Home Blog Page 1838

Amerika Minta Militer Rusia Segera Keluar dari Venezuela

0

EpochTimesId – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump meminta Rusia untuk menarik pasukan militernya keluar dari Venezuela, pada 27 Maret 2019. Permintaan Trump menyusul laporan bahwa dua pesawat militer Rusia mendarat di Caracas selama akhir pekan dengan sekitar 100 tentara di dalamnya.

“Rusia harus keluar (dari Venezuela),” kata Trump kepada wartawan di Kantor Oval Gedung Putih.

Trump pada kesempatan itu bertemu dengan Fabiana Rosales, istri pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido.

“Semua opsi ada di atas meja, jika Rusia tidak memindahkan pasukan militernya,” sambung Trump, seperti dikutip dari Reuters.

Ketika ditanya bagaimana Amerika Serikat akan memaksa Rusia keluar dari negara Amerika Latin yang sosialis, Trump menjawab, “Kita akan lihat.”

Rosales bertemu dengan Trump dan Wakil Presiden Mike Pence. Keduanya menyatakan dukungan penuh untuk Guaido, yang berdasar konstitusi Venezuela mendeklarasikan diri untuk menjadi presiden sementara pada bulan Januari 2019. Sekitar 50 negara, termasuk Amerika Serikat dan sebagian besar Amerika Selatan, mendukung Ketua Parlemen Venezuela tersebut.

Tiongkok, Iran, Rusia, Turki, Afrika Selatan, dan Kuba sebaliknya menyatakan dukungan mereka untuk Presiden sosialis otoriter, Nicolas Maduro. Guaido mengatakan rezim Maduro tidak sah, karena dihasilkan oleh pemilu yang penuh kecurangan dan tidak demokratis.

“Amerika Serikat memandang kedatangan pesawat militer Rusia akhir pekan ini sebagai provokasi yang tidak bersahabat,” kata Pence kepada wartawan pada 27 Maret 2019.

“Kami menyerukan, Rusia hari ini juga untuk menghentikan semua dukungan untuk rezim Maduro dan berdiri bersama Juan Guaido, dan berdiri dengan negara-negara di belahan bumi ini dan di seluruh dunia hingga kemerdekaan rakyat dipulihkan,” lanjut Pence.

Venezuela baru-baru ini dilanda pemadaman listrik, kekurangan makanan, kerusuhan, dan penjarahan di tengah krisis konstitusional negara itu.

Seorang pejabat militer Venezuela mengkonfirmasi bahwa seorang jenderal Rusia dan 100 tentara dikirim ke negara itu. Personil militer Rusia didatangkan sebagai bagian dari latihan strategi militer.

Laporan pada 24 Maret 2019 mengatakan bahwa jet penumpang Ilyushin IL-62 dan pesawat militer Antonov AN-124 tiba di bandara di Caracas. Seorang jurnalis lokal mengirim tweet foto-foto pesawat. Baik pejabat Rusia dan Venezuela belum mengeluarkan pernyataan tentang dua pesawat Rusia, ketika itu.

Menurut The Guardian, para pejabat Rusia ada di sana untuk membahas teknik pemeliharaan peralatan, pelatihan, dan strategi militer.

Seorang pejabat Rusia yang tidak disebutkan namanya dikutip mengatakan bahwa tidak ada hal yang misterius terkait kunjungan itu. “Akan salah untuk mengira bahwa ini adalah semacam pengerahan pasukan besar-besaran,” katanya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo menelepon Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov tentang keberadaan pesawat Kremlin di Caracas.

“Menlu mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov, bahwa Amerika Serikat dan negara-negara regional tidak akan berpangku tangan ketika Rusia memperburuk ketegangan di Venezuela. Masuknya personil militer Rusia untuk mendukung rezim tidak sah Nicolas Maduro di Venezuela, berisiko memperpanjang penderitaan rakyat Venezuela yang sangat mendukung Presiden sementara Juan Guaido,” Tulis Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan tertulis pada 25 Maret 2019.

Pompeo, menurut rilis berita, juga meminta Moskow untuk menghentikan ‘perilaku tidak wajar’ dan bergabung dengan negara-negara lain, termasuk mayoritas negara-negara demokratis. Dia mengajak Rusia untuk bersama-sama mengusahakan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Venezuela.

Beberapa bulan yang lalu, Rusia mengerahkan pesawat bomber strategis dan berkemampuan nuklir ke negara Amerika Latin sosialis itu. The Guardian juga mencatat bahwa ada spekulasi tentara bayaran Rusia dikirim ke Venezuela untuk melindungi Maduro di tengah seruan dari puluhan negara untuk mundur dari jabatannya.

Laporan itu muncul setelah pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi pada industri minyak Venezuela dalam upaya menekan Maduro agar mundur.

Negara itu, sementara ini, telah disiksa oleh pemadaman listrik, kekurangan air, kekurangan makanan, kerusuhan, dan penjarahan.

Guaido, yang menyatakan dirinya sebagai presiden sementara pada awal 2019, menerima dukungan dari Amerika Serikat dan lebih dari 50 negara demokratis. Termasuk sebagian besar Amerika Selatan.

Sementara Rusia dan Tiongkok, yang memberikan pinjaman miliaran dolar kepada Venezuela, pada dasarnya masih menopang Maduro. Pendukung Maduro terkenal lainnya termasuk Turki, Afrika Selatan, Iran, dan Kuba.

Selama akhir pekan, Maduro mengatakan akan ada perombakan dalam pemerintahannya setelah berbulan-bulan kekacauan.

“Saya akan mengumumkan beberapa metode mendatang dalam pemerintahan baru dan perubahan besar di seluruh pemerintahan Venezuela,” kata Maduro dalam pidato yang disiarkan melalui TV pemerintah, menurut Bloomberg News. “Kita perlu memperbarui diri, menyegarkan, meningkatkan, dan mengubah.”

Maduro juga meminta para pendukungnya untuk memobilisasi dan mempersenjatai diri, guna membela rezim sosialis Venezuela. Sementara itu, sanksi AS, tambahnya, tidak akan mampu memaksanya untuk ‘menyerah’ dan menanggalkan jabatan. (JACK PHILLIPS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

 

Macron Tegaskan Agar Komunis Tiongkok Hormati Kesatuan Uni Eropa

Oleh Zhang Ting

Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Konselir Jermin Angela Merkel, serta Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker menemui Presiden Tiongkok Xi Jinping di Paris pada 26 Maret 2019.

Pihak Uni Eropa mendesak komunis Tiongkok untuk melakukan perdagangan yang adil.

Macron kembali menegaskan bahwa “kami tidak lagi naif” dan menghimbau komunis Tiongkok untuk menghormati kesatuan Uni Eropa.

Kali ini, pemimpin komunis Tiongkok bertemu langsung dengan ketiga pemimpin Uni Eropa.

Media ‘Nikkei Asian Review’ menyebut hal itu termasuk jarang terjadi. Suara Jerman mengomentarinya dengan menyebut bahwa pertemuan ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Tantangan yang saat ini dihadapi Eropa adalah bagaimana menyeimbangkan hubungan antara kedua belah pihak dalam konteks meningkatnya pengaruh global komunis Tiongkok.

Presiden Xi Jinping pada hari Senin tanggal 25 Maret 2019 bertemu 4 mata dengan Presiden Macron. Keesokan harinya bertemu dan berbicara dengan Angela Merkel dan Juncker.

Pembicaraan masih terfokus pada isu perdagangan yang adil antara Tiongkok dengan Uni Eropa.

Ketika Macron menemui Xi Jinping, ia mengatakan bahwa hubungan ekonomi dan perdagangan antara Tiongkok dan Uni Eropa semestinya didasarkan pada kerangka kerja yang adil dan seimbang.

