Apa Saja 3 Isu Besar yang Dibahas dalam Pertemuan Janet Yellen – He Lipeng di Beijing ?

 oleh Zhang Ting

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengadakan pertemuan untuk membahas beberapa topik dengan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng di Beijing pada  Jumat (5 April) dan Sabtu. Putaran perundingan tersebut terutama mencakup pembicaraan 3 topik utama. Usai pertemuan pada hari Sabtu, Yellen mengatakan bahwa dirinya dan pihak Tiongkok telah sepakat untuk menjaga komunikasi demi pertumbuhan ekonomi yang seimbang bagi kedua negara, yang bertujuan untuk mengatasi kekhawatiran AS mengenai kelebihan kapasitas produksi Tiongkok.

Yellen dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan usai pembicaraan menyebutkan, bahwa pencapaian dalam pertemuan tersebut akan berkontribusi pada diskusi seputar ketidakseimbangan makroekonomi, termasuk hubungannya dengan kelebihan kapasitas produksi Tiongkok. Yellen juga mengatakan dia bermaksud menggunakan kesempatan ini untuk mendesak pihak Tiongkok agar menyediakan lapangan bersaing yang setara bagi pekerja dan dunia usaha Amerika Serikat.

Yellen juga mengatakan dirinya dan He Lifeng juga sepakat untuk meluncurkan sebuah forum kerja sama dalam upaya anti pencucian uang di sistem keuangan masing-masing.

Isu kelebihan kapasitas produksi Tiongkok

Yellen, He Lifeng dan tim mereka bertemu selama lebih dari empat setengah jam pada hari Sabtu untuk membicarakan berbagai topik.

Prioritas pertama Yellen selama kunjungannya ke Tiongkok adalah membujuk para pejabat Tiongkok untuk mengendalikan kelebihan kapasitas produksi kendaraan listrik (EV), panel surya, dan teknologi energi ramah lingkungan lainnya, yang mengancam perusahaan pesaing di Amerika Serikat dan negara-negara lain.

“Kapasitas produksi Tiongkok jauh melebihi permintaan domestik Tiongkok dan melebihi kapasitas pasar global”, ujar Yellen.

Yellen mengatakan bahwa pembahasan mengenai isu tersebut menghabiskan waktu selama lebih dari 2 jam.

“Saya sangat prihatin dengan dampak kelebihan kapasitas produksi dari industri tertentu Tiongkok akibat dukungan pemerintah (Tiongkok). Dan hal ini mungkin dapat berdampak terhadap perekonomian AS. Minggu lalu, saya telah mengunjungi Suniva, sebuah perusahaan tenaga surya yang berbasis di Georgia yang terpaksa ditutup, seperti perusahaan-perusahaan sejenis lainnya yang tidak dapat bersaing dengan barang-barang yang diekspor oleh Tiongkok (PKT) dalam jumlah besar dengan harga yang sangat rendah”. Yellen telah menegaskan kepada pihak Tiongkok, bahwa isu kelebihan kapasitas produksi Tiongkok telah menjadi isu penting bagi Amerika Serikat. “Hal ini penting bagi perkembangan hubungan bilateral kita dan hubungan Tiongkok dengan negara-negara utama lainnya”, kata Yellen.

“Hal ini penting karena situasi demikian perlu dicegah. Sekutu dan mitra kami juga memiliki keprihatinan yang sama, selain itu, mereka melihat adanya potensi risiko yang mengancam lapangan kerja dan bisnis di negara mereka. Saya sangat yakin bahwa mengubah kebijakan yang mendorong kelebihan kapasitas akan menguntungkan Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara di seluruh dunia”, tambahnya.

Media resmi Partai Komunis Tiongkok membantah pernyataan Yellen tentang kelebihan kapasitas Tiongkok, dan mengatakan bahwa itu adalah alasan yang digunakan AS untuk menerapkan kebijakan proteksionis.

Hari Sabtu, Kantor Berita Xinhua merilis pernyataan tentang pertemuan antara He Lifeng dengan Yellen, yang menyebutkan bahwa Tiongkok menyatakan keprihatinan serius mengenai pembatasan ekonomi dan perdagangan AS terhadap Tiongkok dan memberikan tanggapan penuh terhadap masalah kapasitas produksi.

Perlakuan tidak adil Tiongkok terhadap perusahaan-perusahaan AS

Selain masalah kelebihan kapasitas, tujuan lain kunjungan Yellen ke Tiongkok adalah untuk mengupayakan perubahan atas perlakuan tidak adil yang dilakukan PKT terhadap perusahaan-perusahaan AS.

Pada Jumat di Guangzhou, Yellen mengatakan bahwa Tiongkok melakukan praktik ekonomi yang tidak adil, termasuk menghalangi masuknya perusahaan asing ke pasar Tiongkok, dan mengambil tindakan koersif terhadap perusahaan Amerika Serikat. Saya bermaksud untuk mengangkat masalah ini pada pertemuan minggu ini.

Menjelang serangkaian pertemuan dengan Yellen, He Lifeng mengatakan, bahwa Tiongkok berharap dapat menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi dunia usaha.

Ini adalah apa yang selalu dikatakan oleh PKT, namun tidak pernah dilaksanakan. Pada Agustus tahun lalu, Presiden Kamar Dagang Uni Eropa Jens Eskelund memperingatkan Partai Komunis Tiongkok bahwa perusahaan-perusahaan asing di Tiongkok merasa bosan dengan janji-janji otoritas PKT.

Yellen mengatakan Amerika Serikat prihatin dengan memburuknya lingkungan bisnis perusahaan asing di Tiongkok karena perlakuan tidak adil. Dia juga mendesak Partai Komunis Tiongkok untuk berfokus pada reformasi ekonomi.

Yellen : Perusahaan Tiongkok yang mendukung invasi Rusia ke Ukraina menghadapi “konsekuensi signifikan”

Yellen juga memanfaatkan kesempatan bertemu dengan He Lifeng untuk menjelaskan kepada Tiongkok bahwa perusahaan Tiongkok tidak boleh memberikan dukungan material untuk perang Rusia di Ukraina, terutama dukungan untuk basis industri pertahanan Rusia. Pelanggaran mengakibatkan perusahaan yang bersangkutan terkena “konsekuensi besar”. Ini adalah salah satu pesan paling tajam yang pernah dikirim Washington kepada Beijing.

Peringatan Yellen muncul setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada para menteri luar negeri Uni Eropa dan NATO, bahwa Beijing sedang memberikan bantuan kepada Rusia dalam “skala yang mengkhawatirkan”, kata 3 orang pakar yang mengetahui masalah tersebut kepada “Financial Times”.

Sumber mengutip ucapan Blinken mengatakan bahwa bantuan Tiongkok kepada Rusia terutama terkonsentrasi pada peralatan optik, produksi alat penggerak baling-baling, dan di bidang kedirgantaraan. “Hal ini selain mendorong agresi Rusia terhadap Ukraina, tetapi juga mengancam negara-negara lain”, katanya

Blinken menyampaikan kekhawatiran mengenai perilaku Tiongkok ini dalam pertemuan dengan para menteri luar negeri NATO pada hari Rabu dan Kamis, kata salah satu sumber.

Negara-negara Barat telah menerapkan puluhan sanksi dan embargo perdagangan terhadap Rusia dalam upaya melemahkan perekonomiannya, termasuk mencabut pasokan militernya, dan memaksa Rusia untuk menghentikan perang yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun di Ukraina. (sin)