Dua Tahun Perang Sengit, Mampukah Ukraina Rebut Inisiatif

Shen Zhou

Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung dua tahun, kedua pihak telah mengalami kerugian yang teramat besar dalam perang parit. Pasukan Rusia menyerang secara menyeluruh, Ukraina didesak terpaksa bertahan, dan kehilangan inisiatif di medan perang. Ukraina sangat membutuhkan bantuan persenjataan dari Barat, masihkah Ukraina pada 2024 ini mampu merebut inisiatif? Berapa lama lagi perang atrisi ini akan berlangsung?

Rusia Serang Menyeluruh Memaksa Ukraina Bertahan

Pada Oktober 2023 lalu, serangan balasan pasukan Ukraina di kawasan Zaporizhia mulai berhenti, dan pasukan Rusia mulai melancarkan gempuran sengit di Avdiivka di timur Ukraina; serangan itu berlangsung sepanjang musim dingin, sampai dengan 18 Februari 2024, pasukan garis depan Ukraina terpaksa mundur agar tidak terkepung dan bisa membentuk garis pertahanan baru.

Dalam serangan selama empat bulan itu, diperkirakan pihak Rusia telah kehilangan 47.000 orang prajuritnya, dan sekitar 16.000 orang di antaranya tewas, berhasil mendesak maju sekitar 10 km ke arah Avdiivka. Hasil dari pertempuran ini dianggap oleh Menhan Rusia Sergei Shoigu bahwa Rusia telah meraih kemenangan gemilang, walaupun kemenangan tragis ini jelas telah dibesar-besarkan, namun Rusia telah meraih kembali inisiatif perang. Dari utara hingga Selatan, Rusia berperang di garis perang timur Ukraina, dengan melakukan penyerangan menyeluruh yang setidaknya dari tiga arah, di saat yang sama juga mulai menyerang di Zaporizhia, untuk berusaha merebut kembali celah besar yang sempat terbuka akibat serangan Ukraina pada 2023 lalu.

Tahun 2023, Ukraina melancarkan serangan balasan berskala cukup besar di kawasan Zaporizhia, dan juga melakukan serangan terbatas di kawasan Bakhmut di timur, garis pertahanan Rusia sempat dalam bahaya. Ukraina berhasil memenangkan inisiatif perang, pasukan Rusia terpaksa mengalihkan sebagian kekuatan utamanya dari timur Ukraina ke wilayah selatan, untuk membendung serangan balasan Ukraina.

Pihak luar berharap pasukan Ukraina mampu menerobos garis pertahanan terakhir Rusia dalam sekali gempur, agar seluruh pertahanannya runtuh. Akan tetapi, pasukan Ukraina harus membersihkan kawasan ranjau dengan lamban dan penuh kehati-hatian, pada akhirnya mereka memilih hanya mempertahankan serangan secara terbatas, dan tidak berani mengambil risiko. Tindakan ini cukup bijaksana, setelah itu pasukan Rusia mengalami kerugian parah akibat penyerangan kendaraan lapis baja mereka di Avdiivka, hal ini membuktikan Ukraina telah mengambil keputusan yang tepat untuk tidak menempuh risiko bergerak maju.

Terhentinya serangan balasan Ukraina telah memberikan kesempatan bagi pasukan Rusia untuk menarik nafas, agar dapat menghimpun lagi kekuatannya dalam skala besar, dan berbalik dari bertahan menjadi menyerang. Hal ini dikarenakan perbedaan kekuatan militer yang besar antara kedua pihak. Kini, Ukraina hanya bisa beralih menjadi perang bertahan secara menyeluruh.

Ukraina Tidak Hanya Minim Amunisi

Pihak militer Ukraina terus menerus mengutarakan, karena kurangnya amunisi di garis depan, situasi perang menjadi sulit, dan sangat dibutuhkan segera bantuan lebih lanjut dari Barat. Rusia pun memanfaatkan peluang ini dengan terus melakukan serangan kuat pada posisi Ukraina, walaupun kurang akan dukungan tank dan kendaraan lapis baja, pasukan Rusia  tetap mengerahkan pasukan infantrinya dalam jumlah besar.

