Home Blog Page 1820

Prabowo Curhat Dituduh Pro-Khilafah dan Jokowi Curhat Dituduh PKI

0

Epochtimes.id- Calon Presiden 01 Joko Widodo dan Calon Presiden 02 sama mengungkapkan menjadi korban tuduhan pihak tak bertanggungjawab. Prabowo mengaku dituduh sebagai capres yang mendukung Khilafah dan Jokowi mengaku dituduh sebagai aktivis PKI.

Curhat yang disampaikan kedua paslon capres di Pilpres 17 April mendatang disampaikan saat debat Capres ke-4 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019).

Prabowo Subianto pada awalnya memaparkan tentang penanaman nilai-nilai Pancasila tanpa pendekatan indoktrinasi yakni melalui edukasi karena Pancasila sebagai kesepakatan bangsa.

Selanjutnya Prabowo menyampaikan bahwa para pemimpin harus memberikan contoh kepada masyarakat tanpa memandang SARA dan menerapkan politik persatuan, bukan politik pecah dan mencari keselahan seseorang.

Pada kesempatan selanjutnya, Ketum Partai Gerindra ini menyampaikan tentang tuduhan yang disematkan kepada dirinya sebagai pendukung Khilafah.

“Saya percaya Pak Jokowi Pancasilais, saya yakin dan percaya Pak Jokowi patriot saya yakin dan percaya Pak Jokowi nasionalis. Karena itu waktu Pak Jokowi dilantik saya datang ke Pak Jokowi saya memberi hormat. Tapi saya juga ingin bertanya apakah Pak Jokowi paham dan mengerti di antara pendukung Pak Jokowi ada yang melontarkan tuduhan tuduhan yang tidak tepat kepada saya seolah-olah saya, seolah-olah saya membela khilafah,” kata Prabowo.

Mantan Danjes Kopassus ini kembali menegaskan bahwa dirinya membela Pancasila dan mempertaruhkan nyawanya untuk Pancasila.

“Seolah-olah saya akan melarang tahlilan dan sebagainya ini sesuatu yang sangat tidak masuk akal, ibu saya seorang Nasrani. Saya lahir dari rahimnya seorang Nasrani, lingkungan saya jadi saya dari umur 18 tahun pertaruhkan nyawa saya untuk membela Pancasila, nyawa saya saya pertaruhkan untuk republik ini. Bagaimana kok saya dituduh akan merubah Pancasila? Sungguh kejam itu, tapi saya percaya Pak Jokowi tidak merestui itu,” kata Prabowo.

Kemudian Jokowi menjawab pernyataan Prabowo dengan menegaskan bahwa sosok Ketum Gerindra itu sebagai seorang nasionalis dan patriot. “Saya percaya pak Prabowo itu Pancasilais dan saya pecaya seorang Patriot,” jawab Jokowi disambut Prabowo dengan berdiri.

Selanjutnya, Jokowi juga mengaku dirinya menjadi korban sasaran tuduhan bahwa dirinya sebagai aktivis PKI.

“Masalah tuduh menuduh saya kan juga banyak dituduh Pak, 4,5 tahun ini saya juga dituduh ‘Pak Jokowi itu PKI’, ada menuduh seperti itu. Saya juga biasa-biasa saja, nggak pernah saya jawab,” kata Jokowi.

Jokowi kemudian meminta kepada politikus untuk bersama-sama memberikan contoh kepada masyarakat dengan tauladan yang baik.

“Yang paling penting, marilah kita bersama-sama membumikan Pancasila sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Kita ini pemimpin, pemimpin bisa memberikan contoh-contoh yang baik,tidak saling menghujat, tidak saling menghinakan dan meremehkan, kita lihat kepada politikus kita, kenapa kita tidak saling berkawan dan bertoleransi, kenapa tidak seperti itu kita lakukan, memberikan contoh kepada anak-anak muda,” kata Jokowi. (asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=RzHBEmPBL6o

Debat Capres ke-4 , Prabowo ke Jokowi : Kalau Diplomasi Hanya Jadi Nice Guy, Ya Gitu

0

Epochtimes.id- Calon Presiden 02 Prabowo Subianto mengatakan sebuah negara harus memiliki kekuatan sebagai cerminan dahsyatnya kekuatan diplomasi.

Menurut Prabowo, diplomasi tak hanya sekedar senyum-senyum belaka yang mana justru tak dihargai oleh negara asing.

“Diplomasi kalau hanya senyum-senyum menjadi nice guy, ya begitu-begitu saja pak,” kata Prabowo di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019).

Hal demikian disampaikannya dalam Debat Capres ke-4 di Pilpres dengan tema “Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional”.

Menurut Prabowo, diplomasi adalah untuk memajukan kepentingan nasional sebuah negara melalui langkah-langkah perundingan dan pertukaran diplomasi.

Akan tetapi, kata Prabowo, diplomasi tak hanya sebatas menjadi mediator tetapi harus menjadi bagian dari upaya mempertahankankan kepentingan nasional.

Mantan Danjen Kopassus ini menilai  inti dari sebuah negara dalam  berdiplomasi hanya bisa  didukung kekuatan negara tersebut. Sehingga ketika berngeosiasi, negara itu tak akan dipandangan sebelah mata oleh negara lain.

“Kalau negara kita tidak kuat, dia hanya senyum dengan kita, memang tugasnya diplomat, sebuah diplomat dibayar untuk menjadi orang baik, tapi dia tidak segan, dia hitung kekuatan kita,” katanya.

Ketum Partai Gerindra ini mempertanyakan tentang akurasi data kekuatan militer TNI yang disampaikan kepada Jokowi.

“Pak Joowi tolong penasehat militernya, bukan saya tak percaya, bukana saya tak percaya dengan TNI, kapal selam berapa yang kita miliki, jenisnya berapa, kemampuannya berapa, kalau pesawat berapa, kita negara seluas eropa berupa skuadron fighter yang kita punya, peluru kendalinya berapa,” tanya Prabowo.

Pada kesempatan itu Prabowo jika kekuatan militer lemah, tak mustahil kekuatan asing dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia.

“Kalau ada armada asing masuk ke laut kita apa yang bisa kita buat, jadi bukan saya tidak percaya, saya ini TNI, saya pertaruhkan nyawa di TNI, saya lebih TNI dari banyak TNI,” tegasnya. (asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=RzHBEmPBL6o

Inggris Tunjuk Cacat Produk Huawei Temui Hambatan di Eropa

oleh Li Muyang

Uni Eropa pada 26 Maret lalu mengumumkan 5 pedoman keselamatan yang wajib diperhatikan dalam pengembangan jaringan 5G. Pedoman ini tidak secara eksplisit melarang penggunaan produk Huawei oleh negara-negara anggota.

Akan tetapi, pedoman dari Uni Eropa ini meminta negara-negara anggota menyelesaikan penilaian risiko infrastruktur jaringan 5G sebelum akhir bulan Juni mendatang. Kemudian, membagikan informasi yang relevan satu sama lain untuk selanjutnya menetapkan tindakan pencegahan yang diperlukan.

Meskipun demikian, Huawei sangat senang dan segera mengeluarkan pernyataan yang menyambut pernyataan Uni Eropa itu. Namun, masih terlalu dini bagi Huawei untuk bersenang. Pasalnya, pada 28 Maret, laporan resmi Inggris menyebutkan bahwa Huawei berulang kali mengingkaran ucapannya.

Selama ini kelemahan keamanan dalam perangkat jaringan seluler yang sudah cukup lama ditemukan tetapi belum juga diperbaiki, bahkan sekarang muncul “masalah teknis utama” yang baru.

Selanjutnya, Huawei mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan : “Pihaknya akan memperlakukan keprihatinan Inggris dengan sangat serius. Berbagai masalah yang ditunjukkan dalam laporan tersebut memberikan masukan penting dalam peningkatan mutu secara menyeluruh bagi perusahaan Huawei. Artinya, Huawei mengakui bahwa masalah yang ditunjukkan oleh Inggris itu memang benar adanya.

Kritik terbuka Inggris tidak diragukan lagi merupakan pukulan berat bagi raksasa peralatan telekomunikasi komunis Tiongkok itu.

Beberapa analis percaya bahwa di saat kritis, laporan resmi Inggris mungkin dapat memperburuk ulasan dunia luar terhadap Huawei, dan rencana ekspansi Eropa perusahaan Huawei mungkin akan menemui lebih banyak kesulitan. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=EqZDs51vMAg

 

Dubes AS untuk Kebebasan Beragama Internasional : Komunis Tiongkok Menganiaya Falun Gong Secara Brutal

0

oleh Zhang Ting

Duta Besar Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, Sam Brownback, secara khusus menyebutkan penganiayaan kejam komunis Tiongkok terhadap kelompok keyakinan Falun Gong. Dia menyebut masalah pengambilan paksa organ secara hidup-hidup dari praktisi Falun Gong.

Hal demikian disampaikannya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Luar Negeri AS pada 28 Maret lalu ketika memberikan laporan singkat mengenai Turnya ke Asia baru-baru ini.

Sam Brownback menekankan bahwa komunis Tiongkok sedang bertarung melawan  keyakinan, tetapi ini adalah perang yang mustahil bisa mereka menangkan.

Menurut pers rilis yang tercantum pada situs web Kementerian Luar Negeri AS disebutkan bahwa Dubes Sam  Brownback selain menaruh perhatian tinggi terhadap masalah HAM di Xinjiang, ia juga menyinggung soal kelompok kepercayaan Falun Gong yang telah dianiaya dengan serius oleh komunis Tiongkok selama bertahun-tahun.

Sam  Brownbuck  mengatakan Komunis Tiongkok umumnya memperlakukan orang-orang beragama dengan cara yang sangat mengerikan. Banyak dari orang-orang beragama ini tinggal di Tiongkok dan ada banyak Keyakinan yang berbeda.

“Falun Gong sebagai satu komunitas keyakinan telah dianiaya oleh komunis Tiongkok selama bertahun-tahun dengan cara yang mungkin tak pernah terbayangkan oleh Anda”, kata Sam Brownback.

Dia juga mengatakan bahwa dari draf penilaian sementara yang dikeluarkan oleh pengadilan di Inggris juga ditemukan tentang kasus pengambilan organ dari tubuh hidup praktisi Falun Gong.

“Saya menunjukkan hal tersebut karena ini adalah cara komprehensif yang sedang diterapkan oleh komunis Tiongkok. Sekitar dua tahun yang lalu, Partai Komunis Tiongkok telah mengambil alih wewenang kendali atas agama dari tangan pemerintah,” kata Brownback.

“Sejak saat itu agama dikendalikan oleh tangan-tangan yang lebih kejam dan penindasan terhadap warga Tiongkok yang berkeyakinan semakin serius,” jelasnya.

Sam Brownback mengatakan, selama Tur Asia baru-baru ini ia membahas masalah semakin banyaknya pelanggaran yang dilakukan komunis Tiongkok terhadap rakyatnya yang berkeyakinan. Menurut dia, Komunis Tiongkok tampaknya tidak percaya kepada rakyatnya sendiri, sehingga tidak mengizinkan rakyatnya untuk memilih jalan spiritual mereka sendiri. Akibatnya. lebih dari 1 miliar penduduk terancam”.

Sebuah rancangan putusan sementara pengadilan Inggris yang dirujuk oleh Kementerian Luar Negeri AS adalah pada pengadilan independen tahun lalu. Usai mendengarkan keterangan yang diberikan dalam 3 hari sidang dengar pendapat, pada 10 Desember 2018, semua anggotanya dengan suara bulat mengesahkan untuk mengeluarkan sebuah rancangan keputusan sementara yang mengkonfirmasi bahwa pengambilan organ untuk para nara pidana dan tahanan nurani sedang terjadi di banyak wilayah Tiongkok.

Penerbitan draf keputusan sementara ini tidak lazim bagi Pengadilan Rakyat tetapi bermanfaat untuk mengurangi korban tidak bersalah di Tiongkok.

