Saat Hari Hak Asasi Manusia Sedunia dan peringatan satu tahun penahanan dua warganegara Kanada di Tiongkok berlangsung pada minggu ini, para senator Kanada meluncurkan inisiatif terkait dengan penegakan hak asasi manusia di Tiongkok.
Pada Selasa 10 Desember 2019, Senator Partai Konservatif Salma Ataullahjan memperkenalkan kembali RUU yang diajukannya di Sidang Parlemen terakhir untuk memerangi perdagangan organ internasional.
Senator Partai Konservatif Thanh Hai Ngo dan Senator Leo Housakos juga memprakarsai mosi Senat untuk mendesak pemerintah Kanada, untuk memberikan sanksi kepada pejabat komunis Tiongkok yang terlibat dalam pelanggaran HAM di Tiongkok dan Hong Kong di bawah Undang-undang Magnitsky.
Pada minggu-minggu ini, partai-partai oposisi memilih untuk menyetujui proposal Partai Konservatif untuk membentuk komite parlemen khusus untuk memeriksa hubungan dengan Tiongkok. Usulan tersebut, yang ditentang oleh pemerintah minoritas Liberal, disahkan dengan 171 suara, di mana 148 suara menentang.
Warganegara Kanada Michael Kovrig dan Michael Spavor ditahan di Tiongkok tidak lama setelah Kanada menangkap eksekutif Huawei Meng Wanzhou di Vancouver atas permintaan Amerika Serikat.
Perdagangan Organ
RUU yang diajukan Salma Ataullahjan, berjudul “Suatu Undang-Undang untuk mengubah KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Imigrasi dan Pengungsi (perdagangan manusia),” menjadikan ilegal bagi warganegara Kanada untuk mendapatkan organ di luar negeri tanpa persetujuan donor. Selain itu, membuat orang yang terlibat dalam panen organ secara paksa tidak dapat diterima di Kanada.
Komunis Tiongkok adalah satu-satunya negara di mana organ manusia dikeluarkan secara paksa di bawah sistem yang disetujui pemerintah.
The Epoch Times pertama kali menyampaikan berita tersebut pada tahun 2006, mengenai bukti bahwa rezim komunis Tiongkok terlibat dalam panen organ praktisi Falun Dafa, yang juga dikenal sebagai Falun Gong.
Anggota Parlemen Partai Konservatif Garnett Genuis, yang mensponsori RUU sebelumnya di House of Commons di Sidang Parlemen terakhir, mengatakan dalam wawancara sebelumnya, bahwa ia menjadi terlibat dalam undang-undang tersebut.
Hal demikian setelah mengetahui bahwa di negara-negara tertentu di seluruh dunia, “terutama di Tiongkok pada industri skala,” orang-orang dibunuh untuk diambil organnya.
“Kadang organ-organ dikeluarkan saat korban masih hidup dalam proses yang sangat menyakitkan, dan organ-organ itu kemudian digunakan untuk transplantasi,” kata Garnett Genuis.
Anggota Parlemen Partai Liberal Arif Virani mengatakan kepada House of Commons pada tanggal 10 Desember, bahwa subkomite untuk hak asasi manusia telah “melihat hal-hal seperti panen organ dan beberapa masalah yang benar-benar bermasalah yang muncul terkait dengan Falun Gong.”
RUU sebelumnya disahkan dengan suara bulat di Senat dan kemudian disahkan dengan suara bulat di House of Commons, melalui amandemen. Karena melalui amandemen, maka RUU tersebut perlu mendapatkan persetujuan dari Senat sekali lagi sebelum ditandatangani menjadi undang-undang.
Namun demikian, Parlemen dibubarkan sebelum persetujuan itu terwujud.
Mosi Magnitsky
Mosi yang direncanakan oleh Senator Partai Konservatif Leo Housakos
dan Thanh Hai Ngo meminta agar, di bawah hukum Magnitsky, sanksi diterapkan pada pejabat komunis Tiongkok dan Hong Kong. Yang mana, bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap aktivis demokrasi Hong Kong dan umat Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
Hukum tersebut yang dinamai hukum Magnitsky, setelah kematian pembangkang Rusia Sergei Magnitsky saat berada dalam tahanan di Rusia telah menginspirasi undang-undang di negara-negara di seluruh dunia. Untuk menerapkan sanksi seperti pembekuan aset dan larangan bepergian bagi pelanggar hak asasi manusia.
“Hal ini dimaksudkan untuk meminta pertanggungjawaban anggota rezim Tiongkok dan Hong Kong yang jelas-jelas menginjak-injak hak asasi manusia dan aturan hukum yang mendasar,” kata Leo Housakos dalam sebuah wawancara.
Duta Besar Tiongkok untuk Kanada, Cong Peiwu, mengancam bahwa Kanada dapat mengharapkan “penanggulangan yang tegas” jika Parlemen mengadopsi mosi tersebut, mengikuti pola pernyataan yang semakin memaksa oleh perwakilan Tiongkok yang diarahkan ke Kanada.
“Tidak ada yang lebih mengerikan daripada duta besar Tiongkok yang mengancam pemerintah Kanada,” kata Leo Housakos, menambahkan bahwa Ottawa belum mengambil tindakan yang memadai dalam menghadapi perilaku bermusuhan Beijing.
“Kanada adalah negara G7, Kanada memiliki pengaruh ekonomi, Kanada memiliki pengaruh politik, dan sudah saatnya Tuan [Perdana Menteri Justin] Trudeau bangkit dan membela nilai-nilai Kanada,” kata Leo Housakos.
Leo Housakos menambahkan, bahwa Beijing memperlakukan sekutu Kanada yang mengambil sikap “jauh lebih kaku” terhadap Tiongkok, dengan rasa hormat yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Ottawa. Yang mana, “tampaknya lebih merupakan pembela atas perilaku Tiongkok daripada negara yang membela nilai-nilai dan prinsip Kanada.”
Thanh Hai Ngo mengatakan, Komunis Tiongkok berpikir Kanada dapat Digertak dengan mengancam akan adanya gangguan perdagangan. Tetapi, penting bagi Ottawa untuk membela aturan hukum dan hak asasi manusia.
Pemerintah Komunis Tiongkok tidak disibukkan dengan aturan hukum internasional. Pemerintah Tiongkok juga tidak peduli selama mendapatkan apa yang diinginkannya, dengan menggunakan ancaman dan sebagainya. Itulah yang disampaikan Thanh Hai Ngo dalam sebuah wawancara.
Bukan Bisnis seperti Bisnis Biasa
Leo Housakos mengatakan bahwa adalah “benar-benar tidak dapat diterima” bagi pejabat terpilih Kanada untuk melanjutkan seolah-olah hal tersebut adalah “bisnis seperti bisnis biasa.”
Sementara komunis Tiongkok terus menahan warganegara Kanada dalam tahanan dan melanggar hak asasi manusia warganegara Tiongkok.
Pada tanggal 7 Desember, sekelompok pejabat terpilih Kanada, termasuk Senator Partai Konservatif Victor Oh, Anggota Parlemen Partai Liberal Shaun Chen, Anggota Parlemen Ontario Logan Kanapathi dan Aris Babikian, dan sejumlah pejabat kota terpilih menghadiri sebuah acara di daerah Toronto. Acara itu menandai peringatan ke-70 tahun pendirian rezim komunis di Tiongkok, yang menampilkan Konsul Jenderal Tiongkok berpidato. Menteri Pertahanan Harjit Sajjan menghadiri acara serupa di Vancouver pada bulan September lalu.
Walikota Winnipeg Brian Bowman menyambut Duta Besar Tiongkok Cong Peiwu di kotanya pekan lalu, memposting foto dirinya dan Cong Peiwu yang tersenyum di Twitter dan berterima kasih kepada sang duta besar untuk “diskusi yang produktif mengenai Sister City Chengdu, perdagangan, dan tujuan Winnipeg untuk menjadi pemimpin dalam perlindungan dan promosi hak asasi manusia.”
“Ini sepenuhnya salah,” kata Leo Housakos.
Thanh Hai Ngo mengatakan ia tidak akan menghadiri acara persahabatan seperti itu yang dihadiri oleh pejabat Komunis Tiongkok di luar prinsip, karena rezim Beijing adalah pelanggar hak asasi manusia.
“Saya pikir hal tersebut tidak dapat diterima, dan saya pikir kita harus membela apa yang kita yakini,” ujar Thanh Hai Ngo. (Vivi/asr)
FOTO : Senator Salma Ataullahjan dan Anggota Parlemen Garnett Genuis dalam sebuah file foto. (Limin Zhou / The Epoch Times)
Industri barang mewah telah menikmati tahun yang positif, bahkan di tengah-tengah kekhawatiran kemungkinan resesi global dan perang dagang yang menghantui.
Menurut Luxury Study baru-baru ini oleh Bain & Co, pasar barang mewah milik pribadi meningkat 4 persen dari tahun ke tahun sejak tahun 2019. Sementara industri makmur yang semakin meluas, beberapa merek mewah dengan perusahaan induk Tiongkok menghadapi ketidakpastian yang lebih besar.
Shandong Ruyi Technology Group, sebuah konglomerat merek-merek mewah Tiongkok, menghadapi kebuntuan jatuh tempo obligasi dan sedang berjuang untuk menghasilkan likuiditas atau mekanisme refinancing untuk menangkal kemungkinan gagal bayar.
Data Bloomberg menyebutkan Ruyi saat ini memiliki USD 345 juta obligasi dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang akan jatuh tempo bulan ini dan 4,4 miliar yuan dari obligasi darat RenMinBi yang akan jatuh tempo tahun depan.
Pada tanggal 12 Desember 2918, lembaga pemeringkat kredit Moody menurunkan peringkat kredit perusahaan Ruyi menjadi Caa1 dari B3, yang terjadi setelah S&P menarik kembali peringkat perusahaan Ruyi pada minggu sebelumnya.
Perusahaan Ruyi dijuluki “LVMH Tiongkok,” mengacu pada perusahaan barang mewah multinasional Prancis senilai usd 200 miliar Perancis, LVMH Moët Hennessy Louis Vuitton SE.
Berawal sebagai produsen tekstil Tiongkok yang tidak dikenal, Ruyi, seperti banyak konglomerat Tiongkok lainnya, melakukan belanja internasional dalam beberapa tahun terakhir. Ruyi memiliki saham besar di rumah mode Swiss Bally, konglomerat mewah Prancis SMCP perusahaan induk Sandro, Cerruti 1881, dan Maje, perusahaan pakaian mewah Inggris, Aquascutum, serta pembuat pakaian High Street TM Lewin dan Gieves & Hawkes.
Ruyi mengambil sejumlah besar utang untuk mendanai akuisisi asing ini. Data dari Debtwire menyebutkan bahwa utang Ruyi pada akhir tahun 2018 adalah 28,7 miliar yuan, hampir dua kali lipat jumlah pada neraca pada tahun 2015 sebesar 15,4 miliar yuan. Pada saat yang sama, pendapatan Ruyi diwakili sebagai EBITDA yang disesuaikan yakni laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, telah meningkat sekitar 40 persen selama periode yang sama, menjadi 2,4 miliar yuan dari 1,7 miliar yuan.
Sebuah perusahaan milik negara yang berbasis di kota asal perusahaan Jining, Provinsi Shandong, mengambil 26 persen saham di Ruyi pada bulan Oktober, dalam upaya untuk mencegah kemungkinan gagal bayar.
Nasib beberapa merek fesyen Eropa yang dimuliakan bertumpu pada bagaimana Ruyi berencana untuk berurusan dengan utangnya yang besar.
Akuisisi dengan Karakteristik Tiongkok
Fosun International adalah konglomerat Tiongkok lain yang berusaha menghidupkan kembali merek asing yang dimilikinya.
Fosun International, sebuah perusahaan holding investasi yang berbasis di Shanghai, juga memiliki beberapa merek mewah internasional, yaitu perusahaan induk Lanvin yang berbasis di Paris yang dibeli tahun lalu seharga 120 juta euro. Ada lagi merek mewah Amerika Serikar St. John, pakaian Italia Caruso, merek Australia Wolford, dan memiliki saham minoritas di perusahaan mode Jerman Tom Tailor dan perhiasan Yunani Folli Follie.
Lanvin adalah merek nama terbesar di Fosun International tetapi juga yang paling menderita. Pada saat akuisisi, Lanvin sedang berjuang secara finansial.
“Lanvin sangat menderita. Ini semacam perputaran, ” kata Joann Cheng, kepala Fosun Fashion Group kepada Financial Times pada tanggal 9 Desember 2019, sambil menolak memberikan rincian hasil keuangan Lanvin.
Fosun International tampaknya mencari bantuan untuk kelompok mewah Prancis. Awal tahun ini, Bloomberg melaporkan bahwa Fosun International ingin menjual sebagian saham Lanvin miliknya seharga usd 100 juta atau lebih.
Joann Cheng memang mengatakan bahwa memperluas jejak Lanvin di Tiongkok, pasar mewah terbesar dunia, adalah “pasti tujuan” dari akuisisi merek fesyen Fosun. Sejak diakuisisi oleh Fosun International, Lanvin membuka toko baru di Shanghai dan Hong Kong.
Fosun International juga mengalami kesulitan.
Folli Follie adalah salah satu akuisisi asing pertama yang dilakukan oleh Fosun International dengan kepemilikan minoritas awal sejak tahun 2011. Namun pada tahun 2018, hedge fund Quintessential Capital Management mengklaim bahwa Folli Follie telah memalsukan jumlah toko yang dimilikinya serta metrik keuangan lainnya, termasuk penjualan, laba, dan cadangan kas.
Tuduhan-tuduhan itu menyebabkan serangkaian penyelidikan dan penyelidikan peraturan guna memastikan penipuan tersebut, yang mengarah ke regulator keuangan Yunani yang mengajukan tuntutan penipuan terhadap tiga eksekutif senior Folli Follie pada akhir tahun 2018.
Sebagai akibatnya, saham Folli Follie yang terdaftar di Athena hancur.
Dalam investasi lain yang tidak beres, investasi utama Fosun International di Eropa, grup perjalanan Inggris Thomas Cook Group Plc, runtuh pada bulan September 2019. Setelah berbulan-bulan merundingkan kemungkinan bailout, Fosun International yang merupakan pemegang saham terbesar di Thomas Cook, memutuskan untuk mengurangi kerugiannya pada bulan September 2019.
Thomas Cook, grup perjalanan tradisional yang mengelola agensi serta pesawatnya sendiri, menjadi korban atas meningkatnya popularitas pemesanan perjalanan mandiri online.
Investasi asli perusahaan masuk akal pada saat itu. Fosun International adalah bank untuk perjalanan keluar negeri menggunakan kapal dan permintaan pariwisata dari pelanggan Tiongkok, dan Thomas Cook adalah platform yang logis untuk berpasangan dengan akuisisi pariwisata Fosun International lainnya, perusahaan resor Club Med.
Adalah sulit untuk menyamaratakan bagaimana tantangan itu muncul. Kegagapan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, mata uang yuan yang relatif lemah, dan beban utang yang besar dari perusahaan induk Tiongkok adalah bagian besar dari masalah ini. Namun sejauh ini, sponsor perusahaan Tiongkok boleh menulis cek tetapi telah terbukti sebagai operator bisnis yang kurang ideal.
Contoh paling menonjol dari merek asing yang berhasil setelah akuisisi Tiongkok mungkin adalah produsen mobil Swedia Volvo. Setelah bertahun-tahun berjuang di bawah Ford Motor Co., Volvo diakuisisi pada tahun 2010 oleh Geely, pabrikan mobil Tiongkok. Geely memodali Volvo dengan dana segar tetapi membiarkan operasi dan pengambilan keputusan strategis di tangan manajemen yang ada sedikit gangguan.
Sejak itu, Volvo telah memperluas kehadirannya di pasar seluruh dunia, termasuk di Tiongkok. Sedangkan untuk Lanvin, Fosun International mungkin belum mengadopsi pendekatan yang lebih baik.
Lanvin baru-baru ini merekrut mantan eksekutif LVMH dan mantan CEO Sandro Jean-Philippe Hecquet untuk menjalankan Lanvin. Bruno Sialelli, seorang desainer berusia 31 tahun yang kurang dikenal yang sebelumnya bekerja di Loewe, baru-baru ini dipekerjakan sebagai direktur kreatif baru di Lanvin. (Vv)
Pada tanggal 13 Desember, Amerika Serikat maupun Tiongkok mengumumkan bahwa kedua negara telah mencapai “fase pertama” kesepakatan dagang.
Menurut pengumuman oleh Amerika Serikat, tarif yang akan dimulai pada tanggal 15 Desember akan dibatalkan, dan beberapa tarif yang ada akan dikurangi.
Penulis Xia Xiaoqiang dalam opininya di The Epochtimes mengatakan, perjanjian tersebut mensyaratkan rezim Tiongkok untuk melakukan reformasi struktural guna melindungi kekayaan intelektual, menghentikan transfer teknologi paksaan, dan membuka pasar Tiongkok untuk produk pertanian dan jasa keuangan. Tiongkok juga berjanji untuk membeli lebih banyak barang dan jasa Amerika Serikat di tahun-tahun mendatang.
Secara khusus, pernyataan Amerika Serikat menekankan bahwa perjanjian tersebut memiliki mekanisme yang dapat ditegakkan.
