Home Blog Page 1173

Anggota Dewan Pfizer Sarankan Akhiri Mandat Masker dan Vaksin

Jack Phillips

Pernyataan mantan Direktur Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat dan anggota dewan saat ini di Pfizer yang menyerukan diakhirinya mandat masker dan vaksin. 

Scott Gottlieb, mantan Direktur Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat dan anggota dewan saat ini di Pfizer, mengatakan bahwa penurunan kasus COVID-19 harus memberi sinyal kepada pembuat kebijakan bahwa inilah saatnya untuk mencabut lebih banyak pembatasan terkait pandemi.

“Saya pikir tentu saja di pantai timur di mana Anda melihat kasus- kasus menurun secara dramatis, kita harus bersedia untuk rileks dan melakukannya segera,” katanya kepada “The Squawk Box” dalam wawancara pada Senin 24 Januari 20202.  ketika ditanya tentang apakah mandat masker harus dibatalkan.

Gottlieb mengatakan bahwa “banyak kepahitan” di Amerika Serikat berasal dari kurangnya “tiang gawang yang jelas” tentang kapan sejumlah tindakan harus diakhiri.

Mantan komisaris FDA itu juga mengutip keputusan pemerintah Connecticut baru-baru ini, untuk membatalkan mandat vaksin bagi pegawai negeri sebagai kebijakan yang harus diadopsi oleh pembuat kebijakan lain dalam waktu dekat karena kasus COVID-19 menurun secara nasional.

Gottlieb menambahkan, satu-satunya cara untuk mendapatkan kepatuhan dari orang-orang  dan mendapatkan akomodasi (adalah) jika kita menunjukkan kemampuan untuk menarik (mandat) ini dengan cara yang sama seperti kita memulai- nya.  

Seruan agar pembatasan COVID-19 dibatalkan ini, datang seiring dengan tingkat infeksi keseluruhan di Amerika Serikat telah menurun tajam dalam beberapa hari terakhir. 

Data dari Our World in Data yang dikelola Johns Hopkins menunjukkan bahwa, 4.110 dari setiap satu juta orang Amerika Serikat mencatat infeksi pada 10 Januari, tetapi angka itu menjadi 2.643 hingga Jumat 21 Januari dan turun menjadi 615 per satu juta pada Minggu 23 Januari. 

Di luar Amerika Serikat, semakin banyak negara Eropa yang telah membatalkan aturan terkait COVID-19 tertentu, termasuk paspor vaksin dan mandat masker. Misalnya, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan bahwa mulai 27 Januari, orang-orang di Inggris tidak perlu lagi memakai masker di depan umum atau menunjukkan bukti bahwa mereka telah divaksinasi untuk memasuki beberapa tempat.

Tetapi pada Senin 24  Januari, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, memperingatkan bahwa lebih banyak varian COVID-19 mungkin muncul dan memperingatkan bahwa sangat berbahaya untuk menganggap Omicron adalah yang terakhir.

Tedros menambahkan,ada skenario berbeda tentang bagaimana pandemi bisa terjadi dan bagaimana fase akut bisa berakhir. Tetapi berbahaya untuk berasumsi bahwa omicron akan menjadi varian terakhir atau bahwa kita berada di akhir permainan. 

“Sebaliknya, secara global, kondisi ini justru ideal untuk lebih banyak varian muncul.” Namun sayangnya Tedros tidak memberikan bukti maupun data untuk mendukung klaimnya. (Eko)

25 Ton Dinding Semen Gedung di Gwangju Korea Selatan Runtuh, Kegiatan SAR Dihentikan

NTDTV.com

Pengembangan Industri Modern HDC Korea Selatan membangun sebuah bangunan perumahan dan komersial di Gwangju, Korea Selatan. Pada 11 Januari sore, dinding luar dari bangunan runtuh. Hingga sekarang, belum seluruh korban yang merupakan pekerja bangunan berhasil ditemukan. Pada 2 Februari pagi waktu setempat, dinding semen seberat 25 metrik ton lagi-lagi runtuh, akibatnya operasi pencarian dan penyelamatan terpaksa dihentikan.

Media ‘Central News Agency’ mengutip laporan Kantor Berita Yonhap Korea Selatan memberitakan bahwa beberapa struktur semen bangunan tempat dinding luar dan struktur semen yang mengalami runtuh, sebelumnya menjadi miring kemudian jatuh pada 2 Februari sekitar pukul 8 pagi ini. Beruntung lebih dari 150 orang petugas pencarian dan penyelamatan berhasil dievakuasi sebelum jatuhnya dinding itu, sehingga tidak ada korban jiwa.

Struktur dinding yang runtuh itu diperkirakan memiliki berat 25 ton. Sebelum dinding semen itu jatuh, alarm berbunyi beberapa kali di tempat kejadian. Segera setelah itu, terdengar suara keras akibat runtuhnya dinding, sebagian puing itu jatuh ke lantai 22, dan sebagian lagi jatuh langsung ke tanah lantai dasar.

Menurut personel yang berada di lokasi bahwa, lebih dari 150 orang personil, termasuk 119 orang tukang bangunan dan 35 orang petugas pemadam kebakaran, sedang melakukan pencari di lokasi ketika kecelakaan terjadi, dan sekitar 20 orang sedang bekerja di lokasi jatuhnya dinding 25 ton ini. Beruntung bunyi sirine sebelum kejadian membuat mereka segera meninggalkan tempat untuk menghindari kecelakaan yang lebih fatal.

Penyebab kecelakaan ambrolnya dinding semen itu belum dapat dipastikan, tetapi personel di lokasi berspekulasi bahwa itu mungkin karena getaran yang disebabkan oleh peralatan mekanis yang digunakan untuk mempercepat pencarian dan penyelamatan, yang menyebabkan blok semen yang semula tidak stabil menjadi hancur dan jatuh.

Pada 11 Januari sore, bangunan yang sedang dikerjakan oleh HDC Hyundai Industrial Development di Gwangju mengalami runtuh dinding luar dari bangunan. Sejumlah besar balok semen jatuh dari gedung bertingkat 39, sehingga menimpa beberapa tiang telepon dan mobil-mobil yang sedang diparkir di bawah gedung. 6 orang pekerja dinyatakan hilang.

Gedung bertingkat yang dikhawatirkan sewaktu-waktu bisa runtuh, ditambah lagi dengan faktor cuaca musim dingin, membuat operasi pencarian dan penyelamatan jauh lebih sulit. Sampai hari keempat setelah kejadian, tim SAR baru menemukan 1 orang pekerja yang hilang, hari ke-20 baru mendapatkan lagi kedua orang korban yang berbeda. Selain korban yang ditemukan di lantai 27 namun belum berhasil diangkat dari reruntuhan, masih ada 3 orang lainnya yang belum ditemukan. (sin)

Melambatnya Ekonomi Tiongkok Memengaruhi Industri Utama Korea Selatan

Jessica Mao

Tajamnya perlambatan ekonomi Tiongkok, Korea Selatan khawatir bahwa industri ekspornya — termasuk semikonduktor, baja, dan industri besar lainnya yang sangat bergantung pada pasar Tiongkok — akan mengalami kemunduran besar.

Data yang dirilis oleh Asosiasi Perdagangan Internasional Korea (KITA) pada 18 Januari mengungkapkan bahwa ekspor Korea Selatan ke Tiongkok pada 2021 berjumlah 162,9 miliar dollar AS, menyumbang sekitar 25 persen dari total ekspornya. Di antara mereka, ekspor semikonduktor ke Tiongkok saja menyumbang 39,3 persen dari total ekspor semikonduktor Korea Selatan.