Presiden Komisi Eropa Jonker menegaskan kembali di Paris pada hari Selasa bahwa perusahaan-perusahaan Uni Eropa harus diberikan hak lebih besar untuk masuk ke pasar Tiongkok.

Juncker mengatakan dia berharap bahwa Uni Eropa dan Tiongkok akan memiliki prinsip timbal balik yang lebih jelas sehingga perusahaan-perusahaan Eropa dapat memasuki pasar Tiongkok seperti halnya hak-hak perusahaan Tiongkok di Eropa.

Macron mendesak komunis Tiongkok untuk membuka pasar.

“Kita harus menunjukkan melalui tindakan bahwa kerjasama membawa lebih banyak manfaat daripada konfrontasi, dan kita akan memiliki lebih banyak peluang untuk menang dengan membuka daripada menutup pintu,” kata Macron.

Macron berharap komunis Tiongkok menghormati kesatuan Uni Eropa.

Reuters mengatakan bahwa Macron berusaha untuk membentuk front Eropa terpadu untuk melawan ekspansi komunis Tiongkok dalam perdagangan dan teknologi di Eropa, dan berharap untuk membangun hubungan yang lebih seimbang dengan Beijing.

Macron menyerukan agar kedua belah pihak dapat membangun kemitraan berdasarkan saling kepercayaan.

Pada konferensi pers bersama, Macron mendesak komunis Tiongkok untuk menghormati kesatuan Uni Eropa dan nilai-nilainya yang diusung di seluruh dunia.

“Tidak ada orang yang naif, tapi kami menghormati Tiongkok, dan kami bertekad untuk terlibat dalam dialog dan kerja sama dengan Tiongkok. Tentu saja, kami juga berharap bahwa mitra utama kami juga dapat menghormati persatuan Uni Eropa dan nilai-nilai yang diusung Uni Eropa di seluruh dunia,” kata Macron.

Sebelum ke Paris, Xi Jinping terlebih dulu mengunjungi Roma, Italia untuk menandatangani MOU tentang proyek OBOR atau One Belt One Road dengan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte.

Sehari sebelum penandatanganan MOU itu, para pemimpin Uni Eropa menunjukkan sikap  yang sama terhadap komunis Tiongkok dan memperingati pemerintah Italia akan risiko yang bakal timbul gara-gara kerja sama proyek OBOR Tiongkok.

“Kita tidak boleh naif”, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada wartawan usai KTT di Brussels.

“Anda harus mempertimbangkan kemungkinan komunis Tiongkok ingin mengejar beberapa kepentingan nasionalnya melalui kebijakan OBOR.”

Macron mengatakan, “Bukan ide yang baik untuk membahas perjanjian bilateral tentang ‘Jalur Sutra’ yang baru”.

Macron juga menambahkan bahwa era naif Eropa terhadap komunis Tiongkok sudah berakhir. Uni Eropa harus menciptakan suatu strategi terpadu untuk menghadapi komunis Tiongkok, bukan kebijakan masing-masing negara.

Komunis Tiongkok saat ini sedang memperluas kerjasama dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur, terutama melalui KTT Tiongkok  di 16 negara Eropa Tengah dan Timur. Italia telah menandatangani perjanjian tentang Inisiatif OBOR dengan komunis Tiongkok.

VOA melaporkan, “Keputusan itu tidak sesuai dengan negara-negara Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa khawatir bahwa ini akan menyebabkan beralihnya teknologi sensitif dan kemungkinan penyerahan beberapa infrastruktur penting”.

Pada 9 April, Perdana Menteri Li Keqiang akan menghadiri KTT Tiongkok dengan Uni Eropa di Brussels. Li akan singgah lebih lama di Kroasia, di mana ia akan berpartisipasi dalam KTT 16 +1 yakni pertemuan puncak 16 negara di Eropa Tengah dan Timur, di mana 11 negara di antaranya merupakan anggota Uni Eropa.

Para diplomat Eropa khawatir Beijing akan menggunakan KTT “16 +1” untuk memecah belah kesatuan Uni Eropa.

Pada bulan September 2017, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Jerman saat itu Sigmar Gabriel meminta Beijing untuk menghormati kebijakan satu Eropa, ia mengatakan bahwa tindakan komunis Tiongkok adalah memecah belah Eropa dan mengancam unifikasi Eropa.

“Komunis Tiongkok telah menemukan bahwa mereka dapat memilih negara anggota Uni Eropa yang berbeda dan mencegah Uni Eropa untuk merumuskan kebijakan buat Tiongkok”, kata mantan penasihat kebijakan luar negeri Uni Eropa Robert Cooper.

Beberapa pejabat Eropa menuduh Beijing menggunakan statusnya sebagai investor utama di beberapa negara Eropa kecil sebagai imbalan atas dukungan mereka dalam urusan Uni Eropa. Contoh yang paling jelas adalah Yunani.

Dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada bulan Juni 2017, Uni Eropa berusaha mengungkapkan perihal kekhawatirannya tentang masalah hak asasi manusia Tiongkok. Tetapi pembicaraannya ditentang oleh perwakilan dari Yunani. (jon/rp)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=RzHBEmPBL6o

Ebola Mengganas di Kongo, Ribuan Orang Terinfeksi dan 629 Jiwa Meninggal Dunia

0

oleh Maureen

Epochtimes.id- Epidemi wabah Ebola semakin memburuk di Kongo. Jumlah kasus terbaru Maret 2019 ini dilaporkan mencapai 1.009 kasus.

Jumlah korban meninggal dunia mencapai 629 jiwa. Tingkat kematian yang mencapai 60 % menjadikannya sebagai yang terbesar kedua dalam sejarah kematian akibat penyakit Ebola.

Kejadian ini bersamaan berkobarnya perang saudara di Kongo. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Tedros Adhanom, menunjukkan bahwa epidemi Ebola ini sudah berlangsung terlalu lama.

Sejak wabah berjangkit di Kongo Agustus tahun lalu, sudah ada 1009 orang yang terserang, di antaranya 944 orang telah terkonfirmasi. Sedangkan 65 orang lainnya masuk kategori dicurigai. Tetapi jumlah kematian sudah meningkat menjadi 629 orang, di mana 564 orang sudah dikonfirmasikan dan 65 orang diduga telah meninggal dunia.

Ebola merebak tahun lalu di Kongo, tetapi epidemi baru-baru ini kembali menunjukkan tren kenaikan. WHO menunjukkan bahwa meningkatnya ancaman keamanan, termasuk serangan bersenjata terhadap pusat-pusat perawatan menjadi semakin memburuknya epidemi Ebola.

Lebih parah lagi, perang saudara yang berkecamuk dan ketidakpercayaan masyarakat, menghambat tindakan responsip terhadap penyebaran epidemi. Bahkan, memperdalam kesulitan pihak berwenang dalam mengendalikan epidemi.

Pada awal bulan Maret ini, sekelompok gerilyawan menyerang pusat perawatan Ebola. Gerilyawan ini membunuh seorang petugas polisi dan melukai petugas kesehatan.

Pada bulan Februari lalu, 2 orang gerilyawan menyerang pusat perawatan Ebola di Kivu Utara, memaksa badan amal medis Prancis Medecins Sans Frontieres atau MSF untuk menangguhkan bantuan kemanusiaan.

Saat ini, lebih dari 96.000 orang Kongo telah divaksinasi. Petugas kesehatan di Uganda dan Sudan Selatan juga telah divaksinasi. Lebih dari 90% dari mereka yang seharusnya divaksinasi sudah menerima vaksinasi.

Teknologi perawatan yang baru dikembangkan seperti vaksin uji dan perawatan eksperimental membantu menekan penyebaran virus Ebola. Saat ini, sebagian besar kasus terjadi di Kivu Utara dan Ituri.