Seiring dengan negara NATO terus mendapatkan pasokan pesawat tempur F-35, maka terutama untuk pesawat tempur F-16 seharusnya sudah bisa diserahkan kepada Ukraina. Dan hal ini akan menjadi sesuatu yang baru dalam perang Rusia-Ukraina di tahun 2024 ini. (the Epoch Times)

Pemilu presiden Rusia pada Maret mendatang seharusnya menjadi katalis terbesar serangan Rusia saat ini. Sering kali setelah pasukan penyerang Rusia berkurang 50% hingga 70%, barulah pasukan Ukraina ditarik dari garis depan, bisa dibayangkan betapa brutal serangan tersebut. Sebaliknya pihak Ukraina tak mampu menerima begitu banyak korban seperti itu. Militer Ukraina menyatakan, antara 1 Januari hingga 20 Februari lalu, pihak Rusia telah kehilangan 212 unit tank dalam serangan di timur; dalam 4 bulan terakhir Rusia telah kehilangan 364 unit tank, 248 unit meriam, 748 unit kendaraan lapis baja, dan 5 unit pesawat; tetapi serangan Rusia tidak mengendur, sedangkan Ukraina tidak memiliki perlengkapan sebanyak itu untuk digunakan. Blogger militer Rusia mengakui, kerugian yang dialami pasukan Ukraina jauh lebih sedikit. Namun, Rusia tetap lebih unggul dalam hal kekuatan serdadu secara keseluruhan.

Di awal 2023, kekuatan prajurit Rusia yang ditempatkan di Ukraina adalah sekitar 360.000 orang, kemudian bertambah hingga 410.000 orang; pada awal 2024, Rusia telah menempatkan 470.000 orang prajuritnya di Ukraina. Militer Rusia terus merekrut prajurit baru, dan telah melampaui jumlah korban di pihaknya, Moskow telah memulai suatu pertaruhan baru. Meskipun pelatihan prajurit baru membutuhkan waktu 2 bulan, tetapi Rusia tetap mempertahankan tempo serangan di seluruh garis depan. Kremlin bahkan memperkirakan, walaupun dengan rasio penggerusan prajurit seperti sekarang ini, masih mampu bertahan hingga 2025.

Menurut perkiraan badan intelijen AS dan Inggris, sejak perang dimulai, pihak Rusia telah kehilangan sekitar 315.000 orang, dan hingga akhir 2024 diperkirakan akan kehilangan sekitar 500.000 orang, namun tetap melangsungkan perang. Di tahun 2022 Rusia telah merekrut 300.000 orang, lalu pada 2023 kembali merekrut 300.000 orang, jadi tambahan prajurit baru ada sekitar 600.000 orang, jumlah ini bisa mengisi kekosongan akibat kehilangan 315.000 orang, kekuatan prajurit di garis depan justru semakin bertambah.

Pihak Militer Ukraina tidak mempublikasikan jumlah korban di pihaknya, meskipun hanya kehilangan 1/3 atau ½ dari pihak Rusia, kemungkinan juga mencapai 100.000 hingga 150.000 orang. Di awal perang, pasukan Ukraina di garis depan sekitar 200.000 orang, setelah 2 tahun perang sengit, mungkin telah kehilangan setengahnya. NATO membantu melatih sekitar 40.000 hingga 50.000 orang pasukan Ukraina, pasukan yang dilatih sendiri oleh Ukraina seharusnya lebih banyak, anggota baru itu bisa menambal kekosongan akibat kehilangan 100.000 hingga 150.000 orang, tapi saat ini kekuatan serdadu Ukraina masih sangat terbatas. Jika dibandingkan dengan 470.000 orang serdadu Rusia saat ini, Ukraina masih dalam posisi lemah.