Lebih dari 80 persen ekspor Korea Selatan ke Tiongkok adalah barang setengah jadi. Karena prospek sektor real estat Tiongkok tidak pasti, industri mesin dan baja Korea Selatan kemungkinan akan terpengaruh. Permintaan yang lebih lemah di Tiongkok  juga dapat membebani ekspor peralatan rumah tangga dan kosmetik Korea Selatan.

Petrokimia, ekspor utama Korea Selatan, juga akan terpukul. Kantor Berita Yonhap mengutip sumber dari Asosiasi Petrokimia Korea, mengatakan bahwa Tiongkok adalah pasar ekspor terbesar produk minyak bumi; dan dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang kurang momentum, petrokimia Korea Selatan dan industri terkait akan sangat terpengaruh.

Di antara 10 sektor ekspor utama Korea Selatan ke Tiongkok, semikonduktor menyumbang 30,8 persen, diikuti oleh resin sintetis (6,1 persen), display panel datar (4,8 persen), dan produk minyak bumi (4,2 persen).

Sumber tersebut mengatakan bahwa industri petrokimia Korea Selatan sudah dalam situasi yang sulit, karena permintaan domestik dan asing yang menyusut dan kenaikan harga minyak, yang mengakibatkan kelebihan pasokan; dan ekonomi Tiongkok yang lemah akan menempatkan industri dalam kesulitan yang lebih besar.

Menurut perkiraan oleh Institut Riset Hyundai, jika tingkat pertumbuhan ekonomi Tiongkok turun 1 poin persentase, tingkat pertumbuhan ekonomi Korea Selatan akan turun 0,5 poin persentase.

“Ini menunjukkan betapa ketergantungan ekonomi kita pada Tiongkok,” tulis The Korea Times mengomentari ramalan itu dalam editorial yang diterbitkan pada 19 Januari. 

Menurut artikel itu, industri Korea Selatan membutuhkan 1.850 bahan mentah dan komoditas, yang lebih dari 80 persennya berasal dari Tiongkok. Prospek ekonomi Tiongkok yang suram dapat menjadi bencana bagi ekonomi global, dan Korea Selatan mungkin lebih rentan terhadap kelemahan ekonomi Tiongkok daripada negara lain mana pun di dunia.

Pada 20 Januari 2020, Harian Ekonomi Korea juga menerbitkan sebuah artikel tentang kekhawatiran yang berkembang dari ketergantungan besar sektor industri pada Tiongkok. Ini mencatat bahwa tidak hanya baja, petrokimia, dan alat berat, tetapi juga industri mutakhir bernilai tambah tinggi, seperti semikonduktor, monitor, dan baterai, telah memperoleh beberapa basis produksi di Tiongkok.

“Dengan kata lain, semua industri besar dalam negeri terlibat. Krisis di Tiongkok  kemungkinan akan ditransfer ke Korea Selatan,” bunyi artikel itu.

Alasan untuk Mengurangi Ketergantungan pada Tiongkok

Pakar Korea Selatan telah meminta pihak  berwenang  untuk  menggunakan ini sebagai kesempatan untuk mengubah struktur ekspornya.

Taekyu Lee,  seorang  peneliti  senior di Institut Riset Ekonomi Korea Selatan (KERI), baru-baru ini mengatakan kepada Kantor Berita Yonhap bahwa perusahaan Korea Selatan telah mengurangi ukuran produksi mereka di Tiongkok, karena kenaikan biaya tenaga kerja dan kondisi yang kurang menguntungkan bagi perusahaan penanaman modal asing dalam beberapa tahun terakhir. Untuk mengatasi risiko struktural ekspor, Korea Selatan perlu mengurangi ketergantungannya pada Tiongkok  untuk ekspor.

The Korea Times juga menyarankan dalam editorialnya bahwa perusahaan Korea Selatan mengembangkan cara-cara konkret untuk mengurangi ketergantungan mereka yang berlebihan pada pasar Tiongkok.

“Korea Selatan harus mendiversifikasi sumber impor bahan mentah dan komponennya sambil menjajaki pasar ekspor di seluruh dunia,” katanya.

Lu Tianming, seorang komentator politik, kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin mengatakan bahwa, ekonomi Korea Selatan terlalu bergantung pada Tiongkok, dan Korea Selatan harus mendiversifikasi risikonya dan mengurangi ketergantungannya pada Tiongkok pada sisi penawaran dan permintaan.

Lu mengatakan bahwa contoh paling jelas dari ketergantungan berlebihan pada Tiongkok dapat dilihat pada impor Korea Selatan.

“Beberapa produk akan sangat terpengaruh jika Tiongkok memotong pasokan, seperti AdBlue sebelumnya, cairan es lumer, dan lain sebagainya,” katanya. 

“Tetapi bahkan jika tidak ada pemutusan pasokan, inflasi Tiongkok dan kenaikan harga akan berdampak pada Korea Selatan, karena banyak bahan baku dan produk setengah jadi Korea Selatan sangat bergantung pada Tiongkok, dan variasi serta proporsi produk yang diimpor dari Tiongkok sangat besar.”

Selain itu, Korea Selatan sangat bergantung pada ekspor Tiongkok. Sekitar 25 persen adalah proporsi yang sangat besar, dan sekarang kekurangan ini terlihat.

Dia berkata bahwa Korea Selatan tidak punya pilihan selain mengembangkan pasar ekspor di tempat lain.

“Ketergantungan ini sangat tinggi. Seperti kata pepatah, sangat berbahaya menaruh semua telur Anda dalam satu keranjang. Jadi sangat penting untuk mendiversifikasi risiko, baik di sisi penawaran maupun permintaan, untuk mengurangi ketergantungan ini pada Tiongkok, dan ini akan lebih bermanfaat bagi pembangunan jangka panjang Korea Selatan.”

Lu juga menyebutkan bahwa bergantung pada rezim komunis yang tidak etis dan jahat, seperti Partai Komunis Tiongkok (PKT), merupakan risiko tambahan bagi Korea Selatan.

“Dengan meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, dan kedua negara bersaing untuk Korea Selatan, rezim Tiongkok, jika kalah, akan mengambil keuntungan dari ketergantungan ekonomi Selatan dan mengancam negara, yang telah dilakukan,” kata Lu.

Ekonomi Tiongkok Menghadapi Periode Paling Sulit

Desember 2021, pejabat Tiongkok secara terbuka mengakui bahwa ekonominya telah memasuki resesi yang sangat dalam.

Menteri Keuangan, Liu Kun, membuat pernyataan publik yang langka pada akhir 2021, mengatakan bahwa dia ingin mempraktikkan tujuan menjalani kehidupan yang lebih terbatas.

Selama Konferensi Kerja Ekonomi Pusat tahunan pada 8-10 Desember 2022 lalu, PKT mengakui bahwa perkembangan ekonominya  menghadapi  tekanan tiga kali lipat dari menyusutnya permintaan, guncangan pasokan, dan melemahnya ekspektasi.

Profesor Li Daokui dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Tsinghua mengatakan dalam sebuah pidato di awal Desember, bahwa dalam beberapa tahun ke depan, ekonomi Tiongkok mungkin berada dalam “periode paling sulit” dibandingkan dengan 40 tahun terakhir. (Yud)

IMF Memperkirakan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Tahun 2022 Suram

0

oleh Antonio Graceffo

Tingkat pertumbuhan PDB Tiongkok tahun ini diperkirakan akan turun di bawah 5%, mencapai  batas bawah yang dapat diterima untuk Beijing. Partai Komunis Tiongkok adalah biang kerok dari kerusakan ekonomi tersebut.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada 25 Januari menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2022 menjadi 4,8 %, dan memperingatkan bahwa industri lain juga merasakan dampak runtuhnya pasar perumahan Tiongkok. 

