Satu-satunya dalam Sejarah, Pemakaman Sang Putri dengan Upacara Kemiliteran 

Ally

Yang namanya Putri Pingyang, cukup banyak tercatat di dalam Sejarah, namun sang putri yang dibahas disini adalah Putri dari Kaisar Li Yuan, pendiri Dinasti Tang. Putri Pingyang dari Dinasti Tang ini tampil seorang diri membentuk “Pasukan Putri (Niangzi Jun, dibaca: niangce cuin)”, sedangkan Niangzi Guan (dibaca: niang ce kwan) yang bermakna “Gerbang Lintasan Putri (di Tembok Besar) juga berkat jasa dari sang putri dalam menjaga perbatasan, selain itu dia adalah sosok putri kaisar yang pertama kali dan satu-satunya dalam sejarah (Tiongkok) yang dimakamkan dengan penghormatan upacara kemiliteran.

Biografi 

Waktunya kembali ke lebih dari 1.400 tahun silam, Putri Kaisar Pingyang masih belum berstatus seorang putri kaisar, dan namanya pun juga tidak tercatat dalam buku sejarah, kita hanya mengetahui bahwa dia bermarga Li, maka kita panggil saja sebagai Nona Li. Sang ayah bernama Li Yuan yang merupakan kakak sepupu dari Kaisar Yang dari Dinasti Sui; sang ibu adalah istri (pertama) yang dinikahi ayahnya setelah berhasil dalam keikutsertaan kompetisi ilmu bela diri mencari jodoh dengan mengalahkan puluhan peserta, dan Nona Li adalah satu-satunya putri dari 4 orang anak dari orang tuanya, boleh dikata dia dilahirkan dan dibesarkan dalam kasih sayang ortunya. Setelah mencapai usia nikah, Li Yuan menjodohkan putrinya dengan Chai Shao, seorang tokoh yang baru melejit namanya di Guang Zhong (wilayah bersejarah di Tiongkok yang sesuai dengan bentuk cekungan graben bulan sabit di tengah Provinsi Shaanxi saat ini. Red.).

Secara logika, kehidupan Putri Li seharusnya mulus dan bahagia, namun apa boleh buat situasi pada saat itu sedang bergejolak dan keluarga Li mau tak mau juga ikut terlibat.

Pemberontakan

Pada 617 masehi, tirani terkenal dalam sejarah yakni: kaisar Yang dari Dinasti Sui (隋煬帝), telah berkuasa selama lebih dari 12 tahun, yang sangat menyukai sanjungan dan sering melakukan ekspedisi militer ke wilayah utara maupun selatan, hal ini membuat rakyat sengsara, maka pemberontakan pun terjadi di berbagai daerah.

Bersamaan itu, Li Yuan sebagai kakak sepupu selalu dicurigai oleh kaisar Yang dari dinasti Sui, bahkan ada ramalan yang berhembus dan mengisukan akan ada seseorang bermarga Li yang akan mengambil alih dunia keluarga Yang, maka kaisar Yang lantas membunuh Li Min, Li Jincai dan kerabat lainnya, serta bersiap-siap membidik Li Yuan. Demi melindungi dirinya, Li Yuan juga memutuskan untuk memberontak, tetapi sebelum bertindak ia diam-diam mengirimkan pesan kepada putri dan menantunya di Kota Chang’an agar melarikan diri terlebih dahulu.

Setelah Chai Shao menerima berita itu maka reaksi pertamanya adalah hendak ke Kota Tai Yuan untuk membantu sang ayah mertua, namun ia mengkhawatirkan sang istri yang berada di rumah.

Kala itu Putri Li berkata pada suaminya: ”Anda hendaknya segera berangkat ke Tai Yuan, jangan mengkhawatirkan diriku, aku adalah perempuan, mudah untuk bersembunyi, pada saatnya tentu kutemukan caranya.”

Apakah benar perempuan lebih mudah bersembunyi daripada lelaki? Saya kira tidaklah demikian, namun pada saat kritis yang menyangkut keselamatan jiwa ini, Putri Li tidak menangis ataupun membuat gaduh, dia malah memilih menggunakan alasan ini untuk menghibur sang suami dan kemudian tinggal sendirian menghadapi semua mara bahaya yang mungkin dapat terjadi.