Pengumuman Tiongkok pada konferensi pers berfokus pada “kesetaraan;” yaitu, kedua belah pihak membuat konsesi dan Tiongkok memenangkan inisiatif hingga tingkat tertentu.
Namun demikian, Tiongkok menyepelekan dua bagian paling penting yang ditekankan oleh Amerika Serikat — persyaratan untuk reformasi struktural dan mekanisme yang dapat ditegakkan.
Tidak perlu diragukan lagi, target audiensi pemerintah Tiongkok adalah rakyat Tiongkok yang menetap di Tiongkok Daratan. Setelah kedua pihak mengumumkan, ada dua tanggapan yang berlawanan.
Satu kelompok percaya bahwa pemerintahan Donald Trump sekali lagi jatuh ke dalam perangkap yang ditetapkan oleh Komunis Tiongkok. Yang mana, selalu berusaha untuk menyeret hal-hal tanpa batas untuk mendapatkan peluang yang menguntungkan.
Oleh karena itu, orang-orang ini berpikir Washington gagal mengambil kesempatan untuk memukul Tiongkok sampai Komunis Tiongkok benar-benar dikalahkan. Di antara kelompok ini, ada dua jenis orang.
Salah satunya adalah Partai Demokrat Amerika Serikat. Sebagai contoh, Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer mengatakan dalam postingan Twitter-nya pada tanggal 13 Desember: “Presiden Trump tamatlah sudah karena janji sementara dan tidak dapat diandalkan dari Tiongkok untuk membeli beberapa kedelai.”
Yang lainnya adalah aktivis pro-demokrasi Tiongkok. Mereka berharap bahwa Presiden Donald Trump akan mengambil langkah terberat melawan Komunis Tiongkok. Dikarenakan, mereka percaya bahwa setiap negosiasi dengan Komunis Tiongkok adalah sebuah kompromi.
Namun demikian, menurut Xia Xiaoqiang , secara keseluruhan, Tiongkok adalah negara yang membuat lebih banyak kompromi dalam fase satu kesepakatan dagang. Berdasarkan hasil akhirnya, Amerika Serikat memiliki lebih banyak keuntungan daripada kerugian.
Banyak negosiasi sebelumnya antara kedua negara berakhir dengan kegagalan karena Beijing selalu melanggar janjinya menjelang tahap terakhir, karena dua alasan utama.
Pertama, Komunis Tiongkok berusaha menyingkirkan semua janji, berharap pada titik tertentu muncul beberapa perubahan yang menguntungkan.
Alasan kedua adalah bahwa kali ini lawannya adalah Donald Trump yang masih menjabat, yang sangat berbeda dari lawan Komunis Tiongkok sebelumnya yang dapat dengan mudah ditipu dan diperdaya. Semua negosiasi dan perjanjian sebelumnya antara Komunis Tiongkok dan Organisasi Perdagangan Dunia sebenarnya termasuk dalam kategori ini.
Persyaratan untuk reformasi struktural dan mekanisme yang dapat ditegakkan menunjukkan, bahwa Washington dapat kembali memberlakukan tarif penalti terhadap Tiongkok kapan saja jika Tiongkok gagal memenuhi kesepakatan dagang.
Oleh karena itu, Amerika Serikat tidak menderita banyak kerugian dari putaran negosiasi ini. Meskipun tarif beberapa barang Tiongkok telah berkurang, hal itu adalah hasil yang normal, karena negosiasi itu sendiri adalah seni kompromi.
Mencapai fase satu kesepakatan dagang akan membantu mengurangi tekanan pada eksportir di kedua negara. Ini akan bermanfaat bagi ekonomi Amerika Serikat, serta untuk kampanye kepresidenan Donald Trump tahun 2020.
Namun demikian, Washington perlu tetap waspada — jika Tiongkok melanggar janjinya, Amerika Serikat harus siap untuk segera mengambil tindakan pencegahan yang efektif.
Adapun bagi rezim komunis Tiongkok, fase satu kesepakatan dagang sebenarnya merupakan langkah mundur, tetapi tidak punya pilihan lain.
Perang dagang yang berlangsung lebih dari setahun telah menyebabkan dampak besar pada perekonomian Tiongkok — modal asing meninggalkan Tiongkok. Sejumlah besar perusahaan bangkrut, melonjaknya pengangguran, krisis keuangan, inflasi, dan kemarahan masyarakat.
Semua ini adalah tanda-tanda yang menunjukkan kesulitan besar di masa depan dan skenario hari kiamat untuk rezim Tiongkok yang berkuasa saat ini.
Banyak pejabat komunis Tiongkok melihat tanda-tanda kesulitan yang akan datang tersebut dan bergegas mentransfer asetnya ke luar negeri, bersiap untuk meninggalkan Tiongkok kapan saja.
Secara internasional, rezim komunis Tiongkok menjadi semakin terisolasi —sinyal paling menonjol adalah untuk pertama kalinya NATO mengakui Tiongkok sebagai ancaman selama pertemuan puncak NATO di London pada awal bulan Desember.
Di tengah krisis internasional dan domestik, Komunis Tiongkok terpaksa mundur dan setuju untuk menandatangani fase pertama kesepakatan dagang.
Meskipun hemat penulis tidak optimis bahwa Komunis Tiongkok akan tetap berpegang teguh pada persyaratan yang diajukan. Kesepakatan dagang tersebut tetap mencengkeram Komunis Tiongkok, karena pemerintahan Donald Trump dapat mengenakan tarif penalti setiap saat.
Sebenarnya, bahkan tanpa perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok sekalipun, Komunis Tiongkok tetap menghadapi keruntuhan total terakhirnya.
Kejahatan dan perbuatan buruk Komunis Tiongkok selama 70 tahun terakhir, menyebabkan masalah sosial besar dan konflik yang tidak terselesaikan antara Komunis Tiongkok dengan rakyat Tiongkok. Perang dagang hanyalah katalisator yang mempercepat proses keruntuhan Partai Komunis Tiongkok. (Vivi/asr)
Pan-Demokrasi Hong Kong meraih kemenangan, bahkan menang telak, warga bersorak sorai pada 24 November 2019 lalu. Kemenangan kali ini didapat dengan tidak mudah, pertama karena warga Hong Kong telah berjuang lima bulan terus melawan, selama itu kelompok militan tidak ragu meningkatkan perlawanan menentang kekerasan oleh polisi.
Istilahnya “lam cau” atau “mati bareng atau berjibaku” menjadi sorotan masyarakat maupun media massa internasional. Kedua adalah pengalaman Amerika Serikat pada Gerakan Occupy Central pada 2014 lalu.
Pada momentum yang tepat mengeluarkan “Resolusi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Resolusi itu memperingatkan Beijing agar tidak mengakibatkan bencana kemanusiaan di Hong Kong.
Tapi semua itu, hanya langkah pertama warga Hong Kong memperjuangkan hak keikutsertaan dalam politik Hong Kong, jalan ke depan masih panjang, masih akan sangat menyulitkan.
Kelompok militan pada gerakan anti Undang Undang ekstradisi mayoritasnya adalah pemuda. Masa depan masyarakat apa pun adalah milik generasi muda, dan kaum muda Hong Kong umumnya berpendapat bahwa Hong Kong “hari ini” bukan milik mereka.
Peta kepentingan yang terbentuk sejak kembalinya Hong Kong pada 1997 lalu, merupakan kaum elit Hong Kong generasi tua sebelumnya yang diwakili oleh “Carrie Lam” dan kawan-kawan.
Dalam berbagai komentar, ada dua tokoh Hong Kong yang pandangannya persis mewakili dua generasi dan dua lapisan masyarakat di Hong Kong tersebut. Bentrokan di Hong Kong dan orientasi masa depan politiknya dapat ditemukan denyut nadinya di antara keduanya.
Presiden Komisaris Group Hang Lung yakni Ronnie Chan Chi-Chung merupakan elit Hong Kong dari era 1950-60an. Rekaman video perbincangannya “Masalah Hong Kong, Kita Beberkan Untuk Dibicarakan”, sungguh tidak pernah bosan diperbincangkan, termasuk memiliki pandangan yang menyeluruh terhadap masalah Hong Kong.
Menurut Ronnie Chan Chi-Chung masalah Hong Kong adalah pada politik dan bukan kehidupan warga. Jika politik dianggap sebagai murni masalah kehidupan warga, maka tidak akan pernah dapat diselesaikan.
Pandangan Ronnie Chan Chi-Chung dapat mencakup empat aspek:
1. Warga Hong Kong di bawah kolonialisme Inggris tidak memiliki kesadaran akan bernegara. Penyebab kondisi itu ada kaitannya dengan terbentuknya warga Hong Kong, pemerintahan kolonial Inggris tidak memotivasi warga Hong Kong untuk mengakui negara leluhurnya. Akan tetapi warga Hong Kong juga tidak mengakui Taiwan sebagai “Republic of China” dan tidak mengakui Beijing yang mewakili daratan Tiongkok.
Warga Hong Kong yang dimaksud adalah para pejabat eks Kuomintang dengan klannya yang hijrah ke selatan yakni ke Hong Kong pada 1949, dan periode wabah kelaparan besar 1958-1960, serta pengungsi yang lari ke Hong Kong dalam beberapa kali gerakan politik masa Revolusi Kebudayaan 1966-1976.
Yang dimaksud Ronnie Chan soal “kesadaran bernegara”, sebenarnya adalah pengakuan status warga Hong Kong. Beberapa tahun terakhir ini rasio warga Hong Kong yang mengakui dirinya sebagai “warga Tiongkok” kian hari kian rendah.
Pada awal Juni 2018, survei yang dilakukan Program Opini Publik dari Hong Kong University dengan metode sampling secara acak menunjukkan, warga kota yang mengakui dirinya sebagai “warga Hong Kong” memiliki nilai tertinggi yakni 8,54 poin.
Setelah itu adalah “orang Asia”, “bagian dari bangsa Tionghoa”, serta “orang Tiongkok”, dan pengakuan sebagai “warga negara Republik Rakyat Tiongkok” adalah yang paling rendah yakni hanya 5,85 poin.
2. Hong Kong kekurangan talenta politik, pejabatnya banyak yang bermental pegawai. Maksudnya adalah para pejabat pemerintah Hong Kong mahir dalam mengatur pemerintahan namun kurang akan kemampuan berpolitik atau kemampuan bermediasi politik.
3. Pekerjaan Front Persatuan Beijing semakin dikerjakan semakin amburadul, eksis kesalahan yang sangat besar.
4. Tiga orang penjahat masalah properti . Ini patut dicermati.
Di mata generasi muda Hong Kong khususnya kelahiran pasca 1990, “para Ronnie Chan” mewakili masa lalu, merupakan generasi yang telah menikmati segala kemakmuran Hong Kong. Pandangan para elit Hong Kong dari angkatan ini, sama sekali tidak ingin didengar oleh kaum muda Hong Kong pasca 1990.
Dalam perlawanan kekerasan oleh kaum militan Hong Kong kali ini terdapat kosa kata atau semboyan yang terkenal, yakni “lam cau Hong Kong “ yang maknanya adalah “Hongkong, lawanlah sampai titik penghabisan.” Sekalipun akhirnya kedua belah pihak sampai sama-sama hancur.
Generasi muda mau me-“lam cau Hong Kong”, tentunya karena merasa di Hong Kong mereka sudah tidak menjanjikan masa depan. “Tidak ada masa depan” bersumber dari dua hal. Pertama, karena kaum muda di Hong Kong memang tidak memiliki kesempatan untuk meningkat. Kedua karena Beijing memberlakukan sistem “orang muda tersingkir, tanah tetap tinggal atau: Enyahlah dari tanah ini”.
Penulis internet generasi 90-an bernama Lewis Loud pernah menulis banyak artikel terkait masalah itu. Dalam artikel berjudul “Hong Kong Sekarang: Hong Kong Tengah Mengalami Satu Kali Pembersihan Generasi Secara Efektif” pada 13 Juni 2019, terdapat salah satu sub-judulnya adalah “Pembantaian Terhadap Generasi Muda Hong Kong”.
Dalam hal ini “pembantaian”, maksudnya bukan pemusnahan tubuh fisik, melainkan membuat pemuda Hong Kong tidak mendapat kesempatan dalam berpolitik. Seperti banyak calon dari kubu lokal bahkan sampai kubu penentu nasib sendiri yang lebih moderat, sebelum pemilihan tahun 2016 telah dibatalkan kelayakan pencalonan mereka. Aasannya “pandangan politik” mereka tidak sesuai dengan “Hukum Dasar Hong Kong”.
Setelah pemilu selesai, sejumlah anggota legislatif yang mendapatkan otorisasi dari warga pemilih juga dirampas kursinya, seperti Baggio Leung Chung-Hang, Regine Yau Wai-Ching, Nathan Law Kwun-Chung dan lain-lain.
Lewis Loud berpendapat, pandangan politik, sikap, gaya berpolitik, semuanya sangat bertolak belakang, kesamaan mereka hanya satu yakni masih muda. Muda bukan pandangan politik, tapi Hong Kong di bawah kolonialisme Komunis Tiongkok, adalah suatu properti politik yang menjadi sasaran tekanan.
Sejak 2016 hingga 2017, Komunis Tiongkok secara bertubi-tubi telah menghancurkan hak berpolitik keseluruhan generasi, dengan menghancurkan harapan mereka untuk memasuki sistem yang dapat mereformasi Hong Kong. Mungkin karena mayoritas mereka hanya mengakui dirinya sebagai warga Hong Kong, dan bukan warga Tiongkok atau “warga Hong Kong Tiongkok”.
Pengakuan status seperti ini membuat Komunis Tiongkok sangat tidak tenang. Walaupun “tidak sesuai ketentuan” yang dijabarkan oleh ketua komisi pemilu berbeda dengan yang dikeluarkan oleh “Kongres Rakyat Tiongkok”, tapi pada akhirnya, adalah Komunis Tiongkok dapat mentolerir politisi dari generasi lebih tua, tapi terhadap politisi generasi baru, satu pun tidak diijinkan masuk ke dalam sistem.
Artikel lainnya berjudul lebih menohok secara langsung: “Perlakuan Komunis Tiongkok Terhadap Taiwan Juga Akan Sama Dengan Hong Kong ‘Orang Tersingkir Tanah Tetap Tinggal’”.
Di sini perlu dijelaskan asal muasal prinsip “orang tersingkir tanah tetap tinggal”. Di dalam forum diskusi bebas internet di Tiongkok, setiap topik yang menyangkut Taiwan, pada dasarnya akan penuh dengan suara hujatan dan kecaman.
Sekitar enam, tujuh tahun silam sudah muncul istilah “orang boleh pergi, pulau tetap tinggal”, ungkapan seperti ini kemudian berubah menjadi “pertahankan pulau tidak pertahankan orang”. Istilah “pertahankan pulau tidak pertahankan orang” tidak pernah terdengar ada pernyataan resmi pemerintah, tapi kini pada dasarnya telah menjadi suatu macam pemahaman warga Taiwan terhadap kebijakan politik dari Tiongkok.
Penjelasan Lewis Loud terhadap hal ini sangat lugas: “Bagi Tiongkok, Hong Kong adalah sangat fungsional, seperti finansial, perdagangan, kemampuan pembiayaan, sementara yang lain bagi Tiongkok sama sekali tidak dipandang sebelah mata sekali pun”. Sedangkan pulau seperti Taiwan, memiliki banyak keuntungan militer dan strategis, seperti Hong Kong yang memiliki kelebihan finansial. Tiongkok sangat menginginkannya, tapi bukan berarti menginginkan orang-orang lokal yang tidak terbiasa dengan penguasaannya. Tanpa peduli hidup atau mati warga setempat, Beijing hanya peduli pada fungsional yang kasat mata pada Hong Kong, bagi Tiongkok, Hong Kong hanyalah sebuah alat.
Berdasarkan pemahaman di atas itulah, para pemrotes di Hong Kong menuntut agar Amerika Serikat secepat mungkin meloloskan “Resolusi HAM dan Demokrasi Hong Kong”, walaupun Rancangan Undang undang itu akan secara langsung berdampak pada ekonomi Hong Kong.
Chan dan Loud, bisa dikatakan uraian masing-masing dari seorang yang berhasil pada masa lalu dan masa kini serta seorang pemilik masa depan yang tidak melihat adanya masa depan itu. Ini menandakan pandangan warga Hong Kong terhadap situasi sekarang, tidak hanya terdapat perbedaan kelas, terdapat perbedaan orang yang memiliki kepentingan dengan orang yang kepentingannya dirugikan, juga terdapat celah kesenjangan yang sangat dalam antar generasi.
Yang lebih patut direnungkan adalah baik Chan maupun Loud sama-sama telah menyinggung fungsi Hong Kong sebagai pusat finansial. Akan tetapi menurut pendapat Chan hanya dengan layanan sebagai pusat finansial saja bagi Hong Kong tidak cukup, harus memperbaiki struktur ekonominya, dan mengemukakan harus dikembangkan pembangunan jurusan di Hong Kong University yang sangat unggul yakni sains, teknik, dan kedokteran.
Sementara Lewis Loud berpendapat kalau “orang tersingkir tanah tetap dipertahankan”, lalu apa gunanya fungsi sebagai pusat finansial itu?
Pertanyaannya adalah: Nasib masyarakat apa pun di masa depan, adalah ditentukan oleh kaum mudanya. Dilihat dari bertolak belakangnya hati warga, Komunis Tiongkok telah kehilangan satu generasi muda milennial Hong Kong kelahiran pasca 1990.