Sektor real estat Tiongkok yang nyaris runtuh, ditambah lagi dengan kebijakan nol kasus infeksi yang dicanangkan oleh Beijing, mengurangi mobilitas tenaga kerja dan mengurangi lapangan kerja.

Faktor-faktor ini akan langsung berdampak pada menurunnya konsumsi swasta, yang tentunya juga mempengaruhi sebagian besar jenis bisnis lainnya. Akibatnya, Bank Dunia menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2022 menjadi 5,1%, sedangkan Fitch Ratings menurunkannya menjadi 4,8%, dan Goldman Sachs memperkirakan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah lagi yakni sebesar 4,3%.

Prospek pertumbuhan yang lebih lambat memiliki implikasi politik yang besar bagi pemimpin Tiongkok Xi Jinping, karena 5 % telah lama dianggap sebagai tingkat pertumbuhan minimum yang dapat diterima untuk partai tersebut. 

Bagi dunia, pelambanan pertumbuhan ekonomi Tiongkok berarti pertumbuhan global yang juga ikut melamban.

IMF juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di tengah ekspektasi Federal Reserve akan menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi. Kebijakan moneter ketat adalah langkah logis yang diambil Amerika Serikat. 

Setelah dua tahun melepas pinjaman, membelanjakan, dan memotong suku bunga selama pandemi, The Fed akhirnya mengambil langkah mengurangi pertumbuhan demi mempertahankan keberlanjutan.

Sebaliknya, Beijing berjuang mati-matian untuk menggapai pertumbuhan. Dengan demikian, People’s Bank of China adalah salah satu dari sedikit bank sentral yang memangkas suku bunga. 

Akibatnya, pemerintah Tiongkok sedang melemahkan nilai Renminbi, membuat Tiongkok kurang menarik bagi investasi asing. Namun, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini diperkirakan tidak akan mampu melampaui ambang batas 5%.

Sejauh ini, anggaran pengeluaran yang diusulkan pemerintah Biden belum diloloskan. Ini kabar baik karena utang AS, seperti utang Tiongkok dan negara global lainnya, meningkat tajam akibat suntikan stimulus selama 2 tahun terakhir akibat epidemi. Di sisi lain, Tiongkok diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran pemerintah.

Tiongkok saat ini sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja, gangguan rantai pasokan, pembatasan COVID-19 yang terus berlangsung, masalah transportasi, dan inflasi dari kenaikan biaya energi. Tahun lalu, upaya Beijing untuk mengurangi polusi merugikan aktivitas industri sambil menaikkan biaya listrik. Masalah-masalah ini telah memicu inflasi harga ex-pabrik, yang berarti menaikkan biaya produksi barang.

Tindakan keras yang dilakukan otoritas terhadap industri teknologi belakangan ini telah menghambat inovasi, menghambat investasi, menurunkan nilai kekayaan, menjatuhkan harga saham, dan mengurangi lapangan pekerjaan. 

Berbagai industri, dari bank hingga perusahaan konstruksi, merasakan cengkeraman Beijing di sektor real estat. 

Dalam satu tindakan keras seperti itu, Beijing juga menggebuk industri bimbingan pendidikan, yang secara langsung menghilangkan jutaan kesempatan kerja. Pada saat yang sama, pembatasan industri hiburan menyebabkan hilangnya pekerjaan di industri streaming.

Kebijakan Xi Jinping untuk mengontrol sektor swasta telah mempersulit kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan, membuat para pencari kerja beralih untuk mengikuti ujian pegawai negeri, sehingga angkanya menjadi naik sebanyak 40%. 

Jika semua orang muda ini dapat menemukan pekerjaan di pemerintah, itu akan membengkakkan anggaran untuk sektor publik dan mendongkrak utang publik Tiongkok yang sudah mencapai sekitar 300% dari PDB. 

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok di masa mendatang juga akan terancam oleh tingkat kelahiran yang terus menurun, yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah angkatan kerja. 

Untuk memulihkan pertumbuhan, Beijing harus menempatkan lulusan perguruan tinggi saat ini di angkatan kerja sambil mendorong keluarga untuk memiliki lebih banyak anak. 

Namun, pengangguran kaum muda juga menjadi faktor lain yang mencegah keluarga memiliki lebih banyak anak. Ini adalah sebuah lingkaran setan.

Selain kebijakan ekonomi Xi Jinping yang bersifat merusak, meningkatnya ketegangan di Ukraina menyebabkan naiknya harga energi global. Meskipun mungkin akan terjadi inflasi berskala besar, tetapi sulit untuk mengukur pemulihan ekonomi masa depan dan tingkat pertumbuhan PDB AS dan Tiongkok. 

Kesehatan ekonomi bergantung pada kebijakan penanganan COVID-19 dan respons pemerintah terhadap varian COVID di masa mendatang.

Untuk saat ini, Washington kemungkinan akan menaikkan suku bunga, yang akan membantu mengekang inflasi. Selain itu, kebijakan COVID AS tampaknya mulai melonggar, yang memungkinkan pasar kembali normal secara bertahap. Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi Amerika harus lebih cepat dan lancar daripada Tiongkok. 

Di sisi lain, pemerintah Tiongkok memangkas suku bunga, mendorong utang, dan terus merealisasikan kebijakan nol kasus infeksi telah sangat membatasi pertumbuhan ekonomi. (Sin)

Dr Antonio Graceffo pernah tinggal di Asia selama lebih dari dua puluh tahun. Ia lulus dari Shanghai Sport University dan meraih gelar MBA dari Shanghai Jiaotong University. Antonio Graceffo adalah seorang profesor ekonomi dan analis ekonomi Tiongkok yang menulis untuk berbagai media internasional. Buku-bukunya tentang Tiongkok termasuk ‘Beyond the Belt and Road : China’s Global Economic Expansion’, dan ‘A Short Course on the Chinese Economy’.

Utusan Khusus PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana Bertemu Kepala BNPB

0

ETIndonesia- Utusan Khusus PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana, Mami Mizutori bertemu Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto untuk membahas lebih lanjut kesiapan Indonesia dalam penyelenggaraan GPDRR 2022 pada Mei 2022 nanti. Pertemuan ini berlangsung di Graha BNPB, Jakarta, pada Rabu (2/2).

Pada pertemuan tersebut Suharyanto menjelaskan perkembangan persiapan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 yang akan diselenggarakan pada 23 – 28 Mei 2022. Suharyanto menyampaikan bahwa Indonesia ingin penyelenggaraan event tersebut dengan aman, nyaman, sehat dan inklusif. Namun, ini merupakan tantangan besar mengingat pandemi Covid-19 yang masih terjadi tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di banyak negara. 

Suharyanto yang sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional mengatakan bahwa pada hasil rapat tingkat menteri pada Jumat lalu (28/1) tetap mengharapkan pelaksanaan GPDRR dengan pendekatan tatap muka dan dalam jaringan. 

“Namun keputusan final akan diputuskan Presiden dalam rapat terbatas yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat,” ujar Suharyanto di Graha BNPB, Rabu (2/2).

Ia menambahkan pertimbangan penggunaan sistem bubble seperti yang dilakukan pada pelaksanaan Badminton Indonesia Open, Super Bike Mandalika, Pekan Olahraga Nasional XX Papua atau pun G-20, dengan melakukan adaptasi dan penyesuaian. 