Ketua pengadilan, Sir Geoffrey Nice QC yang pernah memimpin persidangan internasional mantan Perdana Menteri Yugoslavia Milosevic mengatakan penyebaran luas keputusan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk tetap hidup kepada mereka yang bakal  dibunuh untuk diambil organ mereka.

Putusan akhir pengadilan akan dibuat pada musim semi ini dan akan menentukan apakah kejahatan tersebut melanggar hukum pidana internasional, siapa pelakunya dan sebagainya.

Sebelum ini, pengadilan akan terus mengumpulkan bukti-bukti. Pengadilan juga secara terbuka mengundang otoritas Tiongkok untuk bergabung dalam proses hukum, tetapi otoritas Tiongkok tidak menanggapi hal ini.

Selama audiensi publik dengan 30 orang saksi termasuk para pengungsi, penyelidik dan dokter yang diadakan oleh Pengadilan Independen Rakyat, mereka telah menunjukkan bukti-bukti yang mengejutkan.

Penasihat hukum pengadilan, Hamid Sabi mengatakan tahanan hati Nurani dalam jumlah besar termasuk praktisi Falun Gong,  warga etnis Uighur, beberapa orang Kristen dan beberapa umat Buddha, mereka telah menerima pemeriksaan medis secara teratur saat berada dalam tahanan.

Hamid menjelaskan, Ketika saatnya tiba, organ mereka akan diambil paksa. Beberapa orang bahkan dibedah dengan tanpa obat bius, ini adalah cara yang mengerikan, setelah itu organnya segera ditransplantasikan kepada pasien yang sedang menanti transplantasi.

Hamid Sabi adalah penasihat hukum untuk menyelidiki pembunuhan besar-besaran para tahanan politik Negara Islam di Iran.

Laporan HAM tahun 2018 Dewan Negara AS berulang kali menyebutkan penganiayaan komunis Tiongkok terhadap Falun Gong

Pada 13 Maret lalu, Dewan Negeri AS menerbitkan ‘Laporan Hak Asasi Manusia Negara tahun 2018’ yang mencatat hak asasi manusia dan kondisi tenaga kerja dari hampir 200 negara di seluruh dunia dalam satu tahun terakhir. Bagian tentang Tiongkok memiliki 126 halaman, 6 halaman di antaranya merujuk pada penganiayaan brutal komunis Tiongkok terhadap komunitas keyakinan Falun Gong.

Menlu AS, Mike Pompeo dalam konferensi pers mengatakan bahwa pihak berwenang Komunis Tiongkok tak tertandingi dalam hal pelanggaran hak asasi manusia.

Laporan HAM itu menunjukkan, meskipun pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa mereka mulai 1 Januari 2015 telah menghentikan penggunaan organ tahanan yang dieksekusi untuk transplantasi, tetapi, beberapa aktivis dan organisasi terus menuduh pemerintah Tiongkok masih terus melakukan pengambil organ dari tahanan nurani. Terutama dari tubuh para praktisi Falun Gong.

Laporan mengungkapkan praktisi Falun Gong yang dilarang Komunis Tiongkok juga mengalami penyiksaan sistematis selama mereka berada dalam tahanan. Pihak berwenang  menggunakan penahanan administratif untuk mengintimidasi pendukung politik dan agama dan mencegah unjuk rasa masyarakat.

Bentuk penahanan administratif illegal termasuk perawatan akibat obat-obatan terlarang, penahanan dan pelatihan bagi aktivis politik dan penganut agama. Terutama praktisi Falun Gong ditahan di penjara yang sama. Sedangkan jangka waktu penahanan maksimum di pusat detoksifikasi wajib ini adalah dua tahun. (Sin/asr)

Melihat Gerakan Rompi Kuning dari Revolusi Prancis

Luo Wentao- EpochWeekly

Beberapa kali gerakan yang pernah terjadi di Prancis selalu membawa nuansa anarkis yang kental. Mulai dari Revolusi Prancis, pemberontakan Jacobin, Komune Paris, sampai yang baru-baru ini terjadi yakni gerakan rompi kuning. Setiap gerakan tersebut mengakibatkan kerusakan peninggalan bersejarah, menginjak-injak karya seni, bahkan membunuh rakyat dalam skala besar. Apakah ini merupakan gen Prancis yang khas?

Paris diakui sebagai ibukota seni oleh seluruh dunia, karena monumen budaya, koleksi seni, bangunan dan karya seni pahat klasik di jalan-jalan bisa dijumpai di seluruh kota ini, sehingga layak disebut sebagai museum seni dunia. Patut diketahui, sekitar dua millenium lalu, kota Paris sebelum meletusnya revolusi, jauh lebih indah berkali-kali lipat daripada sekarang!

Gerakan massa yang terjadi sepanjang sejarah, walaupun mayoritas dikarenakan faktor politik atau ekonomi, pada akhirnya akan selalu berimbas pada hal-hal budaya.

Aksi turun ke jalan oleh gerakan rompi kuning yang berawal sejak pertengahan November 2018 lalu, dikarenakan warga menentang keputusan pemerintah yang kembali menaikkan pajak bahan bakar, kemudian lepas kendali  dan berkembang ke arah anarkis, jumlah korban tewas dan luka-luka cukup memprihatinkan, kerugian yang diakibatkan para demonstran mencapai milyaran Euro.

Presiden Prancis Emmanuel Macron awalnya tidak memberikan solusi yang memuaskan para demonstran, peristiwa itu pun terus berkembang memanas, situasi berubah ibarat suatu revolusi yang akan meletus sewaktu-waktu begitu disulut. Ini membuat banyak orang teringat kembali akan Revolusi Prancis yang terjadi 230 tahun silam.

Penyebab Peristiwa Gerakan Rompi Kuning

Karena Presiden Macron berupaya mewujudkan “Perjanjian Iklim Paris” tahun 2016, ia mendorong warga Prancis agar menggunakan mobil listrik dan sarana transportasi sejenisnya, serta menaikkan pajak bahan bakar minyak sangat tinggi. Sehingga dalam 12 bulan terakhir, harga bahan bakar diesel naik sekitar 23%. Di saat yang sama agar aset para konglomerat tidak dibawa keluar negeri, ia menolak mengaktifkan kembali “pajak properti” bagi orang kaya.

Semua kebijakan ini berakibat semakin memperburuk kehidupan kalangan bawah yakni petani, transporter, atau warga yang menetap di pinggiran kota yang tadinya sudah cukup susah, juga semakin memperlebar jurang kesenjangan kaya dan miskin di Prancis. Semakin banyak warga kelas bawah yang tersulut amarahnya.

Hari Sabtu 17 November 2018, sebanyak 300.000 orang dari seluruh Prancis yang mengenakan rompi kuning turun ke jalan memprotes pemerintah, menuntut agar pajak bahan bakar dan mobil diturunkan, menaikkan upah minimum pokok, menaikkan pajak terhadap orang kaya, serta menuntut Presiden Macron agar mundur dari jabatannya.

Pemerintah Macron tidak segera berkompromi, mengakibatkan setiap akhir pekan massa berunjuk rasa di jalanan, dan kian lama kian banyak massa yang ikut bergabung.

“Api amarah revolusi” kian hari kian membara, menyebabkan 10 orang tewas, dan ribuan lainnya luka-luka. Sebagian demonstran yang kehilangan kendali mulai melakukan aksi pengrusakan, membakar kendaraan polisi, ada yang bahkan membakar mobil pribadi yang parkir di pinggir jalan, merusak toko-toko di sepanjang jalan, dan merampok barang-barang di dalamnya.

Akibat tekanan itu, pada akhir tahun 2018 pemerintah Macron menyanggupi menaikkan upah minimum pokok sebesar 100 Euro, dan berjanji dalam 6 bulan ke depan tidak akan menaikkan harga bahan bakar bensin dan diesel. Akan tetapi masalah lain belum terselesaikan, kondisi semakin meluas, menurut survey, sebanyak 80% warga Prancis mendukung aksi unjuk rasa ini.

Di sini kita tidak menilai benar-salah dan tanggung jawab pemerintah Prancis dan massa demonstran, juga tidak bisa memprediksi perkembangan peristiwa ini di masa mendatang, yang kita soroti adalah aksi pengrusakan terhadap benda-benda peninggalan budaya yang terjadi dalam peristiwa anarkis ini.

Hal yang satu ini, walaupun sejak zaman dahulu sulit dihindari dalam setiap peperangan maupun kekacauan, akan tetapi dalam semua revolusi yang terjadi di Prancis selama ini, aksi pengrusakan ini sepertinya sangat menonjol dan hingga saat ini masih belum bisa terlepas dari kutukan iblis tersebut.

Rompi Kuning: Simbol Rakyat Kalangan Menengah Bawah

Simbol bagi massa yang berunjuk rasa turun ke jalan kali ini adalah rompi kuning neon yang dikenakan oleh setiap demonstran. Karena sejak tahun 2008 Prancis telah menetapkan peraturan pada setiap mobil harus dilengkapi dengan rompi berwarna kuning neon yang dapat memantulkan cahaya, dan wajib dikenakan saat memperbaiki mobil yang rusak karena warna ini paling efektif meningkatkan kewaspadaan pengemudi lain.

Rompi kuning ini juga dipergunakan luas oleh warga yang kurang mampu secara ekonomi sehingga harus mengendarai sepeda untuk pergi dan pulang kerja.

Pawai kali ini tidak ada pemimpin, hanya atas inisiatif setiap warga. Rompi kuning sama dengan rakyat kalangan menengah bawah di tengah masyarakat Prancis yang hidup mengandalkan upah minimum pokok, oleh karenanya aksi unjuk rasa kali ini disebut “gerakan rompi kuning” oleh media massa.

Kita tangguhkan dahulu analis latar belakang politik dan ekonomi di balik peristiwa unjuk rasa ini, namun kemiripannya dengan sejarah sangat mencengangkan!

Sulit menentukan benar-salah serta kalah-menang dalam sejarah, tapi umumnya berakibat sangat tragis dan tak ter-reparasikan.

Revolusi Prancis dan Gerakan Rompi Kuning

Saat Raja Louis ke-16 berkuasa, di musim semi tahun 1788 Prancis dilanda bencana kekeringan. Raja Louis ke-16 tak mampu mengatasi musibah yang timbul akibat bencana alam tersebut, harga roti pun melonjak drastis, penderita penyakit dan tingkat kematian melonjak tinggi, wabah kelaparan pun terjadi dimana-mana, berbagai aturan yang ditetapkan di dalam negeri telah membatasi aktivitasf ekonomi, warga tani membanjiri kota menyebabkan tingkat pengangguran yang tinggi, lalu mulai memicu pergolakan di tengah masyarakat.

Partisipasi perang yang berlebihan pada masa kekuasaan Raja Louis ke-15 telah mengakibatkan gudang uang kerajaan kosong. kKondisi keuangan Prancis telah di ambang kehancuran, akhirnya rakyat miskin mencapai 80%, keluarga kerajaan dan para bangsawan tidak mempedulikan krisis sosial ini, dan terus hidup bergelimang kemewahan.

Pada kondisi ini raja malah terus menaikkan pungutan pajak, kesenjangan kaya dan miskin di masyarakat pun semakin menganga lebar. Akhirnya rakyat pun memberontak, kaum petani menyerbu kota, dan mendobrak masuk ke dalam Istana Versailles.

Keberhasilan Macron terpilih sebagai presiden, adalah karena di seluruh Prancis terdapat sebanyak 25% warga pemilih yang tidak memberikan suaranya. Karena tiga periode presiden sebelumnya tidak mampu meredakan tekanan di tengah masyarakat Prancis antara lain: tingkat pengangguran yang terus naik dari tahun ke tahun dan upah minimum pokok yang telah stagnan tidak pernah ada kenaikan selama hampir sepuluh tahun, kenaikan harga barang, sehingga rakyat kehilangan daya beli. Kesenjangan kaya miskin kian besar, kas negara kian menipis. Ditambah lagi para imigran yang datang, terutama pengungsi yang membanjiri Prancis, semakin memperbesar beban dan pergolakan masyarakat, di saat yang sama juga ada ancaman terorisme, bisa dibilang bahaya dari luar dan ancaman dari dalam semakin meningkat!