Di saat warga menyorakkan kemenangan kubu Pan-Demokrasi dalam pemilihan anggota legislatif distrik di Hong Kong, ada sebagian orang lainnya yang berpendapat pemilihan kali ini meskipun terhitung menang, juga tidak ada kaitannya dengan keputusan menentukan seorang kepala eksekutif, pemilihan kepala eksekutif tetap didominasi oleh Beijing.
Alasan Lewis Loud menentang bahkan semakin menonjol: “Sejumlah pemrotes yang risau atau sarat dengan kepentingan pribadi, anehnya justru menuntut pada pemerintah agar ‘mengadakan pemilu sesuai jadwal’. Jika Hong Kong tidak bisa melangsungkan pemilu secara normal, justru merupakan kemenangan para pengunjuk rasa, karena memperlihatkan kepada dunia bahwa pemerintah Hong Kong menganut demokrasi palsu, bertindak semena-mena, dan “satu negara dua sistem” telah gagal.
Terpilih hanya sekedar mendapatkan gaji dan tunjangan bagi seorang anggota legislatif, tapi anggota legislatif Hong Kong di berbagai tingkatan tidak memiliki kekuasaan politik. Kemenangan besar dalam pemilu sebaliknya justru berarti revolusi telah diserap.”
Kekhawatiran di atas bukan tidak beralasan. Selama beberapa tahun ini kritik terhadap Pan-Demokrasi Hong Kong sangat banyak, dalam hal usia dan latar belakang, antara Ronnie Chan dan Lewis Loud, sangat berbeda, namun keduanya bersikap keras mengkritik Pan-Demokrasi dari sudut pandang yang berbeda.
Hanya untuk membuat seluruh anggota legislatif Pan-Demokrasi mencapai kesepahaman politik, sampai sekarang masih merupakan proses yang sangat menyulitkan. Tapi pada masalah Hong Kong, sikap Beijing masih merupakan faktor krusial. Setelah mengalami pemilihan legislatif, Beijing seharusnya menenangkan diri, dan memperhatikan aspirasi warga Hong Kong.
1. Pembangunan di wilayah atau negara mana pun, adalah mengandalkan suatu sistem dan rakyat yang dibina dari sistem ini. Tahun 1949, perkembangan di tiga tempat yakni Tiongkok, Taiwan dan Hong Kong secara kuat menjelaskan bahwa bangsa yang sama, sejarah dan budaya yang sama, di bawah sistem politik yang berbeda dapat melangkah jalan perkembangan ekonomi yang sama sekali berbeda.
Tiongkok pun tidak mampu menyangkal fakta bahwa pada era 1980-an, gelombang pertama investasi asing yang dibuka di daratan Tiongkok, adalah dana milik etnis Tionghoa yang didominasi oleh dana dari Hong Kong dan Taiwan. Pada waktu itu dana Jepang dan Korea, jummlahnya jauh lebih sedikit daripada Hong Kong dan Taiwan.
2. Bertentangannya hati masyarakat adalah elemen penting pertama yang membentuk himpunan kekuatan politik. Pengakuan “warga Hong Kong” terhadap orang Tiongkok dan warga negara Republik Rakyat Tiongkok sangat rendah, yang faktanya menerangkan bahwa mereka tidak mengakui sistem politik Komunis Tiongkok.
Pengakuan warga terhadap negara, ditentukan apakah negara mampu memberikan rasa memiliki yang kuat. Rasa memiliki ini sebagian juga dibangun di atas kekayaan atau kekuatan negara, tapi yang lebih penting lagi adalah apakah negara mampu memberikan kekuatan moralitas yang menyentuh hati. Tiongkok pada saat ini, justru tidak memiliki hal yang satu ini.
3. Membiarkan Hong Kong melakukan otonomi sendiri, adalah pilihan bijak untuk memerintah Hong Kong. Pada Maret 2013, saat berkunjung ke Rusia Xi Jinping dalam pidatonya mengatakan: “Sepasang sepatu apakah sesuai, baru bisa diketahui kalau sudah dipakai, jalan perkembangan suatu negara, hanya bisa dipahami oleh warga negara itu.”
Ungkapan itu langsung beredar di internet dan berubah menjadi “teori sepatu dan kaki”. Dengan prinsip yang sama disimpulkan, warga Hong Kong merasa “sepatu” atau sistem politik itu cocok di kaki mereka atau tidak, adalah hal yang paling penting. Karena Beijing telah membatasi hak warga Hong Kong untuk memilih “sepatu”, mereka merasa sepatu itu menjepit kaki, sangat tidak nyaman, maka kemarahan pun dilampiaskan pada Beijing selaku pemberi “sepatu”. Selain Xinjiang, Tibet, dan Taiwan, kekuatan yang melawan Beijing kini bertambah lagi satu yakni “Hong Kong, pulau yang membangkang”, sungguh tidak bijaksana.
Dibawah sistem setengah demokrasi di Hong Kong, bagaimana kelak warga Hong Kong akan terus dijadikan pion, mulai sekarang akan menjadi permainan politik utama antara Hong Kong dengan Beijing. (SUD/WHS)
Pada 15 Desember 2019 dua hari menjelang akan diberlakukannya tarif baru, telah tercapai kesepakatan tahap pertama antara Amerika Serikat dengan Komunis Tiongkok.
Kedua negara telah mengumumkan konten garis besar dokumen kesepakatan tersebut. Termasuk dalam dokumen tersebut prakata, kekayaan intelektual, transfer teknologi, produk pangan dan pertanian, layanan finansial, nilai tukar mata uang dan transparansinya, perluasan perdagangan, penilaian kedua pihak dan penyelesaian sengketa dan aturan terakhir.
Total sebanyak sembilan bab. Itu adalah kesepakatan dagang yang selama ini terus dipertahankan oleh pemerintah Trump, harus mencakup perubahan struktural dan mekanisme pelaksanaannya.
Walaupun pada konferensi pers pihak Tiongkok terus berusaha keras menciptakan semacam kompromi yang seimbang dan tetap memperlihatkan sikap keras terhadap Amerika Serikat, tapi masyarakat melihat jelas, inilah akibat bagi pemerintah yang pernah sesumbar “Amerika Serikat bagaikan angkat batu dan dijatuhkan di kaki sendiri” dan “tidak takut perang. Dari yang awalnya bersikeras tidak mengalah sampai sekarang akhirnya semua bisa dikompromikan.
Akan tetapi, bagi pihak Komunis Tiongkok, hasil yang langsung dapat dirasakan oleh Komunis Tiongkok dengan tercapainya kesepakatan ini adalah Amerika Serikat telah membatalkan tambahan tarif terhadap produk impor dari Tiongkok senilai USD 160 milyar atau sekitar Rp.2.239 triliun yang mestinya diberlakukan pada 15 Desember 2019 yang lalu. Ini adalah hal yang paling ditakuti Beijing, juga membuat petinggi Beijing bisa bernafas lega sejenak.
Di tengah kesulitan perekonomian Tiongkok sekarang ini, yang paling dikhawatirkan adalah tambahan tarif putaran baru dari Amerika akan mengakibatkan pukulan kuat terhadap Komunis Tiongkok. Hal itu memaksa Beijing buru-buru mencapai kesepakatan tahap pertama sebelum tanggal 15 Desember 2019. Komunis Tiongkok, bahkan juga menyetujui mekanisme pelaksanaan yang selama ini ditentangnya dengan keras.
Persis seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri Keuangan Komunis Tiongkok yakni Liao Min pada konferensi pers saat ditanya wartawan, “Yang paling mendesak saat ini adalah menandatangani dan mengimplementasikan kesepakatan tahap pertama”.
Yang dikatakan Liao Min memang tidak salah, walaupun kedua pihak secara prinsip telah menyetujui isi kesepakatan, tapi dengan track record Komunis Tiongkok yang plin-plan dan tidak menepati janji, pihak AS masih bersikap mewaspadai Komunis Tiongkok apakah kali ini benar-benar akan menandatangani kesepakatan atau tidak.
Apalagi, akan halnya kapan kesepakatan ditandatangani, perwakilan perundingan Amerika Serikat Robert Lighthizer secara jelas mengatakan, akan ditandatangi pada pertemuan tingkat menteri yang akan diselenggarakan di Washington DC bulan Januari tahun depan, dan tidak melibatkan Presiden Trump dan Xi Jinping.
Sedangkan pihak Tiongkok mengatakan “langkah selanjutnya kedua pihak akan segera menyelesaikan ulasan hukum, mencocokkan dan mengoreksi terjemahan dokumen serta prosedur yang dianggap perlu, dan melakukan perundingan untuk pengaturan jadwal guna penandatanganan resmi”. Komunis Tiongkok menghindari topik mengenai tanggal penandatanganan kesepakatan.
Menurut jadwal dari Amerika, pemerintah Beijing hanya punya waktu kurang dari sebulan dari sekarang yakni 15 Desember 2019 untuk mempertimbangkan apakah akan menandatanganinya atau tidak. Bisa dikatakan, saat ini setelah petinggi Beijing kembali berjanji pada Januari terlepas ditandatangani atau tidak, akan berakibat buruk yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Komunis Tiongkok.
Di satu sisi, jika kesepakatan itu ditandatangani, Beijing harus memastikan menepati janjinya, yakni sistem ekonomi dagang Tiongkok dalam hal kekayaan intelektual, alih teknologi, produk pertanian, layanan finansial dan nilai tukar mata uang harus dilakukan reformasi struktural, dalam beberapa tahun ke depan akan membeli banyak produk dan layanan dari Amerika.
Menurut penjelasan Lighthizer, pihak Tiongkok setuju dalam tempo 2 tahun meningkatkan belanja produk pertanian Amerika senilai USD 32 milyar atau sekitar 448 triliun rupiah. Pada tahun pertama berlakunya kesepakatan itu, akan membeli produk pertanian Amerika senilai USD 40 milyar atau 560 triliun rupiah). Pihak Tiongkok juga berjanji dalam 2 tahun meningkatkan pembelanjaan produk dan layanan Amerika termasuk produk pertanian senilai USD 200 milyar atau 2.799 triliun rupiah.
Di saat yang sama, Amerika mempertahankan tarif masuk 25% terhadap produk dari Tiongkok senilai USD 250 milyar atau sebesar 3.499 triliun rupiah. Produk Tiongkok selebihnya yang dijual ke Amerika sekitar USD 120 milyar, dikurangi setengah tarifnya dari 15% menjadi 7,5%. Pengurangan tarif masuk tersebut akan berlaku 30 hari setelah kesepakatan ditandatangani.
Hal yang patut diperhatikan adalah, Amerika tidak menjanjikan akan menurunkan tarif masuk di masa mendatang; tapi menyatakan, jika pihak Komunis Tiongkok serius berunding, Amerika tidak akan memberlakukan tarif masuk baru.
Yang membuat takut para petinggi Beijing yang selama ini bersikap “bersikeras bertahan hingga akhir” adalah, begitu kesepakatan ditandatangani, tapi masih terus berkelit tidak mau menepati janji, mencari berbagai alasan menolak menepati janji, maka mekanisme dalam kesepakatan itu akan menimbulkan fungsi penting.
Jika penilaian Amerika menganggap pihak Tiongkok tidak bisa memenuhi janjinya, maka Amerika akan memberlakukan senjata tarif masuk. Ini juga berarti kesepakatan batal.
Jika secara serius menepati kesepakatan, maka akan dinilai sebagai langkah bijak petinggi Beijing, akan mendorong peralihan ekonomi Tiongkok, yang kemudian akan mendorong perubahan politik Tiongkok.
Di sisi lain, jika pada saat itu tidak menandatangani kesepakatan, Beijing kembali menambah catatan kriminal melanggar janji. Pada saat itu, tarif masuk yang diberlakukan Amerika tidak hanya 15% atau 25% saja. Apakah ekonomi Tiongkok masih dapat menerima pukulan keras seperti itu?
Jelas, dilihat dari orang yang menyampaikan sikap Beijing bukan perwakilan perundingan dagang utama yakni Liu He, dari menghindarnya Beijing tentang kapan kesepakatan akan ditandatangani, kapan mulai perundingan tahap kedua dan lain-lain, tidak bisa diabaikan kali ini Beijing tetap menempuh taktik mengulur waktu. Komunis Tiongkok, mencoba mendapatkan tambahan waktu, dan sama sekali tidak pernah meninggalkan taktik menundanya.
Setidaknya dari menurut para pengamat tindakan Beijing mempersiapkan untuk melepaskan diri dari belenggu Amerika itu, dinilai tidak melihat adanya niat baik Beijing.
Oleh sebab itu, walaupun kesepakatan akan ditandatangani pada Januari 2020, Beijing yang sudah tak berdaya masih bisa mencari berbagai alasan dan cara untuk menunda-nunda menandatangani kesepakatan. Bisa jadi Komunis Tiongkok melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang dijanjikannya, serta terus mengulur waktu. (SUD/WHS)
FOTO : Para negosiator perdagangan AS – Tiongkok. (Mark Schiefelbein/AFP/Getty Images)
Raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei, mendapat reputasi buruk di seluruh dunia setelah informasi dari mantan karyawan Huawei yang dipublikasikan secara online. Mantan karyawan Huawei yang lain membagikan pengalamannya dengan The Epoch Times pada tanggal 5 Desember 2019. Menurutnya saat Huawei dikalahkan, rezim Komunis Tiongkok hampir hancur total karena Huawei adalah benteng terakhir rezim Komunis Tiongkok.
Jin Chun memperoleh gelar master dalam ilmu komputer di Irlandia dan bekerja untuk Huawei pada penelitian data besar selama tiga tahun sebelum meninggalkan Huawei pada bulan April tahun ini. Jin Chun mengatakan bahwa Huawei sebenarnya adalah agen rezim komunis Tiongkok, unit militer yang menggabungkan kegiatan komersial, spionase, intelijen, dan pencurian teknologi dalam operasinya sehari-hari.
Pelapor Pelanggaran Dikirim ke Penjara dan Disiksa
Li Hongyuan, yang bekerja untuk Huawei selama 13 tahun, diberhentikan dan dipenjara selama delapan bulan setelah berusaha memaparkan korupsi di dalam Huawei. Kisahnya menjadi viral di media sosial Tiongkok.
Menurut Jin Chun, ada banyak korban yang juga dirugikan oleh Huawei. Kebanyakan korban memilih untuk diam karena jika mereka berbicara, tidak ada yang berubah dan malahan mereka harus menanggung akibatnya.
“Di Tiongkok, bahkan Mahkamah Agung tidak akan menghukum Huawei berdasarkan hukum yang berlaku,” kata Jin Chun.
Para mantan rekannya di Huawei mengatakan kepadanya bahwa beberapa karyawan Huawei memiliki pengetahuan mengenai rahasia Huawei yang paling disembunyikan di mana mereka dilarang untuk membocorkannya.
Menurut Jin Chun, beberapa karyawan berusaha mengungkapkan bahwa mereka menjual peralatan Huawei di Iran. Bukti mereka mencakup visa masuk yang diberikan oleh Iran dan catatan pembayaran subsidi usd 100 per hari yang mereka terima saat bekerja di sana. Tetapi polisi Tiongkok dan sistem peradilan tidak akan menangani kasus-kasus iitu secara terbuka karena itu adalah rahasia.
“Karyawan-karyawan tersebut dikirim ke penjara dengan tuduhan pemerasan dan disiksa sampai mereka berjanji untuk tidak pernah mengungkapkan rahasia apa pun setelah mereka dibebaskan. Ini menjelaskan mengapa tidak ada korban Huawei yang pernah mengajukan keluhan terhadap polisi, tetapi terus mengungkapkan kemarahan mereka pada Huawei,” kata Jin Chun.
Hubungan dengan Keamanan Nasional
Jin Chun mengatakan masalah terbesar dengan Huawei adalah hubungan Huawei dengan Departemen Keamanan Nasional Tiongkok. Di permukaan, Huawei adalah entitas bisnis, namun tidak sesederhana itu.
“Ada yang mengatakan Huawei dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok. Saya mengatakan Huawei adalah bagian dari Partai Komunis Tiongkok itu sendiri. Itu adalah jelas sekali, ”kata Jin Chun.
Oleh karena itu, adalah mustahil bagi Huawei untuk memiliki konflik kepentingan dengan Partai Komunis Tiongkok. Beberapa pemimpin puncak di Huawei berasal dari agen pemerintah Partai Komunis Tiongkok, baik Departemen Staf Umum milik tentara Tiongkok, maupun Departemen Keamanan Nasional. Itulah tepatnya latar belakang Huawei. Huawei pasti mewakili kehendak Partai Komunis Tiongkok.
Pada tanggal 22 November 2019, Pusat Penelitian Huawei di Beijing, yang adalah anak perusahaan Huawei yang utama, mengendalikan teknologi inti, mengumumkan perubahan besar dalam tim manajemen puncaknya. Mantan wakil ketua Ren Zhengfei, mantan ketua dan perwakilan hukum Sun Yafang, mantan direktur Xu Wenwei, Xu Zhijun, dan Guo Pingping semuanya mundur. Tian Xingpu, yang awalnya adalah kepala Pusat Penelitian Huawei di Beijing, menjadi penasihat hukum dan direktur baru.
