Diselimuti Aura Pembunuhan, Tiongkok Masuki Zona Bahaya

Pinnacle View

Belum lama ini hawa kekerasan di tengah masyarakat Tiongkok sangat menonjol, belum lama ini pada 10 Maret lalu, di prefektur Handan provinsi Hebei telah terjadi kasus pembunuhan, tiga orang remaja di bawah umur membunuh seorang remaja di bawah umur lainnya, pelaku kembali bersekolah seperti tidak terjadi apa-apa setelah jasad korban dikubur untuk menghilangkan jejak, jahatnya niatnya, kejinya caranya, membuat orang bergidik. 

Sementara itu telah terjadi empat kecelakaan lalu lintas tragis dalam sehari yakni di  19 Maret lalu, dimana setidaknya ada satu kejadian adalah kasus pembalasan akibat tidak puas terhadap kondisi masyarakat. Di tengah merosotnya perekonomian, khususnya pengangguran yang serius pada kalangan muda, memburuknya keamanan sosial adalah salah satu akibatnya, bahkan dapat mengakibatkan kehancuran masyarakat. Apakah masyarakat Tiongkok telah sampai pada tahap ini?

Pemuda Handan Lakukan Pembunuhan, Tenang, Dingin, Tak Acuh Gemparkan Negeri

Produser televisi independen yakni Li Jun mengatakan kepada “Pinnacle View”, tiga remaja Handan itu sangat menggemparkan, menurut penulis bahkan melebihi insiden wanita Xuzhou yang dirantai dan kasus Hu Xinyu. Tiga orang pelajar berusia 13 tahun berkomplot untuk membunuh seorang teman sekelas mereka, tujuannya untuk merebut uang ratusan Yuan di ponsel korban untuk ditransfer. 

Pembagian tugas ketiga pelaku sangat jelas, satu orang menggali lubang, yakni lubang untuk mengubur jasad, lalu satu orang lagi memanggil korban, satu orang memukul korban dengan sekop, lalu menguburnya, remaja yang memanggil korban lalu bertugas mengawasi keadaan sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melihat. Setelah korban dibunuh, keesokan harinya tiga orang pelaku pergi bersekolah seperti biasa. Tiga remaja berusia 13 tahun itu merancang rencana pembunuhan itu dengan begitu tenang, lalu dengan rapi melakukan pembunuhan terhadap seorang remaja lain yang juga berusia 13 tahun. Tingkat kekejamannya telah jauh melampaui bayangan penulis.

Bagaimana sebenarnya kondisi anak-anak remaja ini? Penulis sangat ingin tahu bagaimana sebenarnya lingkungan masyarakat tempat mereka tinggal, bagaimana pendidikan di keluarganya, sekolah seperti apa yang telah membentuk kepribadian seperti iblis itu? Banyak orang tua murid sangat ketakutan setelah mengetahui kasus ini, banyak orang tua mengatakan haruskah kami mengubah metode mendidik anak? Dulu dikatakan saat terjadi perundungan (bullying, red.), orang tua masih bisa berargumen, di kemudian hari tidak bisa berargumen lagi, apakah sebaiknya anak-anak dididik untuk melukai lawan terlebih dahulu? Saya lebih rela melihat anak ada di penjara, dan tidak ingin menangisi pusara anak saya. Ini adalah isi hati orang tua murid di Tiongkok, separah itukah keputus-asaan para orang tua di Tiongkok?

Li Jun berpendapat, tragedy ini ada kaitannya dengan pendidikan kebencian dan kekerasan yang diterapkan PKT terhadap rakyat Tiongkok sejak usia dini, anak-anak tidak memiliki kemampuan pertimbangan, anak-anak yang dididik dengan kebencian akan mengalami tendensi kekerasan, sehingga timbul berbagai perilaku yang ekstrem. 