Meskipun epidemi belum dilaporkan di wilayah lain dan negara-negara tetangga, Organisasi Kesehatan Dunia percaya bahwa risiko penyebaran epidemi masih sangat tinggi.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, wabah besar Ebola terakhir terjadi di Afrika Barat pada tahun 2014 lalu. Ketika itu lebih dari 28.000 orang terinfeksi dan lebih dari 11.000 orang meninggal dunia. (Sin/asr)

Sang Ayah Mengabaikan Keluarganya dan Menikah Lagi, Karena Putranya Menderita Leukemia

0

EpochTimesId – Seorang pria telah meninggalkan istri dan putranya setelah dua tahun membayar perawatan putranya yang menderita leukemia. Kini pria itu memiliki pacar yang sedang hamil dan mengatakan tidak akan lagi memberikan dukungan keuangan kepada istrinya, Beijing Youth Daily melaporkan pada 17 Maret 2019.

Putranya, yang tidak disebutkan namanya dalam laporan itu, berada di sebuah rumah sakit di Beijing dan telah menderita leukemia selama dua tahun. Menurut laporan itu, kondisi putranya kambuh dan membutuhkan perawatan baru.

Sang istri, bernama Liu, bersama dengan ibu mertuanya, menjaga putranya di rumah sakit. Sang suami, bernama Gao, sudah tidak sanggup membiayai  keluarganya itu dan pergi membangun keluarga baru dengan wanita lain.

Foto: Liu, sedang berbicara di telepon dengan suaminya, Gao. (Pengguna: Berita Utama / Weibo.com)

Liu mengatakan kepada Beijing Youth Daily bahwa keluarganya tidak akan mampu membayar biaya transplantasi sumsum tulang yang diperlukan, yang diperkirakan melebihi 100.000 dolar Amerika Serikat. Sejauh ini, Liu hanya mampu mengumpulkan uang sekitar 1.000 dolar Amerika Serikat.

“Kondisi yang sungguh sulit, tetapi ibu mertua dan saya tidak berniat pasrah pada kondisi putra saya. Kami akan berjuang semampu kami untuk mendapatkan biaya perawatan baginya,” kata Liu kepada Beijing Youth Daily.

Seorang Ibu Berjuang Melawan Leukemia

Pada bulan September 2016, putra Liu didiagnosis menderita leukemia limfoblastik sel-B akut. Setelah dua tahun menjalani kemoterapi dan transplantasi sumsum, kesehatan putranya mulai membaik dan dapat bersekolah di taman kanak-kanak selama beberapa waktu.

Namun, leukemia yang diderita putranya baru-baru ini kambuh kembali sehingga harus menjalani seluruh putaran pengobatan baru.

Foto: Putra dari Liu dan Gao di rumah sakit. (Pengguna: Berita Utama / Weibo.com)

Liu mengatakan bahwa biaya pengobatan putranya naik hingga hampir mencapai 130.000 dolar Amerika Serikat, dan mereka tidak berhasil meminjam uang, menurut laporan itu.

“Penghasilan kami masing-masing lebih dari 1.000 dolar Amerika Serikat sebulan. Tetapi setelah membiayai kebutuhan orangtua dan putra kami, kami tidak punya banyak uang yang tersisa. Kini saya harus menjaga putra saya sehingga tidak bekerja,” kata Liu kepada Youth News.

“Dokter mengatakan bahwa saya memiliki dua gen yang dengan mudah dapat menyebabkan leukemia. Suami merasa bahwa saya yang menurunkan penyakit ini kepada anak saya dan berkata: ‘Ini semua gara-gara kamu … Jika bukan karena kamu, anak saya tidak akan menderita penyakit ini,” kata Liu dalam video yang diposting oleh Headline News.

Foto: Liu, menangis. (Pengguna: Berita Utama / Weibo.com)

“Saya hanya berharap suami saya cepat kembali dan membantu saya menyelamatkan anak saya. Jangan tinggalkan saya dan anak saya,” kata Liu sambil menangis di video.

Suami Memutuskan untuk Pergi

Ketika Liu menelepon Gao dan bertanya apakah Gao akan kembali dan merawat putra mereka, Gao mengatakan ia tidak ingin lagi berurusan dengan keluarga itu, menurut laporan itu. “Itu tidak akan terjadi. Tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Jangan telepon saya lagi,” kata Gao kepada istrinya.

Menurut Beijing Youth News, Gao memberitahu istrinya bahwa mereka harus pasrah pada perawatan medis putra mereka. Meskipun tidak sependapat  dengan ibunya, Gao memutuskan untuk membangun keluarga baru dan berencana untuk menceraikan Liu.

“Setelah membawa putra saya ke rumah sakit selama bertahun-tahun, biaya medis naik hingga lebih dari 150.000 dolar Amerika Serikat. Saya berhutang lebih dari 90.000 dolar Amerika Serikat. Saya dihina oleh para penagih hutang yang datang setiap hari,” kata Gao kepada Youth News.

Foto: Sang suami, Gao. (Pengguna: Berita Utama / Weibo.com)

“Sekarang pacar saya hamil, dan kami harus mengeluarkan uang untuk kebutuhan kami di sini. Jangan beritahu putra saya bahwa ayahnya sedang bekerja, katakan saja padanya bahwa ayahnya sudah mati,” kata Gao kepada Youth News.

“Saya benar-benar tidak punya uang untuk diberikan kepada mereka. Itu adalah jurang maut,” kata Gao kepada Beijing Youth News.

Dalam video, di sela isak tangisnya, ibu Gao berkata dalam video bahwa putranya tidak setia.
“Putra saya tidak pernah memperhatikan penyakit cucu saya. Saya tidak akan menghubunginya lagi setelah ia meninggalkan keluarganya kali ini,” kata ibu Gao kepada Beijing Youth News. (Daniel Holl/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

Pejabat Militer Venezuela Dideportasi Dari Kolombia

0

EpochTimesId — Seorang pejabat tinggi militer Venezuela, Letnan Kolonel Edgar Alejandro Lugo Pereira, dideportasi dari Kolombia. Dia ditangkap oleh pejabat migrasi karena diduga melakukan misi dalam mengambil berbagai barang dari gedung kedutaan besar negaranya, yang sudah ditutup.

Letkol Edgar Pereira datang bersama dua wanita dengan izin visa wisata. Akan tetapi, dia sebenarnya dikirim ke Kolombia untuk mengambil paspor, dokumen, dan uang dari Kedutaan Besar Venezuela, menurut Badan Pabean dan Migrasi Kolombia. Para pejabat mengatakan ada 25 paspor Venezuela dan uang tunai 44.000 dolar AS dalam penguasaannya.

Pereira memasuki Kolombia melalui kota Karibia di Cartagena untuk mengelabui para pejabat imigrasi kolombia. Padahal dia sedang menjalankan misi intelijen militer Venezuela. Dia juga kedapatan membawa barang-barang kantor seperti USB flash drive, yang berisi ‘informasi rahasia’ untuk rezim Nicolás Maduro. Seorang pejabat pemerintah Kolombia yang berbicara dengan syarat anonimitas mengatakan kepada The Epoch Times.

Pereira dideportasi pada 24 Maret 2019. Dia kini dicekal masuk ke Kolombia selama 10 tahun.

Para pejabat rezim Maduro mengklaim Pereira dan kawan-kawannya dikirim oleh kantor asing untuk mengunjungi konsulat di Cartagena dan kedutaan di Bogotá untuk menyelesaikan pembayaran luar biasa setelah pecahnya diplomasi antara kedua negara. Dalam siaran pers, mereka menuntut pengembalian segera aset yang disita, atau akan ada ‘tindakan balasan’

Warga Venezuela yang mengungsi dan tinggal di Kolombia mengadakan demonstrasi menentang pemadaman listrik besar-besaran yang telah menyebabkan jutaan orang tanpa listrik di negara mereka. Aksi digelar di depan gedung kedutaan besar AS di Bogota, pada 11 Maret 2019. (Foto : Raul Arboleda/AFP/Getty Images/The Epoch Times)

Kedutaan besar Venezuela di Kolombia telah ditutup sejak Maduro memutus semua hubungan diplomatik dengan negara tetangga itu pada 23 Januari 2019. Penutupan misi diplomatik menyusul sebuah misi untuk mengirim bantuan kemanusiaan yang disumbangkan AS ke Venezuela melalui Kolombia. Operasi kemanusiaan yang berakhir dengan bentrokan dan kekacauan.