Jumlah populasi Ukraina sebelum perang adalah 44 juta jiwa, setelah perang sekitar 6 hingga 8 juta jiwa telah mengungsi, populasi saat ini hanya sekitar 36 juta hingga 38 juta jiwa. Jumlah populasi Rusia adalah sekitar 144 juta jiwa, setelah Moskow mulai merekrut prajurit baru, sekitar 1 juta orang telah meninggalkan Moskow, tetapi kekuatan serdadu yang bisa dikerahkan setidaknya 3 kali lipat dibandingkan Ukraina.

Ukraina tidak hanya kekurangan amunisi, juga kekurangan prajurit; tidak mudah bagi pasukan Ukraina saat ini berkonfrontasi secara menyeluruh dengan pasukan Rusia, senjata bantuan dari NATO secara luas telah menambal kelemahan Ukraina dalam hal kekuatan serdadu. NATO membantu melatih perwira dan serdadu Ukraina, yang di medan perang berhasil menunjukkan kemampuan tempur yang lebih kuat daripada pasukan Rusia.

Persediaan di Gudang Amunisi NATO dan Ukraina Tidak Begitu Banyak

Apakah kongres AS akan meloloskan RUU bantuan militer bagi Ukraina yang terbaru, sepertinya ini telah menjadi suatu fokus baru. Namun, minimnya amunisi Ukraina, tidak berkaitan langsung dengan RUU ini; karena persediaan amunisi NATO sama dengan Ukraina, tidak begitu banyak, pesanan baru pun tidak bisa membentuk kemampuan pasokan dalam jumlah besar, sehingga sulit memenuhi kebutuhan mendesak di depan mata.

Dalam serangan balasan Ukraina pada 2023, yang digunakan adalah sebagian besar senjata bantuan Barat yang disimpan selama setahun, yang terutama berasal dari gudang NATO. Dalam 4 bulan terakhir, persediaan itu telah digunakan lebih lanjut, namun kecepatan pasokannya tidak mampu mengimbangi kecepatan penggunaannya.

AS telah memberikan bantuan terbesar bagi Ukraina, sekarang yang paling dibutuhkan oleh Ukraina adalah peluru artileri atau meriam. Kapasitas produksi peluru artileri AS hingga Oktober 2023 adalah 28.000 buah setiap bulannya, dan diperkirakan akan meningkat sampai sekitar 60.000 buah per bulan pada Oktober 2024, harapannya pada April 2025 dapat ditingkatkan lagi hingga menjadi 75.000 buah per bulan, dan naik lagi menjadi 100.000 buah pada bulan oktober 2025.

Saat ini pasukan Rusia menembakkan sekitar 15.000 buah artileri setiap hari, sedangkan Ukraina hanya menembakkan sekitar 5.000 hingga 8.000 buah setiap hari. Walaupun dengan jumlah terendah 5.000 buah setiap hari, maka setiap bulan dibutuhkan setidaknya 150.000 buah peluru artileri, hingga Oktober 2024 AS hanya mampu memproduksi 60.000 buah, masih kurang dari setengahnya. Militer AS harus mengisi kembali gudang amunisinya sendiri, juga masih harus membantu Israel.

Dari Maret 2023 hingga Januari 2024, Uni Eropa telah memberikan 330.000 buah peluru artileri bagi Ukraina, rata-rata 30.000 buah per bulan; diperkirakan hingga Maret 2024 akan menyerahkan 524.000 buah, dan hingga akhir 2024 sebanyak 630.000 buah peluru artileri. Dengan kata lain, pesanan Uni Eropa di tahun 2024 adalah sekitar 70.000 buah per bulan; sebagian pesanan itu diberikan pada pabrik di AS, yang digunakan adalah kapasitas produksi AS; sisanya adalah produksi Uni Eropa, dan sebagian lagi mungkin akan dipesankan pada Korea Selatan. Kapasitas industri pertahanan Eropa telah meningkat sebesar 40%, jika kapasitas AS dan Korsel digabungkan, maka hingga akhir 2024 permintaan terendah Ukraina sebanyak 150.000 buah per bulan mungkin baru dapat terpenuhi.