Putri Pingyang Zhao menjadi legenda pertama dan satu-satunya dalam sejarah yang bertransformasi dari seorang jenderal wanita menjadi seorang putri kaisar. (Sintesis Sound of Hope)

Setelah sang suami pergi, Putri Li bertandang ke rumah dan tanah keluarga Li di dekat Chang’an, alih-alih bersembunyi, dia malah menghabiskan seluruh kekayaannya untuk merekrut bala tentara, tindakannya yang seperti ini pasti akan mengguncang istana imperium, dan yang akan mendatangkan malapetaka bagi dirinya, tetapi dia melakukannya tanpa ragu.

Dengan cara tersebut Putri Li merekrut ratusan bandit dari pegunungan, yang biasanya di zaman itu kaum perempuan pada umumnya akan jatuh pingsan menyaksikan sekawanan bandit tersebut, tetapi Putri Li justru dengan tenang memasukkan orang-orang ini ke dalam regu pertama pasukannya. Namun hal tersebut dia rasakan masih jauh dari memadai, dan Putri Li mendengar bahwa ada seorang pengusaha dari wilayah Barat bernama He Panren yang entah kenapa telah terjerumus menjadi kepala bandit, dan telah menggalang puluhan ribu orang untuk membantu dirinya mendirikan gerombolan bersenjata, tetapi ia masih belum menjadi bagian kekuatan dari pihak manapun. 

Putri Li memutuskan untuk mendapatkan bantuan boss gerombolan tersebut tanpa menghiraukan latar belakangnya, namun diamatinya sekeliling dirinya tiada seorang pun yang cocok dalam membantunya membujuk He Panren untuk bergabung. Semua orang yang terampil dalam keluarga telah pergi bersama suaminya, dan hanya menyisakan para pelayan. Dengan pengamatannya yang tajam dia memilih seorang pelayan muda bernama Ma Sanbao, dan mengutusnya dalam rangka membujuk si He. Pelayan kecil ini tak dinyana sangat berani, ia seorang diri memasuki sarang bandit, dan ternyata benar-benar berhasil membujuk He Panren.

Setelah He Panren sendiri mengunjungi Putri Li, ia semakin yakin dengan keputusannya, dan bahkan mengirim seratus tentara untuk menjadi pengawal Putri Li, sejak itu keselamatan pribadi sang putri pun terjamin, dan pelayan muda Ma Sanbao juga telah membuktikan kemampuannya.

Selanjutnya Putri Li mengutus Ma Sanbao lagi untuk membujuk lebih banyak gerombolan yang masing-masing berjumlah ribuan orang, agar bergabung, dan mereka semua memutuskan untuk mengikuti Putri Li yang masih muda belia.

Penulis memperkirakan Putri Li sejak kecil telah banyak mempelajari kitab-kitab kemiliteran, para bandit yang jelas-jelas merupakan segerombolan orang tanpa pelatihan formal, dan bahkan datang dari pasukan pemberontak yang berbeda, yang saling tidak mau tunduk, namun secara mencengangkan telah digembleng oleh Putri Li menjadi tentara reguler yang mampu melawan istana kekaisaran.

Meskipun Dinasti Sui telah berkali-kali mencoba mengepung dan menyerang tentara pemberontak dari Putri Li ini, namun selalu mengalami kegagalan.

Selanjutnya Putri Li mengubah taktiknya dari bertahan menjadi menyerang, dan secara pribadi mengomando pertempuran, dan berturut-turut merebut banyak kota besar dan kecil di seputar ibu kota Chang’an. Dia sangat menyadari pentingnya dukungan hati masyarakat, oleh sebab itu dia sangat ketat dalam mengatur tentara, dan secara disiplin menerapkan tata tertib militer, semisal mutlak dilarang merampas ataupun mencuri harta masyarakat dan lain sebagainya. Sesampainya bala tentara Putri Li dimana saja senantiasa membangun reputasi yang amat baik, dan telah menarik semakin banyak simpati dari rakyat sekitar untuk bergabung. Pada waktu sang ayah (Li Yuan) dan sang suami (Chai Shao) telah menyeberangi Sungai Kuning, pasukan Putri Li telah mencapai sejumlah 70 ribu orang.