Sangat sedikit informasi yang diketahui tentang misi pejabat militer itu, atau mengapa kelompok itu dikirim untuk mengambil paspor yang tertinggal. Paspor-paspor yang tertinggal itu diduga milik agen intelijen Venezuela di Kolombia.

Semakin banyak orang telah dideportasi dari Kolombia dalam beberapa bulan terakhir karena diduga melakukan misi intelijen. Pada 16 Maret 2019, seorang warga negara Kuba yang terhubung dengan direktorat intelijen G-2 yang terkenal, ditemukan memata-matai sebuah pangkalan militer udara kunci Kolombia dan diusir dari negara itu. Agen intelijen Kuba diyakini beroperasi secara luas di seluruh Venezuela untuk membantu menopang Maduro.

Di seberang perbatasan, banyak pertanyaan tidak terjawab pada 23 Maret 2019, ketika dua jet Rusia, yang menurut beberapa laporan berisi peralatan militer dan pasukan, tiba di Caracas.

Wakil presiden Partai Sosialis Venezuela dan tangan kanan Maduro, Diosdado Cabello, membenarkan bahwa dua pesawat telah tiba dari sekutu utama mereka. Akan tetapi, dia tidak menjelaskan mengapa atau apakah pasukan benar-benar berada di atas kapal.

“Pesawat-pesawat dari Rusia mendarat di Venezuela karena mereka diberi wewenang oleh satu-satunya pemerintah yang ada di Venezuela, dan itu disebut pemerintah Nicolas Maduro,” kata Cabello di televisi pemerintah.

Dia merujuk pada fakta bahwa pemimpin Majelis Nasional Juan Guaido telah mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara yang sah negara itu berdasarkan perintah konstitusi. Guaido mendapat dukungan dari Washington dan 50 negara demokratis lainnya.

Sebagai tanggapan, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengutuk tindakan itu sebagai ‘peningkatan situasi yang gegabah’ kepada wartawan pada 24 Maret 2019. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan kepada rekannya dari Rusia, Sergey Lavrov, bahwa Amerika Serikat dan sekutunya tidak akan berdiam diri saat Rusia memperburuk ketegangan di Venezuela.

Hubungan antara Amerika Serikat, Rusia, dan Venezuela juga memanas pada bulan Desember 2018. Ketika itu, dua pesawat bomber Rusia mendarat di Caracas. Ketegangan dengan cepat menurun sejak Amerika Serikat dengan cepat mengakui Guaido sebagai presiden Venezuela dan meningkatkan sanksi terhadap industri-industri penting Venezuela dalam upaya untuk melumpuhkan rezim Maduro.

Pemadaman listrik
Krisis ekonomi dan sosial yang melanda Venezuela dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, dengan gelombang pemadaman listrik kembali terjadi pada 24 Maret 2019.

Lebih dari selusin negara bagian dilanda pemadaman listrik, dan hampir 90 persen dari negara itu tenggelam dalam kegelapan.

Dengan negara ini telah dilanda hiperinflasi yang merajalela dan kekurangan makanan dan obat-obatan yang meluas, pemadaman listrik membuat krisis yang ada semakin tidak dapat dikendalikan. Ada situasi penurunan tingkat keamanan, pompa air gagal berfungsi, dan pejarahan makanan di lemari es keluarga kaya dan supermarket. (LUKE TAYLOR/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Tiongkok Memainkan “Permainan” yang Lebih Besar Dari Kasus Korea Utara

0

Apakah Tiongkok memanfaatkan Korea Utara sebagai jebakan untuk menghambat dukungan Amerika Serikat kepada Taiwan?

EpochTimesId – Sejak pembicaraan denuklirisasi terbaru antara Amerika Serikat dan Korea Utara gagal pada bulan Februari 2019, Kim Jong Un telah mengancam untuk memulai kembali program nuklirnya. Apakah ancaman tersebut diarahkan ke Amerika Serikat? Apakah Korea Utara bermain keras dengan Amerika Serikat?

Atau, mungkinkah ancaman nuklir Korea Utara diarahkan kepada Tiongkok? Tidak mungkin, bukan? Apakah Kim Jong Un akan mengancam Tiongkok dengan … apa? Serangan nuklir? Kerjasama dengan Amerika Serikat? Mungkin tidak. Kecenderungan tujuan Kim Jong Un adalah menerima bantuan tambahan dari Tiongkok.

Namun, pertanyaan tersebut memicu lebih banyak pertanyaan daripada yang dapat dibayangkan oleh beberapa orang. Pertimbangkan, misalnya, kemungkinan Korea Utara benar-benar ingin membuat kesepakatan dengan Amerika Serikat, tetapi Tiongkok tidak ingin hal itu terjadi.

Jika terjadi kesepakatan antara Korea Utara dengan Amerika Serikat, baik Kim Jong Un dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping tahu bahwa kesepakatan apa pun akan sangat terbatas dalam hal ruang lingkup dan jangka waktu.

Mengapa demikian?

Satu Kapitalis Korea Sudah Mencukupi

Pertama, hal terakhir yang diinginkan Tiongkok adalah Korea Utara dan Korea Selatan adalah negara kapitalis. Mengenang Perang Korea pada tahun 1950, tepatnya untuk mencegah hal itu terjadi. Kini, hal terakhir yang dibutuhkan Partai Komunis Tiongkok adalah contoh lain mengapa komunisme tidak diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Korea Selatan dan Taiwan adalah dua contoh negara yang sudah cukup menyesakkan Tiongkok.

Namun, Tiongkok  — seharusnya juga — menentang uji coba nuklir Korea Utara. Benarkah itu? Mungkin saja, tetapi mungkin hanya sampai batas tertentu. Sebentar lagi, hal ini akan dibahas lebih lanjut.

Namun, Tiongkok adalah mitra dagang terpenting bagi Korea Utara. Orang akan berpikir bahwa Tiongkok akan mampu membangun pemahaman yang sangat mendasar antara Tiongkok dengan Korea Utara, yaitu, bagi Kim Jong Un untuk menghentikan pengujian nuklirnya “atau hal  lain.”

Tiongkok Memiliki Kendali yang Nyata

Dan jangan menipu diri sendiri — pengaruh Tiongkok atas Korea Utara benar-benar nyata dan operatif. Ibaratnya Tiongkok memberikan sebagian besar makanan dan bahan bakar untuk suatu negara yang penduduknya adalah kaum miskin yang kurang gizi. Tanpa bantuan Tiongkok  yang berkelanjutan, penduduk Korea Utara akan kelaparan dan mati beku — dalam kegelapan.

Dengan hubungan yang akrab seperti itu, orang akan menganggap bahwa Tiongkok berada dalam posisi tawar yang dominan untuk membujuk — atau memaksa — diktator Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya. Namun, hal itu belum terjadi.

Mengapa belum terjadi?

Fakta sederhana itu menimbulkan pertanyaan lain: “Apakah Korea Utara benar-benar bertanggung jawab atas kebijakan nuklirnya?” Apakah Kim Jong Un adalah satu-satunya orang yang berwenang atas negosiasi nuklir dengan Amerika Serikat, atau bahkan bila tiba saatnya untuk menguji bom dan meluncurkan rudal?