Jin Chun menjelaskan bahwa Ren Zhengfei dan mantan eksekutif lainnya adalah jelas berasal dari sistem intelijen Partai Komunis Tiongkok, dan identitas mereka telah terungkap. Oleh karena itu, Partai Komunis Tiongkok harus menggantinya dengan orang-orang yang tidak dikenal.
Menurut Jin Chun, ada tiga alasan mengapa Huawei sangat menguntungkan.
Pertama adalah dukungan dari rezim komunis Tiongkok. Kedua adalah berbagai monopoli. Ketiga adalah adopsi sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan Amerika.
“Oleh karena itu Huawei menjadi salah satu yang paling sukses di antara semua perusahaan Partai Komunis Tiongkok,” kata Jin Chun.
Dalam hal teknologi dan intelijen, Huawei adalah kompeten dan sangat kuat. Jin Chun, menunjukkan bahwa Huawei berkontribusi pada inisiatif “One Belt, One Road” (OBOR) Tiongkok dan membantu rezim Komunis Tiongkok mengembangkan produk teknologi tinggi seperti pengenalan wajah, yang melibatkan berbagai aspek kriptografi.
Selain itu, Huawei mengadopsi aspek-aspek tertentu dari manajemen gaya barat, seperti, IBM dan KGB bekas Uni Soviet. Gedung-gedung Huawei dibagi menjadi zona kode warna: Biru, hijau, kuning, dan merah, di mana merah adalah untuk kelas atas. Karyawan dilarang untuk berkomunikasi atau berbagi data dengan karyawan di zona lain. Untuk mengakses data dari zona lain, seorang karyawan harus terlebih dahulu mendapatkan izin.
Pengumpulan Data Pribadi
Jin Chun mengungkapkan bahwa Huawei tidak hanya memantau warga Tiongkok yang tinggal di Tiongkok, tetapi juga mengumpulkan informasi dari warganegara Tiongkok di luar negeri.
Misalnya, IMEI (International Mobile Equipment Identity) adalah kode 15 atau 17 digit yang secara unik mengidentifikasi setiap perangkat telepon seluler. Huawei melacak kode IMEI warganegara Tiongkok di luar negeri untuk mengumpulkan informasi pribadi pemilik, seperti, alamat, profesi, dan hubungan sosial.
Jin Chun mengatakan di beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan banyak negara Eropa, dilarang oleh hukum untuk mengumpulkan informasi IMEI, tetapi Huawei masih berusaha melakukannya di negara itu.
Selain itu, Huawei membantu beberapa negara Afrika dan Eropa Timur, termasuk Rumania, dengan berbagai proyek pengawasan dan juga diduga bekerja sama dengan Deutsche Telekom AG Jerman dalam proyek akuisisi data.
“Para eksekutif perusahaan memberitahu kami bahwa proyek pengawasan semuanya adalah pengawasan yang diizinkan secara hukum. Itu pasti adalah kebohongan belaka,” kata Jin Chun.
Spesialisasi Jin Chun adalah analisis data besar, jadi departemen tempat ia bekerja berfokus pada menganalisis kesukaan, preferensi, dan kepribadian orang, dan pola pengeluaran orang tersebut yang diantisipasi di masa depan.
Dengan kata lain, Huawei tidak hanya menggunakan teknologi pengawasan dan analisis datanya untuk membantu Departemen Keamanan Nasional Tiongkok memantau rakyat Tiongkok, tetapi juga menghasilkan keuntungan dengan mempelajari kebiasaan konsumen.
“Adalah tidak mudah untuk mencapai semua ini,” Jin Chun menjelaskan.
Jin Chun mengunkapkan, pertama-tama, analisis data perlu menggali banyak informasi pribadi dan mengetahui kebiasaan belanja orang tersebut. Sistem itu mampu membuat prediksi tertentu. Saat orang tersebut tiba-tiba melakukan sesuatu di luar apa yang dapat diprediksi, sistem akan berusaha menganalisis: Apakah orang ini telah belajar untuk menerobos firewall Internet? Apakah ia menjadi mata-mata asing? Hal tersebut adalah sangat sulit, namun departemen saya dapat melakukan analisis yang tepat.
Tidak Banyak Inovasi, Kebanyakan adalah Hasil Jiplakan
Tidak lama setelah bergabung dengan Huawei, Jin Chun menemukan bahwa adalah Huawei sangat berbeda dari gagasannya mengenai perusahaan teknologi-tinggi yang layak.
Banyak yang disebut inovasi sebenarnya adalah hasil jiplakan. Faktanya, Huawei tidak memiliki banyak inovasi. Jauh lebih sering, Huawei hanya mengambil jalan yang sedang dilalui perusahaan lain, dan memaksa pesaing menuju jalan buntu.
Huawei dapat melakukan itu karena didukung oleh aparat negara bertangan besi. Seluruh sistem peradilan selalu berpihak pada Huawei. Pada akhirnya, semua paten menjadi milik Huawei, bahkan penemuan oleh perusahaan lain akhirnya menjadi kekayaan intelektual Huawei. Itulah yang menjadikan Huawei bangkit menjadi perusahaan teknologi informasi nomor satu di Tiongkok.
Menurut Jin Chun, tahun lalu, seorang karyawan di Pusat Penelitian Huawei di Nanjing melaporkan kepada manajer puncak cabang Nanjing bahwa sebuah tim proyek mengklaim mengembangkan alat baru yang sebenarnya dijiplak dari Komunitas Perangkat Lunak Sumber Terbuka milik Tiongkok.
Manajer yang menerima suratnya membalas dendam padanya, dan hampir mengusirnya dari Huawei. Seluruh perusahaan Huawei kemudian meluncurkan propaganda intensif, menggunakan dalih untuk mempertahankan pengembangan baru tersebut sebagai asli.
Jadwal Kerja yang Melelahkan dan Lingkungan Kerja yang Tidak Bersahabat
Huawei tanpa malu-malu menyatakan bahwa Huawei memuja dan mengadopsi lingkungan kerja yang agresif dan kejam yang dikenal sebagai “kebudayaan serigala.”
Jin Chun mengatakan ia lebih suka menyebutnya sebagai “kebudayaan anjing plus serigala” karena karyawan bekerja seperti anjing setiap hari, dan Huawei mendesak karyawan agar saling mengadu dan menggertak satu sama lain.
Memaksa Karyawan untuk Berhenti Kerja dengan Sukarela Karena Tidak Tahan dengan Jadwal Kerja yang Gila
Menurut Jin Chun, sebagian besar karyawan hanya memiliki 4 hari libur setiap bulan. Jam kerja biasa adalah 9 pagi sampai 11 malam. Saat sebuah proyek berada pada tahap penting, para insinyur memiliki satu hari libur sebulan. Mereka yang bekerja sampai jam 3 pagi dapat mengambil cuti setengah hari keesokan paginya.
Yang terburuk, saat Huawei perlu untuk mengurangi tenaga kerja, bukannya merumahkan karyawan dengan memberikan paket pesangon, malahan manajemen membuat karyawan bekerja lembur dengan jadwal yang gila, sehingga karyawan akan berhenti dengan sendirinya.
Pada bulan Januari tahun ini, CEO Huawei Ren Zhengfei mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk “menghapus karyawan yang biasa-biasa saja.” Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam pada bulan Mei 2019, Huawei merasakan kebutuhan mendesak untuk memangkas tenaga kerjanya.
“’PHK’ yang saya tahu tercapai seperti ini: Dalam tim proyek yang terdiri dari sekitar 40 orang, manajer memaksa para insinyur untuk bekerja hingga tengah malam setiap hari. Akhirnya, 90 persen insinyur tersebut berhenti dengan sendirinya, sehingga hanya menyisakan empat insinyur di tim proyek tersebut,” kata Jin Chun.
Faktanya, proyek yang mereka kerjakan tidak pernah dikirimkan, tetapi manajer proyek mendapat kenaikan gaji karena ia membantu menyingkirkan lusinan karyawan yang tidak lagi dibutuhkan.
Huawei hanya suka melecehkan karyawan seperti itu, memaksa karyawan untuk berhenti secara sukarela, sehingga tidak dihitung sebagai PHK.
Kejadian itu membantu Jin Chun menyadari bahwa Huawei adalah mesin penggiling daging yang melayani otoritas totaliter, menggunakan jubah manajemen teknologi-tinggi dan bergaya barat.
“Huawei dibangun dan dikembangkan berdasarkan mekanisme penghisap darah. Semua kontribusi anda dikaitkan dengan manajemen, dan anda tidak punya apa-apa. Jika manajer menyukai kepatuhan anda, mereka mungkin memberi anda hadiah kecil; jika mereka pikir anda tidak patuh, mereka tidak akan memberi anda apa-apa dan bahkan membalas dendam,” kata Jin Chun.
Karyawan Saling Mengadu
Jin Chun menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk keluar dari Huawei.
Dalam beberapa tahun terakhir, Huawei secara terbuka mendorong karyawan untuk saling mengadu. Pada rapat staf awal tahun ini, seorang manajer membaca pernyataan resmi Huawei untuk memberitahu semua karyawan bahwa akun email yang ditunjuk disiapkan untuk karyawan untuk melaporkan karyawan yang lain.
“Bukankah hal tersebut sama dengan Revolusi Kebudayaan versi lain? Saya tidak suka lingkungan kerja semacam ini. Saya belajar dari salah satu forum di dalam Huawei bahwa beberapa kali, karyawan yang dilaporkan kemudian dikirim ke penjara. Jauh lebih sering, orang yang masuk penjara adalah manajer divisi, didakwa melakukan penggelapan, dan hukuman penjara biasanya 10 hingga 11 tahun. Kami semua bertanya-tanya bagaimana situasi sebenarnya dalam kasus-kasus ini. Saya kira hanya eksekutif puncak Huawei yang tahu,” kata Jin Chun.
Menggunakan perangkat lunak untuk menghindari firewall Tiongkok, Jin Chun mengatakan ia pernah melihat-lihat situs web di luar negeri. Saat ia membaca laporan berita Voice of America, seorang manajer datang dan melihat apa yang sedang ia lakukan. Jin Chun takut ia akan dilaporkan dan dihukum, jadi ia memutuskan untuk segera menyerahkan surat pengunduran diri.
Huawei Adalah Benteng Terakhir Partai Komunis Tiongkok
Menurut Jin Chun, Huawei bukan hanya perusahaan perorangan, Huawei adalah rantai industri besar. Selain pusat penelitian milik anak perusahaan Huawei di Beijing, Nanjing, Shanghai, Xi’an, dan India, ada juga banyak perusahaan outsourcing dan subkontrak di hilir yang dikendalikan langsung oleh Huawei atau yang hak kekayaan intelektualnya dikendalikan oleh Huawei.
Huawei memiliki sekitar 200.000 karyawan dan Pusat Penelitian Huawei di Beijing dan Nanjing masing-masing memiliki lebih dari 10.000 karyawan. Secara keseluruhan, ada beberapa juta karyawan di perusahaan Huawei.
Jin Chun secara khusus menyebutkan bahwa Pusat Penelitian Huawei di Beijing terlibat dalam pengembangan teknologi Core Network, serta data dan teknologinya adalah yang paling sensitif. Misalnya, sebuah negara di Eropa membeli peralatan Huawei dan Huawei, melalui interaksi jaringan negara tersebut dengan negara-negara lain, dapat mencuri teknologi dari seluruh Eropa.
Baik Huawei maupun Pusat Penelitian Huawei di Beijing memiliki hubungan yang sangat baik dengan Deutsche Telekom dan Belgian Telecom, dan mereka memiliki banyak kerja sama bisnis.
Huawei memang perusahaan paling kuat di bawah kendali Partai Komunis Tiongkok. Karena Huawei belajar memanfaatkan filosofi dan teknologi bergaya barat untuk melayani rezim totaliter. Oleh karena itu, Huawei adalah komponen Partai Komunis Tiongkok yang paling berbahaya dan membawa kerusakan terbesar bagi dunia.
“Hati nurani saya memaksa saya untuk berbicara. Saya merasa bahwa jika Huawei dapat dikalahkan, maka Partai Komunis Tiongkok akan sangat dekat dengan kehancuran total karena Huawei adalah benteng terakhir dan benteng terkuat milik Partai Komunis Tiongkok. Namun, jika Huawei tidak dapat dikalahkan, Huawei adalah benar-benar mimpi buruk bagi seluruh umat manusia,” papar Jin Chun. (vv)
FOTO : Papan informasi untuk bus antar-jemput karyawan dipajang di dekat gedung kantor Huawei di pusat penelitian dan pengembangannya di Dongguan, Provinsi Guangdong, Tiongkok pada 18 Desember 2018. Perselisihan Amerika Serikat dengan Tiongkok mengenai larangan menggunakan teknologi telekomunikasi Huawei meluas ke Eropa, pasar asing terbesar perusahaan tersebut, di mana beberapa negara juga mulai menghindari sistem jaringannya karena masalah keamanan data. (Andy Wong / AP)
Pemerintahan Trump pada hari Rabu 18 Desember 2019 mengumumkan, pihaknya akan merevisi peraturan tentang aplikasi suaka untuk melarang warga asing yang kedapatan memasuki kembali ke Amerika Serikat secara ilegal.
Selain itu, larangan mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk. Lainnya adalah melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan kejahatan lainnya untuk mengajukan permohonan suaka di Amerika Serikat.
VOA News mengutip pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Kehakiman AS dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS melaporkan, bahwa mereka akan melakukan revisi terhadap peraturan tentang penyaringan pengajuan suaka.
Menurut proposal ini, selain pembatasan yang sudah diatur oleh undang-undang federal, tujuh kejahatan tingkat ringan di bawah ini akan ditambahkan sebagai alasan untuk menolak pengajuan suaka.
1, Pernah melanggar hukum federal atau negara bagian.
2, Pernah melindungi imigran gelap atau memasuki wilayah AS secara ilegal.
3, Kedapatan memasuki kembali AS secara ilegal.
4, Pernah melanggar hukum federal, negara bagian, aturan suku, atau lokal dan terlibat kegiatan kriminal geng jalanan.
5, Pernah melanggar hukum federal, negara bagian, aturan suku atau lokal tertentu dan terkait dengan perbuatan karena mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk.
6, Pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang diatur oleh hukum federal, negara bagian, suku, atau lokal. Meskipun tidak dipidana, tetapi oleh seorang arbiter telah dianggap bahwa perbuatan kekerasan dalam rumah tangga tergolong kejam.
7, Pernah melakukan perbuatan kriminal yang oleh hukum federal atau negara bagian dianggap ringan, termasuk pemalsuan identitas, memperoleh keuntungan publik secara ilegal dari entitas federal, negara bagian, suku, atau lokal, dan memiliki atau menyelundupkan narkoba atau peralatan narkoba.
Aturan-aturan ini juga harus melalui periode mendengarkan komentar masyarakat baru dapat diproses.
Kementerian Kehakiman dalam pernyataannya menyebutkan : Setelah proses pembuatan peraturan diselesaikan, kedua Kementerian yakni Kementerian Kehakiman dan Keamanan Dalam Negeri akan dapat mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk mempertimbangkan kasus-kasus suaka. Yang mana, diajukan warga asing yang mana bersih dari perbuatan kriminal.
Ketentuan yang berlaku saat ini tentang pengajuan aplikasi suaka telah mendaftarkan tindakan tertentu sebagai larangan keras suaka, termasuk penganiayaan terhadap orang lain dan pemohon yang pernah melakukan kejahatan berat tertentu. Bahkan, terlibat dalam kejahatan serius non-politik, ancaman keamanan, kegiatan teroris dan mereka yang telah mendapatkan penempatan baik yang diberikan oleh negara ketiga.
Laporan Associated Press menyebutkan bahwa ini adalah langkah lain yang diusung Presiden Trump untuk membatasi suaka.
Menurut administrasi Trump, meskipun beberapa imigran tidak memenuhi syarat untuk suaka. Mereka telah menggunakan sistem aplikasi suaka yang berlaku di Amerika Serikat untuk tinggal di Amerika Serikat dalam waktu yang lama dengan alasan sedang menunggu proses permohonan suaka. Sebagian alasan karena ambang batas untuk screening terhadap suaka terlampau rendah.
Di sisi lain, para pembela hak-hak imigran dan organisasi kemanusiaan telah mengkritik kebijakan keras pemerintahan Trump yang dianggap kurang berperikemanusiaan. Mereka mengatakan, Amerika Serikat mengabaikan peran kepemimpinannya dalam memberikan suaka kepada para pengungsi.
Pejabat Gedung Putih pada 26 September mengatakan bahwa pada tahun fiskal 2020, Amerika Serikat diperkirakan akan menerima 368.000 orang pengungsi dan pencari suaka. Di antaranya termasuk 18.000 orang pengungsi dan lebih dari 350.000 orang pemohon suaka. (Sin/asr)
ETIndonesia – Ular kobra bermunculan di sejumlah daerah Indonesia. Puluhan anak ular kobra itu ditemukan di pemukiman warga di pulau Jawa yakni di Bogor, Jember, Jakarta Timur, Klaten dan Yogyakarta. Meski belum ada korban jiwa, tentunya fenomena ini patut diwaspadai. Apa kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)?
Ular kobra atau disebut juga ular sendok adalah jenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya, melengkung menyerupai sendok, apabila merasa terganggu atau merasa terancam oleh musuhnya. Ular ini juga memiliki kemampuan menyemprotkan bisa (venom).
Peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Amir Hamidy mengungkapkan, terdapat dua jenis ular kobra di Indonesia.