Saya perkirakan ayah dan suaminya tidak akan pernah membayangkan bahwa seorang wanita muda bisa memiliki kemampuan seperti itu, dan memimpin pasukan sebesar itu, bahkan memenangkan pertempuran secara berturut-turut yang merupakan bala bantuan paling besar bagi Li Yuan di Guan Zhong. Setelah bergabung, Putri Li memimpin lebih dari 10 ribu tentara elite, dan bersama sang suami masing-masing mendirikan markas perangnya dalam mengepung ibu kota Chang’an.

Orang-orang menyebut pasukan Putri Li sebagai “Tentara Putri”, namun selain Putri Li sang jenderal, sisa pasukannya semuanya adalah lelaki tulen, bukanlah seluruhnya terdiri dari tentara wanita seperti yang dibayangkan di zaman sekarang.

Dengan bantuan sang putra, Li Shimin, dan Putri Li, Li Yuan berhasil menguasai ibu kota, pada tahun berikutnya yaitu 618 Masehi secara resmi ia memproklamirkan diri sebagai kaisar dan mengubah nama dinasti menjadi Dinasti Tang. Setelah itu Putri Li diberi gelar Putri Pingyang, dan menjadi legenda pertama dan satu-satunya dalam sejarah yang bertransformasi dari seorang jenderal wanita menjadi seorang putri kaisar.

Akan tetapi, pasca berdirinya Dinasti Tang, wilayah Tiongkok Tengah belumlah stabil.

Putri Pingyang juga tidak tinggal diam dan menikmati kehidupan nyaman seorang putri kaisar di dalam istana, melainkan terus melanjutkan perjuangan dengan ekspedisi perang ke wilayah yang belum stabil serta menentramkan negeri bagi sang ayahnda kaisar. Salah satu pertempuran terjadi di sebuah gerbang Tembok Besar yang bernama: “Wei ze guan”, Putri Pingyang dan pasukannya berjaga dalam gerbang itu, namun dibandingkan dengan pihak musuh, kekuatan mereka benar-benar tidak memadai.

Kemudian sang Putri menemukan sebuah akal jitu yaitu dia meminta sejumlah prajurit untuk memasak sup nasi, lalu menuangkannya ke sepanjang parit pada malam sebelumnya, dan pada keesokan harinya dia menginstruksikan para prajurit untuk mengibarkan bendera dan menabuh genderang perang. Pihak musuh melihat momentum kegaduhan ini dan melihat kuah nasi yang basi dalam parit, maka mereka mengira itu adalah air kencing kuda perang dan salah mengira bahwa bala bantuan telah tiba, sehingga berinisiatif untuk mundur dan menarik pasukannya. Inilah legenda Putri Pingyang “memukul mundur tentara musuh dengan sup nasi” tanpa mengorbankan seorang prajurit pun. Sedangkan nama “Weizi Guan (Guan=Lintasan; Weizi=Rawa Buluh)” tempat sang Putri bersama pasukannya bermarkas diubah namanya menjadi “Niangzi Guan” atau “Gerbang Putri”, yaitu lintasan yang sekarang terletak di Kabupaten Jing Xing, Kota Shi Jia Zhuang, Provinsi Hebei.

Namun sesungguhnya, Putri Pingyang seharusnya dipanggil sebagai Putri Ping Yang Zhao baru betul. Di dalam sejarah tentang Putri Pingyang dari Dinasti Han Barat terdapat lebih dari 10 orang Putri yang bernama Putri Pingyang, tetapi yang satu ini terdapat tambahan huruf “Zhao” sedangkan putri yang lain tidak, ini menunjukkan penghargaan Li Yuan sang ayah pada putri kesayangannya.