Meskipun kongres AS segera mensahkan RUU bantuan milyaran dolar itu, dalam waktu dekat tidak akan mampu menghasilkan amunisi sebanyak itu. Ini bukan hanya masalah uang, juga masalah kapasitas produksi. Mantan Presiden AS Donald Trump telah mengungkapkan faktanya, anggaran militer mayoritas anggota NATO dalam kurun waktu panjang tidak mencapai target 2% dari PDB, gudang senjata dan industri militer menumpuk hutang selama bertahun-tahun, kini kontradiksi tersebut telah mencuat.

Satu lagi faktor penting lainnya yaitu, dibandingkan dengan tingkat akurasi dan jangkauan tembakan artileri yang terbatas, baik AS maupun sekutu NATO lebih mengutamakan kemampuan serangan udara, oleh sebab itu jumlah persediaan dan kapasitas produksi peluru artileri tidak banyak; begitu persediaan habis dipakai, bisa dibayangkan betapa sulitnya melipat-gandakan kapasitas produksinya dalam sekejap. Di ajang perang Rusia-Ukraina, tembakan artileri telah menjatuhkan sebagian besar korban, yang paling dibutuhkan kedua belah pihak adalah amunisinya.

Antara September hingga November 2023, Rusia telah memperoleh 1 juta buah peluru artileri dari Korea Utara, sehingga mampu mengobarkan serangan menyeluruh, berikutnya mungkin masih ada 1 juta buah lagi akan segera menyusul. Dalam kondisi kekurangan amunisi, Ukraina mungkin terpaksa harus beralih menjadi posisi bertahan di sepanjang tahun 2024 ini.

Perang Bertahan 2024 yang Penuh Derita

AS telah merekomendasikan Ukraina agar mengambil strategi “pertahanan proaktif”, untuk mempertahankan basis/posisi yang ada di tahun 2024 ini, sebagai persiapan logistik dan pasukan untuk serangan balasan pada 2025 nanti. Di tahun 2024, sepanjang tahun Ukraina akan berperang untuk bertahan, sekaligus juga melakukan serangan balasan secara terbatas, sedapat mungkin menahan tentara Rusia; bisa juga menyerang armada laut hitam Rusia dengan kapal nirawak; tapi untuk bisa merebut kembali inisiatif di medan perang sepertinya harus menunggu 2025. Dengan demikian, dengan inisiatif di pihak Rusia, sebelum pemilu presiden pada Maret mendatang atau sebelum memasuki musim semi, militer Rusia harus sebisa mungkin meraih sejumlah kemenangan multi aspek, setidaknya harus menguras sumber daya Ukraina yang terbatas.

Belum lama ini, militer Ukraina menembak jatuh beberapa unit pesawat tempur Su-34/Su-35 Rusia di garis depan, selain itu juga menjatuhkan pesawat peringatan udara Beriev A-50 Rusia di atas Laut Azov, namun ada selisih pada angka yang dirilis kedua pihak. Ukraina menempatkan rudal Patriot yang jumlahnya sangat terbatas di garis depan, sangat berisiko bagi pesawat tempur Rusia untuk menjatuhkan glide bomb. Jarak terjauh menjatuhkan glide bomb adalah 70 km, sedangkan jarak tembak rudal Patriot 2 mencapai 160 km, ini merupakan ancaman yang sangat nyata bagi pesawat tempur Rusia. Akan tetapi serangan rudal beskala besar yang diluncurkan berulang kali oleh Rusia telah terus menerus menguras rudal Patriot, jadi selain peluru artileri, Ukraina juga sangat membutuhkan lebih banyak bantuan sistem pertahanan udara.