“Kobra sumatra atau Naja sumatrana yang terdapat di Sumatra dan Kalimantan dan kobra jawa atau Naja sputarix yang terdistribusi di Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Rinca, Sumbawa, dan Flores,” ujar Amir di Cibinong pada Kamis (12/12/2019) dilansir dari situs LIPI.
Menurut dia, ular kobra jawa menghuni tipe habitat seperti perbatasan hutan yang terbuka, savana, persawahan, dan pekarangan. Ular ini berukuran rata-rata 1,3 meter dan bisa mencapai ukuran panjang 1,8 meter. Sekali bertelur induk betina ular kobra Jawa dapat menghasilkan 10-20 butir telur.
Telur-telur tersebut akan menetas dalam rentang waktu tiga sampai empat bulan. Telur kobra diletakkan di lubang-lubang tanah atau di bawah serasah daun kering yang lembab.
“Awal musim penghujan adalah waktu menetasnya telur ular. Fenomena ini wajar, dan merupakan siklus alami,” lanjut Amir.
Menurut dia, suhu ruangan hangat dan lembap cenderung disukai oleh ular untuk tempat menetaskan telur. Hampir semua jenis ular, termasuk induk ular kobra pada periode tertentu, akan meninggalkan telur-telurnya dan membiarkan telur tersebut menetas sendiri. “Begitu menetas, anakan kobra akan menyebar ke mana-mana,” imbuhnya.
Penanganan gigitan
Ular kobra melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa pada hewan tangkapan melalui taringnya. Bisa tersebut melumpuhkan saraf dan otot mangsa hanya dalam beberapa menit saja.
“Meskipun masih bayi, ular kobra sudah memiliki kelenjar bisa yang mampu menghasilkan bisa dan berbahaya bagi manusia,” terang Amir.
Untuk menghindari masuknya ular ke rumah dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah. “Gunakan pembersih lantai dengan aroma yang menyegat karena ular tidak suka dengan bau yang tajam,” terang Amir.
Selain itu juga hindari meninggalkan sampah bekas makanan di rumah. “Sampah ini dapat mengundang tikus yang merupakan salah satu mangsa ular,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan untuk selalu bersihkan rumah dari tumpukan barang-barang, termasuk perkarangan rumah dari tumpukan daun-daun kering atau material yang menumpuk. “Tempat tempat itu bisa menjadi tempat persembunyian ular,” tambahnya.
Dirinya menjelaskan, prinsip pengendalian populasi ular tentunya perlu memperhatikan keseimbangan ekosistem sehingga tidak menimbulkan permasalahan ekologi. Untuk keamanan manusia, pemindahan ular bisa dilakukan dengan pendampingan dari petugas yang berwenang dan memiliki pengetahuan untuk menangani ular berbisa.
“Jika terjadi kasus gigitan ular kobra, maka penanganannya dapat mengikuti petunjuk terbaru dari WHO tentang Managemen Kasus Gigitan Ular. Antibisa kobra jawa sudah tersedia di Indonesia, sehingga masyarakat dapat memastikan ketersediaan tersebut dengan mengetahui letak rumah sakit terdekat yang memiliki stok antibisa,”pungkasnya. (LIPI/asr)
Seorang perwira senior di garnisun militer Tiongkok yang ditempatkan di Hong Kong yang dicemooh sebagai “kolonel Rolex” menyuap untuk mendapatkan pangkatnya. Informasi itu diungkap orang dalam kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin.
Kolonel Wang Yanshun, kepala logistik di pasukan Pembebasan Rakyat Tiongkok garnisun Hong Kong, menghabiskan banyak uang untuk dipromosikan menjadi komandan kedua di bawah komandan garnisun Mayor Jenderal Chen Daoxiang.
Orang dalam yang membeberkan info suap Kolonel Wang Yanshun itu mengklaim keakraban pribadi Chen Daoxiang dengan Wang Yanshun.
Menurut orang dalam itu menyebutkan bahwa Wang Yanshun, yang berasal dari Provinsi Shandong, Tiongkok, bergabung dengan Tentara Pembebasan Rakyat pada tahun tahun 1987. Wang Yanshun bertugas di Batalyon Auto-Logistik Angkatan Udara Departemen Militer Beijing setelah lulus dari Universitas Logistik Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat pada tahun 1991.
Pada 9 tanggal Agustus 2019, Wang Yanshun dan Chen Yading, wakil komisaris politik garnisun, memimpin sekitar 400 tentara dari unit tersebut untuk menyumbangkan darah di Palang Merah Hong Kong. Info dilaporkan oleh HK01, sebuah kantor pro-Beijing. Itu adalah pertama kalinya Wang Yanshun tampil di depan umum di Hong Kong.
Pada tanggal 16 November 2019, Wang Yanshun memimpin sekitar 50 tentara Tentara Pembebasan Rakyat, anggota tim pasukan khusus elit, membersihkan batu bata dan barikade di jalan dekat Universitas Baptis Hong Kong di Kowloon.
Sementara para prajurit mengenakan kaus hijau zaitun dan kaus bola basket oranye, Wang Yanshun mengenakan kaus biru langit dan mengenakan arloji Rolex Oyster Perpetual Submariner Date Blue yang berantai emas putih.
Menurut Apple Daily, arloji itu seharga 259.000 HKD atau sekitar RP. 528 juta. Harga yang diberikan di situs web Rolex Amerika Serikat adalah usd 36.850.
Kemampuan Wang Yanshun untuk membeli aksesori mahal semacam itu menarik perhatian banyak netizen Tiongkok, yang mengejeknya sebagai “kolonel Rolex,” karena gaji para petugas Tentara Pembebasan Rakyat yang rendah, walaupun sebagai pejabat yang lebih tinggi. Menurut media Tiongkok, seorang seorang kolonel logistik hanya mengharapkan gaji bulanan sebesar 10.000 yuan atau sekitar Rp. 20 juta lebih.
Orang dalam mengatakan bahwa Wang Yanshun telah mengamankan posisinya melalui penyuapan, dan itu bukanlah untuk pertama kalinya ia menggunakan uang untuk mendapatkan promosi.
Misalnya, pada tahun 1999, Wang Yanshun membayar suap untuk dipromosikan menjadi komandan batalyon dari jabatan wakil komandan batalyon.
“Para pemimpin Departemen Logistik Angkatan Udara berencana untuk mempromosikan…seorang wakil komandan batalion untuk menjabat posisi tersebut,” orang dalam itu menjelaskan.
“Wang Yanshun menyuap komandan departemen dengan 80.000 yuan atau sekitar Rp. 162 juta dan menjabat posisi itu. Pada saat itu, gajinya kurang dari 2.000 yuan atau sekitar Rp. 4 juta per bulan, dan 80.000 yuan adalah jumlah uang yang sangat banyak,” kata orang dalam itu.
Berbicara mengenai tindakan Wang Yanshun baru-baru ini di Hong Kong, orang dalam mengatakan bahwa Wang Yanshun ingin dipromosikan menjadi wakil komandan garnisun dan berusaha meningkatkan kepercayaan atasannya.
“Tentu saja, Wang Yanshun akan menghabiskan sejumlah besar uang untuk menyuap jalannya ke posisi ini,” kata orang dalam itu.
Memberi suap untuk promosi telah menjadi praktik umum dalam Tentara Pembebasan Rakyat dalam beberapa dekade terakhir, yang mencerminkan tingginya tingkat korupsi di lembaga-lembaga negara dan Partai Komunis Tiongkok.
Pada tahun 2014, saat jenderal senior Tiongkok yang kini sudah meninggal, Xu Caihou sedang diselidiki, personel anti-korupsi yang dikirim untuk menyita harta haram di kediamannya seluas 2.000 are, dilaporkan menemukan ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan kekayaan dan sekotak uang tunai. Masing-masing harta itu ditandai dengan nama-nama petugas yang telah memberi uang suap kepada Xu Caihou.
Pada tanggal 5 Maret 2015, Ming Pao, surat kabar Hong Kong melaporkan bahwa Lin Xiaochang, pendiri dan ketua Hengchang International Co. Ltd. yang berbasis di Filipina, mengatakan kepada Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok mengenai peringkat suap di antara para petugas.
Menurut Lin Xiaochang, keponakannya bekerja untuk Tentara Pembebasan Rakyat. Keponakannya itu memberitahu besaran uang suap. Untuk posisi komandan kompi, perlu memberi kepada pemimpin uang sebesar 200.000 yuan atau sekitar Rp. 407 juta. Uang 300.000 yuan atau sekitar Rp. 611 juta untuk komandan batalyon, dan 1 juta yuan atau sekitar Rp. 2 milyar lebih untuk komandan resimen. (Vv)
Seorang tentara Tiongkok bergerak di pintu masuk ke markas besar Tentara Pembebasan Rakyat Hong Kong Garrison di distrik Admiralty di Hong Kong pada 7 Oktober 2019. (NICOLAS ASFOURI / AFP via Getty Images)
Pada 10 Desember 2019, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump berturut-turut melangsungkan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Lavrov di Washington DC. Topik pembicaraan antara lain memperpanjang “New Strategic Arm Reduction Treaty (New START), Intermediate-Range Nuclear Force Treaty”, pengendalian nuklir militer, kerjasama dagang Rusia dengan Amerika Serikat, situasi Semenanjung Korea, masalah Suriah, situasi di Venezuela dan wilayah timur Ukraina dan lain-lain.
Kunjungan dan pernyataan sikap Lavrov mau tak mau menjadi sorotan Beijing, dan tindakan Rusia itu membuat Beijing merasa terzalimi.
Peristiwa itu terjadi di tengah sikap dan tindakan Amerika Serikat terhadap Komunis Tiongkok secara menyeluruh mulai dari aspek ekonomi dagang, politik, militer, Hak Asasi manusia, teknologi, internet dan lain-lain. Juga saat upaya Beijing menggandeng Rusia, Korut, Turki, Iran dan Suriah untuk membentuk “Pakta Warsawa” baru guna melawan Amerika Serikat.
Awalnya, baik Amerika Serikat maupun Rusia menyampaikan niat untuk memperbaiki hubungan. Dalam konferensi pers bersama Pompeo dan Lavrov, Pompeo menyatakan, bahwa Amerika Serikat dan Rusia harus memperbaiki hubungan. Sementara Lavrov menyatakan, pihak Rusia akan terus berdialog dengan Amerika dan memperbaiki hubungan kedua negara yang saat ini kurang menguntungkan kedua negara, juga kurang sejalan dengan kepentingan global secara keseluruhan.
Jelas bahwa makna perkataan Lavrov adalah memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat akan sejalan dengan kepentingan Rusia, termasuk kepentingan politik dan juga ekonomi.
Seperti dalam bidang ekonomi, Lavrov mengatakan, walaupun ada sanksi, namun nilai perdagangan Rusia dengan Amerika Serikat di masa pemerintahan Trump telah meningkat hingga USD 27 milyar atau sekitar Rp. 377 triliun. Nilai itu naik sekitar sepertiga dari masa pemerintahan Obama yang hanya USD 20 milyar atau sekitar Rp. 279 triliun.
Hal itu menjelaskan pesatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat juga telah menguntungkan Rusia yang masih terkena sanksi. Dan keajaiban yang diciptakan Trump bagi Amerika Serikat serta dampak keras terhadap perekonomian Tiongkok. Itu juga dilihat jelas oleh Rusia. Oleh sebab itu Rusia kembali menyampaikan sinyal akan terus memperbaiki hubungan.
Lavrov juga mengungkapkan, bahwa pihaknya pernah membandingkan dengan data di Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Swedia. Diperoleh data bahwa perlengkapan militer Tiongkok dan Amerika Serikat ternyata jauh berbeda, baik dalam hal jumlah senjata maupun dalam struktur gudang nuklir. Tiongkok sama sekali bukan pemain yang setara dibandingkan dengan Rusia apalagi Amerika Serikat. Pompeo juga membenarkan.
Yang dimaksud dengan struktur gudang senjata nuklir adalah masing-masing rasio jumlah sarana pengangkut strategis dan jumlah hulu ledak nuklir strategis.
Menurut kesepakatan “New START” yang dicapai Amerika Serikat dengan Rusia tahun 2010 lalu, penempatan aktual hulu ledak nuklir strategis oleh Amerika Serikat dan Rusia harus dikurangi hingga kurang dari 1.550 buah. Penempatan aktual sarana angkut strategis harus dikurangi hingga kurang dari 700 unit. Setelah kesepakatan itu ditandatangani, baik pihak Amerika Serikat maupun Rusia telah mewujudkan aturan tersebut.
Kini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat maupun Rusia sama-sama membenarkan jumlah senjata nuklir dan struktur gudang nuklir Tiongkok tidak setara dengan Amerika maupun Rusia. Lalu apakah demi memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat, membuat Rusia membocorkan rahasia Komunis Tiongkok pada pihak Amerika Serikat?
Dengan terungkapnya rahasia itu, sebenarnya memberitahu Beijing, seberapa berat bobot Komunis Tiongkok, baik Amerika Serikat maupun Rusia sangat paham.
Rusia menyetujui usulan Amerika Serikat agar Tiongkok ikut serta dalam perundingan militer. Menurut Lavrov, jika Komunis Tiongkok bersedia berunding, maka akan membahas sebuah program pelucutan nuklir secara multilateral.
Sementara Pompeo menyatakan, “Banyaknya sistem persenjataan akan mengakibatkan ketidak-stabilan strategi, maka kami berpendapat tidak hanya melibatkan Komunis Tiongkok dalam perundingan pengendalian militer, juga harus memasukkan segala bentuk ‘sarana kekuasaan’ milik Komunis Tiongkok yang dapat menyebabkan ketidak-stabilan strategi ke dalam New START. Di samping itu, juga Intermediate-Range Nuclear Force Treaty dan semua kesepakatan lain yang telah ditandatangani sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang. Itulah tujuan Amerika Serikat, yang juga merupakan tujuan Rusia. Kami harus mewujudkan hal ini!”
Karena kesepakatan New START akan berakhir pada 2021 mendatang, Rusia berharap agar dapat diperpanjang. Namun menurut Amerika Serikat kesepakatan tersebut akan ditanda-tangani pada era lain. “Mulai saat itu ancaman stabilitas strategi telah mengalami perubahan”, yang bermakna bahwa Komunis Tiongkok juga secara besar-besaran mengembangkan senjata nuklir. Alasan yang sama sebelumnya ketika Amerika Serikat mundur dari Intermediate-Range Nuclear Force Treaty, untuk menghadapi tantangan dari Komunis Tiongkok, Amerika Serikat tidak ingin terbelenggu oleh kesepakatan tersebut.
Sebenarnya sejak 4 April 2019 lalu, saat menemui Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He, Trump telah menyatakan harapan agar Tiongkok, Rusia dan Amerika Serikat dapat bersama-sama mengurangi senjata. Waktu itu Rusia telah merespon aktif, tapi pihak Beijing justru menolak usulan Trump tersebut. Kali ini, Rusia kembali menyatakan sikap menyetujui usul Komunis Tiongkok, dan Beijing masih saja menolak melibatkan diri dalam perundingan pengendalian militer.
Diduga alasan Beijing menolak ikut serta dalam perundingan pengendalian militer adalah, agar Rusia dan Amerika Serikat tidak tahu persis jumlah senjata strategis yang dimilikinya, dan secara psikologis bermain strategi mengelabuhi lawan terhadapi Amerika Serikat.
Tokoh pengamat yang memahami perwira militer Amerika Serikat dan pasukan militer Tiongkok menyebutkan, di media cetak terkait jumlah rudal Tiongkok, tidak tertutup kemungkinan banyak unsur menipu. Mereka berkata, “penipuan” adalah strategi yang kerap digunakan oleh militer Tiongkok.
Tidak diragukan, tindakan Rusia mengambil hati Amerika Seikat dengan mengeluarkan uang banyak membeli minyak bumi dari Amerika Serikat, membuat petinggi Beijing yang berniat meminjam kekuatannya untuk bersama-sama melawan Amerika Serikat, tidak senang.
Sisa kegembiraan pesta beberapa bulan sebelumnya masih terasa. Xi Jinping yang berkunjung ke Moskow bulan Juni 2019 lalu, mendapat perlakuan skala tinggi dari Presiden Rusia, Putin. Keduanya menandatangani lebih dari 30 kesepakatan kerjasama, sehingga meningkatkan hubungan Tiongkok dan Rusia dari “hubungan rekan strategis” meningkat menjadi “hubungan rekan kerjasama strategi seluruh aspek era baru”. Kedua tokoh itu bahkan saling menyebut “sahabat yang paling baik” dan “sobat yang paling akrab”.
Akan tetapi, terlepas dari tujuan masing-masing tokoh, betapa pun permainan sandiwara mereka, tapi saling mewaspadai antara keduanya tidak pernah lenyap. Menurut berita Radio Free Asia, sejak sebelum kunjungan Pemimpin Tiongkok, Xi Jinping ke Rusia, juru bicara Rusia saat membicarakan perang dagang Amerika dengan Tiongkok mengatakan, “Ini bukan perang kami.”
Terhadap perang dagang Amerika Serikat – Tiongkok yang semakin menegang dan pengaruhnya terhadap Rusia, ajudan Presiden Rusia juga menyatakan sikap “tidak ada kaitannya dengan Rusia”. Pihak Rusia pun tidak mengeluarkan pernyataan dan tindakan apa pun yang mendukung Beijing dalam “menentang Amerika”.