Walaupun Macron telah menerima kebobrokan pemerintahan sebelumnya, tapi juga tak berdaya memperbaikinya, dan hanya bisa menaikkan pungutan pajak dari berbagai sektor, hanya semakin mengencangkan ikat pinggang rakyat kecil yang mayoritas itu, sedangkan orang-orang kaya sepertinya tidak begitu terpengaruh. Rakyat merasa tidak ada keadilan, dan ini mengakibatkan perpecahan masyarakat.

Di dalam negara yang bebas berpendapat ini, sejumlah akademisi membandingkan Macron dengan Louis ke-16, sejarawan Prancis Stéphane Sirot pernah mengatakan, Macron seperti Raja Louis ke-16 dari era Manor, dan gerakan rompi kuning ibarat Revolusi Prancis. Menurut salah seorang pendiri Associates yakni Bernard Bougel: Macron adalah Raja Louis ke-16 versi modern.

Akan tetapi, Prancis pada dasarnya adalah negara demokrasi di Eropa, setelah minggu ke-9 aksi unjuk rasa tersebut, Macron menyampaikan surat setanah air, isinya sangat tulus, dengan jelas disebutkan menentang aksi anarkis.  Namun ia berniat menyelesaikan masalah, serta mengajukan 36 perihal yang dianggapnya dapat menyelesaikan masalah sosial saat ini, dan mengundang seluruh warga Prancis untuk ikut dalam diskusi.

Pada tanggal 15 Januari 2019 hari Selasa, hari kedua setelah demonstrasi minggu ke-9, Macron pergi ke wilayah Normandy Provinsi l’Eure yang terletak tak jauh dari Paris, karena rasio pengunjuk rasa di sana mencapai hampir 100%. Setelah tanya jawab 7 jam tersebut berakhir, Macron memenangkan aplaus yang cukup lama.

Dari awal saat ia tidak bersedia melakukan kompromi, sampai akhirnya dengan rendah hati mendengarkan suara rakyat dengan sungguh-sungguh. Tindakan ini membuat seluruh dunia melihat seorang presiden yang dipilih rakyat di negara demokrasi sangat berpendidikan!

Perilakunya ini akan selalu dikenang dalam sejarah kepresidenan Prancis. Terlepas dari kemampuannya saat ini, tindakan ‘damai’ Macron kali ini tidak menyulut pergolakan masyarakat yang lebih besar dan bentrok berdarah seperti pada masa Raja Louis ke-16, ia dengan status seorang presiden memperlihatkan keunggulan dan nilai suatu masyarakat demokrasi!

Tindakannya itu juga menimbulkan dampak positif, kemudian pada 27 Januari 2019, minggu ke-10 unjuk rasa itu, di kota Paris sebanyak 15.000 massa (data kepolisian) berunjuk rasa menentang aksi anarkis gerakan rompi kuning. Massa mengenakan syal merah, slogannya: “Hentikan kekerasan, dukung demokrasi, menentang revolusi!” Tindakan ‘damai’ Macron telah menyadarkan akal sehat masyarakat Prancis.

Pelukis Prancis Jean-Pierre. Lukisan-lukisan Jean-Pierre Houel menggambarkan penangkapan penjara Bastille pada awal Revolusi Perancis pada tahun 1789. (domain publik)

Pengrusakan dan Penggerogotan Cagar Budaya, Gen yang Berasal dari Komunisme

Menilik sejarah Prancis, mengapa setiap kali terjadi aksi besar di Prancis, selalu dengan merusak benda peninggalan bersejarah? Apakah ini merupakan produk khas ala Prancis? Apa akar permasalahannya?

Revolusi Prancis (1789-1799) adalah suatu periode radikal masyarakat dan pergolakan politik di Prancis, berlangsung selama 10 tahun.

Pada 14 Juli 1789, pemberontak dan massa unjuk rasa menyerang penjara Bastille. Kepala Lapas/penjara Bastille bernama Bernard-René de Launay yang tidak ingin terjadi bentrok kedua pihak setelah dikeroyok akhirnya dipenggal oleh massa yang dilanda kebencian dan kepalanya diarak keliling kota.

Hari itu banyak warga tak berdosa lainnya ikut menjadi korban. Dan, warga Prancis menganggap hari itu adalah simbol rakyat jelata menggulingkan kekuasaan monarki, sehingga kelak tanggal terjadinya pembantaian dan kekerasan itu ditetapkan sebagai Hari Kemerdekaan Prancis.

Komune Paris (*1) yang muncul saat terjadinya Revolusi Prancis itu, menjadi badan pengawas Paris dari tahun 1789 hingga 1795. Didirikan di balaikota Paris setelah penjara Bastille ditaklukkan. Tahun 1792, Komune Paris didominasi oleh kaum Jacobin, yang telah menciptakan ‘Pembantaian September’ yang menggemparkan dunia Barat.

Terjadinya “Pembantaian September” di Paris terkait langsung dengan provokasi oleh kalangan Jacobin. Golongan Jacobin terkait dengan organisasi sesat “Illuminati” (*2), sedangkan partai komunis berasal dari “Illuminati”, adalah negara terorisme pertama di dunia. Korban tewas akibat “Pembantaian September” Paris adalah 1.951 orang.

Setiap kali pembantaian berlangsung 9 hingga 41 jam. Di dalam penjara Abbott, banyak napi wanita diperkosa, banyak yang mengalami siksaan, di antaranya ada yang tubuhnya dimutilasi. Yang paling tipikal adalah teman baik Ratu Marie Antoinette yakni Putri la Princesse de Lamballe yang berusia 43 tahun ikut jadi korban dalam pembantaian tersebut, setelah terlebih dahulu dianiaya dan diperkosa, kemudian massa memutilasi kaki dan tangannya. lalu mengeluarkan isi perutnya dan lehernya ditusuk tombak, kemudian kepalanya diarak di depan jendela di mana sang ratu dipenjara.

Fotografer Eugène Appert menggunakan montase untuk merekam adegan para sandera Komune Paris di penjara La Roquette pada 24 Mei 1871. (artips)

Selama satu dekade meletusnya Revolusi Prancis, massa demonstran yang mendobrak masuk ke dalam kota dan Istana Versailles meneriakkan slogan ‘kesetaraan, kebebasan, cinta kasih’, tapi faktanya justru penuh dengan ‘kebencian’ dan kehilangan akal sehatnya dengan menghancurkan penjara Bastille dan karya-karya seni yang ada di sepanjang jalan kota Paris.

Mereka menghancurkan biara, menjarah keluarga kerajaan dan bangsawan, menciptakan terorisme negara yang pertama sepanjang sejarah Prancis. Berdasarkan catatan sejarah, Revolusi Prancis telah mengakibatkan lebih dari 16.000 orang dipenggal kepalanya, ratusan ribu orang tewas mengenaskan, seperempat benda peninggalan sejarah di kota Paris dihancurkan, bahkan makam kuno pun dibongkar dan mayatnya dimusnahkan.

Pasca Revolusi Prancis, tanggal 18 Maret 1871 adalah hari berdirinya rezim komunis yang pertama yakni “Komune Paris”. Tanggal 23 Mei 1871, pasukan pemerintah Prancis menyerbu masuk ke Paris. Komune Paris yang di ambang kegagalan, memerintahkan pembakaran terhadap semua bangunan utama di kota Paris, termasuk Palais des Tuileries, Museum Louvre, Palais du Luxembourg, Palais Opéra Garnier, Hôtel de Ville, Ministre de l’Intérieur, Kementerian Kehakiman, istana raja Palais Royal, serta semua bangunan-bangunan hotel dan kondominium mewah yang terletak di kedua sisi jalan Avenue des Champs-Élysées.

Atas dorongan oleh slogan ‘lebih baik hancur daripada jatuh ke tangan musuh’, tanggal 23 Mei pukul 7 malam hari, sebanyak 12 orang anggota komune membawa minyak tar, bitumen dan terpentin, memasuki istana bergaya arsitektur renaissance Italia yakni Palais des Tuileries lalu melakukan pembakaran.

Kobaran api yang marak itu baru bisa dipadamkan setelah membakar dua hari. Bangunan istana itu terbakar habis, yang tersisa hanya dinding luarnya yang hangus. Tanggal 30 September 1883, puing-puing istana Palais des Tuileries akhirnya selesai dibongkar habis. Dan kini wisata di kota Paris sudah tidak bisa lagi dilihat sosok istana Palais des Tuileries lagi!

Komune Paris — kelompok yang membakar hangus seluruh kota peradaban itu, dipuja sampai ke langit oleh para ‘leluhur komunis’ seperti Marx, Engels, Lenin, Stalin, dan Mao Zedong, dengan mengatakan: “Komune Paris adalah upaya pertama kekerasan bersenjata kaum proletariat yang secara langsung merebut kekuasaan kota Paris.” Marx berpendapat bahwa Komune Paris adalah suatu bukti kuat terhadap teori komunismenya.

Tahun 1871, fotografer bernama Eugène Appert menyaksikan sendiri aksi kekerasan Komue Paris, ia menentang keras pembunuhan brutal dan penghancuran terhadap benda seni dan budaya di kota Paris. Dengan teknologi fotografi di masa itu yang belum begitu maju, dipadu dengan metode Montase yang dikuasainya, ia merekam sepenggal sejarah tragis: dibakarnya gedung pemerintah kota Paris dan bangunan di sekitarnya, bangunan budaya dirobohkan, di jalanan, di penjara, dimana-mana pembantaian, ditembak mati, dipenggal kepalanya.

Tahun 1918, Soviet Rusia mendirikan rezim komunis pertama, yang menerapkan teori komunismenya dengan kekerasan dan otoriter ekstrim. Setelah itu partai komunis pun bermunculan di banyak negara lain dan merebut kekuasaan, menyebabkan sepertiga warga dunia diracun tragis, dan ancaman itu belum pudar hingga kini.

Secara mengejutkan sejarah mengalami kesamaan: selama periode Revolusi Kebudayaan di Tiongkok, perlakuan terhadap para tokoh bijak Tiongkok klasik dengan merusak makam dan menghancurkan jasad mereka, seakan mewarisi apa yang telah dilakukan leluhur komunis lewat Komune Paris. Rincian kejadian tidak akan dibahas lagi lebih lanjut.

Kini kota Paris selamanya telah kehilangan banyak karya seni pahat di jalan-jalan yang dulunya bisa dijumpai di mana-mana dan sangat dibanggakan warga Prancis. Seandainya tidak, sekarang ini wisatawan yang datang ke Paris, akan dapat melihat lebih banyak karya seni pahat dan bangunan bersejarah di berbagai jalanan di Paris.

Arc de Triomphe Dirusak Oleh Aksi Rompi Kuning

Selama gerakan rompi kuning, pelaku kerusuhan yang ikut unjuk rasa membakar kendaraan di tepi jalan, merusak toko-toko, juga merusak banyak bangunan pemerintah dan bangunan bersejarah, patung marmer setengah badan Napoleon pada Arc de Triomphe dipenggal kepalanya, miniatur Arc de Triomphe era tahun 30-an dari gypsum dihancurkan, ukiran timbul dewi kemenangan yang diukir François Rude dihancurkan. Di dalam barisan pawai, warga Prancis yang lepas kendali itu melolong ibarat iblis, menyeramkan, tidak bisa dipercaya itu adalah lolongan manusia!

Dengan metode Montase fotografer Eugène Appert mengabadikan kejadian pembakaran gedung balaikota Paris dan bangunan di sekitarnya oleh Komune Paris pada tanggal 18 Maret 1871. (artips)

Jadi saya melihat bahwa gerakan rompi kuning ini adalah lanjutan dari Komune Paris setelah Revolusi Prancis, gen anarkisnya merasuk ke dalam setiap warga Prancis dan menjadi iblis yang telah lepas kendali. Begitu mengamuk, pengrusakannya terhadap benda budaya dan seni di Prancis, tidak terbayangkan!