Penggunaan sistem bubble tersebut mencakup kedatangan di bandar udara hingga ke tempat kegiatan yang terpusat di Nusa Dua, termasuk kunjungan pada program field visit. 

Dalam penerapannya, sistem  bubble ini akan berdampak pada besaran impact kegiatan terhadap ekonomi masyarakat Bali. Untuk itu, BNPB akan menyiapkan strategi tambahan dalam menyikapinya dengan melaksanakan pameran usaha mikro kecil menengah di lokasi venue, sarana penjualan souvenir secara online atau pun field trip di lokasi-lokasi wisata yang tentunya menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Lebih lanjut, Suharyanto berharap penyelenggaraan GPDRR ini dapat memberikan kontribusi terhadap pertemuan G20, baik sisi substansi maupun praktik baik penyelenggaraan event internasional di masa pandemi Covid-19.

Pada kesempatan itu, Suharyanto menyampaikan kehadiran Sekretaris Jenderal PBB sangat penting di acara GPDRR ke-7 nanti sehingga ini akan memperkuat dan menambah nilai kepentingan GPDRR.

“Mohon dukungan dari Miss Mami Mizutori untuk mendukung kehadiran Sekjen PBB di Indonesia,” tambahnya. 

Dalam pertemuan pagi itu, Kepala BNPB juga menyampaikan beberapa isu dan topik sebagai kontribusi substansi Indonesia dalam GPDRR, termauk Deklarasi Jogjakarta, yang dihasilkan pada _Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction_ ke-5 di Yogyakarta pada 2012 lalu. 

Isu lainnya mengenai komitmen Indonesia dalam mendukung kampanye global untuk mewujudkan kabupaten dan kota tangguh bencana atau Making Cities Resilient (MCR). Komitmen MCR ini sejalan dengan agenda nasional yaitu ‘Indonesia Tangguh 2045.’  (asr)

Angin Kencang yang Menyertai Hujan Lebat Rusakkan Puluhan Rumah Warga di Bantaeng

0

ETIndonesia- Sebanyak 39 rumah warga di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan,  mengalami kerusakan dengan tingkat ringan hingga berat.

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, merilis bahwa peristiwa ini terjadi setelah hujan lebat yang disertai angin kencang berlangsung pada Selasa siang (1/2), pukul 14.00 waktu setempat. 

Dari total rumah rusak, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantaeng merinci rumah rusak ringan berjumlah 9 unit dan rusak berat 30 unit. Kejadian ini berdampak pada 39 KK di Desa Pajukukang, Kecamatan Pajukukang.

BPBD melaporkan tidak ada korban luka atau pun mengungsi akibat peristiwa tersebut. Angin kencang juga menyebabkan tempat usaha rusak berat 6 unit dan fasilitas ibadah rusak ringan 1 unit. 

BPBD bersama unsur-unsur daerah, TNI, Polri, dinas terkait, Tagana, PMI, aparat kecamatan dan relawan membantu warga yang rumahnya rusak. BPBD memastikan keluarga yang terdampak aman dari kerusakan rumah. Di samping itu, BPBD memberikan bantuan logistik kepada mereka.  

Berdasarkan prakiraan cuaca, Kamis (3/2), Kecamatan Pajukukang terpantau berawan sepanjang hari. Namun demikian, pemerintah daerah dan masyarakat tetap diimbau untuk waspada dan siap siaga, khususnya selama puncak musim hujan di bulan Februari ini. Angin kencang masih dapat berpotensi terjadi bersamaan dengan turunnya hujan lebat.  (asr)

George Soros : 4 Faktor Mengancam Terpilihnya Kembali Xi Jinping

 oleh Zhang Ting

Miliarder George Soros berpendapat bahwa krisis real estate, epidemi, musuh dalam partai, dan penurunan angka kelahiran merupakan faktor-faktor tidak kondusif yang melemahkan Xin Jinping untuk kembali terpilih sebagai Sekjen Partai Komunis Tiongkok (PKT). 

Bloomberg dalam laporannya menyebutkan bahwa George Soros, 91 tahun, mengatakan dalam sebuah acara kegiatan yang diselenggarakan oleh Hoover Institution di Universitas Stanford pada Senin 31 Januari, bahwa mengingat reaksi dalam Partai Komunis Tiongkok, sehingga upaya Xi Jinping untuk mensederajatkan levelnya setinggi Mao Zedong dan Deng Xiaoping tidak dapat terwujud.

Pernyataan Soros datang hanya beberapa hari sebelum pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing. Soros mengatakan bahwa krisis real estate, musuh dalam partai, vaksin yang tidak efektif, dan tingkat kelahiran yang menurun, semuanya ini merupakan faktor yang merugikannya.

Secara luas diyakini bahwa Xi Jinping akan terpilih kembali sebagai Sekjen PKT lewat Kongres ke-20 pada musim gugur tahun ini.

Menurut media ‘Bloomberg’, persiapan untuk kongres ini adalah salah satu periode paling sensitif dalam kalender politik partai. Di bawah sistem satu partai yang sangat tidak transparan, banyak kegiatan dilakukan secara tertutup. Dilihat dari permukaan, Xi tampaknya memiliki kekuatan yang terkonsolidasi dan mampu mendesak keluar dari arena para penantang potensial, membuat sebagian besar pengamat Tiongkok menyimpulkan bahwa Xi Jinping akan dengan mudah kembali terpilih sebagai Sekjen. PKT.

Namun, Soros percaya bahwa manajemen Xi Jinping dalam pertumbuhan ekonomi dan pengendalian epidemi di dalam negeri yang sedang berlangsung ini merupakan pertarungan yang dapat membuat Xi turun dari tahta.

Soros mengatakan : “Perpecahan internal partai begitu tajam sehingga tercermin dalam berbagai publikasi partisan”… “Xi Jinping sedang diserang oleh mereka yang terinspirasi oleh pikiran Deng Xiaoping yang menghendaki peran yang lebih besar untuk bisnis swasta.”

Soros mengatakan bahwa pasar real estat yang dianggap sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi Tiongkok saat ini sedang bermasalah. Ini jelas menjadi ganjalan buat Xi Jinping yang ingin terpilih kembali.

Dia mengatakan bahwa model yang terjadi saat ini adalah yang tidak berkelanjutan.

China Evergrande Group, yang memiliki utang sebesar lebih dari USD. 3.000 miliar berada di ambang kehancuran, pertama kali diberi label default pada bulan Desember tahun lalu setelah gagal bayar terhadap beberapa obligasi mereka. Pada saat yang sama, banyak pengembang properti di daratan Tiongkok juga mengalami kesulitan menjual dan membayar utang. Soros memperkirakan bahwa warga yang menginvestasikan sebagian besar tabungan mereka di real estat akan berada di baris yang menentang Xi Jinping.

Pejabat Tiongkok berupaya untuk meredakan dampak potensial dari masalah pasar real estat, dan Gubernur Bank Sentral Yi Gang sampai berulang kali mengatakan bahwa pemerintah akan mengendalikan risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh krisis likuiditas untuk para pengembang seperti Evergrande.

Soros mengatakan, pertanyaannya sekarang adalah apakah Xi Jinping akan menggunakan alat yang diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan terhadap dirinya.

“Kinerja triwulan kedua tahun 2022 akan menjadi petunjuk apakah Xi Jinping berhasil atau tidak. Namun, tampaknya situasi saat ini tidak optimis buat Xi Jinping,” kata Soros. (sin)

Belanda Cabut Lockdown, Denmark Akhiri Pembatasan COVID-19 dan Kembali Jalani Kehidupan Normal

 Lorenz Duchamps

Pemerintah Belanda mengumumkan akan mulai mencabut salah satu pembatasan COVID-19 terberat di Eropa, yang memungkinkan industri perhotelan mulai kembali menyambut pelanggan.