Media massa Rusia lainnya mengungkapkan, proyek kereta api cepat “Moskow – Kazan” yang oleh Beijing selama ini dipropagandakan sebagai proyek percontohan kerjasama tingkat tinggi Tiongkok dengan Rusia, sampai saat ini tidak pernah terealisasi karena terus ditentang oleh Putin. Selain itu, banyak proyek kerjasama berskala besar Tiongkok dengan Rusia yang pernah digembar-gemborkan selama ini pada akhirnya tidak pernah ada realisasinya.
Kini Rusia telah beralih dari “tidak ada kaitannya dengan Rusia” terhadap perang dagang Amerika dengan Tiongkok, berubah menjadi menunjukkan bersikap baik pada Amerika. Rusia kembali menyatakan niatnya memperbaiki hubungan dengan Amerika. Sebenarnya itu merefleksikan, bahwa Moskow juga tidak memperhitungkan rezim Beijing, dan di baliknya terdapat kesimpulan yang diperoleh melalui analisa terhadap banyak data intelijen. Di tengah tren global anti komunis yang tengah terbentuk, pilihan Moskow sangat bijak. (SUD/WHS)
FOTO : Menlu AS Mike Pompeo bersaksi selama sidang di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat di Capitol Hill di Washington pada 25 Juli 2018. (Alex Wong / Getty Images)
Liputan reporter the Epoch Times, Zhong Yuan dan reporter Zhang Dongxu melaporkan dari Taipei-Taiwan
Tahun 2019 menandai ke-20 tahun penindasan dan penganiayaan komunis Tiongkok terhadap Falun Gong.
Melansir dari laporan epochtimes.com 8 Desember 2019, menyambut Hari Hak Asasi Manusia Internasional pada 10 Desember 2019, koordinator pengacara HAM Theresa Chu merilis statistik laporan global terbaru dalam gerakan tandatangan bersama, bertemakan “Dukungan masyarakat global pada rakyat Tiongkok yang menuntut hukum pidana terhadap Jiang Zemin atas kejahatannya melakukan penindasan dan penganiayaan terhadap Falun Gong”.
Sejak Juli 2015 hingga 5 Desember 2019, lebih dari 3,5 juta orang dari 37 negara di seluruh dunia menandatangani laporan pidana.
Tandatangan itu melaporkan ke Kejakasaan dan Mahkamah Agung Republik Rakyat Tiongkok atas kejahatan anti-kemanusiaan dan penganiayaan Jiang Zemin terhadap Falun Gong.
Jiang Zemin, lahir 17 Agustus 1926 yang kini berusia 93 tahun. Dia pemimpin generasi ketiga komunis Tiongkok setelah Mao Zedong dan Deng Xiaoping. Ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok sejak 1989 sampai dengan Tahun 2002.
Pengacara Theresa Chu mengatakan, sejak tahun 2000, praktisi Falun Gong telah mengajukan tuntutan hukum pidana terhadap pelaku Jiang Zemin baik di Tiongkok maupun di luar negeri.
Pada tahun 2015, diluncurkan “gerakan tandatangan bersama tentang dukungan masyarakat global pada rakyat Tiongkok. Gerakan tersebut menuntut hukum pidana terhadap Jiang Zemin atas kejahatannya melakukan penindasan dan penganiayaan terhadap Falun Gong”.
Gerakan tandatangan yang mencakup hingga benua Eropa, Asia dan Australia ini disebut-sebut sebagai gerakan HAM internasional yang menuntut tanggung jawab hukum terbesar di abad ke-21dari pemimpin Komunis Tiongkok yang melakukan pelanggaran HAM.
Hingga 5 Desember 2019, sebanyak 3.507.705 orang dari 37 negara dan wilayah di seluruh dunia telah menandatangani laporan kriminal terhadap tersangka Jiang Zemin.
Menurut statistik, jumlah terbanyak orang yang ikut serta melaporkan tindakan hukum pada Jiang Zemin berasal dari Taiwan yakni 1.172.920 orang, Jepang 838.295 orang, dan Korea Selatan 671.422 orang.
Sementara dari Eropa, total 28 negara ikut berpartisipasi dalam gerakan pengumpulan tandatangan, dengan jumlah gugatan terbanyak berasal dari Ukraina, Israel, Spanyol, Rusia, dan Rumania. Sedangkan jumlah orang dari Australia yang ikut melaporkan tindakan hukum terkait mencapai lebih dari 200.000 orang.
Secara keseluruhan, tandatangan tersebut berasal dari 37 negara yakni Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Makau, Malaysia, Singapura, Taiwan, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Republik Ceko, Denmark dan Estonia.
Negara lainnya adalah Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Belanda, Irlandia, Israel, Latvia, Lithuania, Moldova, Norwegia, Rumania, Polandia, Rusia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Turki, Inggris, Ukraina dan Australia.
Theresa Chu menuturkan, “dari tinjauan sejarah modern, di mana setelah semua tirani berakhir. Para pelakunya harus dituntut pertanggungjawaban hukumnya secara individu atas pelanggaran hak asasi manusia internasional dan hukum nasional.
Menurut Theresa, Tuhan tidak hanya akan melenyapkan komunis Tiongkok. Tetapi juga semua pejabat komunis Tiongkok yang secara brutal menindas dan membunuh rakyat Tiongkok, dari atas ke bawah.
Dia menambahkan, tidak ada yang akan luput dari tanggung jawab hukum, baik itu pelakunya, kaki tangannya, atau pemimpin yang melanggengkan kebijakan penindasan tersebut, pasti akan diadili. Jika tidak bertobat, dan terus melakukan penindasan, pada akhirnya akan diadili dan dihukum.”
Legislator Taiwan: Komunis Tiongkok menganiaya Falun Gong, melakukan kejahatan universal
Wang Dingyu, anggota majelis Komite Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Nasional Republik of China atau Taiwan, mengatakan bahwa penindasan terhadap manusia adalah kejahatan universal.
Wang Dingyu mengatakan, itulah sebabnya Falun Gong meluncurkan gerakan tangkap Jiang Zemin dan penjahat utama lainnya di banyak negara. Di masa lalu, ia telah melihat pengadilan Spanyol juga membuat beberapa putusan terkait. Karena itulah ada lebih dari 30 negara berpartisipasi dalam tandatangan bersama.
Semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam gerakan ini. Karena ada beberapa hal yang melampaui batas-batas negara, bahasa, dan kelompok etnis, yaitu menghormati setiap insan dan kehidupan.
Wang Dingyu mengatakan, “Kita melihat di internal Tiongkok yang dipimpin oleh Jiang Zemin di masa lalu, dimana baik itu pengambilan organ atau ikut serta dalam penindasan terhadap Falun Gong, mereka telah melakukan kejahatan universal.”
Sejauh yang dia ketahui, Wang Dingyu mengatakan telah melihat beberapa anggota Senat di Amerika Serikat yang berpartisipasi dalam gerakan pengumpulan tandatangan semacam itu. Jadi hal demikian adalah satu hal yang berharga dan sulit. Dikarenakan, akan menghadapi banyak tantangan saat diluncurkan, sebab kekuatan jahat kadang-kadang relatif besar.
“Tetapi kejahatan tidak akan menang melawan kebaikan. Ini adalah prinsip dasar kebenaran,” katanya
Wang Dingyu berharap orang yang tandatangan semakin banyak, di Taiwan, termasuk dirinya secara pribadi. Sejak awal telah berpartisipasi dalam pengumpulan tandatangan tersebut. Tindakan tersebut adalah satu hal yang benar dan harus tetap bertahan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Progresif Demokratik Taiwan Lee Chun-yi, mengatakan bahwa Falun Gong dianiaya oleh otoritas Tiongkok di Tiongkok. Bahkan pengambilan organ. Praktisi Falun Gong sekarang menuntut Jiang Zemin melalui jalur hukum resmi.
“Kami semua mendukung dan berharap semakin banyak orang di dunia mengetahui hal-hal seperti itu. Komunis Tiongkok menindas HAM dan praktisi Falun Gong,” katanya.
Li Cunyi berharap masalah tersebut bisa dipahami masyarakat internasional dan peduli, terutama negara-negara demokrasi yang sekarang dipimpin oleh Amerika Serikat, yang telah berulang kali mengangkat isu tersebut.
Kegiatan Falun Gong itu dapat menarik perhatian masyarakat di seluruh dunia dan berpartisipasi mengumpulkan tandatangan bersama. Dia mengatakan, hal yang terpenting adalah semua orang menjunjung tinggi nilai-nilai dasar hak asasi manusia.
“Keberhasilan mengumpulkan tandatangan bersama menuntut Jiang Zemin menunjukkan orang-orang yang di dunia yang mendukung hak asasi manusia itu sangat banyak,” katanya.
Dia menyerukan kepada otoritas komunis Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong.
Bernie Finn, anggota Partai Liberal yang juga merupakan bagian dari Dewan Legislatif Victoria Australia, mengatakan: “Tandatangan masyarakat untuk melaporkan tindakan hukum atas penganiayaan yang dilakukan tersangka itu sangatlah penting.”
Dengan demikian, otoritas Tiongkok menjadi mengetahui bahwa setiap orang yang membubuhkan tandatangan dalam gerakan itu, sedang memantau penindasan yang terjadi di Tiongkok. Karena sangat mudah untuk mengatakan, ‘Penganiayaan itu mengerikan,’ tetapi jika Anda tidak mengambil tindakan, maka Anda tidak bisa membantu sama sekali secara nyata.”
Anna Kamykowska yang tinggal di Krakow, Polandia, langsung membubuhkan tandatangannya ketika dia melihat meja pengumpulan tandatangan untuk praktisi Falun Gong.
“Saya mengetahui tentang Falun Gong di alun-alun ini beberapa tahun yang lalu, pada saat itu, saya juga membubuhkan tanda tangan menentang pengambilan organ praktisi Falun Gong,” kata Anna sambil membubuhkan tandatangan.
Ia mengatakan, masalah tersebut sangat penting dan tidak boleh menutup mata ketika melihatnya.
“Saya mendukung kalian memerangi penganiayaan dan memberkati kalian. Jagalah diri kalian!” kata Anna.
Melansir dari id.falundafa.org, Falun Dafa juga disebut Falun Gong adalah sebuah latihan kultivasi peringkat atas di mana “berasimilasi dengan karakter tertinggi alam semesta – Sejati, Baik, Sabar. Fokus dari latihan Falun Dafa adalah pada hati, mengultivasikan hati dan pikiran seseorang, atau “Xinxing.”
Disebutkan, dikarenakan populernya latihan Falun Gong di Tiongkok, memicu kecemburuan dari Jiang Zemin. Hingga ia meluncurkan penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai pada Juli 1999.
Jiang Zemin mengeluarkan tiga perintah terkait Falun Gong yakni Cemarkan Reputasinya, Bangkrutkan Secara Finansial dan Hancurkan Secara Fisik.
Bahkan Jiang Zemin dengan kroninya memanfaatkan Kedubes Tiongkok di seluruh dunia untuk melakukan intervensi kepada pemerintah setempat turut mengekang aktivitas Falun Dafa dengan berbagai hoax, fitnah dan propoganda hitam. Hingga kejahatan paling mengerikan yakni pengambilan organ tubuh secara paksa. (jon/asr)
FOTO : Praktisi Falun Gong memegang spanduk referensi Jiang Ziemin, pemimpin Tiongkok sebelumnya yang bertanggung jawab untuk melakukan penganiayaan terhadap Falun Gong, selama pawai Falun Gong di Manhattan pada 15 Mei 2015. (Edward Dye / Epoch Times)
Pada hari itu, ketika Nuh berusia 600 tahun, di tanggal 17 bulan II, batas waktu yang dipilih Tuhan tiba. Mengikuti perintah Tuhan, Nuh pindah ke dalam bahtera bersama istrinya, tiga putra, dan tiga menantu perempuan.
Ia membawa mereka ke dalam bahtera, beserta sejumlah burung, ternak, dan serangga, setiap jenis satu pasang, serta semua jenis makanan. Ketika semua makhluk hidup telah masuk, Tuhan menutup pintu bahtera.
Setelah tujuh hari, hujan turun dengan derasnya, selama empat puluh hari empat puluh malam, mata air di jurang pada terbuka. Jendela-jendela di langit terbuka, banjir bandang bermunculan, level air semakin pasang.
Bahtera itu ternyata telah melayang mengapung dari atas tanah, semua gunung tinggi terendam air, bahkan gunung tertinggi di dunia pun berada 7 meter di bawah permukaan air. Kecuali untuk keluarga Nuh yang beranggotakan delapan orang, semua manusia, hewan, dan tanaman yang hidup di darat mengalami kehancuran.
Air bah membanjiri selama 150 hari, dan
Tuhan memerintahkan hujan untuk berhenti. Angin meniup air, dan air
berangsur-angsur surut. Bahtera Nuh berlabuh di bukit tepi gunung Ararat,
Turki.
Setelah beberapa hari kemudian, Nuh
membuka jendela bahtera dan melepaskan seekor burung gagak, burung gagak
terbang tanpa kembali.
Lalu dia melepaskan seekor burung merpati,
karena air ada di mana-mana, merpati tidak dapat menemukan tempat untuk
beristirahat dan terbang kembali ke bahtera.
Tujuh hari kemudian, Nuh melepaskan merpati
lagi. Pada saat senja, burung merpati
itu terbang kembali dengan membawa daun zaitun. Dari situ Nuh menilai air di bumi sudah surut.
Setahun kemudian, airnya benar-benar
kering, Nuh dan keluarganya serta semua hewan keluar, dan manusia serta hewan
berangsur-angsur berkembang-biak kembali di dunia.
Pasca banjir, karena hilangnya
perlindungan lapisan air di permukaan bumi, mulai ada empat musim yang silih
berganti.
Mengapa Bahtera Nuh tanpa
kemudi?
Ditemukan dalam Alkitab bahwa bahtera
yang dibuat oleh Nuh sesuai dengan rancangan Tuhan dalam hal model, bahan, dan
ukurannya.
Tetapi Bahtera Nuh yang dirancang oleh Tuhan ini tidak memiliki kemudi, ini apa sebabnya?
Dari sisa-sisa Bahtera Nuh, dapat juga disaksikan bahwa di tampak depan bahtera tidak ada jendela yang terbuka. Juga tiada jendela di ruang kemudi, hanya ada skylight yang dapat ditembus oleh cahaya. Ini mengapa pula? Tanpa kemudi, bagaimana bahtera dapat dikemudikan dalam banjir?
Di hari kiamat, tidak ada jalan untuk
keluar, tidak ada tempat untuk melarikan diri dalam bencana. Orang tidak perlu
melihat dunia disekitarnya, hanya melihat Tuhan di langit, karena hanya ada
satu jalan menuju surga, ini adalah satu-satunya jalan Tuhan.
Bahtera Nuh tidak membutuhkan kemudi,
dan Tuhan memegang kendali dengan kekuatan ilahinya.
Bahtera Nuh tidak membutuhkan kemudi, ini
juga wujud hati kepercayaan Nuh: Untuk berpasrah diri sepenuhnya kepada Tuhan, barulah
jiwa memiliki sandaran yang sejati, maka kehidupan baru memiliki arahan, barulah
manusia memiliki masa depan.
Banyak orang yang percaya pada Tuhan di
zaman sekarang, menyembah dengan saleh dan beribadah. Tetapi mereka selalu hanya
mengikuti arahan mereka sendiri, merencanakan begini dan begitu, khawatir ini
dan itu. Sebenarnya yang ia percayai adalah dirinya sendiri. Ia bahkan mengawatirkan
pengaturan Tuhan, tidak mempercayai bahwa pengaturan Tuhanlah pasti yang
terbaik.
Pengaturan Tuhan jauh melebihi pengaturan
manusia, dan kecerdasan manusia selamanya tidak pernah bisa memahami makna yang
terkandung di baliknya.
Semua nubuat dari bangsa-bangsa di dunia berbicara tentang malapetaka
yang dihadapi umat manusia saat ini. Penebusan atau kehancuran? Manusia
memiliki cukup waktu untuk mendengar peringatan itu.
Pada zaman Nuh, ketika Tuhan menggunakan
air bah untuk melenyapkan manusia, Ia juga mempersiapkan bahtera bagi manusia.
Apakah orang-orang yang terbunuh oleh air bah di masa lalu berpikir bahwa perkataan
Nuh adalah peringatan?
Jika Bahtera Nuh telah terbukti
kebenarannya, ini bukan lagi pertanyaan tentang apakah Anda percaya atau tidak
percaya, maka di hari ini, dapatkah Anda menemukan “bahtera” untuk melarikan
diri dari bencana esok? (SUD/WHS)
Komunis Tiongkok membuka front baru di internet untuk kampanye lebih dari satu dekade untuk menutup Shen Yun. Yang mana pertunjukannya menantang catatan hak asasi manusia rezim Komunis Tiongkok dan identitas kebudayaan.
Hasil pencarian Google untuk perusahaan Shen Yun Performing Arts mengarahkan pengguna ke propaganda rezim Komunis Tiongkok. Di antara hasil teratas adalah beberapa artikel yang sejalan dengan poin pembicaraan rezim Komunis Tiongkok atau diproduksi langsung oleh rezim komunis Tiongkok. Mesin pencari lain tidak menghasilkan hasil ini.
Apakah Google secara aktif mencari untuk menargetkan Shen Yun dalam sudut pandang Komunis Tiongkok? masih tidak jelas. Mesin pencari itu sendiri dapat dimanipulasi.