Selain itu, ketika anak-anak di Tiongkok berperilaku anarkis atau cenderung melakukan perundungan, pihak sekolah pun tidak peduli, faktanya ketiga remaja pelaku tersebut sudah cukup lama merundung si korban, bukan hanya sehari dua hari, tapi sudah merundung korban dalam jangka waktu yang sangat panjang, tetapi menurut penuturan orang tua murid, sekolah sama sekali tidak menangani masalah tersebut, bahkan berusaha menutupi masalah semacam ini. Maka dalam kondisi seperti ini, semakin membuat perilaku anarkis anak-anak itu semakin merajalela, mereka merasa memukul korban tidak akan menjadi persoalan, maka besok kami akan melakukan hal yang lebih ekstrim lagi untuk mengambil uangnya.

Li Jun mengatakan, di AS, ketika seorang anak memiliki kecenderungan berbuat kekerasan, sekolah akan menganggapnya suatu masalah besar. Ketika anak saya bersekolah di AS juga mengalami kejadian serupa, waktu itu ada seorang pelajar yang mungkin sedang emosi, saat terjadi cekcok dengan pelajar lain ia berkata, “Aku akan membunuhmu”. Ketika kalimat itu terucap, sekolah langsung panik, kemudian dilakukan berulang kali komunikasi dan bimbingan terhadap anak tersebut, untuk memahami mengapa dia mengucapkan kata-kata itu, bagaimana perasaannya? Bagaimana latar belakang keluarganya, lingkungan di rumahnya? Lalu berusaha untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. Dalam kondisi seperti ini, setidaknya anak-anak memahami, pikiran seperti itu tidak benar, anak-anak tidak seharusnya memiliki pikiran yang ekstrim seperti itu. Maka cara ini akan memiliki efek menetralisirnya.

Seorang pengacara AS sekaligus CEO di US Committee of the Democratic Party of China (ACDPC) yakni Chen Chuangchuang mengatakan kepada “Pinnacle View”, ketiga pelaku tersebut setelah melakukan kejahatannya, keesokan harinya bersekolah seperti biasa seolah tidak melakukan apapun, jika orang dewasa, pasti sudah melarikan diri, jadi mereka mungkin tidak menganggapnya sebagai suatu masalah, tidak merasa itu adalah suatu masalah besar. Saya merasa ini adalah masalah sosial yang amat serius di Tiongkok. Kita juga melihat banyak kejadian serupa, termasuk di provinsi Henan setelah seorang pelajar di bawah umur meninggal dunia di sekolah, lalu memicu reaksi keras, puluhan ribu orang berunjuk rasa; atau kasus hilangnya Hu Xinyu, apakah ia gantung diri, atau dibunuh, dan lain sebagainya. Saya merasa memang kasus di Tiongkok yang melibatkan remaja di bawah umur, baik itu tindak kriminalitas, ataupun perilaku yang abnormal, semua itu membuat rakyat Tiongkok sangat prihatin, sebenarnya ini adalah masalah sosial yang teramat besar, dan saya merasa semua ini ada kaitannya dengan rezim PKT, tidak bisa menyalahkan orang tua atau sekolah.

Pemuda Mengalami Stress dan Penuh Kekerasan, Masyarakat Tiongkok Memasuki Periode Berbahaya

Editor senior sekaligus penulis utama surat kabar Epoch Times yakni Shi Shan mengatakan kepada “Pinnacle View”, satu masalah pada keseluruhan masyarakat Tiongkok saat ini pada tahap ini adalah, suasana penuh kekerasan mendadak meningkat. Karena selain insiden di Handan, tidak sedikit masalah keamanan sosial lainnya terjadi, termasuk empat kali kecelakaan lalu lintas dalam sehari yakni di 19 Maret lalu, menimbulkan korban tewas dan luka-luka begitu serius, tapi di antaranya setidaknya ada satu kasus yang berkaitan dengan rasa tidak puas pada pelaku yang kemudian melampiaskan amarahnya pada masyarakat.

Shi Shan mengatakan, pertumbuhan ekonomi khususnya pada saat pertumbuhan pesat, banyak masalah sosial akan tertutupi, begitu ekonomi mulai merosot, semua konflik pun mulai bermunculan, dan konflik-konflik tersebut kemungkinan dapat menyebabkan kematian. Karena berbagai masalah di Tiongkok terutama masalah ekonomi, kita dapat melihat hal yang saling bertentangan atau bermusuhan, entah itu antar sesama masyarakat saling bertentangan, bermusuhan dengan lingkungan, atau bermusuhan dengan pemerintah, kian hari kian banyak, seluruh masyarakat mulai memasuki periode yang lebih membahayakan dibandingkan sebelumnya.