“Pada 26 Januari, sebagian besar lokasi di negara kita dapat dibuka kembali, dalam kondisi tertentu,” kata pemerintah dalam panduan yang menjelaskan kondisi pembukaan kembali. 

“Ini berarti restoran dan bar, bioskop, teater, tempat musik, museum, kebun binatang, dan taman hiburan dapat dibuka kembali,” tambah pernyataan itu. 

Belanda menjalani lockdown keras sejak pertengahan Desember—ketika pemerintah memaksa sejumlah tempat usaha yang tidak esensial dan para profesional seperti tukang cukur untuk menutup toko.

Sejak 26 Januari, industri perhotelan Belanda diizinkan untuk menyambut kembali pelanggan, meskipun hanya dengan kapasitas yang dikurangi dan aturan jarak sosial yang berlaku. 

Sektor ini juga tidak akan diizinkan buka antara pukul 22.00. Hingga pukul 5 pagi dan pelanggan harus dapat menunjukkan paspor vaksin COVID-19 untuk dapat masuk ke lokasi.

Ribuan pengunjuk rasa baru-baru ini memadati jalan-jalan di negara itu, ketika kemarahan meningkat atas perintah pemerintah untuk mengizinkan toko-toko yang tidak esensial, tukang cukur, dan pekerja seks untuk melanjutkan bisnis pada 15 Januari, sementara tempat lainnya seperti restoran dan kafe harus tetap tutup.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte menyampaikannya pada hari Selasa, ketika ia mengumumkan pelonggaran pembatasan COVID-19 terberat di Eropa. Ia juga mengumumkan pemerintah “mengambil langkah besar hari ini untuk membuka” negara.

“Kami benar-benar mengambil risiko hari ini, dan kami harus jelas tentang hal itu,” kata Rutte. 

Relaksasi pembatasan diberlakukan ketika Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan (RIVM), sebuah lembaga independen dari Kementerian Kesehatan Belanda, pada  Selasa melaporkan rekor 366.120 kasus untuk minggu sebelumnya, melonjak 51 persen. Meskipun jumlah keseluruhan kasus virus telah meningkat, serta rawat inap, jumlah pasien yang dirawat di ICU mulai menurun.

Hampir 90 persen orang dewasa di Belanda telah disuntik dan sekitar 57 persen memiliki suntikan booster. Dari mereka yang berusia 60 tahun ke atas yang memenuhi syarat untuk booster, sekitar 90 persen telah menerima suntikan, menurut RIVM.

Sementara itu di Denmark, Perdana Menteri Mette Frederiksen  pada Rabu 2 Februari, mengatakan bahwa setelah banyak konferensi pers yang serius, dia akhirnya dapat menyampaikan “kabar baik yang luar biasa,” mengumumkan bahwa pemerintah akan menghapus semua tindakan pembatasan yang tersisa dari awal Februari.

“Denmark akan terbuka lagi, sepenuhnya terbuka,” katanya, seraya menambahkan bahwa sementara pandemi masih berlangsung, pemerintah yakin Denmark telah mengatasi “fase kritis.”

Tidak  jelas pembatasan apa yang akan diakhiri orang Denmark, tetapi kemungkinan akan mencakup kartu kesehatan digital, yang sekarang harus digunakan untuk memasuki museum, klub malam, kafe, bus pesta, dan  beraktivitas di dalam ruangan restoran. (asr)

Otoritas Lakukan 250 Ledakkan di Awan Demi Modifikasi Cuaca Saat Menggelar Olimpiade Beijing

0

NTDTV.com

Jelang Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, tuan rumah untuk memastikan kondisi cuaca  sesuai dengan kebutuhan penyelenggara, pihak berwenang Tiongkok akan melakukan intervensi berskala besar terhadap cuaca lokal. Masyarakat khawatir bahwa intervensi berskala besar dalam cuaca dapat merusak siklus iklim alam dan membawa dampak buruk yang sulit diprediksi terhadap lingkungan dan ekologi.

Menurut laporan ‘Washington Post’, untuk memastikan bahwa semua faktor selama Olimpiade Musim Dingin dapat memuaskan keinginan politik pemerintah komunis Tiongkok, mereka menerapkan intervensi manual berskala besar terhadap cuaca di sekitar daerah pertandingan, termasuk curah hujan buatan, penyebaran badai, menciptakan langit biru secara artifisial, dan Kantor Modifikasi Cuaca Beijing, sebuah lembaga yang merupakan unit bagian dari Pusat Perubahan Cuaca Dinas Meteorologi Tiongkok adalah pihak yang ditunjuk untuk merencanakan dan mengimplementasikan intervensi manual ini

Menurut laporan itu : Dalam tiga bulan terakhir, otoritas tersebut pernah melaksanakan percobaan sedikitnya 250 kali peledakan dalam awan di dekat Kota Zhangjiakou, dan menempatkan 12 buah pesawat katalitik di bandara setempat yang disiagakan untuk melakukan intervensi awan jika dibutuhkan. 

“Para ahli memperkirakan bahwa otoritas bermaksud untuk melakukan operasi perubahan cuaca buatan manusia yang berskala lebih besar daripada ukuran Olimpiade Beijing 2008”.

Laporan ‘Washington Post’ menyebutkan bahwa sejak lama Tiongkok telah membuat curah hujan buatan dengan menembakkan meriam dan roket yang berisi perak iodida (Agl) ke dalam awan. 

Bahkan, sejak 14 bulan terakhir, pihak berwenang justru meningkatkan kegiatan tersebut. Laporan menunjukkan, bahwa upaya semacam itu kemungkinan akan berpengaruh terhadap kehidupan 1,4 miliar rakyat Tiongkok, juga negara-negara tetangga, seperti Myanmar, India dan Nepal. Selain itu, meningkatkan ketegangan antara negara-negara itu. Dalam laporan juga dipertanyakan apakah pemerintah suatu negara diperbolehkan untuk mengubah cuaca sesuka hatinya ?

Ini bukan pertama kalinya pemerintah Tiongkok melakukan hal ini. Ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas tahun 2008, perkiraan Dinas Meteorologi awal adalah pada hari pembukaan (8 Agustus) akan ada hujan atau badai petir di sore harinya. 

Untuk memastikan bahwa tidak hujan saat upacara pembukaan diadakan, Kantor Modifikasi Cuaca Beijing melakukan operasi intervensi cuaca buatan selama 9 jam berturut-turut. Total telah meluncurkan 1.104 buah roket intervensi hujan pada saat itu.

Menurut laporan Voice of America, seorang peneliti Universitas Tsinghua mengungkapkan bahwa ketika Partai Komunis Tiongkok mengadakan perayaan ulang tahun ke-100 pada 1 Juli 2021, untuk memastikan munculnya fenomena “langit cerah” pada hari perayaan, pihak berwenang Tiongkok meluncurkan sebuah roket intervensi awan pada malam sebelumnya, yang memicu hujan untuk membersihkan polusi dan kabut asap yang menyelimuti udara Beijing.

Intervensi cuaca berskala besar yang sering dilakukan pemerintah Tiongkok, karena kebutuhan untuk propaganda politik telah menimbulkan kekhawatiran dan kritik dari para ilmuwan.