Seni yang Membangkitkan Amarah
Sejak awal, rezim Komunis Tiongkok menentang Shen Yun karena dua alasan: Ancaman yang ditimbulkan oleh kebangkitan kembali kebudayaan tradisional Tiongkok, dan penggambaran penganiayaan terhadap latihan spiritual Falun Gong yang artistik oleh Shen Yun.
Berawal dari tahun 2007 sebagai perusahaan tari dan musik di bagian utara New York, Shen Yun berkeyakinan untuk menghidupkan kembali kebudayaan tradisional Tiongkok dan menampilkan 5.000 tahun sejarah seni melalui seni.
Pertunjukan Shen Yun yang meriah, dipuji oleh para kritikus untuk penguasaan artistik, telah menjadi andalan di panggung-panggung dari Lincoln Center di New York hingga Palais des Congrès di Paris.
Sementara itu, sebagian besar tarian bermuatan motif sejarah dan rakyat, beberapa tarian Shen Yun juga menggambarkan penganiayaan keyakinan di Tiongkok saat ini. Dan, bagian ini telah menjadi duri bagi pihak rezim Komunis Tiongkok.
Rezim Komunis Tiongkok menargetkan Shen Yun dengan perangkat propaganda yang luas. Seperti yang disadari kelompok seni tersebut baru-baru ini. Beberapa propaganda tersebut ditampilkan secara menonjol dalam produk Google, termasuk hasil pencarian.
Hal tersebut nampak bagi Shen Yun, karena internet dipenuhi dengan artikel berita dan video yang menampilkan artis, kritikus seni, dan selebritas memuji Shen Yun. Namun demikian, Google tampaknya mendukung beberapa artikel dan situs web, termasuk yang langsung diproduksi oleh rezim Komunis Tiongkok, yang menyebarkan klaim palsu mengenai Shen Yun.
“Tidak peduli berapa banyak ulasan positif…Namun tetap saja, di peringkat teratas Google ada artikel-artikel negatif ini,” kata Leeshai Lemish, seorang pembawa acara Shen Yun, mengatakan kepada NTD, afiliasi The Epoch Times.
Misalnya, ketika pengguna mengetik “Shen Yun” di bilah pencarian Google, salah satu istilah pencarian yang disarankan adalah “pemujaan shen yun.” Asosiasi ini datang langsung dari rezim komunis Tiongkok.
Semuanya untuk Melawan Falun Gong
Para seniman Shen Yun mengatakan di situs web mereka, bahwa mereka mengambil nilai-nilai mereka dari Falun Gong, sebuah latihan meditasi yang mana para praktisinya dianiaya dengan kejam oleh rezim komunis di Tiongkok selama lebih dari dua dekade.
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan meditasi yang mencakup serangkaian ajaran moral berdasarkan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar. Falun Gong dilarang oleh rezim Komunis Tiongkok pada tahun 1999. Dikarenakan Falun Gong sangat populer. Perkiraan resmi pada saat itu menyebutkan jumlah warga Tiongkok yang berlatih Falun Gong mencapai 70 juta hingga 100 juta.
Falun Gong adalah topik yang sangat pelik bagi rezim Komunis Tiongkok, karena berhubungan langsung dengan salah satu pelanggaran yang paling mengerikan yang dilakukan oleh rezim Komunis Tiongkok — menghasilkan uang dengan membunuh minoritas umat beriman dan menjual organ mereka.
Awal tahun ini, pengadilan ahli di London menyimpulkan bahwa rezim Komunis Tiongkok memang telah membunuh rakyatnya sendiri dan menjual organ rakyatnya untuk transplantasi “dalam skala yang bermakna.” Selain itu, korban utama adalah orang-orang yang ditahan karena berlatih Falun Gong.
Kelompok korban lainnya termasuk umat Kristen bawah tanah sebuah jamaah kristen yang menolak untuk menerima versi Kristen yang disensor dalam gereja yang didukung rezim Komunis Tiongkok. Serta minoritas umat Muslim Uighur.
Informasi mengenai penganiayaan yang sampai ke masyarakat — sebagian besar berkat pelaporan oleh media independen termasuk The Epoch Times. Laporan sangat membantu membongkar kedok Beijing yang berupaya menggambarkan citranya sebagai kekuatan dunia modern, sah, dan bertanggung jawab.
Siasat rezim Komunis Tiongkok adalah untuk menyebut Falun Gong sebagai “aliran sesat.”
Kampanye yang Menyesatkan
Saat penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai, rezim Komunis Tiongkok menyalahkan praktisi Falun Gong atas setiap kesalahan yang mungkin terjadi. Jika pembunuhan terjadi, media yang dikendalikan negara Tiongkok akan menyalahkan Falun Gong.
Jika informasi negatif mengenai rezim Komunis Tiongkok lolos ke masyarakat media akan menyalahkan Falun Gong karena “menyebarkan desas-desus.” Bahkan serangan sarin yang mematikan pada tahun 1995 di kereta bawah tanah Tokyo yang dilakukan oleh pemujaan Aum Shinrikyo, secara retrospektif disalahkan pada Falun Gong oleh propaganda rezim Komunis Tiongkok.
“Salahkan saja Falun Gong,” lirik yang ditulis oleh musisi Axl Rose dari “Gun N Roses” yang tenar dalam lagunya di tahun 2008 berjudul “Chinese Democracy” — sebuah pukulan ironis pada kampanye yang menyesatkan oleh rezim Komunis Tiongkok.
Pada tahun 2001, rezim Komunis Tiongkok menciptakan insiden di mana beberapa orang membakar diri di Lapangan Tiananmen di Beijing dan menyalahkan Falun Gong.
Ketika sebuah film dokumenter pemenang penghargaan mengungkapkan bahwa insiden itu diciptakan — memperlihatkan dalam cuplikan gambar milik rezim Komunis Tiongkok itu sendiri bahwa salah satu korban benar-benar dipukul di kepala dengan benda tumpul oleh seorang pria yang mengenakan mantel militer.
Rezim Komunis Tiongkok hanya memotong bagian-bagian yang memberatkan dari cuplikan gambar tersebut dan merilisnya kembali menjadi potongan propaganda. Demikian komentator politik Tiongkok bernama Heng He yang dimuat dalam tajuk rencana The Epoch Times pada tahun 2009.
Hingga hari ini, turis Tiongkok kadang terpana melihat praktisi Falun Gong berlatih secara bebas di taman-taman di luar negeri. Akibat propaganda dalam negeri Tiongkok awalnya mengklaim bahwa Falun Gong adalah ilegal di seluruh dunia. Mungkin sangat kontras dengan propaganda tersebut. Ratusan ribu orang di Taiwan, negara tetangga Tiongkok, berlatih tanpa mengakibatkan kesengsaraan yang aneh seperti yang dikaitkan dengan Falun Gong di Tiongkok Daratan.
Rezim Komunis Tiongkok juga berusaha memasukkan propaganda tersebut ke dalam pers Barat. Makalah seperti The New York Times dan The Washington Post, telah lama memasukkan sisipan yang secara resmi ditandai sebagai iklan. Tetapi sebenarnya adalah propaganda yang diproduksi oleh rezim Komunis Tiongkok.
Kadang-kadang, rezim Komunis Tiongkok bahkan mengatur agar media Barat memasukkan propaganda dalam pelaporan berita mereka.
Dalam kasus semacam itu, biasanya tidak jelas apakah rezim Komunis Tiongkok memengaruhi outlet secara langsung atau apakah propaganda tersebut masuk dalam muatan berita akibat kecerobohan editorial.
Namun demikian, beberapa artikel mengenai Shen Yun ditampilkan secara menonjol dalam hasil pencarian Google, memberikan lebih banyak paparan propaganda Beijing daripada kebanyakan tanggapan tulus terhadap pertunjukan Shen Yun.
Kadang-kadang, terutama ketika mencari istilah yang berhubungan dengan Shen Yun dalam bahasa Mandarin. Propaganda rezim komunis Tiongkok ditempatkan lebih tinggi dalam hasil pencarian daripada halaman resmi Shen Yun.
Halaman yang mencemari citra Shen Yun di situs Kedutaan Besar Tiongkok di Washington, cenderung muncul di antara 15 hasil pencarian teratas di Google.
Namun demikian, seseorang akan sulit sekali menemukan halaman tersebut bila menggunakan mesin pencari lain, seperti Yahoo, Bing, dan DuckDuckGo, kecuali seseorang mencermati hasil pencarian secara lebih mendalam.
Komunis Tiongkok vs Tradisi
Alasan lain mengapa Komunis Tiongkok mencemari Shen Yun adalah ancaman promosi kebudayaan tradisional Shen Yun terhadap rezim Komunis Tiongkok. Sejak awal rezim komunis Tiongkok berusaha untuk mencabut kebudayaan tradisional Tiongkok.
Selama Revolusi Kebudayaan dari tahun 1960-an hingga1970-an , rezim komunis Tiongkok berusaha menghilangkan kebudayaan tradisional Tiongkok secara sempurna. Teks dan monumen bersejarah dibakar dan dihancurkan sementara para sarjana dan biarawan dihina, dipenjara, dan dibunuh.
Kepercayaan tradisional telah digantikan dengan apa yang kadang disebut orang Tiongkok sebagai “kebudayaan Partai.” Sebuah bentuk campuran revisionisme historis, ateisme dogmatis, materialisme, dan pengejaran kekuasaan dan laba yang diam-diam disetujui demi keuntungan yang dikondisikan atas kepatuhan pada rezim Tiongkok.
Bahkan kebudayaan tradisional itu sendiri ditafsirkan kembali untuk melayani tujuan Komunis Tiongkok. Loyalitas, misalnya, adalah salah satu dari lima kebajikan utama Konfusianisme.
Secara tradisional, loyalitas termasuk konsep mengkritik atasan seseorang untuk membantu sang atasan memperbaiki kekurangannya. Namun, dalam kebudayaan Partai, loyalitas berarti kepatuhan secara membabi buta kepada Komunis Tiongkok.
Di sisi lain, Shen Yun tidak hanya menampilkan kebudayaan tradisional. Akan tetapi secara terbuka membela prinsip-prinsip yang mendasarinya serta menentang penghancuran dan penganiayaan terhadap kebudayaan tradisional. menurut komentator politik Tiongkok Zhang Tianliang, akan membubarkan basis ideologis rezim Komunis Tiongkok.
“Ketika kepercayaan kebudayaan tradisional dan nilai-nilai moral hidup kembali, hati nurani masyarakat juga akan bangkit. Kebudayaan Partai yang terpecah belah tidak dapat dihindari.
Saat hal itu terjadi, Komunis Tiongkok, sebuah sistem politik yang jahat, akan kehilangan lingkungan tempat ia bergantung untuk bertahan hidup,” tulis Zhang Tianliang dalam tajuk rencana The Epoch Times tahun 2008 silam.
Setelah pembangkang Komunis Tiongkok Wei Jingsheng menonton Shen Yun pada tahun 2013, ia berkata, “Shen Yun telah menjadi tantangan terbesar bagi Komunis Tiongkok. Orang Tiongkok telah tersadar akan keindahan kebudayaan tradisionalnya sendiri.”
“Rakyat Tiongkok melihat bahwa apa yang disajikan Shen Yun adalah kebudayaan sejati milik mereka, dan kebudayaan yang disajikan oleh Komunis Tiongkok adalah salah,” kata Wei Jingsheng.
“Dalam hal ini, Shen Yun sangat penting bagi rakyat Tiongkok,” katanya.
Kampanye yang Didokumentasikan
Propaganda dalam hasil pencarian Google terjadi dalam konteks rezim Komunis Tiongkok yang berusaha menyabotase kinerja Shen Yun. Di mana Shen Yun mengidentifikasi banyak contoh. Siasat yang paling umum adalah menggunakan Kedutaan Besar Tiongkok setempat untuk menindas tempat acara agar tidak membiarkan Shen Yun tampil.
Namun, upaya itu sebagian besar adalah gagal. Shen Yun terus berkembang dalam ukuran dan kini sudah memiliki tujuh perusahaan tur yang secara kolektif tampil di depan sekitar satu juta orang per tahun.
Siasat lain adalah menindas politisi untuk tidak menghadiri pertunjukan Shen Yun atau tidak mengeluarkan pernyataan yang mendukung Shen Yun. Namun, tampaknya sebagian besar upaya menjadi bumerang dan bukannya menimbulkan desas-desus mengenai Shen Yun di kalangan politik.
Dalam beberapa kasus, politisi mengungkap kampanye yang menindas di media, memprotes upaya Komunis Tiongkok untuk meredam kebebasan berekspresi di luar negeri. Rezim Komunis Tiongkok juga berusaha menekan media secara langsung.
Pada tahun 2008, sebuah stasiun televisi yang disponsori pemerintah di Republik Ceko mengundang para pemain Shen Yun untuk wawancara. Di depan kamera pembawa acara menunjukkan sebuah surat dari Kedutaan Besar Tiongkok yang mendesak stasiun televisi tersebut untuk tidak terlibat dalam pertunjukan Shen Yun di Praha pada tahun itu.
“Kami bukanlah televisi Tiongkok, juga bukan televisi milik pemerintah, jadi keuntungan kami adalah kami dapat mengundang siapa pun yang kami inginkan. Ini mungkin sedikit berbeda di Tiongkok,” komentar salah satu pembawa acara TV pada saat itu.
Kekuatan Google
Tidak jelas apakah Google telah memanipulasi hasil pencarian terkait Shen Yun dengan sengaja, apakah hasilnya miring secara tidak sengaja, atau apakah rezim Komunis Tiongkok telah memainkan mesin pencari Google.
Namun, hasilnya adalah sama. Dan hasil itu adalah penting. Dengan mengendalikan 90 persen pencarian internet global, Google memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi penggunanya.
Psikolog penelitian Robert Epstein membuktikan dalam eksperimen bahwa ia dapat mempengaruhi opini orang-orang hanya dengan mendorong hasil tertentu dalam pencarian internet ke atas dan ke bawah.
Robert Epstein juga menunjukkan, bahwa Google menggunakan kekuatannya dengan cara yang memengaruhi jutaan suara dalam pemilihan umum Amerika Serikat baru-baru ini.
“Metode yang digunakan Google adalah tidak terlihat. Metode yang digunakan adalah penyisipan secara tersembunyi. Metode tersebut lebih kuat daripada kebanyakan efek apa pun yang pernah saya lihat dalam ilmu perilaku dan saya telah mendalami ilmu perilaku selama hampir 40 tahun,” kata Robert Epstein bersaksi di sidang subkomite Kehakiman Senat pada tanggal 16 Juli.
Bias
Google tidak menanggapi permintaan komentar, tetapi perwakilan Google telah berulang kali mengatakan kepada Kongres bahwa Google tidak secara manual mengubah hasil pencarian. Namun, Google mengakui bahwa algoritma pencariannya sebagian bekerja dari data yang dihasilkan oleh ulasan manual dari masing-masing situs web.Google menggunakan apa yang disebut “penilai” yang tugasnya menentukan nilai “Keahlian, Keabsahan, Kepercayaan” untuk situs web.
Terserah para penilai untuk melakukan penelitiannya sendiri, sehingga jika mereka membuat penilaiannya pada informasi yang tidak lengkap atau palsu atau jika mereka memasukkan bias mereka sendiri ke dalam peringkat, algoritma pencarian kemudian dapat menghasilkan hasil yang miring.
Selain itu, banyak kebocoran, rekaman yang menyamar, dan pelapor pelanggaran menunjukkan bahwa Google juga secara sengaja mengubah algoritma. Sehingga hasilnya mencerminkan pandangan dunia yang disukai oleh Google — menyebut Google sebagai “keadilan pembelajaran mesin.”
Beberapa dokumen yang bocor dan rekaman yang menyamar mengindikasikan bahwa pandangan dunia yang didorong oleh Google dipengaruhi oleh teori interseksi semu-Marxis.
Informasi ini memangkas klaim berulang Google bahwa Google membuat dan menjalankan produknya menjadi netral secara politik. Faktanya, kepentingan Google paling selaras dengan politik kiri kontemporer yang didominasi oleh Interseksionalitas atau sebuah teori Teori sosiologi feminis yang pertama kali disebut oleh Kimberlé Crenshaw pada tahun 1989 silam. Hal demikian menurut Michael Rectenwald, mantan profesor studi liberal di Universitas New York dan penulis ” Archipelago Google: Gulag Digital dan Simulasi Kebebasan.”
Ideologi raksasa digital seperti Google dan Facebook dapat digambarkan sebagai “perusahaan kiri” dan memiliki kemiripan dengan ideologi “sosialisme dengan karakteristik Tiongkok” yang dipraktikkan oleh rezim komunis di Tiongkok, kata Michael Rectenwald.
Meski demikian, Google tidak serta-merta mempromosikan propaganda Komunis Tiongkok dengan sengaja.
Mempengaruhi Operasi
Algoritme Google juga merespons sinyal yang dapat dimanipulasi dari luar. Peringkat halaman web dapat ditingkatkan jika halaman otoritatif lainnya terhubung ke halaman tersebut, kata Alexander Kehoe, pakar optimisasi mesin pencari dan co-founder Caveni Digital Solutions, sebuah perusahaan pengoptimalan mesin telusur dan pemasaran digital.
Rezim Komunis Tiongkok berada dalam posisi untuk memanfaatkan fitur ini guna meningkatkan konten tertentu dalam hasil pencarian.