Li Jun mengatakan, kecelakaan  19 Maret itu, ada seorang warganet menyebutnya hari Selasa hitam, karena pada hari itu di dalam negeri Tiongkok, termasuk beberapa tempat di Beijing telah terjadi perilaku jahat dimana mobil dikemudikan ke area pejalan kaki untuk menabrak orang. Yang paling menonjol adalah kejadian di kota Taizhou provinsi Zhejiang, seorang pelajar mengemudikan mobil ke dalam sebuah sekolah kejuruan dan menabrak mati 3 orang, serta mengakibatkan 16 orang lainnya luka-luka.

Ada yang mengatakan, karena si pelaku tidak dapat memperoleh pekerjaan, sehingga timbul kebenciannya terhadap masyarakat, maka ia melampiaskan pembalasan terhadap masyarakat. Di Beijing juga ada kejadian serupa, seseorang menabrak banyak orang di jalur pejalan kaki, dan sangat sombong, turun mobil dengan aksi arogan. Ada warganet mengatakan, kekerasan di Tiongkok sekarang sudah semakin parah.

Chen Chuangchuang mengatakan, kemerosotan masyarakat yang diakibatkan oleh kekuasaan PKT itu, kaum mudalah yang lebih menderita atas dampaknya, karena kelompok usia ini lebih sensitif, mereka merasa kurangnya perlindungan, dan secara psikologis memang tidak begitu dewasa, sangat mudah melakukan tindakan ekstrem, baik membunuh orang lain, maupun membunuh diri sendiri, atau melakukan perilaku yang lebih ekstrem lagi, saya merasa ini sangat serius. Sementara di AS, termasuk dunia Barat lainnya, masyarakat Barat lebih mengutamakan perlindungan terhadap kawula muda di bawah umur, agar tidak terjadi peristiwa yang begitu buruk. Atau pada saat terjadi kejadian seperti ini, seluruh masyarakat akan sangat memperhatikannya, bagaimana agar dapat memperbaikinya, sementara di Tiongkok hal ini adalah mustahil.

Jalur Pemerintahan Negara Gagal, PKT Mengarah ke Jalur Militerisme

Pemimpin redaksi surat kabar Epoch Times yakni Guo Jun mengatakan, kasus keamanan publik dan kekerasan pada kawula muda seperti ini, biasanya ada kaitannya dengan siklus merosotnya perekonomian, karena hal ini akan menimbulkan tekanan yang lebih besar terhadap kestabilan sosial masyarakat. 

Pemerintah PKT telah mengumumkan tingkat pengangguran perkotaan terdaftar yang terbaru bertahan di angka 5%, padahal tingkat pengangguran angkatan muda sekarang adalah 15%, tentu saja masyarakat tidak percaya pada angka tersebut, mengapa angka pengangguran kaum muda begitu penting? Karena ini ada kaitan yang sangat erat dengan stabilitas sosial, struktur sosial, dan keamanan sosial. Pada saat tingkat pengangguran kaum muda tinggi saat itulah biasanya keamanan sosial akan memburuk, semua negara mengalami hal yang sama. 

Pertumbuhan ekonomi tidak mungkin selalu lancar dan stabil, pasti ada masa pasang, dan ada pula masa surutnya, apalagi tingkat pertumbuhan suatu masyarakat mulai dari tahap cukup makan hingga mencapai tahap sejahtera, maka masalah keamanan dan stabilitas sosial pun akan menjadi menonjol.