Dalam sebuah artikel berjudul “Blue skying”, Chien Shiuh-shen, seorang ahli lingkungan Asia dan profesor dari Departemen Geografi dan Sumber Daya Lingkungan di Universitas Nasional Taiwan menulis : Pandangan tradisional percaya bahwa sifat-sifat dari sinar matahari dan atmosfer adalah fakta alam yang tidak dapat diubah. Namun, pemerintah Tiongkok menggunakan “tongkat komando”nya telah meluncurkan kampanye yang bertujuan untuk mengendalikan kondisi meteorologi lokal untuk memobilisasi langit biru, sebuah fenomena yang dikenal di sini sebagai ‘birunya langit perayaan’.

Chien Shiuh-shen menulis dalam artikelnya bahwa ‘birunya langit perayaan’ adalah pedang bermata dua. Meskipun dapat memamerkan kemampuan Tiongkok mengelola iklim untuk memenuhi kebutuhan propaganda pihaknya, cuaca dan kualitas udara tiba-tiba membaik ketika para VIP internasional tiba. Ini adalah semacam ironi di mata masyarakat setempat, yang malahan merusak legitimasi pemerintah partai komunis Tiongkok di negara tersebut.

Dalam sebuah wawancara dengan ‘Washington Post’, Gavin Schmidt, penasihat iklim senior NASA, dengan blak-blakan menyatakan bahwa praktik seperti katalisis awan dan curah hujan buatan adalah kerjaan orang bodoh yang duitnya banyak.

Guo Tieliu, mantan tokoh media senior secara terus terang mengatakan : “Ketika pembuat kebijakan Tiongkok mengambil keputusan (iklim), mereka tidak akan mempertimbangkan dampak perubahan iklim terhadap dunia, dan bahkan dampak lingkungan terhadap sekitarnya selain area Beijing”.

Dhanasree Jayaram, seorang profesor geopolitik dan hubungan internasional di Institut Pendidikan Tinggi Manipal, India mengatakan kepada ‘Washington Post’, bahwa orang-orang akan melihat bahwa pemerintah Tiongkok lebih sering dan proaktif, menggunakan teknologi untuk memodifikasi iklim. 

“Kami tidak memiliki cara untuk mengetahui efek apa yang akan terjadi pada ekosistem yang berbeda. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa atmosfer tidak dibatasi secara politis,” katanya. (sin)

Partai Komunis Tiongkok Menghadapi Tantangan-Tantangan Ekonomi Terbesar Selama Bertahun-Tahun

oleh Fan Yu

Tahun baru lebih dari sebulan, dan tantangan-tantangan ekonomi tersebut sudah menumpuk untuk Beijing.

Ini adalah sebuah tahun yang penting bagi Partai Komunis Tiongkok, yang diharapkan untuk mengumumkan sebuah daftar calon kepemimpinan yang baru (selain Xi Jinping) nantinya tahun ini. 

Seberapa baik (atau buruk) Partai Komunis Tiongkok menangani ekonomi dan kesehatan Tiongkok akan menjadi sangat penting di masa mendatang.

Risiko real estate tetap berada di posisi yang sangat penting. Meskipun memulai sesuatu yang baru setelah suatu masa yang sulit di sebuah tahun yang baru, masalah sektor properti tahun lalu masih ada.

Pengembang real estat Tiongkok yang berjuang, Evergrande, tetap berjuang. 

Setelah melewatkan pembayaran bunga pada obligasi berdenominasi dolar di Desember 2021, saham-saham Evergrande untuk sementara ditangguhkan dari perdagangan di Hong Kong setelah pihak berwenang di Provinsi Hainan memerintahkan Evergrande untuk menghancurkan 39 bangunan yang sedang dibangun. Pengembang lain, Shimao, dilaporkan belum membayar bunga pada sebuah produk pinjaman kepercayaan.

Sektor-sektor real estat tetap menjadi sebuah masalah yang mendesak bagi Beijing. Perusahaan peringkat-kredit S&P Global menyatakan pada bulan ini bahwa gagall bayar pengembang real estat itu akan mempercepat pada tahun ini jika kebijakan pemerintah Partai Komunis Tiongkok tidak “mempermudah secara berarti.”

Dan pelonggaran kebijakan bukanlah apa yang diinginkan Beijing, bahkan jika Beijing telah melonggarkan sedikit kendali pada bulan ini. Setelah terkenal memberi batasan pada tahun lalu mengenai berapa banyak pengembang dapat meminjam dalam sebuah upaya untuk mengurangi utang industri tersebut, Partai Komunis Tiongkok tidak mungkin untuk mengabulkan hal tersebut.

Sebuah dilema untuk Partai Komunis Tiongkok adalah bahwa jika dibiarkan tidak terpecahkan, sebuah pasar real estat yang tidak mudah menghasilkan uang tunai akan menyebabkan masalah-masalah yang lebih luas, terutama di pemerintah setempat dan pemerintah kotamadya.

Kita tidak berbicara mengenai pemerintah kota pesisir tingkat 1 seperti Shanghai atau Hangzhou, tetapi kita berbicara mengenai pemerintah kota-kota kecil dan pemerintah kotamadya-kotamadya di pedalaman dan daerah timur laut Tiongkok. Di banyak kota, penjualan tanah ke pengembang properti berfungsi sebagai sebuah sumber pendapatan yang penting, sebanyak sepertiga dari semua pendapatan fiskal.

Hal ini akan menciptakan sebuah krisis pendanaan untuk kotamadya, yang menggunakan hasil penjualan tanah untuk proyek pekerjaan umum dan infrastruktur untuk menyediakan pekerjaan maupun aliran pendapatan di masa depan.

Jadi, jika pengembang menghentikan proyek real estat yang baru, pemerintah daerah dapat dengan cepat melihat proyek-proyeknya juga dihentikan. Banyak dari proyek-proyek itu masih memiliki utang masing-masing. Kita dapat dengan baik melihat sebuah krisis gagal bayar pemerintah setempat karena sebuah krisis real estate berikutnya menghantui.

Kebijakan COVID-19 oleh Tiongkok juga menghadirkan sebuah tantangan. Kebijakan “nol-COVID” Tiongkok yang berlangsung lama berupa karantina-karantina yang kejam untuk menekan virus tersebut. Dan, di hadapan varian Omicron yang sangat menular, pihak-pihak berwenang telah menunjukkan sedikit kemauan untuk melonggarkan kebijakan itu.

Partai Komunis Tiongkok telah mengkarantina tiga kota sejak Desember, termasuk Xi’an, Anyang, dan Yuzhou, selama berminggu-minggu. Baru-baru ini, kota pesisir Tianjin mulai menguji semua penduduknya untuk membasmi COVID.

Secara ekonomi, karantina yang dilakukan Tiongkok cukup merusak tidak hanya untuk Tiongkok, tetapi juga untuk luar negeri. Kegiatan usaha terhenti, angkutan berhenti, dan pabrik-pabrik ditutup. Tiongkok, sebagai pusat manufaktur dunia, dapat memperburuk krisis rantai pasokan yang sedang berlangsung jika karantina menjadi meluas.

Para ekonom mengamati dengan cermat bagaimana Partai Komunis Tiongkok menanggapi varian Omicron selama beberapa minggu ke depan.

Tahun Baru Imlek dimulai awal tahun ini, pada 1 Februari, dan Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing dimulai pada 4 Februari dan akan berlangsung selama tiga minggu. Dua peristiwa besar ini akan mendorong sebuah pergerakan orang-orang dan barang-barang yang bermakna. Wabah COVID selama kegiatan ini dapat menggiring Tiongkok untuk menerapkan karantina dan menyebabkan masalah-masalah bagi Beijing.