Beberapa waktu setelah ukiran dan pahatan di Arc de Triomphe dirusak, pemerintah Prancis mengutus Polisi Militer untuk melindunginya, juga untuk menjaga istana presiden Élysée Palace, Martin Palace dan gedung Majelis Nasional (Bourbon Palace) dan bangunan-bangunan penting lainnya.

Saat ini Arc de Triomphe telah dibuka kembali untuk turis, tapi pahatan yang dirusak tidak dapat diperbaiki lagi, dalam bisunya pahatan itu memperlihatkan anarkis dan tidak berakalnya aksi unjuk rasa warga Prancis kali ini.

Rusak Peninggalan Dunia, Adalah Pelaku Anarkis Yang Tak Beradab

Walaupun sebagian warga Prancis merasa bangga akan revolusi besarnya di tahun 1789 itu, mayoritas sejarawan terbiasa membandingkan Revolusi Prancis yang dinilai gagal total itu dengan kemenangan AS dalam perang kemerdekaannya.

Secara objektif, dampak negatif dari Revolusi Prancis terhadap seluruh negeri Prancis masih tetap eksis sampai saat ini. Cara orang Prancis menyampaikan rasa tidak puasnya terhadap pemerintah Prancis, masih tetap terbiasa menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah, pemikiran untuk mengobarkan kerusuhan bersenjata ala paham komunis seperti yang dilakukan “Komune Paris” masih hidup di tengah masyarakat Prancis.

Walaupun tindakan damai Presiden Macron untuk sementara telah berhasil meredakan aksi ‘revolusi’ kali ini, namun apakah rakyat Prancis dapat menjadi lebih dewasa lewat pelajaran sejarah ini?

Pengrusakan revolusi terhadap benda seni dan budaya, adalah pengrusakan terhadap warisan seni dan budaya seluruh dunia. Di kemudian hari jika tidak merasa puas terhadap pemerintah, akankah mereka mengulangi hal yang sama, merusak benda bersejarah untuk melampiaskan amarah?

Beberapa tahun terakhir, sejumlah turis dari Tiongkok yang berkunjung ke Museum Louvre atau ke tempat-tempat wisata lain di dunia, ada yang buang air sembarangan, sehingga pemerintah banyak negara terpaksa harus membuat tanda “toilet umum” dalam Bahasa Mandarin.

Turis yang datang dari negara yang memiliki budaya lebih dari 5000 tahun, yang melakukan hal-hal tidak beradab terhadap benda budaya dan bersejarah negara lain, juga akan dianggap sama tidak beradabnya dengan peserta unjuk rasa Prencis kali ini yang telah bertindak anarkis.

Semoga masyarakat dunia, menyelesaikan masalah dengan pemerintah secara damai, melindungi benda budaya adalah tindakan beradab. Tanpa pandang negara atau bangsa! (SUD/WHS/asr)

(*1) Komune Paris”, pertama kali muncul saat terjadi Revolusi Prancis antara 1789 – 1795, adalah badan pengawas kota Paris. Identik dengan kekerasan, pembantaian, dan penghancuran bangunan serta benda bersejarah.

Kedua kalinya muncul pasca Revolusi Prancis, yakni tanggal 18 Maret 1871, dibentuk oleh warga anarkis dan gerombolan mafia Paris yang berpaham komunis, pemimpinnya adalah seorang penjahit Jerman bernama Wilhelm Weitling, ia terang-terangan mendirikan rezim komunis Prancis yang pertama, kemudian mengobarkan pembantaian yang tidak pernah terjadi dalam sejarah Prancis, serta penghancuran berskala besar terhadap peradaban dan seni yang diwariskan para dewa kepada manusia pada peradaban ini, mengakibatkan Paris kota seni yang indah itu kehilangan aura gemerlapnya!

Istilah “Komune Paris” yang dimaksud oleh masyarakat pada umumnya adalah yang dibentuk oleh rezim komunis pada tahun 1871 ini, karena pengrusakan yang diakibatkannya jauh lebih parah daripada “Komune Paris” yang pertama, dan pengaruhnya sampai hari ini menyebar ke seluruh dunia.

(*2) “Illuminati” didirikan di luar kota Frankfurt, Jerman, pada Juli 1782 oleh sejumlah pemimpin Freemasonry berbagai negara. “Illuminati” adalah pendahulu komunisme yang pertama di Prancis, juga merupakan leluhur paham komunis seluruh dunia.

Akibat pengaruh “Illuminati” seorang revolusioner partai komunis pertama Prancis bernama François-Noël ‘Gracchus’ Babeuf ‘memprovokasi kerusuhan, membunuh dan meruntuhkan Majelis Negara’ semasa terjadinya Revolusi Prancis, pada 27 Mei 1797 Babeuf pun dihukum mati dengan penggal kepala Guillotine.

Tahun 1871, seorang penjahit Jerman bernama Wilhelm Weitling membentuk rezim komunis yang pertama yakni “Komune Paris 1871”, mengobarkan pembunuhan dan penghancuran berskala besar, hanya dalam waktu 2 bulan berhasil membunuh ratusan ribu orang, serta menghancurkan seperempat situs bersejarah dan peninggalan budaya di kota Paris.

Sebelumnya Marx dan Engels, dengan mendirikan Communist Correspondence Committee, dan pada 21 Februari 1848 di London, Inggris, menerbitkan “Manifesto Komunis”. Manifesto mengemukakan bahwa “komunisme akan menghapus prinsip keabadian sejati, akan menghapus agama dan moralitas.”

‘Manifesto’ menyangkal moral tradisi dan tanggung jawab pribadi, dan menggantikannya dengan pemerintahan tersentralisasi massive, pemerintahan sentralistis ini akan menghancurkan struktur sosial secara paksa, dan memaksakan ‘atheisme’ serta ‘Perjuangan Kelas’ ke seluruh dunia. Setelah itu membentuk “First International”, yang telah membuat Tiongkok menjadi ‘merah’ hingga sekarang ini.

 

Tiongkok Memacu Aktivitas Pabrik Karena Melihat Adanya Penurunan Selama Empat Bulan

0

EpochTimesId – Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan aktivitas pabrik di Tiongkok cenderung menurun selama empat bulan berturut-turut hingga bulan Maret 2019, yang berarti ekonomi masih lemah dan menambah kekhawatiran adanya kegoyahan pertumbuhan global.

Kelesuhan ekonomi ini, menyusul penurunan keuntungan industri setidaknya yang tajam dalam 7 tahun, akan menggarisbawahi perlunya stimulus yang lebih banyak karena Beijing berjuang untuk memperbaiki ekonomi dan mengakhiri perang dagang dengan Amerika Serikat yang membuat Tiongkok  terpuruk.

Indeks Manajer Pembelian resmi diperkirakan 49,5, naik sedikit dari 49,2 pada bulan Februari 2019, tetapi masih di bawah level 50 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi secara bulanan, menurut perkiraan median 24 pakar ekonomi.

Faktor musiman cenderung mendorong kenaikan aktivitas pabrik pada bulan Maret 2019 karena pabrik meningkatkan aktivitasnya setelah liburan panjang Tahun Baru Imlek pada bulan Februari 2019, kata para analis. Beberapa pabrik baja juga mulai meningkatkan produksinya karena kabut asap musim dingin yang menghalangi aktivitas telah berakhir.

Sementara kelemahan ekonomi yang diramalkan secara luas, investor dan pembuat kebijakan cenderung fokus dalam memperbaiki pesanan domestik dalam menanggapi serangkaian langkah-langkah meningkatkan pertumbuhan dalam beberapa bulan terakhir.

Regulator telah dengan cepat melacak miliaran dolar dalam investasi infrastruktur, tetapi konstruksi baru mulai meningkat dengan kembalinya cuaca yang lebih hangat.

Pesanan ekspor kemungkinan akan tetap lemah, karena tetangga Tiongkok yang berorientasi dagang, yaitu Jepang, Korea Selatan dan Taiwan semuanya telah melihat tanda-tanda lebih lanjut dari penurunan permintaan, baik di Tiongkok maupun di tempat lain.

Strategi balas dendam yang diberlakukan oleh Washington dan Beijing tetap berlaku saat mereka melanjutkan negosiasi. Tetapi selama delapan bulan  perang dagang yang telah mengganggu aliran barang bernilai miliaran dolar Amerika Serikat antara dua negara ekonomi terbesar dunia, tidak jelas apakah kesepakatan yang dapat diterima kedua belah pihak dapat dilakukan.

Pejabat Amerika Serikat mengatakan kepada Reuters pada tanggal 27 Maret 2019 bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok telah membuat kemajuan di semua bidang yang dibahas dalam pembicaraan perdagangan, dengan gerakan yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai masalah sensitif yaitu transfer teknologi secara paksa.

Diharapkan Lebih Banyak Tindakan Dukungan

Banyak data Tiongkok melaporkan untuk dua bulan pertama tahun 2019 ini yang menunjukkan pelemahan ekonomi lebih lanjut, meskipun sebagian besar pejabat mengaitkan pelemahan ekonomi itu disebabkan oleh liburan panjang.

Pertumbuhan output industri Tiongkok merosot ke level terendah dalam 17-tahun pada bulan Januari-Februari dari tahun sebelumnya, sementara investasi di sektor manufaktur menurun. Data pada hari Rabu menunjukkan keuntungan industri turun 14 persen, yang merupakan penurunan paling tajam sejak akhir 2011.

Tetapi Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang mengatakan pada hari Kamis bahwa langkah-langkah dukungan kebijakan sebelumnya mendapatkan daya tarik, sambil menambahkan bahwa Tiongkok akan memangkas tingkat suku bunga riil dan menurunkan biaya keuangan untuk perusahaan Tiongkok. Li Keqiang tidak menjelaskan tingkat suku bunga yang dimaksud.

Awal bulan ini, Li Keqiang mengumumkan lebih banyak pengeluaran untuk jalan, kereta api dan pelabuhan, bersama dengan pemotongan pajak hampir 2 triliun yuan (297,27 miliar dolar Amerika Serikat) untuk mengurangi tekanan pada neraca perusahaan yang tegang dan membatasi pemutusan hubungan kerja.

Meskipun demikian, baik analis dan pejabat telah memperhatikan bahwa langkah-langkah tersebut akan memakan waktu untuk dinikmati.

Beijing menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,0-6,5 persen pada tahun 2019 ini. Pertumbuhan aktual menurun menjadi 6,6 persen tahun lalu — pertumbuhan paling lambat dalam 28 tahun.

Sebuah survei bisnis swasta — indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit yang lebih berfokus pada perusahaan kecil dan menengah di Tiongkok— diperkirakan menunjukkan kontraksi yang lebih ringan.

Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit diperkirakan akan tetap di angka 49,9 untuk bulan kedua, hanya sedikit di bawah tanda netral. Survei pribadi diyakini mencakup perusahaan swasta yang lebih kecil, yang telah menjadi titik fokus utama upaya dukungan bisnis Beijing.

Survei indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit yang resmi dijadwalkan pada tanggal 31 Maret 2019, bersamaan dengan survei mengenai  layanan. Hasil indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit akan keluar pada tanggal 1 April 2019, dan indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin/Markit PMI mengenai layanan akan keluar pada tanggal 3 April 2019. (Stella Qiu & Ryan Woo/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=jWVPVi-ShYA

Sony Akan Menutup Pabrik Telepon Pintarnya di Tiongkok untuk Memangkas Biaya

0

EpochTimesId – Sony Corp menutup pabrik telepon pintar di Beijing, kata seorang juru bicara pada tanggal 28 Maret 2019, saat raksasa elektronik Jepang itu berupaya memangkas biaya supaya lebih menguntungkan karena merugi dalam memproduksi  handset.

Bisnis memproduksi  handset ini adalah salah satu dari sedikit titik lemah Sony dan menghadapi kerugian 95 miliar yen (863 juta dolar Amerika Serikat) untuk tahun keuangan yang berakhir bulan Maret 2019.

Juru bicara yang menolak disebutkan namanya itu mengatakan keputusan untuk menutup pabrik itu tidak terkait dengan perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok. Juru bicara itu mengatakan produksi akan berhenti pada akhir bulan Maret 2019, tetapi menolak mengatakan berapa banyak bidang pekerjaan yang akan terpengaruh oleh penutupan tersebut.