Sang Putri Mangkat

Pada tahun ke 6 Li Yuan yang bergelar Tang Gao Zu, kaisar pendiri Dinasti Tang setelah bertahta, Putri Pingyang meninggal dunia pada usia muda, sang kaisar secara pribadi memerintahkan agar sang putri dimakamkan dengan upacara genderang dan musik tiup ala penghormatan militer. Pejabat yang bertanggung jawab atas sistem ritual dan musik menyampaikan kepada kaisar bahwa tidak terdapat preseden seorang wanita dimakamkan dengan musik kemiliteran. Namun kaisar Gao Zu membantahnya: ”Drum band militer adalah musik penghormatan secara militer. Pada awal berdirinya dinasti, sang putri secara pribadi berjuang di medan perang untuk memimpin pertempuran dan memberikan kontribusi besar bagi negara, bagaimana dapat dibandingkan dengan wanita biasa? Bagaimana mungkin tidak ada musik penghormatan militer!”

Maka pada akhirnya Putri Pingyang dimakamkan dengan penghormatan militer, dan proses pemakamannya dimulai dengan pengawal kehormatan berhiaskan bulu burung, tabuhan genderang dan tiupan terompet sebagai pembuka jalan, lalu diikuti kereta gajah, barisan pengawal panji dan bendera, serta barisan pengawal pedang kayu 40 orang, ditambah lagi pasukan pengawal berzirah besi, terakhir diikuti oleh barisan kehormatan genderang dan alat tiup lainnya sebagai barisan penutup. Kaisar Gaozu juga secara khusus memberi sang Putri gelar anumerta “Zhao” sesuai hukum anumerta ”Kebajikan tinggi dengan jasa besar disebut ‘Zhao’,” untuk menonjolkan pencapaian jasa-jasanya.

Ketika membaca kisah Putri Pingyang, saya terus merasa penasaran, seperti apa sosok Putri Li saat itu yang dapat membuat begitu banyak bandit, gelandangan dan para jenderal besar kecil rela mengabdi kepadanya dan mematuhi perintahnya?

Gambaran sosok paling mirip yang dapat terpikirkan oleh penulis adalah sendra tari Shen Yun yang pernah saya tonton terutama dalam pertunjukan keterampilan tari Shen Yun dalam Platform “Gan Jing World”, banyak artis dengan gerakan tari yang anggun sekaligus heroik, dan dalam gerakan mereka menyingkapkan kekuatan dan kepercayaan diri, benar-benar sangat serupa dengan Putri Pingyang dalam imajinasi penulis. 

Terakhir, saya ingin menceritakan tentang suatu kebetulan yang sangat menarik. Jika membandingkan antara Putri Pingyang dari Dinasti Han Barat dengan Putri Pingyang Zhao dari Dinasti Tang, keduanya memiliki kehidupan yang sangat berbeda, namun mereka ternyata memiliki suatu kesamaan, yaitu sama-sama menemukan diantara abdi dalam mereka sendiri yang berhasil menjadi jenderal besar.

Masih ingatkah Anda dengan pelayan kecil Ma Sanbao yang diutus oleh Putri Pingyang Zhao? Selain mahir berkomunikasi, rupa-rupanya ia juga pandai bertempur, dan ia kerap kali berjasa dalam pertempuran, dan akhirnya diangkat menjadi seorang jenderal.

Pada suatu saat, Ma Sanbao mengikuti Li Yuan kembali ke taman dimana ia merekrut He Panren kala itu, Li Yuan menoleh dan berkata kepadanya, “Di sinikah kamu membuat prestasi besar? Jenderal Wei Qing juga tidak lebih daripada itu!”

Siapakah Wei Qing? Wei Qing dulunya adalah seorang pelayan pengasuh kuda di rumah Putri Pingyang, dan kemudian menjadi seorang jenderal pada masa Dinasti Han. Tidak jelas apakah kaisar Gaozu ketika mengatakan ini menyadari bahwa gelar kehormatan putrinya sendiri adalah juga Pingyang. (pur/whs)

Referensi: 

“Jiu Tang Shu – Wu Xing Zhi” (nama kitab Sejarah tentang awal dinasti Tang)

“Jiu Tang Shu – Volume 58 – Biografi 8”

“Xin Tang Shu – volume 88 – biografi 13”