Atau mungkinkah Tiongkok lebih banyak terlibat dalam program nuklir Korea Utara dan kebijakannya terhadap Amerika Serikat daripada yang dipahami masyarakat luas?

Apakah ‘Stabilitas’ Benar-Benar Merupakan Sasaran Tiongkok?

Beberapa pakar Tiongkok tetap menganggap stabilitas di Semenanjung Korea sebagai kepentingan utama Tiongkok terkait dengan Korea Utara. Menurut pemikiran mereka, Tiongkok khawatir keruntuhan rezim Korea Utara akan menyebabkan ratusan ribu pengungsi Korea Utara membanjiri perbatasan Tiongkok.

Mungkin saja hal tersebut adalah benar — terjadi gelombang pengungsi Korea Utara yang melimpah ruah di perbatasan Tiongkok karena mereka menderita  kelaparan dan putus asa jika kepemimpinan Kim Jong Un runtuh. Namun benarkah ratusan ribu pengungsi Korea Utara yang kelaparan menjadi masalah yang sulit ditangani Tiongkok?

Tidak mungkin. Bahkan pandangan sekilas melihat betapa efisiensinya Partai Komunis Tiongkok berurusan dengan jutaan orang-orang yang “bermasalah” di perbatasan Tiongkok akan memberitahu anda seberapa cepat Partai Komunis Tiongkok dapat mengubah Korea Utara yang melemah menjadi negara industri. Partai Komunis Tiongkok cukup siap dan berpengalaman dengan tantangan seperti itu.

Bagaimanapun, orang Tiongkok menganggap keamanan dalam negeri mereka dengan sangat serius. Padahal, anggaran untuk keamanan dalam negeri lebih besar dari anggaran militer untuk keamanan luar negeri mereka. Pada tahun 2017, Tiongkok menghabiskan sekitar 161 miliar dolar Amerika Serikat untuk Tentara Pembebasan Rakyat, dan menghabiskan 196 miliar dolar Amerika Serikat untuk pasukan keamanan dalam negeri Tiongkok.

Anda tahu bagaimana kelanjutannya ketika anda adalah pemerintahan tidak sah seperti Partai Komunis Tiongkok — anda akan menindas, menyiksa, dan memenjarakan mereka, seperti jutaan orang Uyghur, praktisi Falun Gong, dan orang Kristen, hanya sebagian kecil contoh. Apalah artinya penduduk Korea Utara yang sedikit itu? Prioritaskan dan lakukan penindasan.

Tidak, ada argumen yang menyatakan bahwa Tiongkok takut terhadap pengungsi Korea Utara yang tidak menjelaskan mengapa Tiongkok mengizinkan Korea Utara untuk melanjutkan program nuklirnya.

Siapa yang Diuntungkan dari Nuklir Korea Utara?

Tetapi bila kita bertanya, “Siapa yang diuntungkan dari permainan nuklir Korea Utara dan siapa pihak yang kalah?” jawabannya menjadi lebih jelas. Bukan rahasia lagi bahwa Tiongkok bukan penggemar kebijakan perdagangan proteksionis Presiden Donald Trump terhadap Tiongkok, yang melukai ekonomi Tiongkok lebih dari yang Tiongkok ingin dunia tahu.

Orang Tiongkok juga tidak senang dengan peningkatan hubungan Presiden Donald Trump dengan Taiwan. Beijing berupaya segera mempercepat terbentuknya “provinsi pemberontak” lebih awal daripada nanti. Faktanya, ini adalah bagian penting dari rencana ekspansionis Tiongkok di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Peningkatan hubungan militer dan diplomatik Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya akan mengancam rencana ekspansionis Tiongkok tersebut.

Oleh karena itu, dari sisi pandang Tiongkok, semakin Tiongkok menekan keberadaan Amerika Serikat di kawasan Asia, maka semakin besar kemungkinan Presiden Donald Trump, Kongres Amerika Serikat, dan pemilih Amerika Serikat akan rela mengerahkan gengsi, nyawa, dan hartanya untuk membela Taiwan bila saatnya tiba, yang dipastikan akan terjadi.

Negosiasi nuklir Korea Utara adalah alat yang ampuh bagi Tiongkok – bukan bagi Korea Utara – untuk menggagalkan, memanipulasi, dan sebaliknya menghalangi kebijakan Presiden Donald Trump yang lebih agresif terhadap Tiongkok dan pengaruh Amerika Serikat yang semakin besar di wilayah tersebut.

Korea Utara sebagai Perangkap?

Ada logika aneh yang masuk akal untuk hal ini, yang mirip dengan perangkap jari tangan yang terbuat dari tabung kertas yang berasal dari Tiongkok, di mana bila seseorang memasukkan satu jari tangannya di salah satu ujung tabung kertas dan orang lain memasukkan satu jari tangannya di ujung yang lain dari tabung kertas tersebut, dan bila mereka mencoba melepaskan jari-jarinya dari tabung kertas tersebut, maka secara tiba-tiba tabung kertas akan menyedot jari-jari mereka sehingga semakin sulit untuk dilepaskan.

Strategi Tiongkok mungkin hanya ditujukan bagi Korea Utara untuk memiliki efek yang sama pada kebijakan Amerika Serikat. Menjebak tekad dan komitmen Amerika Serikat terhadap kawasan Semenanjung Korea akan membuat Amerika Serikat menjadi kekurangan tenaga dalam segala hal saat Tiongkok meningkatkan kemajuan militer dan diplomatiknya di Taiwan, yang berjarak sekitar 1.200 mil selatan Tiongkok.

Saat kegagalan Amerika Serikat di Korea Utara berlangsung — yang dipastikan Tiongkok akan terjadi — tekad Amerika Serikat dalam menghadapi kegagalan di Korea Utara mungkin adalah yang pertama dari banyak efek domino yang gagal di Asia. (James Gorrie/ Vv)

James Gorrie adalah seorang penulis yang tinggal di Texas. Ia adalah penulis “The China Crisis.”

Pandangan yang dituangkan dalam artikel ini adalah pendapat penulis dan tidak mencerminkan pandangan The Epoch Times.

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=p0z-dob1HZ8

Intimidasi Jurnalis Wanita Italia, Diplomat Tiongkok Menuai Kritikan

oleh Lin Lan

Tindakan pejabat Kedutaan Besar Tiongkok untuk Italia yang menintimidasi seorang jurnalis wanita Italia menuai kritikan. Pejabat ini mengancam jurnalis yang menulis laporan berita terkait komunis Tiongkok mencoba untuk mengekspor pengaruhnya ke luar negeri.

Media Italia ‘Il Foglio’ pada 23 Maret lalu menyebutkan bahwa saat Presiden Xi Jinping mengunjungi Roma pada 22 Maret 2019, reporter ‘Il Foglio’, Giulia Pompili sedang mewancarai di tempat berulang kali mendapat ancaman dari Yang Han, pejabat Kedubes Tiongkok di Italia yang bertanggungjawab di bidang humas media.

Pejabat ini mengintimidasi Giulia untuk menghentikan laporan ‘berita negatif’ tentang komunis Tiongkok dan mengklaim : “Saya tahu siapa Anda.”  Ketika Giulia Pompil mengeluarkan ponselnya, Yang Han kembali menggertak : “Letakkan ponsel!”

Giulia Pompili adalah penanggungjawab atas kolom Asia-Pasifik media ‘Il Foglio’, selama 9 tahun terakhir ia menjadi pemerhati urusan Tiongkok.

Menanggapi ancaman yang tidak masuk akal dari diplomat Tiongkok, media ‘Il Foglio’ menulis : “Italia bukan Tiongkok, Roma juga bukan Beijing.”

Giulia Pompil

Anggota Parlemen Uni Eropa, Stefano Maullu meminta Menteri Luar Negeri Italia untuk menyelidiki masalah ini. Ia mengatakan : “Jika itu terbukti benar, ini akan menjadi peristiwa yang sangat serius dan belum pernah terjadi sebelumnya.”