Setelah penutupan, Sony hanya akan membuat telepon pintar di pabriknya di Thailand tetapi akan terus melakukan pengalihandaya beberapa produksi untuk kontrak produsen, demikian kata juru bicara tersebut.

Beberapa analis mengatakan Sony harus menjual bisnis telepon pintarnya mengingat persaingan harga yang tajam dengan pesaingnnya di Asia. Perusahaan ini memiliki pangsa pasar global kurang dari satu persen, hanya mengirimkan 6,5 juta handset pada tahun keuangan ini, terutama ke Jepang dan Eropa.

Namun, Sony mengatakan tidak berniat menjual perusahaannya karena mengharapkan telepon pintar menjadi bagian sentral dari jaringan nirkabel generasi kelima, di mana mobil dan berbagai perangkat dapat terhubung, yang akan menguntungkan perusahaannya pada tahun keuangan yang dimulai April 2020.

Fujitsu Ltd tahun lalu menjual bisnis telepon selulernya ke dana investasi Polaris Capital Group, sehingga hanya menyisakan tiga produsen telepon pintar di Jepang, yaitu  — Sony, Sharp Corp, dan Kyocera Corp — di pasar global yang didominasi oleh Apple Inc, Samsung Electronics Co Ltd, dan pesaing dari Tiongkok yang lebih murah.

Samsung akhir tahun lalu mengatakan akan menghentikan operasi di salah satu pabrik telepon selulernya di Tiongkok, karena penjualannya di pasar telepon pintar terbesar di dunia itu merosot.

Foto: Seorang fotografer memegang telepon pintar Sony Xperia Z3 di Berlin, Jerman. File yang terinfeksi di telepon pintar tersebut ditemukan untuk menyampaikan data ke Tiongkok. (Sean Gallup / Getty Images)

Terjadi Penurunan Pengiriman Telepon Pintar

Tiongkok membanggakan diri sebagai pasar telepon pintar terbesar di dunia, tetapi ekonomi yang melambat, diperburuk oleh perang dagang dengan Amerika Serikat, telah menyebabkan permintaan gadget menurun di seluruh sektor teknologi.

Pengiriman telepon pintar ke Tiongkok pada bulan Februari 2019 turun ke level terendah dalam enam tahun, data pasar mengindikasikan, karena konsumen terus-menerus menunda mengganti telepon pintarnya dengan yang baru akibat perlambatan ekonomi.

Jumlah telepon pintar yang dikirim dari pabrik ke pengecer tidak sesuai dengan jumlah yang dibeli konsumen.

Pengiriman telepon pintar ke Tiongkok berjumlah 14,5 juta unit pada bulan Februari 2019, turun 19,9 persen dari tahun lalu, menurut data dari Akademi Teknologi Informasi dan Komunikasi Tiongkok, sebuah lembaga penelitian yang berafiliasi dengan pemerintah Tiongkok.

Pengiriman telepon pintar ke Tiongkok pada bulan Februari 2019 adalah pengiriman yang terendah sejak Februari 2013, di mana saat itu pengiriman telepon pintar ke Tiongkok mencapai 20,7 juta unit. (Pei Li & Josh Horwitz/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

Lebih dari 3.000 Pemilik Audi Buatan Tiongkok Mengklaim Menjadi Korban Suku Cadang Mobil Beracun

0

Wartawan diintimidasi karena berbagi artikel mengenai skandal tersebut di media sosial

EpochTimesId – Sebuah artikel yang diposting di platform media sosial Tiongkok, WeChat dengan cepat menjadi viral karena mengungkap masalah kesehatan terkait dengan suku cadang beracun yang diduga ditemukan di mobil Audi buatan Tiongkok.

Setelah publikasi artikel itu, 3.000 orang mengatakan bahwa mereka telah mengalami gangguan kesehatan akibat suku cadang beracun yang digunakan dalam mobil Audi buatan Tiongkok yang mereka beli.

Artikel yang diposting pada tanggal 8 Maret 2019 itu diduga ditulis oleh keluarga dari enam penderita leukemia yang menderita penyakit ini setelah “mereka semua membeli Audi [buatan Tiongkok].”

Di antara 3.000 korban yang dilaporkan, 150 orang menderita sakit parah, keguguran, atau melahirkan bayi dengan cacat lahir.

Menurut laporan The Epoch Times pada 20 Maret 2019, penulis WeChat tersebut merujuk pada enam mobil Audi yang semuanya diproduksi oleh produsen mobil Tiongkok FAW-Volkswagen. Pemilik Audi tersebut menderita leukemia setelah beberapa tahun membeli Audi tersebut dan bahwa dua dari enam pemilik Audi tersebut kini telah meninggal dunia.

Para penulis menduga penggunaan peredam aspal pada Audi tersebut yang menyebabkan penyakit leukemia.

Para sumber yang dapat dipercaya yang bekerja pada industri mobil Tiongkok mendukung pemikiran ini. Berbicara kepada outlet media Tiongkok, mereka mengatakan bahwa peredam aspal banyak digunakan dalam berbagai macam model mobil domestik Tiongkok. Di negara maju, pabrik mobil memilih untuk menggunakan resin polimer atau karet sebagai peredamnya.

Audi, produsen mobil Jerman yang terkenal, bermitra dengan FAW-Volkswagen, perusahaan patungan Tiongkok-Jerman yang didirikan pada tahun 1990. Perusahaan ini memproduksi Audis di pabriknya di Changchun, timur laut Tiongkok.

Pada 24 Maret 2019, penulis utama artikel itu, seorang wanita bernama Lin, mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa lebih dari 3.000 pemilik Audi buatan Tiongkok telah menghubunginya dan membentuk kelompok media sosial untuk membahas masalah kesehatan mereka dan mengambil tindakan untuk mencari keadilan bagi diri mereka sendiri.

Beberapa orang dari mereka tidak mempermasalahkan hubungan antara masalah kesehatan mereka dengan Audi sampai akhirnya mereka membaca artikel WeChat tersebut.

Menurut Lin, dari ribuan pemilik Audi, sekitar 150 pemilik menderita masalah kesehatan serius setelah memiliki kendaraan tersebut. Tiga puluh pemilik juga menderita leukemia, sementara pemilik lainnya menderita kanker paru, limfoma, dan kerusakan hati. Beberapa wanita melaporkan kerusakan pada anak yang dikandungnya, yang mengakibatkan keguguran dan cacat lahir.

Lin juga menulis bahwa meskipun para korban mempublikasikan klaim mereka dan melaporkan nomor kendaraan mereka, tidak ada komentar dari perwakilan lembaga penjaminan kualitas milik negara dalam menanggapi kekhawatiran mereka.

Dealer Audi merespons secara singkat pertanyaan media, dengan mengatakan bahwa semua kendaraan yang mereka jual telah melewati inspeksi kualitas.

“Saat ini, tidak ada instansi pemerintah terkait yang melakukan intervensi dalam kasus ini. Tidak ada instansi pemerintah terkait yang melakukan hal tersebut.

Dealer mobil Audi, dalam wawancara dengan wartawan, hanya mengklaim bahwa mobil mereka tidak memiliki masalah. Ketika para wartawan mencoba menyelidiki lebih jauh, [para dealer] hanya menghindari masalah dengan menutup telepon.”

Huang Zhijie, yang sebelumnya bekerja di Kantor Berita Xinhua sebagai pemimpin redaksi dan editor eksekutif majalah Tiongkok, New Media, kini  menjalankan media mandiri di WeChat. Huang Zhijie menerbitkan ulang artikel yang ditulis oleh enam keluarga di akun WeChat-nya. Karena pengikutnya yang luas, postingan Huang Zhijie dilihat oleh tiga juta orang dalam beberapa hari.

Menurut Huang Zhijie, ia menerima ancaman dari orang tidak dikenal karena berbagi artikel tersebut. (Olivia Li/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=a6NpdU8MgMo

‘Pengambilan Organ Secara ‘Biadab’ di Tiongkok Harus Berakhir, Ujar Anggota Parlemen Inggris

0

EpochTimesId – Sekelompok anggota parlemen Inggris mendesak pemerintah Inggris untuk meminta pertanggungjawaban Tiongkok atas tuduhan kejahatan yang mungkin dianggap mengganggu oleh sebagian orang, yaitu: praktik pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani.

Anggota Parlemen Partai Nasional Skotlandia, Patricia Gibson menyamakan  pengambilan organ secara biadab “seperti kisah dalam novel fiksi ilmiah.”

“Tindakan biadab dan tidak manusiawi ini harus diakhiri,” kata Patricia Gibson saat debat di Westminster Hall pada tanggal 26 Maret 2019.

Menanggapi beberapa pidato dari anggota parlemen, Mark Field, Menteri Negara untuk Asia dan Pasifik, Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran, mengatakan ia akan mengangkat masalah pengambilan organ paksa ke forum internasional.

“Anggota parlemen hari ini telah menguraikan kekhawatiran bahwa organ-organ tersebut tidak hanya diambil dari tahanan terpidana mati yang dieksekusi, tetapi juga dari tahanan hati nurani, terutama praktisi Falun Gong, serta minoritas penganut agama dan etnis lainnya.

“Kekhawatiran telah dikemukakan bahwa kadang-kadang organ dikeluarkan saat korban masih hidup, dan tanpa dibius terlebih dahulu,” kata Mark Field.

Mark Field mengatakan Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran akan meneliti masalah tersebut dengan cermat, namun menginginkan bukti lebih lanjut untuk membuktikan bahwa praktik tersebut disetujui negara Tiongkok.

Pada tahun 2016, Parlemen Eropa mengeluarkan deklarasi tertulis mengenai penghentian pengambilan organ dari tahanan yang tidak bersalah dan pada tahun yang sama, kongres Amerika Serikat dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang mengutuk pengambilan organ secara paksa yang direstui negara di Tiongkok.

Foto: Rumah Sakit Pusat Pertama Tianjin tampaknya telah mencangkok lebih banyak organ daripada yang dikatakannya, tanpa diketahui dari mana pasokan organ berasal. Para peneliti mengatakan organ-organ itu kemungkinan berasal dari tahanan yang mendekam di kamp kerja paksa Tiongkok. (Epoch Times)

Beberapa anggota Parlemen Partai Demokrat, salah satunya adalah Jim Shannon, yang menjadi tuan rumah acara debat, ingin menteri mengambil sikap yang lebih keras.

“Jujur saya katakan ​​bahwa mungkin menteri dapat bersikap sedikit lebih keras,” kata Jim Shannon, tetapi menambahkan, “Saya tidak berpikir bersikap lebih keras akan menghilangkan komitmennya mengenai apa yang kita upayakan untuk berubah.”

“Kita harus memberi kesan kepada Tiongkok bahwa pengambilan organ secara biadab itu tidak etis. Itu merupakan pembunuhan terencana karena adanya  permintaan kebutuhan organ,” kata Jim Shannon.

“Jumlah Korban yang Sangat Besar”

Laporan tahun 2016, Bloody Harvest: An Update, (pdf) mengatakan bahwa tahanan hati nurani menjadi sasaran ujian medis untuk menilai apakah organ mereka sesuai untuk transplantasi organ.

Ethan Gutmann adalah salah satu penulis laporan Bloody Harvest: An Update. Ia mengatakan bahwa adalah hal yang menggembirakan melihat semakin banyak anggota parlemen di Inggris yang ikut menentang pengambilan organ secara paksa.

“Anda memang melihat kelompok yang tahu apa yang mereka bicarakan, yang benar-benar mengetahui masalah tersebut dan berbicara dengan fasih mengenai masalah tersebut, dan sangat bertekad. Ini adalah terobosan baru,” kata Ethan Gutmann.

Berbicara mengenai pengambilan organ secara paksa, Ethan Gutmann berkata, “Dalam hal korupsi medis, kami melihat sesuatu yang belum kami lihat sejak Nazi, dalam hal eksperimen medis.”

