Para Ilmuwan Menemukan Bahwa Katak Dapat Menjerit, Namun Kita Tidak Dapat Mendengarnya

EtIndonesia. Para ilmuwan untuk pertama kalinya merekam jeritan katak setelah merekam suara yang biasanya tidak terdengar oleh telinga manusia.

Awal tahun ini, hewan amfibi menjadi berita utama setelah jamur terlihat tumbuh dari kaki katak hidup, sehingga memicu kekhawatiran di kalangan para ahli.

Namun, kini para ilmuwan telah mengungkapkan bahwa katak memiliki mekanisme pertahanan yang disebut sebagai “ultrasound defensif” untuk memperingatkan hewan lain.

Penemuan ini terjadi ketika para peneliti di Hutan Amazon di Brasil memperhatikan bahwa katak serasah daun tampak membuka mulutnya lebar-lebar, melengkungkan punggung, dan menundukkan kepala.

Dari gerakannya, tampak katak-katak itu berteriak tetapi para ahli tidak dapat mendengar apa pun. Jadi, mereka menggunakan perekam audio frekuensi tinggi dan membuat penemuan menakjubkan.

Menurut penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Acta Ethologica, para ilmuwan berhasil menangkap dokumentasi penggunaan “ultrasound defensif” pertama yang dilakukan oleh amfibi. Panggilan darurat tersebut ditangkap dua kali, dan perangkat lunak mengonfirmasi bahwa panggilan tersebut berada pada rentang frekuensi 7 kilohertz (kHz) hingga 44 kHz dan akan diklasifikasikan sebagai USG.

Bagi hewan yang dapat mendengarnya, suara yang mereka keluarkan memiliki volume yang memekakkan telinga, namun manusia tidak dapat mendengar frekuensi di atas 20 kHz, yang berarti suara tersebut benar-benar senyap.

Para peneliti dari Universitas Negeri Campinas di Brazil percaya bahwa jeritan tersebut merupakan respons terhadap predator, tetapi juga dapat digunakan sebagai panggilan kepada katak lain untuk membantu serangan hewan lain.

Ubiratã Ferreira Souza, salah satu penulis studi tersebut mengatakan: “Beberapa predator potensial amfibi, seperti kelelawar, hewan pengerat, dan primata kecil, mampu mengeluarkan dan mendengar suara pada frekuensi ini, yang tidak dapat dilakukan manusia.

“Salah satu hipotesis kami adalah bahwa panggilan darurat ditujukan kepada beberapa dari mereka, namun bisa juga terjadi bahwa pita frekuensi luas bersifat generalis dalam arti bahwa hal itu seharusnya menakuti sebanyak mungkin predator.”

Mariana Retuci Pontes, peneliti dalam tim tersebut, mengatakan dia telah menyaksikan katak lain dalam perjalanan penelitian berbeda menunjukkan perilaku yang sama, namun mereka tidak memiliki peralatan perekam yang diperlukan pada saat itu untuk dapat merekam jeritan tersebut. (yn)

Sumber: indy100