Dustin Bass
Perbandingan ukuran antara Will Smith dengan Chris Rock tidak mungkin lebih jelas daripada saat Will Smith menyerbu ke atas panggung selama Academy Awards ke-94 dan menampar Chris Rock untuk komentar yang dibuat Chris Rock mengenai istri Will Smith, yaitu Jada Pinkett Smith.
Sosok Will Smith yang sangat penting mewakili seorang pria yang seharusnya ditakuti.
Upacara penghargaan film Hollywood tersebut telah menjadi suatu waktu di mana para selebriti sangat dikritik oleh Pembawa Acara, tidak ada yang lebih berkesan dari Ricky Gervais selama Golden Globes tahun 2020. Setiap selebriti adalah sasaran kritik. Ini adalah sebuah waktu bagi para selebriti untuk menjadi sedikit malu hingga sedikit rendah hati.
Rasa malu dan takut dulunya merupakan bagian penting dari masyarakat Amerika, dan insiden yang sangat umum antara Will Smith dengan Rock adalah gambaran dari apa yang pernah ada dulu, dan dapat dibilang masih tetap demikian.
Socrates dan Kebajikan mengenai Rasa Malu dan Takut
Rasa malu dan takut hampir tidak dianggap sebagai kebajikan. Paling sering rasa malu dan takut dipandang sebagai keburukan, atau setidaknya cara mencela diri sendiri.
Socrates, Filsuf Yunani kuno, berpendapat bahwa rasa malu dan takut dapat membimbing kita menuju kehidupan yang berbudi luhur, dan sebenarnya dapat menjadi kebajikan itu sendiri.
BACA JUGA : Insiden Will Smith Tampar Chris Rock di Panggung Oscar 2022
Dalam “The Republic,” Socrates memberitahu temannya bernama Glaucon bahwa “ada dua penjaga, rasa malu dan takut.” Rasa malu dan takut adalah penjaga komunitas.
Rasa malu dan takut adalah apa yang membantu membangun sebuah keseimbangan antara individu dengan keluarga. Socrates menggunakan rasa malu dan takut dalam konteks hubungan antara kaum muda dan kaum tua.
“Rasa malu, yang membuat laki-laki menahan diri dari mengandalkan hubungan orang tua; takut, bahwa yang terluka akan menjadi dibantu oleh orang lain yang adalah saudara laki-lakinya, anak laki-lakinya, ayahnya.”
Socrates menunjukkan, dengan benar, ada beberapa tindakan yang sangat memalukan sehingga penghinaan masyarakat terhadap beberapa tindakan itu sudah cukup untuk menahan seseorang untuk tidak melakukannya. Kedua, jika seseorang begitu ingin melakukan tindakan memalukan seperti itu, akan ada lebih banyak lagi alasan jeda karena takut akan pembalasan dari “saudara laki-laki, anak laki-laki, ayah”
Sebuah Masyarakat Tanpa Rasa Malu dan Takut
Masyarakat kita telah mengubah rasa malu dan takut menjadi penjahat. Ada dukungan konstan bagi orang-orang untuk berpakaian, berbicara, dan bertindak sesuka mereka. Penghinaan terhadap norma sosial, yang biasa disebut dengan norma tradisional, telah memuncak menjadi sebuah masyarakat tanpa rasa malu.
Socrates mengalami penjungkirbalikkan norma sosial ini dan mengutuknya. Socratesia mengidentifikasi bagaimana masyarakat menyusun kembali keburukan menjadi kebajikan : “kekurangajaran yang mereka sebut berkembang biak, dan kebebasan anarki, dan menyia-nyiakan keindahan, dan keberanian yang kurang ajar.”
Kurangnya rasa malu ini telah menghasilkan bentuk keberanian yang menyimpang di mana orang-orang berdiri di atas fondasi yang lemah, di mana pemujaan diri dan mengejek orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Orang-orang yang memegang nilai-nilai tradisional, melakukan nilai-nilai tradisional karena mereka takut malu. Mereka takut kehancuran reputasinya yang sudah mapan, telah dibimbing oleh pengetahuan mengenai apa itu rasa malu dan siapa yang harus ditakuti.
Momen di panggung Oscar itu adalah dunia kecil dari sebuah bentrokan masyarakat yang lama dengan masyarakat yang baru.
Chris Rock, dalam pembelaannya, hanya mengalir dengan tradisi-tradisi dari apa yang telah diadopsi selama beberapa dekade. Seperti yang dikatakannya, itu adalah sebuah lelucon.
Batasan untuk menghina orang telah lama dihapus, dan oleh karena itu, seperti yang telah disebutkan di atas, semua orang adalah sasaran untuk dikritik. Tetapi sesuatu telah berubah, jika tidak bagi banyak orang, setidaknya untuk satu orang: Will Smith.
Bagi Chris Rock, Will Smith adalah orang yang salah untuk dihina dan, dalam bentuk tradisional, adalah orang yang ditakuti. Bagi Will Smith, ia adalah orang yang salah untuk tersinggung.
Sebuah Bentrokan Dua Era Masyarakat
Ada saat ketika menghina istri seorang pria adalah lebih buruk daripada menghina pria itu sendiri. Orang-orang tidak hanya ditampar karena penghinaan seperti itu, mereka juga terluka, atau bahkan dibunuh. Semua itu disebut perang tanding.