Pengadilan rakyat yang dibentuk untuk menyelidiki pengambilan organ secara paksa di Tiongkok memberikan putusan sementara Desember lalu, yang dipimpin oleh ketua Sir Geoffrey Nice, yang mengatakan bahwa pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani telah terjadi di Tiongkok “dalam skala besar.”

“Kami, anggota pengadilan, semuanya pasti, dengan suara bulat, dan yakin tanpa keraguan, bahwa di Tiongkok, pengambilan organ secara paksa dari tahanan hati nurani telah dipraktikkan untuk periode waktu yang substansial, melibatkan sejumlah besar korban,” kata Sir Geoffrey Nice.

Foto: Sir Geoffrey Nice QC, ketua pengadilan untuk Tiongkok yang melakukan pengambilan organ secara paksa, pada hari pertama audiensi publik di London pada tanggal 8 Desember 2018. (Justin Palmer)

Kesaksian para saksi mendukung tuduhan bahwa para korban pengambilan organ seringkali dipenjara karena keyakinan mereka, terutama praktisi Falun Gong, suatu latihan spiritual yang telah ditindas di Tiongkok sejak tahun 1999, serta Muslim Uyghur, Buddha Tibet, dan umat Kristen.

Seorang mantan ahli bedah, Enver Tohti, mengatakan ia dipaksa untuk mengambil organ dari seorang pria yang masih hidup.

“Pria itu berusaha berjuang untuk melawan irisan pisau saya, tetapi ia terlalu lemah untuk berontak dari irisan pisau saya,” kata Enver Tohti selama kesaksiannya.

Dr. Adnan Sharif, Sekretaris, Dokter yang Menentang Pengambilan Organ Paksa menggambarkan praktik ini sebagai “kejahatan besar terhadap kemanusiaan.”

“Kadang sangat berat untuk mendengarkan kesaksian itu, mendengarkan laporan saksi karena bagi sebagian orang merasa terlalu sulit untuk menerima kenyataan bahwa hal itu memang terjadi,” kata Dr. Adnan Sharif, konsultan nefrologi transplantasi di Queen Elizabeth Hospital. Birmingham.

“Saat ini, dari perspektif global, peristiwa ini adalah cacatan kelam terburuk  terhadap donasi organ,” kata Dr. Adnan Sharif.

Pada saat publikasi ini, 40 anggota parlemen telah menandatangani mosi, yang menyerukan agar pemerintah Inggris mengutuk praktik pengambilan organ secara paksa serta mendesak mengeluarkan undang-undang yang melarang warganegara Inggris untuk berpartisipasi dalam pariwisata organ.

Anggota Parlemen Konservatif bernama Fiona Bruce mengatakan selama debat, “Dalam kasus pembunuhan atau pembunuhan dengan cara pemindahan organ secara paksa dari tahanan hati nurani di Tiongkok, tidak ada korban yang dapat menceritakan kisah mereka, karena tidak ada satu pun korban yang selamat. Kasus tersebut hampir merupakan kejahatan yang sempurna. Haruskah hal tersebut mencegah kita berbicara? Seharusnya tidak.”

Bukan pertama kalinya kasus tersebut diperdebatkan di parlemen, dan Fiona Bruce berkata bahwa debat tersebut tidak akan menjadi debat yang terakhir. (Jane Werrell/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=QZYjPsdOk4U

Bayi Perempuan Lumpuh Akibat Vaksin, Sang Ibu Ditangkap karena Meminta Kompensasi

0

EpochTimesId – Seorang ibu di Tiongkok ditahan oleh polisi karena meminta kompensasi setelah sebagian tubuh putrinya lumpuh akibat vaksin, Epoch Times berbahasa Mandarin melaporkan pada tanggal 23 Maret 2019.

Otoritas lokal di Provinsi Henan, Tiongkok, mengatakan bahwa He Fangmei akan dipenjara selama 15 hari karena tuduhan “berperilaku tidak tertib.” Pada tanggal 21 Maret 2019, di akhir masa penahanan, He Fangmei tidak dibebaskan oleh polisi dan keluarganya tidak menerima informasi apapun  dari pihak berwenang.

Ternyata He Fangmei dipindahkan ke pusat penahanan. Suaminya, Li Xin, baru mengetahui keberadaan He Fangmei setelah diberitahu oleh seorang penjaga lanjut usia yang bekerja di pintu depan kantor polisi.

Penahanan

Foto: He Fangmei mengangkat sebuah kertas, yang berisi seruan kepada orangtua lain yang anaknya telah dirugikan oleh vaksin untuk meminta kompensasi dari pemerintah. (Foto disediakan oleh keluarga He Fangmei)

Setelah He Fangmei ditahan, otoritas pemerintah mulai memata-matai Li Xin.

“Setiap orangtua yang berupaya mendapatkan keadilan bagi anak-anak yang dirugikan oleh vaksin menjadi ‘musuh sosial’,” kata Li Xin kepada Epoch Times.

Pada bulan Mei 2018, setelah putri He Fangmei menerima vaksinasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) supaya kebal terhadap penyakit difteri, sang putri menderita batuk rejan, dan tetanus. Tangan dan kaki sang putri kemudian dirusak oleh imunisasi. Untuk menyelamatkan putrinya secepat mungkin, Li Xin dan He Fangmei membawa putrinya ke Beijing untuk perawatan medis, dan menyewa rumah.

Tiba-tiba, pemilik rumah sewaan memberitahu Li Xin dan He Fangmei untuk mengosongkan rumah tersebut pada tanggal tertentu. Otoritas setempat menindas pemilik rumah sewaan untuk mengancam Li Xin dan He Fangmei. Mereka diberitahu bahwa barang-barang mereka yang tertinggal di rumah tersebut akan dibuang.

Dokumen medis penting mengenai perawatan putrinya masih berada di rumah sewaan tersebut, maka Li Xin kembali ke rumah sewaan tersebut bersama putrinya untuk mengambilnya. Saat berada di stasiun kereta, tiba-tiba ia ditangkap oleh tim SWAT (Senjata dan Taktik Khusus).

“Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mengalami penculikan seperti ini,” kata Li Xin kepada Epoch Times berbahasa Mandarin.

Li Xin ditahan oleh polisi dan kemudian dibebaskan.

Li Xin mengatakan bahwa dalam sembilan bulan sejak putrinya cacat, istrinya, He Fangmei sering mengeluh kepada pemerintah setempat untuk mendapatkan kompensasi yang adil atas biaya pengobatan. Namun, berkali-kali ia ditolak.

Maka He Fangmei pergi ke otoritas yang lebih tinggi, dan bahkan di jalanan, demi mencari bantuan untuk mengobati cidera putrinya. He Fangmei  melakukan ini di kota asalnya di Xinxiang, dan juga di Beijing.

He Fangmei dan Li Xin bermaksud untuk memperingatkan orangtua lain mengenai bahaya vaksinasi, tetapi malahan menerima banyak jenis tekanan dari Partai Komunis Tiongkok. Mereka telah ditahan dan ditekan dengan berbagai cara, bahkan dilarang menggunakan internet.

Baru-baru ini, Partai Komunis Tiongkok mengadakan “Lianghui,” secara harfiah diterjemahkan sebagai Dua Pertemuan, yang berakhir pada pertengahan Maret 2019. Selama Dua Pertemuan, banyak orang ditangkap dengan berbagai tuduhan, termasuk orangtua yang mengeluhkan vaksin berbahaya.

Vaksin Mematikan

Di Tiongkok, anak-anak tidak hanya cedera akibat vaksin yang diproduksi  secara buruk, tetapi bahkan terbunuh. Ada dua orang anak meninggal pada awal Februari 2019 akibat vaksinasi yang buruk di Tiongkok.

Satu anak laki-laki bernama Han Xu, meninggal pada tanggal 8 Februari 2019. Ia lahir pada bulan Oktober 2014, dan menerima vaksin kusta 10 bulan kemudian. Ia segera mulai mengalami demam dan kejang. Ia dirawat di unit perawatan intensif selama dua bulan.

Han Xu harus diberi makan melalui hidungnya, dan ia dapat tersenyum dan makan. Namun, ia tidak dapat berbicara atau berjalan. Ia sering sakit. Orangtuanya membawanya ke berbagai rumah sakit, tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. Han Xu didiagnosis menderita meningitis.

Ketika Han Xu meninggal, jenazahnya tidak diserahkan kepada orangtuanya, dan tidak ada penjelasan yang diberikan oleh pihak berwenang. Han Xu diperiksa apakah penyakitnya adalah penyakit keturunan, tetapi semua hasil pemeriksaan memberikan hasil negatif. Dokter ahli tidak diizinkan untuk menandatangani pemeriksaan yang diberikan kepada Han Xu.

Anak laki-laki lain, bernama He Shangze, meninggal pada tanggal 10 Februari 2019. Ia telah menerima vaksinasi untuk Polio dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) pada bulan Oktober 2014.

Malam berikutnya, He Shangze dilarikan ke rumah sakit karena menderita demam tinggi dan shock. He Shangze didiagnosis menderita meningitis. Para ahli memperkirakan bahwa He Shangze diracuni oleh vaksin. (Daniel Holl/ Vv)

Reporter Epoch Times, Liu Yi, berkontribusi pada laporan ini.

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=WiwiAL85pxc

Lawan Ancaman Komunis Tiongkok, Amerika Serikat Bentuk Lembaga Baru

0

oleh Xiao Lisheng dan Lin Lan

Amerika Serikat telah mengambil tindakan lebih lanjut terhadap ancaman komunis Tiongkok dengan membentuk lembaga baru.

Lembaga ini diberi nama Committee on the Present Danger : China yang disingkat CPDC atau Komite Bahaya Masa Kini : Tiongkok. Lembaga ini dibentuk pada 25 Maret lalu. Ruang lingkup kinerjanya akan membantu pemerintah AS dan publik untuk mengenali ancaman komunis Tiongkok dalam banyak cara.

Beberapa anggota mengatakan bahwa ini adalah implementasi dari Strategi Strategi Keamanan Nasional tahun 2017 yang diusung pemerintahan Presiden Trump.

Sekitara 20 orang tokoh terkemuka di bidang pertahanan nasional, politik, dan agama, serta aktivis hak asasi manusia berkumpul di Washington pada saat peluncuran CPDC 25 Maret lalu. Sejumlah tokoh menyampaikan pidato untuk memperkenalkan ancaman komunis Tiongkok terhadap Amerika Serikat.

Komite tersebut memiliki lebih dari 40 orang anggota pendiri. Mereka termasuk mantan pejabat pemerintah, anggota parlemen dan anggota lembaga think tank. Mereka bertujuan untuk membuat rakyat Amerika dan pembuat kebijakan untuk mengenali ancaman baik yang ditimbulkan secara konvensional maupun yang non-konvensional dari komunis Tiongkok terhadap Amerika Serikat melalui pendidikan publik dan publisitas.

Ancaman-ancaman itu termasuk di bidang politik, ekonomi, militer, ilmiah, hak asasi manusia, ideologi, agama, dan bahkan 0bat-obatan terlarang seperti Fentanyl dan mencapai konsensus dalam mengatasi ancaman tersebut.

Menerapkan strategi keamanan nasional

Brian Kennedy, Chairman CPDC mengatakan, meskipun ancaman komunis Tiongkok terhadap Amerika Serikat tidak banyak diketahui oleh masyarakat, tapi Presiden Trump sudah mengenalinya sejak puluhan tahun silam.

Han Lianchao, anggota komite dan peneliti tamu dari Institut Hudson kepada Epoch Times megnatakan bahwa langkah ini adalah untuk mengimplementasikan Laporan Strategi Keamanan Nasional yang dirumuskan oleh Presiden Trump pada Desember 2017.

Menurut dia, dalam laporan itu disebutkan bahwa pemerintahan Trump ingin membalikkan situasi kerjasama Amerika Serikat dengan Tiongkok selama 30 tahun terakhir, dari kawan strategi menjadi lawan strategi jangka panjang Amerika Serikat.

