Tiongkok Berekspansi: Ekspor, Maskapai Penerbangan, dan Logistik

Anders Corr

Ekonomi ekspor Tiongkok sedang berkembang pesat—mencapai rekor $3,4 triliun pada tahun 2024—menurut data yang dirilis Beijing pada 14 Januari. Sebagian besar uang tersebut akan digunakan untuk belanja militer yang bertujuan menaklukkan Taiwan dan mengalahkan setiap upaya Amerika Serikat dalam mempertahankan demokrasi pulau tersebut.

Tarif yang diberlakukan AS dan sekutunya terhadap Tiongkok akan sedikit menekan ekspansi ekonomi Tiongkok, tetapi tidak akan sepenuhnya menyelesaikan masalah.

Banyak perusahaan Tiongkok yang kini pindah ke luar negeri—termasuk ke Vietnam, Meksiko, Indonesia, Thailand, Hungaria, dan Jerman—untuk menghindari tarif AS. Beberapa perusahaan logistik global, termasuk yang berasal dari Amerika dan Eropa, ikut membantu klien Tiongkok mereka (dan meraih keuntungan) dengan mengirimkan sebagian staf Tiongkok  mereka ke luar negeri.

Semua perusahaan ini juga memiliki kontrak dengan pemerintah AS. Klien mereka termasuk Angkatan Darat AS, Departemen Luar Negeri AS, dan FBI, yang menimbulkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional. Warga negara Tiongkok  yang bekerja di perusahaan logistik di luar negeri dapat lebih mudah mengakses data tentang pengiriman pemerintah AS ke atau melalui negara-negara tersebut.

Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah potensi Partai Komunis Tiongkok (PKT) menggunakan warga negara Tiongkok yang bekerja di perusahaan logistik global untuk spionase industri atau pengaruh politik.

Sebuah laporan Financial Times pada 12 Januari mengutip pernyataan direktur pelaksana Tiongkok dari sebuah perusahaan Prancis yang berkantor pusat di Marseille. Ia mengatakan bahwa staf Tiongkok perusahaan tersebut di luar negeri dapat membantu klien Tiongkok dalam “berkomunikasi dan memahami politik lokal” dengan lebih baik. Ini merupakan area abu-abu yang berpotensi menimbulkan masalah keamanan.

Masalah ketiga adalah kemungkinan beberapa perusahaan logistik membantu Tiongkok menghindari tarif AS. Meskipun saat ini masih legal, ada upaya di Washington untuk menutup celah ini, misalnya dengan mencegah perusahaan Tiongkok merakit komponen Tiongkok menjadi produk di Meksiko untuk kemudian diekspor bebas tarif ke AS.

Calon perwakilan dagang AS yang diusulkan oleh Presiden Donald Trump, Jamieson Greer, telah mengajukan solusi untuk masalah ini. Greer ingin membatasi barang Tiongkok yang masuk ke AS melalui negara ketiga dengan menolak perlakuan istimewa terhadap impor tersebut, seperti dalam perjanjian perdagangan bebas AS–Meksiko–Kanada. Pembatasan ini juga akan berlaku untuk barang yang mengandung banyak komponen asal Tiongkok, seperti mobil dan peralatan rumah tangga. Bahkan, menurutnya, pembatasan harus berlaku untuk setiap proporsi nilai suatu barang yang berasal dari komponen Tiongkok, termasuk hanya 1 persen.

Di Eropa, masalah terkait lainnya adalah peran yang semakin besar dari maskapai penerbangan komersial milik negara Tiongkok akibat larangan penerbangan bagi maskapai Barat di atas wilayah Rusia. Sebagai bagian dari perang di Ukraina, Moskow membalas dengan melarang sebagian besar maskapai AS dan Eropa terbang di wilayah udaranya. Namun, Moskow tidak melarang maskapai Tiongkok, sehingga tiga maskapai utama—Air China, China Eastern, dan China Southern—memiliki keuntungan besar dibandingkan maskapai Barat dalam hal waktu penerbangan yang lebih singkat dan biaya bahan bakar yang lebih rendah.

Beijing juga menekan maskapai Barat dengan mensubsidi maskapai domestiknya meskipun terus merugi. Tiga maskapai utama Tiongkok mengalami kerugian sebesar $1,8 miliar pada tahun 2023, misalnya. Subsidi ini kemungkinan bertujuan untuk meningkatkan pengaruh politik dan ekonomi Tiongkok di Eropa, selain juga menarik wisatawan Eropa guna mendongkrak ekonomi Tiongkok.

Tiga maskapai utama Tiongkok menawarkan penerbangan langsung antara Eropa Barat dan Tiongkok dengan penghematan biaya hingga 35 persen dibandingkan maskapai Barat. Akibatnya, jumlah penumpang antara Tiongkok dan tiga negara Eropa—Inggris, Spanyol, dan Italia—diperkirakan meningkat 45 persen selama tiga kuartal pertama tahun 2024 dibandingkan 2019.

Penerbangan antara Tiongkok dan Arab Saudi juga meningkat drastis, lebih dari 700 persen dalam periode yang sama. Hal ini menjadi perhatian mengingat pentingnya Arab Saudi bagi impor energi AS dan sistem aliansi AS di Timur Tengah. Bandingkan dengan penerbangan Tiongkok–AS, yang turun 70 persen sejak 2019.

Tidak ada alasan yang masuk akal mengapa maskapai penerbangan Tiongkok harus diuntungkan dengan merugikan maskapai Barat akibat larangan penerbangan Rusia dan subsidi tidak adil dari Beijing. Setidaknya, Amerika Serikat dan Uni Eropa seharusnya memberlakukan tarif untuk mengimbangi kedua dampak tersebut.

Ekspansi global maskapai penerbangan, perusahaan logistik, dan pabrik ekspor Tiongkok telah menciptakan jaringan kuat yang akan membiayai belanja militer Beijing. Jaringan ini sebagian besar berada di bawah kendali PKT dan dapat digunakan untuk spionase, peretasan, sabotase, suap, serta operasi pengaruh politik.

Amerika Serikat, Eropa, dan sekutu global lainnya harus berbuat lebih banyak untuk membatasi ekspansi jaringan global ini dan menarik kembali pengaruhnya jika memungkinkan. Demi menyelamatkan demokrasi, tindakan tegas harus diambil.

Pendapat yang diungkapkan dalam artikel ini adalah opini penulis dan tidak mencerminkan pandangan The Epoch Times.

Anders Corr memiliki gelar sarjana/magister ilmu politik dari Universitas Yale (2001) dan gelar doktor di bidang pemerintahan dari Universitas Harvard (2008). Dia adalah seorang kepala di Corr Analytics Inc, penerbit Journal of Political Risk, dan telah melakukan penelitian ekstensif di Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Buku terbarunya adalah “The Concentration of Power: Institutionalization, Hierarchy, and Hegemony” (2021) dan “Great Powers, Grand Strategies: the New Game in the South China Sea” (2018).

FOKUS DUNIA

NEWS