Komentator politik Tang Jingyuan mengatakan secara keseluruhan, sistem diplomatik komunis Tiongkok akhir-akhir ini semakin menunjukkan sikap yang arogan. Menurut dia, tingkah ini sejalan dengan strategi ekspansi global mereka.

Menurut Tang Jingyuan, pejabat Kedubes Tiongkok ini berperilaku demikian sebelum kedua negara tersebut menandatangani memorandum proyek OBOR. Dia menambahkan, sikap pejabat Tiongkok ini adalah sifat brutal dan kejam dari komunis Tiongkok.

“Mungkin saja, ia ingin menunjukkan kehebatan dirinya, atau menunjukkan “tampang hitamnya”? Tetapi tidak peduli yang mana, yang pasti berdampak buruk terhadap hubungan diplomatik. Itu tingkah laku yang bodoh,” katanya.

Sebenarnya, kata Tang Jingyuan, pada saat ini jurus Komunis Tiongkok sedang menyerang kedua belah sisi. Artinya, Komunis Tiongkok pada satu sisi ingin merayu para elit politik negara-negara Barat, sehingga tanpa sadar menjadi agen untuk kepentingan Tiongkok. Di sisi lain, Komunis Tiongkok dengan membeli atau menekan media dengan tujuan agar rakyat negara-negara Barat menutup mata terhadap ekspansi komunis Tiongkok.

Tang Jingyuan menilai Komunis Tiongkok sedang mencoba untuk melemahkan sistem demokrasi Barat.

Organisasi Reportes Without Borders pada 25 Maret mengatakan komunis Tiongkok sedang mencoba untuk membangun “tatanan media global baru” dan “mengekspor” mekanisme peninjauan opini publik media domestik ke luar negeri untuk mencegah, melawan kritikan, laporan atau opini yang bertentangan dengan pemerintahan  Tiongkok.

Menurut Reportes  Without Borders, tindakan komunis Tiongkok tidak hanya mengancam media tetapi mengancam sistem demokrasi global.

Menurut data Indeks Kebebasan media tahun 2018 yang diterbitkan oleh Reportes Without Borders bahwa komunis Tiongkok berada pada urutan 176 dari 180 negara di seluruh dunia. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=4uCJcxw3lDk

Pejabat Komunis Tiongkok Larang Media Italia Laporkan Berita Kritikan Terhadap Tiongkok

0

Epochtimes.id- Pemimpin Beijing Xi Jinping menandatangani nota kesepahaman “One Belt, One Road” atau OBOR dengan Italia pada Sabtu (23/3/2019) lalu.

Media setempat mengungkapkan bahwa pada kesempatan resmi sebelumnya, pejabat komunis Tiongkok mulai dengan keras memerintahkan jurnalis Italia untuk tidak membuat laporan negatif tentang Tiongkok.

Melansir “Il Foglio” sebuah surat kabar harian tengah Italia menyebutkan bahwa dalam sebuah kunjungan resmi Xi Jinping, Yang Han, yang baru ditunjuk sebagai kepala Kantor Urusan Luar Negeri Departemen Luar Negeri Tiongkok pernah mengalami suasana yang tidak menyenangkan dengan jurnalis Giulia Pompili dari Il Foglio.

Yang Han berkata kepadanya, “Saya tahu siapa Anda” dan berulang kali memintanya untuk berhenti menulis “Berita negatif” tentang Komunis Tiongkok.

Reporter itu hanya tersenyum dan merasa permintaannya sangat konyol. Melihatnya tertawa, Yang Han kembali mengatakan, “Anda tidak boleh tertawa. Anda harus berhenti mengatakan Komunis Tiongkok  itu tidak baik.”

Laporan itu menuturkan bahwa Pompili baru pertama kalinya bertemu Yang Han. Tetapi dia tahu jelas dengan identitasnya. Ketika dia bertanya untuk mengetahui identitasnya, pejabat dari Departemen Luar Negeri Tiongkok itu menolak untuk menjawab dan menolak berjabat tangan dengannya.

Kemudian, ketika reporter itu mengambil ponselnya, Yang Han mendekatinya lagi dan memerintahkannya untuk menyingkirkan ponselnya.

Surat kabar Italian “Il Foglio” menjelaskan bahwa laporan itu berlawanan dengan posisi resmi Roma terkait masalah “One Belt, One Road”.

Laporan itu juga menegaskan bahwa Tiongkok harus memahami Italia bukan Tiongkok dan Roma juga bukan Beijing.

“One Belt One Road” komunis Tiongkok dituduh atas rencana strategis untuk memperluas pengaruhnya. Media partai secara terbuka menyatakan bahwa tujuan akhir dari “One Belt One Road” adalah menciptakan “komunitas hidup manusia.”

Bersamaan dengan “One Belt One Road”, komunis Tiongkok juga mengekspor model politiknya ke negara-negara di sepanjang jalur sutra.

Pada awal Maret lalu, surat kabar harian Rusia “Nezavisimaya Gazeta” melaporkan bahwa sebuah artikel tentang ekonomi Tiongkok di harian tersebut menyebabkan ketidakpuasan Beijing. Diplomat Tiongkok mengirim email ke penulis artikel dengan nada kasar, mengancam akan memasukkan reporter itu ke dalam daftar hitam dan memintanya untuk menarik artikel terkait.

Pada November tahun lalu, selama Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Papua Nugini, pejabat komunis Tiongkok memblokir semua media asing, termasuk media tuan rumah yang mewawancarai kegiatan hubungan luar negeri para pemimpin Beijing. Media lokal menggambarkan itu sebagai penghinaan. (jon/rp)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=4uCJcxw3lDk

Beijing Melakukan Sweeping dalam Rangka Melarang Pertunjukan Film Bernuasa Tiongkok Kuno

0

Menurut sumber yang dipercaya, Partai Komunis Tiongkok telah melarang siaran drama bersejarah sampai bulan Juni 2019

EpochTimesId – Meskipun hiburan Tiongkok modern tetap merupakan acara utama, acara televisi dan film yang bernuasa kekaisaran di masa lalu kini menjadi sasaran penindasan oleh otoritas komunis Tiongkok.

Drama berseri yang populer telah menghilang dari saluran TV, situs streaming, dan bioskop di Tiongkok merupakan bentuk penindasan tanpa pemberitahuan sebelumnya dari pihak rejim Tiongkok.

Pada bulan Januari 2019, media pemerintah Tiongkok menyiarkan berbagai kritik terhadap drama sejarah, dengan mengatakan bahwa drama sejarah tersebut memutarbalikkan sejarah.

Menurut sumber yang dipercaya dan pengamat berspekulasi bahwa larangan itu banyak berkaitan dengan masalah ideologis dan konflik dalam industri hiburan.

Media Tiongkok melaporkan bahwa regulator film dan televisi nasional telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap produksi dan distribusi drama bersejarah, demikian menurut orang yang bekerja di bisnis hiburan.

Seorang aktor mengatakan larangan itu didesak oleh upaya Partai Komunis Tiongkok mendapatkan penonton yang lebih banyak untuk film “merah” dan pertunjukan yang menunjukkan nilai-nilai komunis.

Menurut laporan itu, pembatasan saat ini — yang telah memengaruhi pertunjukan dengan tema yang melibatkan sejarah, seni bela diri, fantasi, mitologi, dan intrik pengadilan — akan tetap berlaku hingga akhir Juni 2019.

Semua pemrograman yang dijadwalkan harus ditukar dengan acara yang disetujui secara politis, dan yang sudah didistribusikan harus dihapus, sesuai dengan instruksi pemerintah Tiongkok.

