, daripada membiarkan para pejabat itu menang.”

Setelah forum komentar di situs Kedubes AS untuk Tiongkok itu ditutup (oleh sensor pemerintah), investor ramai-ramai menulis pada kolom komentar di mikroblog Kedubes India untuk Tiongkok dan juga mikroblog Kedubes Inggris untuk Beijing. Ada investor menulis, “Jika Inggris berperang dengan Tiongkok, tolong Inggris ledakkan kantor bursa efek Tiongkok dan Komisi Sekuritas dan Berjangka Tiongkok.”

Terhadap bursa efek Tiongkok yang terus merosot, ada investor menyerukan: “Ini adalah pertanda kehancuran partai.”

Chen Zexin yang dulunya fans partai Merah itu, kelahiran 1993, yang sukses dengan berspekulasi mata uang digital, lalu beralih berinvestasi ke bursa saham sebesar 100 juta Yuan RMB, tapi mengalami kerugian di saham A Shares hingga puluhan juta Yuan, dalam satu malam ia berubah menjadi “Hitam”, dan menulis komentar “Jatuhkan Xi Jinping, hancurkan partai komunis”.

Di mana Akar Permasalahnya?

Ketika bursa efek Shanghai, Shenzhen, dan Beijing rontok bersamaan pada 5 Februari lalu, bursa efek Taiwan justru mengalami rebound kembali ke ambang psikologis 18.000 poin, dengan nilai transaksi mencapai 327,725 milyar Yuan NTD (163 triliun rupiah). Mengapa bursa efek Tiongkok berbeda ibarat langit dan bumi dengan bursa efek Taiwan?

Penyebab paling krusial adalah, Taiwan menerapkan ekonomi pasar bebas yang sesungguhnya, pasar berperan sangat menentukan dalam hal alokasi sumber daya, bursa efek Taiwan beroperasi berdasarkan hukum ekonomi pasar yang diakui internasional; sementara Tiongkok tidak menerapkan ekonomi pasar bebas, melainkan ekonomi kekuasaan, kekuasaan yang menentukan alokasi sumber daya, karakteristik operasional kekuasaan PKT adalah di bawah meja, tidak terbuka, dan tidak adil. 

Ekonom terkenal Tiongkok Wu Jinglian pernah berkata, bursa efek Tiongkok “bahkan tak pantas disebut kasino”, karena “di kasino pun ada aturannya, misalnya Anda tidak diperbolehkan melihat kartu truf orang lain”.

Kekuasaan PKT sangat semena-mena, karakteristik PKT paling menonjol selama seabad ini adalah menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Menghalalkan segala cara, termasuk memanfaatkan kekuasaan untuk melihat kartu di bursa efek. Sebuah pasar yang bisa melihat kartu truf sekehendak hatinya, bahkan lebih buruk daripada kasino, bagaimana bisa menumbuhkan keyakinan investor?

Tujuan Tiongkok mendirikan bursa saham pada awalnya bukan seperti masyarakat bebas, mendorong perusahaan yang sehat ke bursa, dan membiarkan investor berbagi keuntungannya, melainkan bertujuan membantu BUMN yang terpojok, atau membantu bank BUMN-nya agar terbebas dari kredit macet. Intinya, PKT menjadikan bursa efek sebagai mesin ATM.

PKT hari ini selalu menekankan “partai memimpin segalanya”. Pada bursa efek Tiongkok, manifestasi dari prinsip “partai memimpin segalanya” adalah: Partai bertindak sebagai wasit, juga sebagai pelatih, sekaligus sebagai atlet, kekuasaan partai menjangkau segala aspek di bursa efek, partai bebas memotong “warga akar rumput” sesuai kehendak partai.

PKT takut setelah investor menjadi kaya di pasar modal, lalu menuntut demokrasi dalam hal politik, menuntut kebebasan dalam hal ekonomi, menuntut keragaman dalam hal budaya, ini tidak menguntungkan kekuasaan totaliternya, sehingga sewaktu-waktu PKT akan khusus merampok orang-orang yang menjadi kaya di bursa efek. Inilah cara istimewa PKT mengendalikan bursa efek, yang disebutnya “memangkas likuiditas”.