Han Lianchao  menilai meskipun Partai Republik dan Partai Demokrat Amerika Serikat telah membentuk konsensus dan menyadari urgensi ancaman komunis Tiongkok, namun, banyak masyarakat Amerika Serikat belum sepenuhnya menyadari keseriusan masalah ini karena ditutup-tutupi oleh komunis Tiongkok selama puluhan tahun.

Han Lianchao berpendapat bahwa tugas utama komite saat ini adalah untuk menyelidiki secara komprehensif penetrasi komunis Tiongkok ke berbagai aspek kehidupan Amerika Serikat, kemudian melaporkan penetrasi ini, dan membuat rekomendasi khusus ke tingkat pengambil keputusan.

Pada saat yang sama, melalui media dan saluran lainnya menjelaskan kepada rakyat Amerika mengapa ancaman komunis Tiongkok itu cukup serius. Nantinya, agar rakyat Amerika dapat mencapai pengertian yang sama mengenai ancaman komunis Tiongkok. Dengan demikian strategi keamanan nasional dapat diimplementasikan sebagai kebijakan khusus sesegera mungkin.

Frank Gaffney, Vice Chairman CPDC mengatakan tujuan komite tidak hanya untuk mengeluarkan peringatan bahaya ancaman, tetapi bagaimana menanggulanginya. Frank juga menyoroti masalah tingkat ancaman komunis Tiongkok dan kisarannya yang sudah mendalam dan meluas.

CPD dibentuk pada saat yang tepat

Committee on the Present Danger (CPD) pernah dibentuk sebanyak 3 kali di Amerika Serikat. Namun kali ini ancaman bahaya yang menjadi target untuk ditanggulangi adalah bahaya komunis Tiongkok.

Pada tahun 1950, Amerika Serikat pertama kali membentuk CPD untuk melawan konspirasi agresif dari Uni Soviet. CPD kedua dibentuk pada tahun 1976, dengan tujuan mempromosikan anggaran pertahanan yang lebih besar demi pembangunan fasilitas persenjataan untuk melawan Uni Soviet.

Presiden Reagan bukan saja menjadi anggota komite, tetapi 33 orang dari anggota komite memangku jabatan di pemerintahan Reagan. Pada akhirnya, CPD membantu pemerintahan Reagan mengalahkan Uni Soviet. CPD ketiga dibentuk  pada tahun 2004 sebagai tanggapan terhadap perang global melawan terorisme.

Han Lianchao kepada Epoch Times mengatakan penetrasi komunis Tiongkok di Amerika Serikat sudah terlalu serius. Ancaman ini sudah di depan mata. Oleh karena itu, perlu dibentuk konsensus kebijakan, kemudian mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan transformasi strategi keamanan.

Menurut Lianchao, komunis Tiongkok di Tiongkokok menindas sangat kejam terhadap rakyatnya, ketika di luar negeri mereka mengekspansi pengaruh. Tujuan Komunis Tiongkok adalah ingin menciptakan perubahan yang mendasar dalam hubungan internasional.

Dia menegaskan, Komunis Tiongkok telah memulai perang dingin. Ancaman komunis Tiongkok tidak lagi di depan pintu, tetapi sudah di dalam pintu, ancamannya telah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat Amerika dan Amerika Serikat harus bangkit melawannya.

Komentator Zhou Xiaohui dalam artikelnya menulis CPD dibentuk pada saat yang tepat sehingga memiliki makna yang signifikan. Perannya yang besar adalah dalam membantu pemerintahan Trump, sama halnya dengan CPD terdahulu yang banyak memberikan bantuan kepada pemerintahan Reagan.

Zhou Xiaohui mengatakan bahwa langkah tersebut akan menghantarkan kepada masyarakat AS sebuah suasana yang berpemahaman sama, pengakuan yang umum  yakni anti-komunis.

Bagi Amerika Serikat yang rakyatnya telah dimobilisasi dalam pemahaman yang sama, akan membuat Beijing kewalahan dalam menahan gempuran perang dagang menjadi semakin terberdaya, tidak mampu lagi melakukan perlawanan yang efektif.

Akhirnya komunis Tiongkok terpaksa mengikuti jejak langkah Uni Soviet yang mengakhiri hidup di atas tumpukan sampah sejarah. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=CIInUQSBX7g

Macron Gelar Kuartet Pembicaraan untuk Menyatukan Eropa Hadapi Komunis Tiongkok

Chang Chun

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan upacara akbar untuk menghantarkan Presiden  Xi Jinping meninggalkan Paris. Namun, selagi kunjungan Xi Jinping di Prancis, Presiden Macron  juga menyelenggarakan kuartet Pembicaraan yang tampaknya ditujukan untuk menunjukkan bahwa sikap Prancis dan Uni Eropa terhadap komunis Tiongkok telah berubah.

Pada 26 Maret lalu, dengan dihantarkan oleh musik dari orkestra militer, Presiden Emmanuel Macron melambaikan tangan kepada Presiden Xi Jinping dan istri menjelang mereka masuk ke dalam pintu pesawat kepresidenan.

Sehari sebelumnya, ketika Xi Jinping tiba di Paris ia juga disambut secara meriah oleh pengawal upacara dan berjalan di atas karpet merah.

Namun, antusiasme bukan satu-satunya nada yang muncul pada kunjungan kali ini.

The New York Times menggambarkan bahwa Macron menunjukkan sikap “bersemangat, hati-hati, tetapi tetap waspada”.

Pada 25 Maret, ketika kedua kepala negara menandatangani belasan perjanjian komersial dan pemerintah yang nilainya mencapai miliaran euro di Istana Elysee, Macron menegaskan kembali di hadapan Xi Jinping bahwa dalam pandangannya, kesatuan tanggapan Eropa terhadap hegemoni komunis Tiongkok adalah sangat penting.

Sebagaimana dibuktikan oleh pernyataan ini, Macron mengadakan Kuartet Pembicaraan  khusus dengan mengundang Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker datang di Istana Elysee untuk menghadiri pembicaraan dirinya dengan Xi Jinping. Hal ini memicu perhatian khusus media. Mereka bertanya-tanya, mengapa Macron “minta ditemani”.

Tang Jingyuan, komentator politik yang berdomisili di Amerika Serikat menilai Macron tidak menghendaki Beijing mengerahkan strategi menindaki Uni Eropa dengan cara non-kesatuan. Artinya, sudah sulit bagi negara Eropa secara sendirian untuk melawan komunis Tiongkok yang notabene adalah negara penyandang ekonomi terbesar kedua di dunia, melawan tekanan yang berasal dari godaan uang dan penganiayaan politik. Oleh karena itu, Macron dengan sengaja menunjukkan kesatuan Uni Eropa, dan secara implisit memperingati Beijing bahwa jangan mencoba untuk memecah belah kami.

Pekan lalu, meskipun ada peringatan dari sekutu, Italia secara resmi menandatangani MOU untuk bergabung dalam proyek One Belt One Road atau OBOR komunis Tiongkok. Negara-negara anggota Uni Eropa yang lebih kecil seperti Yunani, Hongaria, Polandia dan Portugal juga telah menandatangani letter of intent yang relevan. Para kritikus khawatir bahwa Eropa di masa depan akan menghadapi kuda Troya.

Tang Jingyuan percaya bahwa Macron sekarang telah mengubah pembicaraan bilateral yang diharapkan Beijing menjadi pembicaraan empat pihak, pada saat yang sama ia juga menjadi promotor persatuan Uni Eropa yang demonya diharapkan bisa ditiru oleh negara-negara anggota Uni Eropa lainnya.

Meskipun Kuartet Pembicaraan pada 26 Maret itu menunjukkan keinginan untuk bekerja sama secara multilateral, tetapi pihak Eropa lebih menekankan pada kesetaraan dalam kegiatan perdagangan Tiongkok – Eropa.

Angela Merkel, Macron dan Juncke secara cerdik menunjukkan bahwa dalam hubungan dagang dengan Tiongkok, sebenarnya keuntungan lebih banyak diambil oleh pihak Tiongkok.

Ketiga pejabat Uni Eropa tersebut berharap hubungan itu dapat direposisikan kembali, agar Eropa dapat menempatkan posisinya sendiri dalam suasana perubahan dunia yang terjadi terus menerus.

Komentator politik, Lan Shu, mengatakan bahwa hubungan Eropa dengan Tiongkok sudah berlangsung selam puluhan tahun dan sudah jelas. Apapun yang dilakukan mulai 5G Huawei, proyek OBOR, atau menyerang pasar Barat dengan tenaga kerja murah, akan tetapi pada akhirnya  banyak industri dan teknologi milik Barat akan dibawa pulang ke Tiongkok.

Menurut Lanshu, semua ini didasarkan pada perdagangan dan pertukaran yang tidak adil. Oleh karena itu, secara keseluruhan telah membangkitkan kewaspadaan dunia bebas Barat.

Tang Jingyuan mengatakan bahwa pada kenyataannya, perlakuan komunis Tiongkok terhadap perdagangan dan teknik infiltrasi Eropa persis sama dengan perawatan di Amerika Serikat. Setelah diserang oleh Amerika Serikat, komunis Tiongkok sekarang telah mengalihkan fokusnya ke benua Eropa.

“Pendekatan ini merupakan ancaman serius terhadap nilai-nilai yang dianggap Eropa sebagai landasan persatuan. Dari sudut pandang ini, konfrontasi antara Eropa dengan komunis Tiongkok sebenarnya adalah masalah waktu. OBOR dan 5G Huawei hanyalah peledakan dari kedua sistem, dan kontradiksi mendasar antara kedua nilai itu,” kata Tang Jingyuan.

Selain negara-negara Eropa Barat, komunis Tiongkok juga aktif merayu negara-negara Eropa Tengah dan Timur, dengan membongkar garis pertahanan ekonomi dan perdagangan Uni Eropa, terutama melalui KTT 16 plus 1 dengan 16 negara di Eropa Tengah dan Timur.

Namun, beberapa pejabat Polandia mengeluh bahwa ketika mereka membuka pintu bagi komoditas Tiongkok, jumlah koridor yang dibuka Tiongkok untuk masuknya barang-barang Polandia tidak meningkat secara signifikan.

Menghadapi sikap agresif komunis Tiongkok, Komisi Eropa pekan lalu menyusun sebuah ‘Rencana 10’ demi mengusung kepentingan Eropa yang rencananya akan dibawa ke KTT Eropa – Tiongkok yang akan diselenggarakan pada 9 April mendatang. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=ay8Yp1mytY8&lc=UgxLdOsgKIZ2v6NEBD14AaABAg

Mahkamah Agung Amerika Tolak Gugatan Terhadap Larangan Aksesoris Senapan Otomatis

0

EpochTimesId – Mahkamah Agung Amerika Serikat menolak gugatan para aktivis hak senjata untuk mencabut pelarangan ‘bump stock’. Aktivis menggugat peraturan yang dikeluarkan pemerintahan Donald Trump untuk melarang aksesoris senjata api semi otomatis itu, berdasarkan perintah pengadilan pada 28 Maret 2019.

Presiden Donald Trump menandatangani sebuah memorandum pada Februari 2018, yang mengarahkan Departemen Kehakiman untuk melarang semua perangkat cadangan (aksesoris) dan perangkat lain yang ‘mengubah senjata legal menjadi senapan mesin semi otomatis’.

Bump stock adalah perangkat yang memungkinkan penembak senjata api semi-otomatis, untuk menembak secara terus menerus dengan satu tarikan pelatuk.

Bump stock yang melekat pada senapan semi-otomatis, untuk meningkatkan intensitas muntahan peluru terlihat di toko Good Guys Gun Shop di Orem, Utah, AS, pada 4 Oktober 2017. (Foto : George Frey/Reuters/The Epoch Times)

Perintah pengadilan menolak aplikasi untuk penundaan penerapan aturan dalam gugatan di Michigan yang diajukan oleh kelompok-kelompok hak senjata sipil, seperti Gun Owners of America. Mereka meminta pengadilan menunda penerapan aturan ketika proses gugatan sedang berlangsung. Perintah pengadilan ini adalah yang kedua dalam satu minggu, dari Mahkamah Agung tentang aturan larangan tersebut.