Di Amerika juga mengalami proses yang sama, pada era 1930an, saat AS mengalami depresi ekonomi berbagai masalah sosial pun bermunculan, tingkat pengangguran mencapai 40%, akibatnya keamanan sosial kala itu mengalami masalah yang sangat besar, termasuk kelompok mafia AS yang terkenal di masa itu juga mengalami perkembangan pesat, meluas dengan sangat cepat. Banyak film superhero dari AS, seperti Batman, Spiderman, dan lain-lain, sebenarnya merupakan cerita yang ditulis di era 1930an, kemudian menjadi komik bergambar, lalu berubah menjadi film, latar belakang masyarakat dalam cerita itu adalah ketika AS dilanda depresi, pada saat kita menyaksikan film itu juga bisa merasakan tone warna yang agak buram, dengan mood yang amat tertekan, pelaku kejahatan kelas bawah merajalela. Ada dua faktor yang menyebabkan AS bisa keluar dari fase itu. Yang pertama adalah AS lebih beruntung, karena di era 1940an meletus PDII, kapasitas industri AS pun meledak, dan ekonomi pun pulih dengan cepat. Faktor kedua adalah setelah Roosevelt berkuasa dilakukan reformasi sosial, yakni kebijakan ekonominya yang baru, berbagai kesejahteraan dan kebijakan jaminan sosial AS yang kita lihat sekarang adalah diadakan pada saat itu, termasuk Roosevelt juga merombak struktur pemerintahan.

Sebenarnya semua negara Makmur selalu mengalami fase yang sama, Inggris, Prancis, dan Jerman pun begitu, dengan kata lain pertumbuhan ekonomi bukan selalu lancar, sampai pada suatu siklus akan menurun, mampu atau tidak melewatinya, itulah yang menjadi kunci apakah negara tersebut akan menjadi makmur atau tidak, inilah yang kerap kita sebut sebagai perangkap pendapatan menengah (middle income trap, red.). Dalam satu decade ke depan Tiongkok berada pada fase ini, mampukah melewatinya, penulis sangat pesimis.

Guo Jun mengatakan, perekonomian Tiongkok sekarang merosot, pendapatan pemerintah berkurang, akibatnya adalah memperlakukan pegawai negeri kelas bawah dengan keras, mengurangi gaji dan memecat pegawai, ini adalah cara-cara sebuah negara yang gagal, juga semacam manifestasi pada umumnya saat mengalami kesulitan, karena tidak ada uang maka pendapatan orang lain dikurangi, untuk mempertahankan pendapatan diri sendiri, menurut penulis ini adalah suatu cara yang salah. Lebih baik mengacu pada AS, pada saat terjadi depresi, tindakan Roosevelt adalah meningkatkan pendapatan kalangan bawah, ia bahkan menggunakan uang negara untuk merekrut para pengangguran membelah kayu bakar di lapangan National Mall, bahkan melakukan pembangunan infrastruktur, memperbaiki jalan, meningkatkan lapangan kerja, ia bahkan menetapkan upah minimum, meningkatkan kesejahteraan sosial dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dia tidak berusaha melindungi pemerintah di saat sulit, melainkan berusaha menjamin kelompok orang yang pendapatannya terendah. Sementara cara PKT menghadapi berkurangnya pendapatan, adalah dengan meningkatkan denda, mengurangi gaji pegawai negeri level terendah, memecah pegawai, akibatnya pasti konflik masyarakat akan semakin parah, bahkan mengarah pada radikal.

Guo Jun mengatakan, sekarang rezim PKT terus memperkuat mekanisme stabilitas keamanan, dengan cara meletakkan indikator stabilitas pada pemerintah daerah, akibatnya akan sangat menakutkan, ini adalah semacam jalan memerintah negara yang gagal. 

Jalan kegagalan lainnya adalah ketika PKT tidak mampu melangkah melewati krisis ekonomi tersebut, maka PKT akan melangkah menuju negara militerisme, Jerman dan Jepang sebelum PDII juga telah melangkah menuju militerisme, dengan memulai ekspansi ke luar negeri untuk mengalihkan tekanan di dalam negeri, mengakibatkan meletusnya PDII. Sekarang Tiongkok mengalami fenomena yang cukup mirip dengan Jerman, misalnya sekarang PKT telah meningkatkan anggaran militernya secara besar-besaran, melakukan provokasi terhadap luar negeri, akibatnya akan sangat menakutkan. (sud)