Pasukan Rusia juga telah menguras amunisi dan perlengkapan dalam jumlah besar. Industri militer Rusia juga terus diperluas, tapi belum mampu memenuhi kebutuhannya, dan masih membutuhkan peluru artileri dari Korut juga drone dan rudal dari Iran. Bagaimana pun kemampuan industri Korut dan Iran sendiri terbatas, jika RRT tidak langsung memasok senjata dan amunisi, maka bila Ukraina berhasil melewati tahun 2024, maka pada saat itu amunisi Rusia pun akan terkuras habis, tapi proses ini akan sangat sulit bagi Ukraina.

Pada tahun 2024 ini, pesawat tempur F-16 akan terus berdatangan ke Ukraina, walau belum mampu mengubah situasi di medan perang, namun setidaknya dapat meredakan tekanan di garis depan. Seiring dengan negara NATO terus mendapatkan pasokan pesawat tempur F-35, maka pesawat tempur F-16 dan lain-lain seharusnya sudah bisa diserahkan kepada Ukraina. Sepertinya hal ini akan menjadi sesuatu yang baru dalam perang Rusia-Ukraina di tahun 2024.

AS mungkin akan memberikan lebih banyak rudal taktis MGM-140 kepada Ukraina, melalui penembakannya dengan roket HIMARS, dapat menyerang sasaran penting yang lebih jauh di garis belakang Rusia. Di ajang perang Indo-Pasifik, AS juga akan mengandalkan rudal taktis ini, tapi tipe awal jarak tembak terjauh hanya 165 km, bisa diberikan pada Ukraina; militer AS sendiri masih menyimpan rudal berjarak tembak 300 km ke atas, dan membeli lagi jenis terbaru dengan jarak tembak 500 km.

Perang Masih akan Berlanjut Dua Tahun lagi?

Moskow merasa kesempatan telah tiba, maka itu mereka sekarang tidak mungkin menarik pasukannya; Kiev telah mendapat janji dari Barat, juga tidak ingin menyerahkan wilayahnya untuk berdamai, kedua belah pihak bersiap untuk berperang setidaknya satu tahun lagi, atau dua tahun.

Tentu saja masih banyak variabel, baik Moskow maupun Kiev setidaknya salah satu pihak kemungkinan bakal mengalami pergantian kekuasaan. Dalam perang ini Rusia telah menguras 211 milyar dolar AS; jika berlangsung 2 tahun lagi, diperkirakan hingga 2026 kerugian ekonomi Rusia akan mencapai 1,3 trilyun dolar AS. Begitu terjadi pergantian penguasa di Kremlin, yang mungkin saja akan memilih menarik pasukan. Jika presiden Ukraina berganti, karena merasa tidak ada harapan menang, tidak tertutup kemungkinan akan menerima situasi saat ini. Jika Trump kembali ke Gedung Putih, harus menunggu tibanya tahun 2025; sebelum itu kebijakan AS dan NATO membantu Ukraina dalam mengikis kekuatan Rusia tidak akan berubah.

Ukraina membutuhkan bantuan dari luar negeri secara terus menerus untuk mampu bertahan melawan Rusia; di saat yang sama harus meningkatkan kemampuan sendiri dalam hal memproduksi senjata, saat ini yang bisa dilakukannya adalah membuat drone biaya rendah dalam jumlah besar, juga sebagian peluru artileri dan amunisi senjata ringan. Dengan demikian, Ukraina baru memiliki kemampuan yang efektif dalam perang bertahan, dengan menimbulkan lebih banyak korban pada pihak Rusia.

Perang riil menunjukkan, walaupun Rusia unggul dalam hal kuantitas serdadunya, tapi kemampuan taktis dan komando mereka tidak mumpuni, perlengkapan berat pun tidak bisa segera dipasok, sehingga sulit meraih kemenangan dari keunggulan jumlah serdadunya. Setiap maju selangkah, pasukan Rusia harus membayar mahal tumbal korban jiwa prajuritnya. Perang atrisi yang kejam ini mungkin akan berlangsung sepanjang 2024 ini. (sud/whs)