Ketua majelis Hakim, John Roberts menolak upaya serupa oleh aktivis hak senjata untuk menunda sementara larangan itu pada 26 Maret 2019. Itu adalah pada hari yang sama, dimana kebijakan pemerintahan Trump tersebut diberlakukan.

Trump memulai upaya untuk melarang perangkat ini setelah seorang pria bersenjata menggunakannya dalam insiden penembakan pada Oktober 2017. Insiden itu, yang menewaskan 58 orang di sebuah festival musik country di Las Vegas.

Departemen Kehakiman mengumumkan pada bulan Desember 2018 bahwa mereka telah mengamandemen peraturan Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) untuk mengklarifikasi bahwa bump-stock masuk dalam definisi ‘senapan mesin’ berdasarkan hukum federal, yang secara efektif membatasi penggunaannya.

“Presiden Donald Trump adalah presiden hukum dan ketertiban, yang telah menandatangani jutaan dolar dana hukum bagi para petugas penegak hukum di sekolah-sekolah kami, dan di bawah kepemimpinannya yang kuat, Departemen Kehakiman telah menuntut lebih banyak penjahat terkait senapan daripada sebelumnya karena kami menargetkan penjahat kejam. Kami dengan setia mengikuti kepemimpinan Presiden Trump, dengan memperjelas bahwa bump-stok, yang mengubah semi otomatis menjadi senapan mesin, adalah ilegal, dan kami akan terus mengambil senjata ilegal dari jalanan,” kata Penjabat Jaksa Agung, Whitaker saat itu.

Akibatnya, siapa pun yang memiliki bump-stok dan perangkat terkait, diharuskan untuk menghancurkan perangkat atau menyerahkannya di kantor ATF terdekat tanpa kompensasi apa pun paling lambat pada tanggal 26 Maret 2019.

Senjata semiotomatis dengan bump-stok menggunakan recoil senjata untuk menabrak pelatuknya. Sehingga memungkinkan senjata semiotomatis menembakkan ratusan peluru per menit, yang dapat mengubahnya menjadi senapan mesin.

Sejak penembakan di sekolah di Las Vegas dan Florida tahun lalu, negara bagian dan pengecer mulai menerapkan batasan yang lebih ketat pada penjualan senjata api dan aksesorinya.

Sementara itu, beberapa tuntutan hukum diajukan oleh komunitas dan organisasi kegiatan senjata api untuk menentang peraturan federal di beberapa negara, termasuk Michigan, Ohio, dan Washington.

Mereka yang menentang kebijakan tersebut berpendapat bahwa ATF tidak memiliki wewenang untuk menyamakan bump-stock dengan senapan mesin. Salah satu peraturan di pusat sengketa hukum ditulis lebih dari 80 tahun yang lalu, ketika Kongres membatasi akses dan kepemilikan senapan mesin, selama masa kejayaan penggunaan senjata api oleh gangster Amerika, ‘tommy-gun’. (JANITA KAN dan Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Parlemen Uni Eropa Serukan Lebih Banyak Sanksi Terhadap Rezim Maduro Venezuela

0

EpochTimesId — Parlemen Uni Eropa menyerukan sanksi lebih lanjut terhadap tokoh-tokoh kunci di rezim otoriter sosialis Venezuela. Parlemen UE diantaranya mendesak pembekuan aset dan pembatasan pergerakan mereka, serta terhadap keluarga mereka.

Anggota parlemen Eropa yang berkantor di Strasbourg memberikan suara melalui resolusi baru pada 28 Maret 2019. Pemungutan suara yang juga menyatakan bahwa UE harus menyediakan dana darurat untuk negara-negara tetangga yang menerima banyak pengungsi dari Venezuela.

Mereka mengesahkan langkah itu sebagai Kelompok Kontak Internasional yang didukung Brussels di Venezuela (Brussels-backed International Contact Group on Venezuela), yang dibentuk untuk membantu menemukan jalan menuju pemilihan umum baru di negara yang dilanda krisis, bertemu untuk kedua kalinya di Ekuador.

Langkah terbaru ini datang bersamaan ketika Uni Eropa mengutuk kehadiran personil militer Rusia di Venezuela. Juru bicara Komisi Eropa menuduh Moskow mendatangkan ke-tidak-stabil-an baru di kawasan itu.

Eropa telah berjuang untuk menyepakati kebijakan garis-keras dan bersatu, tentang bagaimana menghadapi rezim Nicolás Maduro di tengah-tengah perpecahan dalam blok Eropa tentang apakah akan terlibat dalam urusan internal negara asing.

Dalam resolusi 28 Maret, yang dimenangkan oleh 310 suara melawan 120 suara menolak, Parlemen Uni Eropa menyampaikan teguran ke ibukota Uni Eropa yang belum mengakui pemimpin Majelis Nasional Juan Guaido sebagai pemimpin sementara Venezuela yang sah.

Ini akan mendorong mereka untuk ‘melakukan hal yang mendesak’ dan meminta negara-negara anggota untuk mempertimbangkan sanksi baru terhadap anggota rezim Maduro untuk meningkatkan tekanan terhadap Caracas.

Resolusi itu menyerukan sanksi tambahan yang menargetkan aset otoritas negara tidak sah di luar negeri. Serta orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan penindasan hak asasi manusia di Venezuela.

Anggota parlemen Eropa juga melemparkan gagasan ‘konferensi donor internasional’ dengan tujuan untuk memberikan dukungan keuangan yang luas untuk rekonstruksi dan transisi menuju demokrasi di Venezuela.

Pada 27 Maret 2019, Komisi Uni Eropa mengumumkan anggaran darurat senilai AS$ 56 juta untuk upaya bantuan tambahan di negara itu, terutama menargetkan kelompok-kelompok rentan seperti kaum muda, orang tua, dan ibu melahirkan.

tarif impor sepeda listrik uni eropa
Bendera Uni Eropa berkibar di luar markas Komisi Uni Eropa di Brussels, Belgia pada 8 Maret 2018. (Yves Herman/Reuters)

Parlemen Uni Eropa juga mengkritik keefektifan Kelompok Kontak Internasional, yang bertemu untuk pertama kalinya di Uruguay pada bulan Februari 2019. Parlemen mengatakan, menyesali kurangnya hasil nyata dari kelompok kontak sejauh ini.

Kelompok itu bertemu untuk kedua kalinya pada 27 Maret 2019, yang dihadiri delapan negara Eropa, yaitu Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris, bersama-sama dengan negara-negara Amerika Selatan, Bolivia, Kosta Rika, Ekuador, dan Uruguay.

Kepala urusan luar negeri Brussel, Federica Mogherini, yang memimpin Sidang itu, mengatakan, “Saya memuji upaya penerimaan kawasan, termasuk Ekuador, yang telah menerima jutaan pengungsi dan migran Venezuela, dan solidaritas penuh kami.”

“Kami telah bekerja sama dengan baik dan kami akan melanjutkan upaya bersama kami dengan tujuan membantu rakyat Venezuela menemukan solusi yang damai dan demokratis,” ujar Mogherini.

Namun, pertemuan itu dibayangi oleh pengumuman bahwa hampir 100 tentara Rusia telah mendarat di Caracas dan turun dari pesawat militer. Moskow mengakui kehadiran mereka di Venezuela. Juru bicara kementerian luar negeri Rusia mengatakan mereka ditugaskan dengan implementasi praktis ketentuan-ketentuan perjanjian kerja sama bilateral militer-teknis.

Menanggapi tindakan tersebut, juru bicara Komisi mengatakan situasi di Venezuela sangat terpolarisasi.

“Semua tindakan dan gerakan yang semakin meningkatkan ketegangan hanya akan menciptakan lebih banyak hambatan bagi resolusi yang dimiliki secara damai, demokratis, dan dimiliki Venezuela terhadap krisis ini.” (NICK GUTTERIDGE/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Rusia Menolak Tarik Personil Militer dari Venezuela

0

EpochTimesId – Rusia menolak seruan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk menarik semua personil militer dari Venezuela, pada 28 Maret 2019. Rusia mengatakan hanya mengirim ‘Tenaga Ahli’ sebagai bagian dari kesepakatan kerja sama militer.

Sehari sebelumnya, Trump mengatakan bahwa ‘semua opsi’ sedang dipertimbangkan untuk membuat Rusia menarik pasukan militer mereka keluar dari Venezuela. Pernyataan presiden tersebut mengikuti pemberitaan pekan lalu, bahwa dua pesawat angkatan udara Rusia mendarat di pinggir Caracas membawa. Kedua pesawat militer membawa seorang jenderal, sekitar 100 tentara Rusia, dan logistik peralatan militer.

Atase militer Venezuela di Moskow, Jose Rafael Torrealba Perez, mengatakan bahwa Rusia memang mengirim ‘tentara’ ke Venezuela. Akan tetapi, mereka tidak akan ambil bagian dalam operasi militer.

“Kehadiran prajurit Rusia di Venezuela terkait dengan diskusi kerja sama di bidang teknis-militer,” kata Perez.

Rusia dan Tiongkok sudah selama bertahun-tahun menggelontorkan miliaran dolar AS ke Venezuela, dan diktator tidak sah negara itu, Nicolás Maduro, melalui pinjaman dan kesepakatan energi. Rusia juga berulang kali memperingatkan Amerika Serikat untuk tidak melakukan intervensi militer di Venezuela. Pendukung Maduro terkenal lainnya termasuk Turki, Bolivia, Iran, dan Kuba.

Amerika Serikat mendukung Juan Guaido, presiden sementara yang diakui secara internasional yang mendapat dukungan lebih dari 50 negara demokratis. Ketika Venezuela berubah menjadi kekacauan politik, pemerintahan Trump telah meningkatkan tekanan pada rezim sosialis dengan penambahan sanksi baru pada 22 Maret 2019. Kali ini, Amerika menargetkan Bank Pembangunan Nasional Venezuela, Bandes.

Pasukan Rusia digambarkan oleh juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova sebagai ‘spesialis-Rusia’ pada 28 Maret 2019. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

“Rusia tidak mengubah keseimbangan kekuasaan di kawasan itu, Rusia tidak mengancam siapa pun, tidak seperti (pejabat) di Washington. Tenaga ahli Rusia telah tiba di Venezuela sesuai dengan ketentuan perjanjian bilateral antar pemerintah tentang kerja sama militer-teknis. Tidak ada yang membatalkan dokumen ini,” ujar Maria Zakharova kepada wartawan.

Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi permintaan komentar dari The Epoch Times. Maduro, yang tetap memegang kendali atas aparatur negara dan militer negara itu, menggambarkan Guaido sebagai boneka Amerika Serikat.

Carlos Trujillo, Duta Besar AS untuk Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), mengecam pengiriman pasukan militer Rusia.

OAS beranggotakan 35 negara-negara merdeka di Amerika Serikat, dan membentuk forum politik, yuridis, dan sosial pemerintah, menurut situs web mereka.

“Saya mengecam keras penempatan pesawat Rusia dan personil militer di Venezuela pada 23 Maret 2019. Penempatan ini adalah peningkatan gegabah dari situasi berbahaya,” kata Trujillo.

Trujillo mencatat bahwa Rusia tidak sendirian.

“Pejabat militer dan intelijen Kuba telah menopang Nicolás Maduro selama bertahun-tahun, dan mereka telah mengambil peran yang lebih besar sekarang untuk melindungi bekas rezim yang hancur,” kata Dubes.

Duta Besar juga mengemukakan bahwa di bawah pasal 187 konstitusi Venezuela, Majelis Nasional harus ‘mengesahkan operasi misi militer Venezuela di luar negeri atau misi militer asing di dalam negara’.

Dia mengatakan pengerahan Rusia merupakan ‘pelanggaran terang-terangan’ terhadap konstitusi Venezuela sejak Majelis Nasional, yang dikepalai Guaido, tidak mengesahkan kehadiran pasukan militer Kuba dan Rusia.

“Saya meminta semua Negara Anggota OAS untuk dengan penuh semangat memprotes kedatangan personil militer Rusia, dan kelanjutan kehadiran agen-agen Kuba di Venezuela,” kata Trujillo. (BOWEN XIAO dan Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M