Blogger ekonomi “@laomanpindao” menulis artikel pada 5 Februari lalu: “Sekarang sudah bisa dipastikan, mulai kemarin siang, Komisi Sekuritas dan Berjangka Tiongkok sudah mulai menerapkan pembatasan ketat penjualan institusional. Dua bulan lalu masih dibatasi secara kuota, setiap hari diperbolehkan menjual kuota tertentu, tapi sekarang caranya lebih brutal lagi, tombol ‘jual’ pada panel operasional sudah dihapus, tidak bisa menjual.”

“Sampai taraf sekonyol ini, saya sudah tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Anda bahkan tak bisa menjelaskan hal ini dengan ungkapan ‘menipu diri sendiri’. Penjualan institusional, betulkah institusi hendak menjual? Uang di institusi bukan uang miliknya sendiri. 

Sekarang modal seluruh negeri telah berpindah, semua likuiditas telah disedot sampai kering akibat hutang pemerintah, modal yang tadinya diinvestasikan ke institusi untuk mengolah saham pun sudah berpindah tangan, semua investor telah menarik kembali modalnya, lalu diinvestasikan ke hutang pemerintah.”

“Bahkan mayoritas perpindahan modal dipaksakan oleh pemerintah, pemilik modal yang agak besar diharuskan membeli hutang pemerintah sebagai kewajiban politik, hal ini mulai terjadi akhir Oktober tahun lalu, walaupun ini merupakan kebijakan dari sistem keuangan dan di level bank sentral, tidak berkaitan langsung dengan Komisi Sekuritas dan Berjangka, tapi bisakah Komisi Sekuritas dan Berjangka pura-pura tidak tahu?

“Saat pemilik modal hendak menarik kembali modalnya, tapi institusi tidak bisa menjualnya, lalu bagaimana? Institusi melanggar kontrak dengan pemilik modal? Apakah tatanan finansial nasional tidak hancur karenanya? Ini bukan lagi kehancuran indeks, melainkan kehancuran tatanan! Kehancuran kepercayaan masyarakat! Dan merupakan langkah pertama kehancuran tatanan seluruh masyarakat!”

Di bursa efek selain menjadi wasit, PKT juga menjadi pelatih, sekaligus atlet, ini sudah melanggar aturan objektif berjalannya bursa efek secara fundamental. Akibatnya adalah, PKT terus menerus “menggorok rakyat akar rumput”, semua kepercayaan investor tidak bersisa lagi. 

Investor asing yang bisa keluar dari bursa, sudah hengkang sejak awal; investor Tiongkok, juga sudah hengkang sejak lama; yang masih beruntung, setelah tidak bisa menarik kembali modalnya, mau tidak mau pun harus keluar; hingga akhirnya yang tersisa adalah kehancuran tatanan finansial.

Kesimpulan

Lebih dari 11 tahun pemimpin PKT Xi Jinping menjabat, selama itu pula Xi terus melakukan sentralisasi kekuasaan. Hingga hari ini, “sentralisasi kekuasaan” telah berubah menjadi “totaliter kekuasaan”.

Totaliter secara politik saling bertentangan dengan ekonomi pasar. Pertentangan ini menyebabkan situasi “kehancuran empat bursa” yang dialami pada bursa efek, properti, pasar keuangan, dan pasar obligasi Tiongkok. 

Memasuki 2024, krisis bursa efek, krisis properti, krisis pasar keuangan, dan krisis pasar obligasi, semuanya semakin mendalam. Semua krisis-krisis ini, mengerucut ke satu titik, yakni krisis kepercayaan.

Investor asing maupun domestik, dengan mata terbuka melihat totaliter PKT terus menyiksa ekonomi Tiongkok, satu demi satu perusahaan dihancurkan oleh PKT sendiri, sehingga mereka semua kehilangan kepercayaan terhadap PKT. 

Krisis kepercayaan semacam ini jika terus berkembang, maka krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis sosial akan bertumpuk menjadi satu, hingga akhirnya akan mengakibatkan keruntuhan dan kehancuran totaliter PKT. (sud/whs)