Jumlah Siswa Asing yang Belajar di Tiongkok Turun Tajam, Pemuda AS : Belajar di Tiongkok Tidak Memberikan Harapan 

oleh Xia Dunhou dan Liu Fang

Sebagai akibat pemerintah Tiongkok semakin mengarah ke totaliter, terus menghasut sentimen nasionalis, dan memperburuk hubungan Tiongkok – AS. Jumlah siswa asal Amerika Serikat yang belajar ke Tiongkok menjadi turun drastis. Saat ini hanya tercatat sebanyak 700 orang, yang tidak sampai 3% dari periode puncaknya.

“Associated Press” pada 14 April memberitakan bahwa hanya ada sekitar 700 orang siswa Amerika Serikat yang belajar di Tiongkok saat ini, jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya pada 2012, yang jumlahnya mencapai sekitar 25.000 orang. Sejak saat itu, jumlah stabilnya adalah sekitar 10.000 orang. Namun, karena epidemi virus komunis Tiongkok (COVD-19) yang melanda Tiongkok sehingga otoritas menutup perbatasannya, jumlah siswa menurun tajam. Pada 2022, jumlah siswa asal AS hanya tinggal 200 lebih orang.

Laporan menyebutkan bahwa keinginan generasi muda Amerika Serikat untuk belajar di Tiongkok telah menurun secara signifikan. Para responden menyatakan bahwa tinggal di Tiongkok berisiko pribadi yang tidak kecil, selain adanya pembatasan kebebasan akademis, termasuk kesulitan dalam mengakses informasi, pembatasan diskusi mengenai isu-isu politik yang sensitif, dan Undang-Undang Kontra-Spionase yang cakupannya luas sudah diberlakukan di Tiongkok.

Lee Yeau-tran, seorang profesor di Institut Penelitian Pembangunan Nasional Universitas Nasional Chengchi Taiwan, mengatakan bahwa karena PKT memblokir informasi di Internet, masyarakat Tiongkok sulit untuk melihat dunia di luar Tembok Api Besar, kebebasan serta demokrasi Hongkong juga telah dirusak secara paksa oleh Partai Komunis Tiongkok. Generasi muda Amerika Serikat jelas menaruh perhatian pada hubungan antara Partai Komunis Tiongkok dengan negara-negara demokrasi liberal.

“Lihat saja warga sipil Tiongkok, sampai tidak tahu siapa itu Liu Xiaobo, bahkan tidak tahu ada Insiden 4 Juni 1989, karena mereka (Partai Komunis Tiongkok) terus melakukan pendidikan cuci otak. Tiongkok adalah masyarakat yang tertutup, adalah masyarakat yang penuh tipu daya, sebuah masyarakat yang dikendalikan oleh totalitarianisme digital. Oleh karena itu, jika kita membandingkan Tiongkok dengan Taiwan dan kemudian melihat Tiongkok dengan kasus Hongkong, maka generasi muda Amerika Serikat atau warga AS akan merasakan bahwa Tiongkok tidak memberikan harapan,” ujar Lee Yeau-tran.

“Associated Press” juga menyebutkan bahwa ketika hubungan AS – Tiongkok memburuk, beberapa generasi muda Amerika Serikat enggan belajar di Tiongkok karena prospek lapangan kerjanya.

Chang Chun-Hao, profesor Departemen Ilmu Politik, Universitas Tunghai, Taiwan mengatakan : “Memang benar berdasarkan jumlah ini, berarti jumlah mahasiswa AS yang belajar di Tiongkok telah menurun secara signifikan. Karena Tiongkok sekarang semakin meningkatkan konfrontasinya dengan negara-negara demokratis, bagi mahasiswa asing, itu jelas menimbulkan keprihatinan, menimbulkan rasa takut, atau menimbulkan suatu dorongan untuk menjauhi Tiongkok”.

Lee Yeau-tran mengatakan : “Ketika perekonomian Tiongkok sedang berkembang baik, mahasiswa Amerika Serikat yang belajar di Tiongkok mungkin berpikir bahwa seiring berkembangnya industri, mereka akan memiliki peluang untuk terlibat dalam bisnis di Tiongkok. Namun ketika Amerika Serikat dan Tiongkok sedang berkonflik dan perekonomian Tiongkok mengalami penurunan tajam, mereka tentu melihat sirnanya angan-angan itu, sehingga menurunkan motivasi mereka”.

Lee Yeau-tran menambahkan jika siswa Amerika Serikat ingin belajar bahasa Mandarin, mereka bisa datang dan belajar di Taiwan.

Saat ini, jumlah mahasiswa asal Tiongkok yang belajar di universitas-universitas Amerika Serikat masih berkisar di 300.000 orang. Perbedaannya cukup mencolok, bukan ?!! (sin)