Hal-hal ini adalah beberapa masalah yang lebih mendesak yang dihadapi Partai Komunis Tiongkok pada Januari. Dan, ini tidak termasuk lebih banyak masalah makro seperti suku bunga yang diperkirakan Federal Reserve Amerika Serikat naik akhir tahun ini, yang dapat merugikan investasi asing ke Tiongkok, atau inflasi global yang lebih tinggi yang merugikan permintaan untuk produk Tiongkok.

Tantangan ini ditambah dengan sebuah tahun politik yang penting bagi Partai Komunis Tiongkok—–perombakan kepemimpinan, dilema Taiwan, dan penolakan global terhadap agenda Beijing–—akan menjamin sebuah tahun yang penting bagi ekonomi Tiongkok. (Vv)

Pakar : Beijing Akhirnya Akan Mematikan Tesla di Tiongkok Demi Mendukung Produsen Kendaraan Listrik Lokal

Frank Fang dan David Zhang

Strategi nasional Beijing untuk transfer teknologi secara paksa berarti bahwa Tesla pada akhirnya akan disingkirkan dari pasar Tiongkok, sama seperti nasib diderita oleh perusahaan Barat lainnya di masa lalu, kata Robert Atkinson, Presiden Information Technology and Innovation Foundation (ITIF) yang berbasis di Washington.

“Pada akhirnya, strategi untuk Tiongkok adalah cukup jelas. Mereka akan memanfaatkan anda dan kemudian mencampakkan anda,” kata Robert Atkinson dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan NTD, media saudara The Epoch Times.

Robert Atkinson  menjelaskan, Strategi Tiongkok untuk Tesla, ia percaya adalah, hei, kita akan mendapatkan beberapa keuntungan dari Tesla. Tetapi pada akhirnya, kita ingin perusahaan seperti Geely dan para pembuat kendaraan listrik Tiongkok lainnya untuk mendominasi, bukan hanya di pasar Tiongkok, tetapi di banyak pasar dunia. 

Rezim Tiongkok dikenal karena mengharuskan perusahaan asing untuk masuk usaha patungan dengan perusahaan Tiongkok, banyak dari perusahaan-perusahaan Tiongkok itu didukung oleh rezim partai komunis Tiongkok, untuk mendapatkan pengetahuan  teknologi dan kekayaan intelektual yang berharga.

Tesla tampaknya telah menghindari risiko semacam itu ketika, pada tahun 2018, Tesla menjadi pembuat mobil asing pertama yang mendirikan sebuah pabrik yang sepenuhnya dimiliki Tesla di Tiongkok tanpa sebuah perusahaan Tiongkok sebagai mitranya. Pabrik Tesla yang berlokasi di Shanghai, mulai memproduksi Tesla Model 3 pada akhir tahun 2019.

Namun, Robert Atkinson mengatakan Beijing memang mendapatkan “transfer teknologi secara langsung atau tidak langsung” dari Tesla. Terlebih lagi, pembuat kendaraan listrik Tiongkok juga diatur untuk diuntungkan, karena beberapa pekerja Tesla saat ini pada akhirnya akan beralih pekerjaan dan bekerja untuk pembuat kendaraan listrik Tiongkok sebagai gantinya, tambahnya.

Misalnya, Robert Atkinson menunjuk ke dua perusahaan telekomunikasi Eropa, Nokia dan Ericsson, mengatakan bagaimana kedua perusahaan itu pernah memiliki bagian besar di pasar Tiongkok sebelum menyerahkan pada ke pesaingnya dari Tiongkok, ZTE dan Huawei.

“Saya pikir itulah yang akan kita lihat terjadi [dengan Tesla] di beberapa titik. Pertanyaan sebenarnya adalah berapa lama?” kata Robert Atkinson.

Robert Atkinson mengatakan bahwa tetapi mungkin yang lebih penting untuk diketahui semua perusahaan asing, apakah Tiongkok tidak menyerah pada metode-metodenya saat ini dalam memperoleh teknologi-teknologi Barat.

“Transfer teknologi secara paksa, pencurian kekayaan intelektual, akuisisi ilmu pengetahuan, apa pun yang  ingin anda sebut, masih tetap akan menjadi sebuah bagian inti dari ekonomi Tiongkok untuk setidaknya satu atau dua dekade lagi,” Robert Atkinson memperingatkan.

Ekonomi Tiongkok menjadi lebih canggih, dengan cepat berkembang di Amerika Serikat dalam 20 tahun terakhir, menurut peringkat global kompleksitas ekonomi oleh Laboratorium Pertumbuhan Universitas Harvard. Sebuah peringkat yang lebih tinggi pada Indeks Kompleksitas Ekonomi menunjukkan suatu negara mengekspor barang-barang yang lebih beragam dan kompleks.

Pada tahun 2000, Tiongkok berada di peringkat ke-39 dalam Indeks Kompleksitas Ekonomi sementara Amerika Serikat adalah negara paling kompleks keenam di dunia. Di tahun 2019, Tiongkok melonjak ke peringkat ke-16 sedangkan Amerika Serikat turun ke peringkat ke-11.

Jepang menempati peringkat pertama pada tahun 2000 dan 2019.

Untuk membalikkan tren tersebut, Robert Atkinson mengatakan Undang-Undang Inovasi dan Persaingan Amerika Serikat, sebuah Rencana Undang-Undang yang disahkan di Senat pada bulan Juni tahun lalu, adalah bagian utama undang-undang untuk membangun kemampuan-kemampuan Amerika Serikat di sektor teknologi canggih.

Jika diberlakukan, Rencana Undang-Undang tersebut akan mengotorisasi sekitar 190 miliar dolar AS pembelanjaan untuk penelitian dan pengembangan ilmiah serta pendanaan sebesar  52 miliar dolar AS untuk meningkatkan produksi dan penelitian Amerika Serikat di bidang semikonduktor–—kepingan kecil yang menggerakkan segalanya mulai dari telepon pintar, kendaraan listrik, hingga rudal.

Dewan Perwakilan Rakyat masih perlu meloloskan Rencana Undang-Undang tersebut versi Senat. Pada November tahun lalu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nancy Pelosi (D-Calif.) dan Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer (D-N.Y.) mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengumumkan sebuah perjanjian bikameral untuk konferensi Undang-Undang Inovasi dan Persaingan Amerika Serikat.

Menurut Robert Atkinson, mungkin ada pemungutan suara di Dewan Perwakilan Rakyat bulan depan.

Masih banyak lagi yang dapat dilakukan pemerintah Amerika Serikat, seperti mengingkari perusahaan Tiongkok yang diketahui mendapat keuntungan dari pencurian kekayaan intelektual atau besar-besaran, mendapat subsidi pemerintah Amerika Serikat secara besar-besaran dengan cara mengakses pasar Amerika Serikat, Robert Atkinson menambahkan.

Subsidi pemerintah yang berlebihan dan pencurian  kekayaan intelektual termasuk praktik perdagangan yang ilegal yang dilakukan Tiongkok yang ditemukan di dalam penyelidikan “Bagian 301” Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat pada tahun 2018. 

Hal itu mendorong perang dagang Tiongkok-Amerika Serikat dan mendorong penandatanganan kesepakatan perdagangan fase pertama pada Januari 2020. Di bawah kesepakatan perdagangan itu, Tiongkok setuju untuk membeli setidaknya tambahan barang dan jasa Amerika Serikat sebesar USD 200 miliar selama tahun 2020 dan 2021 dan mengakhiri transfer teknologi secara paksa.