“Aktor negara…memiliki sumber daya untuk membuat [situs web] palsu atau membuat begitu banyak situs web lain yang terkait dengan anda sehingga anda terlihat otoritatif, meskipun hal tersebut adalah buatan dan bukan organik,” kata Alexander Kehoe kepada The Epoch Times.
Memang, rezim komunis Tiongkok menjalankan operasi pengaruh online besar-besaran. Sebuah studi pada tahun 2017 yang diterbitkan dalam American Political Science Review mengatakan, bahwa rezim Komunis Tiongkok mempekerjakan sebanyak 2 juta troll buzzer internet, yang memposting sekitar 488 juta pesan misinformasi atau sengaja disesatkan setiap tahun.
Baru-baru ini, rezim Tiongkok menggunakan kampanye online yang diproduksi untuk memengaruhi persepsi masyarakat mengenai unjuk rasa di Hong Kong, sebuah analisis oleh The Wall Street Journal menunjukkan. Pada tahun 2018, rezim Komunis Tiongkok menggunakan siasat serupa untuk mempengaruhi pemilihan umum di Taiwan, demikian pengakuan seorang pria sebagai mata-mata Tiongkok yang membelot.
Leeshai Lemish yakin rezim Komunis Tiongkok menggunakan buzzer troll internet miliknya untuk memposting di media sosial dan di tempat lain tautan ke halaman propaganda yang menindas Shen Yun untuk meningkatkan peringkatnya.
“Hal tersebut membuat kami bekerja lebih keras karena hanya melalui cara normal orang-orang menemukan sesuatu hari ini adalah mencari melalui Google dan mendengar mengenai Shen Yun di media sosial,” kata Leeshai Lemish.
“Rezim Tiongkok sungguh berusaha keras untuk tidak mengizinkan kami menggunakan saluran-saluran itu, dan kemudian menciptakan kesan negatif pada orang-orang untuk mempersulit kami menjual tiket.”
Kadang-kadang para buzzer troll internet mudah dikenali karena mereka tidak fasih berbahasa Inggris, gaya mereka dalam berbahasa Inggris adalah khas untuk beberapa orang di Tiongkok Daratan di posting online mereka, kata Leeshai Lemish.
Alexander Kehoe menyebut buzzer troll internet milik rezim Tiongkok adalah “sangat terang-terangan.”
“Hampir mirip dengan mereka yang sungguh-sungguh mengikuti garis Komunis Tiongkok…Tidak ada orang Amerika Serikat yang dengan sungguh-sungguh mengatakan sesuatu seperti ini,” kata Alexander Kehoe.
Adalah jelas bahwa Google setidaknya menyadari upaya rezim Komunis Tiongkok. Awal tahun ini, Twitter, Facebook, dan YouTube, yang dimiliki oleh Google, menangguhkan ratusan akun yang terhubung dengan operasi informasi rezim Komunis Tiongkok yang berusaha merusak gerakan unjuk rasa di Hong Kong.
Dengan pemilihan presiden tahun 2020 mendatang, operasi pengaruh politik asing kemungkinan akan tetap menjadi topik hangat. (Vv/asr)
Negara-negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara mengadakan pertemuan puncak di London pada tanggal 3 dan 4 Desember 2019.
Pada pertemuan itu, untuk kali pertama, NATO memasukkan tantangan strategis dari Komunis Tiongkok ke dalam agendanya. itu mungkin menandakan panah Perang Dingin baru negara Barat terhadap komunis Tiongkok.
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jens Stoltenberg mengatakan pada pertemuan NATO bahwa “kebangkitan komunis Tiongkok menimbulkan risiko keamanan bagi semua sekutu NATO”, dan NATO perlu menemukan “keseimbangan untuk menghadapi tantangan dari komunis Tiongkok. Itu adalah pertama kalinya NATO menempatkan ancaman komunis Tiongkok ke dalam agendanya.
Deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi NATO menyatakan bahwa pengaruh komunis Tiongkok yang semakin besar dan kebijakan internasionalnya menimbulkan tantangan bagi aliansi NATO.
Setelah 70 tahun memusatkan perhatian untuk menghadapi Rusia, kini Pakta Pertahanan Atlantik Utara memperluas pandangannya kepada tantangan dari Tiongkok.
Mengapa NATO menempatkan komunis Tiongkok, rezim totaliter terbesar di dunia ini?
Berikut ini beberapa alasannya.
1. Investasi anggaran besar di bidang militer
Anggaran pertahanan Komunis Tiongkok naik 7,5 persen dari tahun lalu menjadi 1,19 triliun yuan atau setara Rp. 2.500 triliun pada 2019. Sementara anggaran belanja pertahanan tahun 2018 adalah 1,10 triliun yuan atau sekitar Rp. 2.404 triliun. Angka itu meningkat 8,1%. Peningkatan anggaran pertahanan untuk tahun 2017 dan 2016 masing-masing sebesar 7% dan 7,6%.
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi, product domestic bruto (PDB) Tiongkok melambat. Demikian juga tingkat pertumbuhan belanja pertahanan komunis Tiongkok melambat. Namun pertumbuhan belanja pertahanan masih lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan PDB.
Dalam 10 tahun sebelum tahun 2016, tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata dari pengeluaran anggaran pertahanan komunis Tiongkok melampui 12%.
Pengeluaran militer komunis Tiongkok telah meningkat selama 25 tahun berturut-turut, menjadi negara dengan pengeluaran militer tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Meskipun pengeluaran militer komunis Tiongkok tinggi, namun menurut dunia luar, pengeluaran militer komunis Tiongkok jauh lebih rendah dari pengeluaran sebenarnya.
Menurut laporan Financial Times pada Maret 2019, bahwa anggaran pertahanan resmi Komunis Tiongkok tidak mencakup semua pengeluaran yang harus diklasifikasikan sebagai pengeluaran militer sesuai dengan definisi internasional, misalnya pengeluaran Angkatan Kepolisian Bersenjata dan serangkaian unit militer tambahan, biaya penelitian dan pengembangan militer.
Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau SIPRI, Institut Internasional untuk Studi Strategis dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat memperkirakan, bahwa total pengeluaran militer Komunis Tiongkok setidaknya sepertiga lebih tinggi dari angka anggaran pertahanan resminya.
2. Militer komunis Tiongkok mengancam keamanan Barat
Seiring meningkatnya pengeluaran militer komunis Tiongkok, negara Barat memperhatikan dengan seksama hal itu dan memonitor secara ketat tujuan strategis militer Tiongkok di kawasan, termasuk pengembangan kapal induk, rudal anti-satelit, dan intelijen.
Dalam parade militer pada 1 Oktober 2019, Komunis Tiongkok memajang banyak peralatan militer baru, termasuk rudal jarak jauh antar benua, yang mampu menjangkau seluruh Eropa dan Amerika Serikat, yang secara langsung mengancam keamanan negara-negara Barat.
Selain rudal, komunis Tiongkok juga secara aktif mengembangkan pasukan angkatan udara dalam beberapa tahun terakhir. Berusaha dengan berbagai cara mencuri teknologi canggih Barat dan mengembangkan jet-jet tempur yang berbeda.
Komunis Tiongkok juga secara aktif mengembangkan pasukan angkatan laut. Pada 25 September 2012, kapal induk pertama Komunis Tiongkok Liaoning mulai dioperasikan. Kapal induk Tipe 002 akan mulai beroperasi pada 2019. Sementara kapal induk 003 diperkirakan mulai diterjunkan pada tahun 2023 mendatang.
Selain itu, komunis Tiongkok diperkirakan memiliki 5 kapal induk pada tahun 2030. Pada saat itu, jumlah kapal induk yang dimiliki oleh komunis Tiongkok akan menjadi yang kedua terbesar setelah Amerika Serikat.
Dokumen yang diumumkan Central Military Commission atau Komisi Militer Pusat pada Februari 2018 menunjukkan, komunis Tiongkok ingin meningkatkan pengaruh militernya di luar negeri, agar pasukannya dapat “mengendalikan krisis, mengatasi perang, dan memenangkan perang”, dan melampaui militer Amerika Serikat.
Dokumen yang bocor itu juga memperkirakan bahwa hubungan antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan lebih tegang. Hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Jepang juga akan semakin tegang karena masalah teritorial di Laut China Timur dan Laut China Selatan.
3. Ekspansi militer
Seiring dengan angkatan laut komunis Tiongkok yang terus meningkat, komunis Tiongkok terus melebarkan sayap militernya dalam beberapa tahun terakhir.
Selain pembangunan pulau buatan dan landasan pacu di perairan internasional yang dipersengketakan kedaulatannya di Laut China Selatan, komunis Tiongkok juga membangun fasilitas militer dan penyebaran militer di pulau-pulau tersebut. Sebagai tanggapan, Amerika Serikat terus mengirim kapal induk dan pesawat tempur berlayar ke Laut China Selatan.
Melansir laman “Deutsche Welle” Jerman, Sabtu 7 Desember 2019, provokasi militer Komunis Tiongkok di Laut China Selatan kemungkinan akan berubah menjadi konflik nyata. Meskipun NATO tidak akan terlibat langsung dalam konflik terkait, namun, Amerika Serikat sebagai pemimpin dalam aliansi tersebut kemungkinan akan terlibat. Jika itu terjadi, apakah sekutu lain di NATO akan memberikan bala bantuan?
Organisasi Internasional NATO yang memiliki 29 negara anggota menetapkan di pasal 5 bahwa setiap serangan terhadap satu negara anggota sama dengan serangan total, dan pasukan negara-negara anggota lainnya akan secara otomatis berpartisipasi dalam perang.
Sementara di Selat Taiwan, Komunis Tiongkok terus mengirim pesawat militer dan kapal perang berlayar di sekitar Selat Taiwan. Tiongkok menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang memutuskan hubungan dengan Taiwan dengan diplomasi uang, sehingga membuat Selat Taiwan menjadi tegang.
Di Laut China Timur, Komunis Tiongkok juga terus mengirim kapal perang di Kepulauan Diaoyu yang dipersengketakan dengan Jepang, dan Jepang telah berulang kali memprotes hal itu.
Pesawat militer Tiongkok juga menerobos zona identifikasi pertahanan udara Korea Selatan. Menurut laporan media Korea, Komunis Tiongkok juga berulang kali mengirim pesawat militernya terbang di atas atau di dekat wilayah tumpang tindih di Korea, Jepang, dan zona identifikasi pertahanan udara Tiongkok untuk menguji kemampuan pertahanan udara Korea Selatan dan Jepang. Sementara Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan adalah sekutu utama Amerika Serikat di Asia.
4. Komunis Tiongkok adalah “rezim preman/pengacau”
Pada 8 Agustus 2019, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengecam komunis Tiongkok sebagai “rezim preman atau pengacau” karena tidak mematuhi aturan internasional dan secara terbuka mengungkapkan informasi pribadi seorang diplomat Amerika di Hong Kong, termasuk nama anaknya.
“Negara-negara yang bertanggung jawab tidak akan berbuat seperti itu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
“Premanisme” komunis Tiongkok juga terwujud dalam kegagalannya mematuhi konvensi internasional. Kediktatoran yang didukung komunis Tiongkok seperti Gaddafi di Libya, Saddam di Irak, dan Taliban di Afghanistan telah runtuh dengan intervensi Amerika Serikat.
Dinasti keluarga Kim Korea Utara yang didukung komunis Tiongkok selama ini masih terus memprovokasi dengan meluncurkan misil dan uji coba nuklir.
Iran, “sekutu” lain yang didukung oleh komunis Tiongkok, juga memprovokasi Amerika Serikat. Badan Tenaga Atom Internasional mengkonfirmasi pada 1 Juli 2019, bahwa cadangan uranium yang diperkaya rendah Iran telah melampaui batas atas yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.
Gedung Putih mengeluarkan pernyataan pada saat itu, menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan pernah mengizinkan Iran mengembangkan senjata nuklir. Presiden Trump mengatakan Iran “bermain api.”
5. Barat akan menyeimbangkan ancaman lain dari komunis Tiongkok
Selain itu, komunis Tiongkok juga memobilisasi kekuatan nasional untuk mencuri teknologi tinggi maupun teknologi militer dari Barat dan telah menjadi “musuh publik” masyarakat Barat. Proyek One Belt One Road atau “Sabuk dan Jalan” yang diprakarsai komunis Tiongkok telah menyebabkan 23 negara terperangkap dalam risiko utang. Sementara komunis Tiongkok memanfaatkannya dengan menjarah sumber daya atau pelabuhan strategis negara bersangkutan. Pelabuhan itu digunakan untuk keperluan militer.
Kekuatan komunis Tiongkok sekarang juga berkembang ke Lingkaran Kutub Utara dan Afrika, serta berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur dan jaringan di Eropa.
“Ekspansi komunis Tiongkok kini sedang mengubah keseimbangan kekuatan global, pertumbuhan ekonomi dan militernya membawa peluang dan tantangan,” kata Stoltenberg dalam sebuah wawancara di London.
Stoltenberg mengatakan : “Kita harus menghadapi kenyataan bahwa komunis Tiongkok semakin dekat dan dekat dengan kita, mereka telah banyak berinvestasi dalam infrastruktur. Kita melihat mereka di Afrika, di Kutub Utara, dan kita juga melihat mereka di dunia maya, komunis Tiongkok sekarang memiliki anggaran pertahanan terbesar kedua di dunia.”
Stoltenberg menilai NATO tidak ingin “menciptakan musuh baru,” tetapi “selama sekutu NATO berdiri bersama, maka NATO akan kuat dan aman. NATO adalah kekuatan militer terkuat di dunia.
Ketika hubungan Tiongkok dengan Amerika Serikat terus memburuk, NATO, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, menandai Komunis Tiongkok untuk kali pertama dan seketika menarik perhatian dunia luar.
Media Hong Kong – Hong Kong Economic Journal, edisi Jum’at 6 Desember 2019 menyatakan bahwa semua tanda itu menunjukkan bahwa Perang Dingin baru negara Barat terhadap Komunis Tiongkok akan segera terjadi. (jon)
Televisi corong Komunis Tiongkok, CCTV, pada 15 Desember lalu memberedel tayangan pertandingan Liga Premier Inggris antara Arsenal melawan Manchester City dari jadwal siarannya. Pemberedelan tersebut sebagai imbas dari cuitan pemain Arsenal, Mesut Özil yang mengkritik kebijakan negara komunis itu terhadap minoritas Muslim Uighur.
Koran Global Times mengatakan pada akun Twitter-nya pada 15 Desember bahwa
CCTV membuat keputusan tersebut setelah cuitan Ozil pada 14 Desember membuat
para penggemar dan otoritas sepak bola Tiongkok kecewa.
Unggahan Özil menyebut Uighur sebagai “pejuang yang menentang penganiayaan”, serta mengkritik tindakan keras Partai Komunis Tiongkok dan respon umat Muslim dunia yang terkesan tak peduli.
“(Di Tiongkok) Quran dibakar, masjid ditutup, sekolah teologi Islam,
madrasah dilarang, cendekiawan agama dibunuh satu per satu. Namun terlepas dari
semua ini, umat Muslim dunia tetap diam tidak peduli,” ujat tweet Ozil, yang juga
merupakan seorang Muslim.
Seorang juru bicara Arsenal mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak
memiliki pernyataan resmi tentang masalah ini setelah keputusan CCTV untuk mengganti
tayangan pertandingan Arsenal-Man. City dengan Tottenham Hotspur- Wolverhampton
Wanderers.
Sementara CCTV juga tidak segera
menanggapi permintaan komentar.
Arsenal sendiri pada 14 Desember
berusaha menjauhkan diri dari komentar Ozil yang mereka unggah pada akun Twitter
dan Instagram.
“Konten yang dia ungkapkan
sepenuhnya adalah pendapat pribadi Ozil,” tulis akun resmi Arsenal dalam
sebuah unggahan di platform Weibo yang mirip dengan Twitter di Tiongkok.
“Sebagai klub sepak bola,
Arsenal selalu menganut prinsip tidak terlibat dalam politik.”
Akun Twitter klub tidak memiliki unggahan
yang membahas komentar Ozil pada pagi hari tanggal 15 Desember.
Sebagai balasan ke unggahan
Arsenal di Weibo, sejumlah pendukung asal Tiongkok marah-marah, dengan salah satu
unggahan menunjukkan kaus sepak bola Ozil yang telah digunting-gunting, dan komentar
lainnya menuntut dia dikeluarkan dari klub.
Pencarian di Weibo untuk tagar
yang diterjemahkan sebagai “Ozil mengeluarkan pernyataan yang tidak pantas”,
telah menjadi salah satu topik trending teratas di platform tersebut pada 14
Desember sore, namun dengan segera hal itu terhapus.
Weibo memang kerap menyensor diskusi tentang topik sensitif, terutama di
tengah desakan oleh Beijing untuk melakukannya.
Asosiasi Sepak Bola Tiongkok mengatakan kepada media yang didukung
pemerintah, The Paper, pada 14 Desember bahwa mereka “marah dan
kecewa” oleh pernyataan Ozil, dan menggambarkan cuitan Ozil sebagai hal
yang “tidak pantas”.
PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional telah memperkirakan bahwa antara 1-2 juta orang, kebanyakan Muslim etnik Uyghur, telah ditahan dalam kondisi yang keras di Xinjiang, Tiongkok. (Osc/asr)