Drama Bernuasa Pengadilan Adalah ‘Tidak Sehat’

Beijing Daily yang dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok menerbitkan komentar pada tanggal 25 Januari 2019 yang mengkritik drama populer “Story of Yanxi Palace” (“Kisah Istana Yanxi”). Bernuasa Dinasti Qing pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong, serial TV 70-episode tersebut menggambarkan kehidupan dan perjuangan seorang selir Kaisar Qianlong.

Sementara “Story of Yanxi Palace” mengalami sukses besar, “Story of Yanxi Palace” bukanlah tontonan yang sehat karena “dampak negatifnya,” demikian menurut komentar Beijing Daily, karena mencakup promosi gaya hidup kekaisaran, merusak “ekologi sosial” dengan mengagungkan intrik pengadilan, “meremehkan kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok saat ini dengan memuliakan kaisar,” mempromosikan kemewahan, dan “mengejar kepentingan komersial untuk kepentingan komersial.”

Drama lain yang terpengaruh oleh perubahan ini termasuk 50-episode “Permaisuri Dugu,” yang pertama kali ditayangkan pada tanggal 11 Februari 2019, tetapi dipaksa untuk dihapus dari siaran dan streaming online pada tanggal 25 Maret 2019, menurut produser acara. Pertunjukan lain saat ini dan yang akan datang yang dipengaruhi oleh pembatasan tersebut termasuk “Legenda Baru Siluman Ular Putih,” “My Poseidon,” “Novoland: Bendera Elang,” “Chenqing Order,” dan puluhan judul lainnya.

Para Bintang Dijadikan Sasaran

Otoritas Partai Komunis Tiongkok telah mulai memberlakukan batasan yang lebih luas daripada yang sudah berlangsung pada pertengahan 2018, di mana  bintang film dan profesional industri berada di bawah pengawasan ketat.

Pada 3 Oktober 2018, Fan Bingbing, seorang bintang film Tiongkok yang terkenal, diperintahkan untuk membayar pajak dan denda yang terlambat sekitar 884 juta yuan (129 juta dolar Amerika Serikat). Pada bulan berikutnya, 550 aktor Tiongkok lainnya diminta untuk membayar pajak yang belum dibayar.

Pada 22 Januari 2019, pihak berwenang mengumumkan bahwa lebih dari 11 miliar yuan (1,62 miliar dolar Amerika Serikat) untuk pajak yang belum dibayar telah dibayar oleh para selebritis dan perusahaan hiburan.

Salto Belakang (Backflip)

Situasi saat ini menandai perubahan aneh dari sikap rejim Tiongkok sebelumnya.

Enam bulan lalu, Beijing Daily menerbitkan tajuk rencana yang memuji “Kisah Istana Yanxi” yang telah “menyelamatkan keindahan acara televisi buatan Tiongkok.” Artikel asli telah dihapus, tetapi disimpan dalam tangkapan layar.

Sang Pu, seorang komentator untuk urusan ini yang saat ini berbasis di Hong Kong, mengatakan kepada Radio Free Asia pada tanggal 28 Januari 2019 bahwa drama itu ditangguhkan karena kaitan yang tidak nyaman antara alur ceritanya dengan perjuangan rezim Partai Komunis Tiongkok.

Deutsche Welle mengutip seorang aktor Tiongkok yang tidak disebutkan namanya pada 28 Januari 2019 mengatakan bahwa larangan drama sejarah muncul sebagai langkah ideologis untuk membuat lebih banyak orang menonton acara propaganda komunis, yang malahan tidak kompetitif di pasar hiburan. (Nicole Hao/ Vv)

VIDEO REKOMENDASI

https://www.youtube.com/watch?v=EIJ5s9yhPUA

Banjir yang Belum Pernah Terjadi Melanda Iran, Korban Tewas Menjadi 23 Jiwa dan Lebih 200 Terluka

Epochtimes.id- Korban akibat banjir bandang yang belum pernah terjadi sebelumnya melanda Iran terus bertambah. Laporan Reuters, Selasa (26/3/2019) mengatakan sebanyak 23 jiwa meninggal dunia dan 200 lainnya terluka.

Banjir bandang masih terus berlanjut di Iran pada Selasa 26 Maret hingga menyebabkan sejumlah provinsi bersiap menghadapi terendam air selama beberapa hari. Pihak berwenang memperingatkan kemungkinan banjir menerjang di ibu kota Teheran serta wilayah selatan yang kaya minyak.

Presiden Iran, Hassan Rouhani menjanjikan kompensasi untuk semua kerugian finansial dan menyerukan angkatan bersenjata untuk membantu daerah yang dilanda banjir.

“Saya meminta tentara dan Pengawal Revolusi untuk membantu serta dengan pekerjaan teknis yang mereka miliki,” kata Rouhani pada Selasa pada pertemuan kelompok krisis pemerintah.

Saingan garis keras Rouhani menuduh pemerintah terlalu lamban menangani bencana banjir bandang yang terjadi.

Pada pertemuan yang disiarkan di televisi pemerintah, Presiden Iran mengatakan: “Ketika sebuah kota tenggelam karena banjir dan lingkungan menghadapi masalah ini, mengeluarkan air adalah tugas yang sulit dan berat.”

Kepala Pengadilan Iran, Ebrahim Raisi, kepada kantor berita Fars mengatakan sejumlah pejabat yang salah menangani bencana dan menyebabkan kematian warga sipil dapat menghadapi penuntutan.

Video yang diunggah di media sosial menunjukkan mobil-mobil melaju di jalanan yang banjir di distrik tenggara ibukota. Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian video ini.

Iran kini masih dalam suasana merayakan liburan tahun baru Nowrouz. Liburan ini bersamaan saat keluarga Iran bepergian ke seluruh negeri. Tetapi polisi Iran meminta penduduk menghindari perjalanan yang tidak perlu.

Televisi pemerintah mengatakan beberapa desa di dekat sungai dan bendungan di berbagai provinsi telah dievakuasi.

Kini puluhan ribu orang telah terlantar. Sedangkan ribuan lainnya ditempatkan di tempat penampungan darurat yang disediakan oleh pemerintah. Pipa minyak mentah negara Iran selamat dari kerusakan akibat banjir dan pemindahan minyak berlangsung normal. (asr)

Sumber : Arabnews

Pentagon Singkirkan Huawei, Jajaki Perangkat 5G Ericsson dan Nokia

0

oleh Gao Shan

Seorang pejabat Pentagon Amerika Serikat mengungkapkan pada Senin 25 Maret lalu mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan bekerja sama dengan pesaing Huawei yakni Nokia dan Ericsson.

Rencana ini dilakukan dalam rangka pengembangan internet generasi ke lima (5G).

Langkah Pentagon bersamaan ketika Amerika Serikat semakin menyingkirkan produsen peralatan telekomunikasi Tiongkok Huawei.

Ellen Lord, Wakil Direktur Pengadaan dan Pemeliharaan dari Kementerian Pertahanan AS mengatakan : “Saya tidak yakin apakah kita dapat menemukan solusi murni AS yang komprehensif. Kita sedang bernegosiasi dengan Ericsson dan telah melakukan banyak negosiasi dengan Nokia.”

Ellen Lord yang bertanggungjawab terhadap pembeli senjata utama Pentagon mengatakan pada saat yang sama, Amerika Serikat  sedang meletakkan fondasi untuk mengembangkan teknologinya sendiri dalam mendukung pengembangan komunikasi 5G.

Sebelumnya, beberapa operator telekomunikasi di Amerika Serikat telah meluncurkan layanan komunikasi 5G di beberapa kota. Namun keempat operator nasional diperkirakan akan meluncurkan layanan komunikasi 5G pada akhir tahun ini.

Amerika Serikat terus memperingatkan Eropa untuk tidak menggunakan produk Huawei. AS menilai peralatan Huawei dapat digunakan oleh pemerintah Tiongkok untuk melakukan kegiatan spionase.