“Saya pikir pada akhirnya, apa yang harus kita lakukan di Amerika Serikat adalah kita harus mulai bergerak lebih cepat, Jika kita tidak bergerak lebih cepat, maka saya pikir pada dasarnya adalah tamat,”  kata Robert Atkinson. (Vv)

Acara TV Tiongkok Menargetkan Para Pejabat yang Korup, Jack Ma Terlibat dalam Skandal Korupsi

0

Yang Wei

Televisi pemerintah Tiongkok, CCTV, menayangkan sebuah miniseri selama lima hari mengenai para pejabat yang korup. Cuplikan miniseri tersebut menampilkan Zhou Jiangyong, mantan pejabat tinggi kota Hangzhou, dan sebuah pusat perdagangan elektronik. Rincian kasus korupsi Zhou Jiangyong mengungkapkan bahwa Jack Ma  terlibat secara tidak langsung, yang menyebabkan Jack Ma kembali di bawah sorotan kampanye anti-korupsi yang diluncurkan Xi Jinping.

“Nol Toleransi” ditayangkan dari 15 Januari hingga 19 Januari. “Nol Toleransi” menampilkan 16 kasus pejabat yang korup. Zhou Jiangyong adalah sebuah contoh bagaimana kader setempat dapat memanfaatkan industri -industri swasta untuk keuntungan politik maupun ekonomi, menurut miniseri propaganda tersebut.

Zhou Jiangyong dan saudaranya, Jianyong, memperoleh aset perusahaan teknologi petrokimia swasta senilai lebih dari 1 juta dolar AS. 

Di bawah kewenangan Zhou Jiangyong, perusahaan tersebut menyediakan pabrik dan peralatan dengan imbalan “dukungan teknis” dari Jianyong. Perusahaan tersebut juga dibebaskan dari sewa tanah.

Jianyong juga “mendirikan bersama” perusahaan teknologi petrokimia lain tanpa modal. Ia memiliki 40 persen perusahaan tersebut–—lebih dari  2,2 juta dolar AS, modal terdaftar dan penambahan modal. Kesepakatan itu dimungkinkan karena pendiri lainnya membutuhkan seorang pendukung politik untuk bisnis-bisnis setempat, menurut media Tiongkok.

Selain itu, sebuah perusahaan konstruksi lokal telah berulang kali menyediakan atau meminjamkan uang kepada Jianyong, di mana total lebih dari  3,25 juta dolar AS. 

Kewenangan Zhou Jiangyong atas proyek setempat memfasilitasi transfer kepentingan ke perusahaan itu, menurut liputan CCTV.

Jianyong juga ikut mendirikan sebuah perusahaan teknologi informasi yang, dengan dukungan Zhou Jiangyong, memiliki hak-hak operasi sebagian dari sistem pembayaran seluler di dua departemen transportasi kereta bawah tanah setempat.

Permainan kekuasaan-uang yang dilakukan Zhou Jiangyong ada di mana-mana di rezim tersebut. Agar bisnis biasa berhasil di Tiongkok saat ini, atau bahkan untuk bertahan, dibutuhkan restu dan dukungan dari para pejabat partai komunis.

Adapun apa yang disebut “nol Toleransi” oleh pemimpin Tiongkok Xi Jinping terhadap korupsi, hampir tidak ada jiwa yang tidak bersalah di antara pejabat Partai Komunis Tiongkok. Mereka yang telah mampu mempertahankan kekuasaannya dan tetap menjabat juga mengandalkan dukungan politik yang kuat untuk mereka.

Zhou Jiangyong kehilangan kekuasaan di bawah kampanye anti-korupsi Xi Jinping karena “ada terlalu banyak keluhan” dan bahwa Zhou Jiangyong tidak dapat lagi menghindari penyelidikan, menurut China Economic Weekly.

Keluhan itu terkait dengan istri Zhou Jiangyong yang memegang sebuah posisi penting di sebuah bank setempat, di mana istri Zhou Jiangyong mendapatkan banyak uang tetapi jarang muncul di bank tersebut. Keluhan itu, yang datang dari karyawan, sampai ke badan disiplin teratas Beijing, Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin.

Jack Ma Diincar Lagi

Saat Zhou Jiangyong sedang diselidiki atas kasus korupsi pada Agustus 2021, sebuah laporan oleh China Economic Weekly menyiratkan bahwa perusahaan fintech Jack Ma, Ant Group, secara tidak langsung terlibat dalam transaksi gelap.

Anak perusahaan Ant Group, Shanghai Yunxin Venture Capital Management Co., memiliki investasi di dua perusahaan data Jianyong –—  masing-masing sebesar 14,3 persen saham dan 13,5 persen saham.

Informasi tersebut mengungkapkan bahwa Xi Jinping terus-menerus menargetkan orang-orang kaya tertentu, seperti Jack Ma, melalui kampanye “kemakmuran bersama,” yang diluncurkan Xi Jinping pada Agustus 2021. 

Saat itu, Xi Jinping berkata, “Tiongkok akan berusaha untuk meningkatkan pendapatan orang-orang yang berada dalam kelompok berpenghasilan rendah dan memperluas kelompok berpenghasilan menengah.” Jack Ma melakukan bagiannya dengan “menyumbangkan” 15,5 miliar dolar AS kepada masyarakat.

Di bawah kampanye “kemakmuran bersama,” masa depan tampak suram bagi Jack Ma dan perusahaan-perusahaan swasta yang besar, termasuk perusahaan-perusahaan penanaman modal asing, di Tiongkok.

Mengapa Jack Ma kehilangan kekuasaanya? Jack Ma mengkritik pihak-pihak berwenang dalam sebuah pidato pada Oktober 2020, di mana ia mengatakan bank-bank Tiongkok “masih memiliki sebuah mentalitas pegadaian; hipotek dan jaminan adalah untuk sebuah pegadaian.”

Pernyataan Jack Ma mengenai sistem perbankan Tiongkok yang mirip pegadaian membuatnya menghabiskan 2,8 miliar dolar AS untuk membayar denda dari regulator anti-monopoli, yang ia “terima dengan tulus,” dan dengan “terima kasih dan hormat.” 

Jack Ma yang dulu blak-blakan berubah menjadi Jack Ma yang rendah hati dan bahkan menghilang dari masyarakat sejak mengkritik sistem regulasi Tiongkok. Jack Ma terlihat berada di Belanda pada Oktober 2021.

Miniseri “Toleransi Nol” menunjukkan bahwa sektor swasta Tiongkok telah lama berkontribusi pada “kemakmuran bersama” masyarakat.

Pada 17 Januari, dalam acara virtual Forum Ekonomi Dunia, Agenda Davos 2022, Xi Jinping menekankan slogan Partai Komunis Tiongkok: “Kami tetap berkomitmen untuk mereformasi dan membuka diri” untuk menyerukan kerja sama global.

Tetapi, orang-orang yang cerdas dan kaya, seperti Ka-shing Li, orang terkaya di Hong Kong, telah lama memindahkan investasinya keluar dari Tiongkok. Tren global dari investasi asing yang meninggalkan Tiongkok tidak dapat diubah ke keadaan semula.

Krisis ekonomi yang membayangi telah mempengaruhi para pegawai negeri sejak tahun 2021, ketika guru dan pejabat diminta untuk mengembalikan bonus mereka. Beberapa pemerintah setempat bahkan memiliki bonus yang ditangguhkan tanpa batas waktu. 

Memasuki tahun 2022, pegawai negeri Tiongkok terus-menerus berkontribusi untuk “kemakmuran bersama” melalui  pemotongan gaji hingga 25 persen.

Krisis ekonomi menghantam rezim Tiongkok dengan keras, sehingga rezim Tiongkok menggunakan “kemakmuran bersama” untuk menargetkan sektor swasta. 

Sepertinya Jack Ma akan tetap menjadi target di tengah kampanye anti-korupsi yang diluncurkan Xi Jinping. (Vv)