Melontarkan sebuah penghinaan seperti itu adalah memalukan, tetapi menerima sebuah penghinaan dan perbuatan seperti itu adalah jauh lebih memalukan. Hal tersebut tidak dapat ditoleransi, dan, namun apa pun hasilnya, sesuatu harus dilakukan untuk meralat penghinaan tersebut.
Seperti yang dikatakan Socrates, “Jika seseorang bertengkar dengan orang lain, orang tersebut akan memuaskan dendamnya, maka dan di sana, dan tidak melanjutkan ke jarak yang lebih berbahaya.” (Untuk alasan-alasan jelas, perang tanding tersebut berlanjut ke “panjang yang lebih berbahaya” dan tidak sebanding dengan sebuah penghinaan.)
Will Smith didorong untuk membela kehormatan istrinya, dan oleh karena itu membela kehormatannya sendiri. Will Smith, dalam kemarahannya, menunjukkan apa yang harus jelas bagi semua orang: Anda tidak menghina istri seorang pria, terutama di tempat yang paling umum. Jika rasa malu karena tindakan seperti itu adalah tidak cukup untuk menjauhkan anda dari tindakan tersebut, maka rasa takut akan “saudara laki-laki, anak laki-laki, ayah”–dan, dalam hal ini, suami––sudah cukup.
Ekspresi dan respons Chris Rock mengatakan itu semua. Ada kejutan dari momen itu. “Will Smith baru saja menampar [sumpah serapah] saya,” kata Chris Rock.
Selain ditampar di acara televisi internasional, kejutan itu harus muncul dari tempat lain juga. Kejutan itu harus berasal dari kebingungan bahwa dua era masyarakat Amerika Serikat bertabrakan dalam satu saat.
Apa yang dulunya merupakan sasaran kritik sekarang menjadi benar-benar terlarang―– masa lalu telah kembali ke masa sekarang. Yang pasti Chris Rock merasakan perubahannya. Will Smith merasakan perubahan saat dihina; atau mungkin itu jauh sebelum upacara penghargaan dimulai.
Dunia (khususnya dunia selebriti) telah menanggapi dengan pandangan yang berbeda mengenai tamparan yang dilakukan Will Smith, dan hal tersebut menunjukkan bahwa ada orang yang menginginkan masyarakat yang lama enyah, sementara ada orang yang masih memeluk masyarakat yang lama. Saya tidak menyalahkan Chris Rock maupun Will Smith atas insiden tersebut. Chris Rock maupun Will Smith bermain dengan aturan masyarakat Amerika Serikat, meskipun dua masyarakat yang berbeda.
Harapannya, setidaknya bagi saya, adalah bahwa masyarakat modern kita akan kembali ke penjaga rasa malu dan takut. Akan ada kembalinya ke beberapa batasan yang memandu wacana dan interaksi kita. Dan, karena Chris Rock and Will Smith lebih tepatnya diajarkan secara tidak sengaja, harus ada, atau setidaknya dapat berupa, beberapa jalan lain untuk melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh rasa malu dan takut.
Untuk memuji Chris Rock, ia lebih jauh secara tidak sengaja mengajarkan prinsip Socrates ini dengan memilih untuk tidak mengajukan tuntutan terhadap Will Smith. Socrates mencatat bahwa ketika ada jalan lain “pengadilan untuk penyerangan atau penghinaan tidak akan pernah terjadi di antara mereka. Untuk itu yang sederajat harus membela diri melawan yang sederajat kita akan menjaga agar tetap terhormat dan benar; kita akan membuat perlindungan orang tersebut sebuah masalah kebutuhan.”
Will Smith Telah Membawa Lelucon Pada Dirinya Sendiri
Untuk sesaat, Will Smith mengadopsi norma-norma masyarakat tradisional. Ia membela kehormatan dirinya dan istrinya. Tetapi hal ini adalah membingungkan, jika tidak benar-benar kemustahilan, dimulai.
Will Smith dan Jada Pinkett Smith terlibat dalam pernikahan terbuka, yang berarti bahwa kesucian perkawinan mereka, setidaknya dalam hal seksual, terbuka untuk diganggu orang lain. Mengganggu adalah istilah yang tepat.
Untuk bagaimana orang dapat mengizinkan orang lain berhubungan seks dengan pasangan anda, karena hal lain selain sebuah kekacauan ke dalam aspek yang paling suci dari pernikahan anda?
Inilah alasan saya menyatakan bahwa Will Smith adalah orang yang salah untuk tersinggung. Will Smith tidak hanya mengolok-olok dirinya dan istrinya, tetapi telah membuat sebuah ejekan terhadap lembaga-lembaga dan norma-norma masyarakat yang paling tradisional: pernikahan.
Ini juga mengapa Chris Rock harus lebih bingung lagi. Will Smith telah membedakan lelucon yang diarahkan ke istrinya di sebuah forum yang dipahami untuk memaafkan seperti itu, tetapi tidak membedakan perzinahan.
Will Smith, atas semua kelalaiannya yang sembrono dalam mengejar melakukan apa yang terhormat dan benar, tidak lebih dari seorang pria yang telah menganut cita-cita baik yang lama dan norma-norma masyarakat yang baru dan menjadi sebuah kontradiksi berjalan.
Mungkin rasa malu yang ditahan dan dikoreksi oleh Will Smith akan membuka matanya untuk rasa malu yang lebih besar, telah ditimbulkannya pada dirinya sendiri dan akan mengarah pada koreksi diri.
Jika itu terjadi, mungkin lebih banyak yang akan mengikuti dan merangkul kebajikan dan penjaga masyarakat: rasa malu dan takut. (Vv)