Pihak Huawei telah berupaya untuk membantah tuduhan dengan mengajukan gugatan terhadap pemerintah AS tentang masalah ini pada awal Maret ini. Akan tetapi, tidak membebaskan negara-negara Barat dari kewaspadaan mereka terhadap Huawei. Beberapa negara Eropa mulai menolak Huawei dan memilih untuk bekerja sama dengan Ericsson dan Nokia.

Perusahaan telekomunikasi terbesar Denmark, Tele Danmark Communications atau TDC pada Senin (18/3/2019) bahwa berdasarkan alasan keamanan, perusahaan telah memilih produsen peralatan telekomunikasi Swedia Ericsson untuk menggantikan pemasok Tiongkok Huawei sebagai pemasok nasionalnya. Ericsson telah ditunjuk sebagai mitra untuk mengembangkan jaringan seluler 5G.

Pada saat yang sama, Ellen Lord mengatakan bahwa diskusi antara militer AS dan militer Eropa tentang masalah jaringan 5G di masa depan telah berjalan dengan lancar.

Lord mengatakan  pihak militer kedua pihak sebenarnya sedang melangsungkan dialog yang luas tentang arah pembangunan 5G.

“Kami telah melihat bahwa banyak sekutu Eropa kami cenderung untuk bekerja sama dengan kami dalam hal ini,” katanya.  (sin/asr)

Banjir Bandang Melanda Iran, 19 Orang Tewas dan Puluhan Terluka

Epochtimes.id- Banjir bandang yang melanda 26 dari 31 provinsi di Iran menyebabkan 19 orang meninggal dunia dan lebih 90 orang lainnya terluka. Banjir ini menyebabkan banyak tempat tinggal ambruk dan jalan raya terputus.

Unit layanan darurat Iran memperingatkan pada Senin (25/3/2019) bahwa hujan lebat masih akan turun beberapa hari mendatang.

Taylor Ward, Ahli Meteorologi dari jaringan televisi kabel CNN mengatakan, curah hujan yang tinggi melanda di Iran setara dengan hujan selama satu bulan hanya dalam waktu beberapa jam.

Pada 23 Maret 2019, banjir di berbagai distrik Iran memutuskan jalur lalu lintas dan menyebabkan banyak tanah longsor. (Ali Dehghan/AFP/Getty Images)

Menurut dia, kondisi ini ditambah dengan topologi lokal hingga menyebabkan beberapa banjir bandang menjadi ekstrim.

Agence France-Presse melaporkan bahwa Iran hingga tahun 2018 masih menangani kekeringan selama beberapa dekade. Tetapi hujan lebat tiba-tiba mengancam 25 dari 31 propinsi di Iran. Saat kejadian, petugas penyelamat masih suasana libur bersamaan dengan liburan tahun baru Iran.

Pada 23 Maret 2019, banjir di berbagai distrik Iran memutuskan jalur lalu lintas dan menyebabkan banyak tanah longsor. (Ali Dehghan/AFP/Getty Images)

Tim penyelamat mengatakan bahwa 17 orang tewas dan 94 orang terluka di kota Shiraz,  bagian selatan Iran.  1 orang meninggal di provinsi Kermanshah dan 1 orang meninggal di provinsi Lorestan.

Setelah banjir di provinsi barat daya Fars, jalan tertutup oleh lumpur hingga menyebabkan kendaraan menumpuk, dan ribuan rumah terendam banjir.

Seorang wanita yang hanyut terbawa air mengatakan : “Kita sudah hampir mati, tolong doakan kami, kita sudah hampir mati, ibu, kita semua akan mati.”

Pada 23 Maret 2019, banjir di berbagai distrik Iran memutuskan jalur lalu lintas dan menyebabkan banyak tanah longsor. (Ali Dehghan/AFP/Getty Images)

Pusat Layanan Meteorologi Iran memperingatkan bahwa hujan lebat masih turun hingga  27 Maret 2019.

Beberapa provinsi di wilayah barat khawatir dengan curah hujan yang turun selama 24 jam dengan kapasitas 150 milimeter. Banjir dapat terjadi di ibukota Teheran, dan provinsi Khuzestan yang kaya minyak. (Sin/asr)

Pada 25 Maret 2019, banjir bandang terjadi di Provinsi Fars, Iran barat daya, mobil-mobil rusak dan jalanan penuh lumpur. (Amin Berenjkar/AFP/Getty Images)
Pada 23 Maret 2019, banjir di berbagai distrik Iran memutuskan jalur lalu lintas dan menyebabkan banyak tanah longsor. (Ali Dehghan/AFP/Getty Images)

 

Trump Terbukti Tak Terlibat, Tuduhan Kolusi dengan Rusia Diminta Diusut Tuntas

0

Bowen Xiao

Epochtimes.id- Seorang penasihat kampanye Trump, Jason Meister, menyerukan penyelidikan terhadap pencetus klaim persekongkolan dengan Rusia untuk memenangi Pilpres AS 2016 silam.

Dia  mencatat  mereka yang melanggar hukum harus dihukum. Ini setelah sehari Jaksa Agung AS, William Barr menyampaikan ringkasan temuan dari penyelidikan Jaksa Khusus Robert Mueller.
Ringkasan laporan akhir Barr yang menyelidiki dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden 2016 membuktikan bahwa Presiden Donald Trump dan rekan kampanyenya tidak berkolusi atau berkoordinasi dengan Rusia agar ikut campur dalam pemilu Amerika Serikat.
Jason Meister yang juga sebagai anggota Dewan Penasihat Kampanye Trump 2020 kepada The Epoch Times dalam wawancara Senin, 25 Maret 2019 mengatakan bahwa Hillary Clinton, Komite Nasional Demokrat, dan pihak Steele file, semuanya harus diselidiki sehingga bangsa Amerika dapat “pulih dan move on dari kasus ini.”
Dokumen-dokumen berada di pusat tuduhan bahwa Trump berkolusi dengan Rusia.
“Saatnya beralih dari penyelidikan palsu ke penyelidikan yang sebenarnya,” kata Meister.
“Bagaimana investigasi [kolusi Rusia] ini dibuka, untuk memulai? ini adalah skandal politik terbesar dalam sejarah Amerika modern, ini lebih buruk daripada Watergate,” katanya.

 

Meister, yang sebalumnya bergabung dalam  kampanye Trump 2016, mencatat bahwa Amerika Serikat adalah negara di mana ada aturan hukum “dan orang-orang yang melanggar hukum perlu dihukum karena Undang-Undang yang dilanggar.”

Ringkasan empat halaman Barr kepada para ketua dan anggota  komite kehakiman DPR AS mengatakan bahwa Jaksa khusus mewawancarai sekitar 500 saksi, mengeksekusi hampir 500 surat perintah penggeledahan, mengeluarkan lebih dari 2.800 panggilan pengadilan, memperoleh lebih dari 230 rekaman komunikasi, 50 rekaman registrasi pena.”

 

Istilah registrasi pena di AS adalah perangkat elektronik yang merekam semua nomor yang dipanggil dari saluran telepon tertentu. Termasuk program yang memantau komunikasi Internet .

Meister mengatakan setelah dua tahun melakukan penyelidikan, tidak ada satu pun dakwaan yang memiliki hubungan jarak jauh dengan Rusia atau kolusi. Fakta ini adalah hal yang sangat penting untuk ditunjukkan.

“Mereka adalah korban Gerbang Rusia, yang merupakan kampanye disinformasi terbesar dalam sejarah Amerika,” tambahnya.

Jaksa Agung AS menyimpulkan bahwa Jaksa khusus tidak memberikan cukup bukti untuk membuktikan bahwa presiden menghalangi keadilan. Jaksa Khusus Mueller merujuk beberapa kasus ke kantor lain, tetapi tidak akan mengeluarkan dakwaan.

Ketua Komite Kehakiman DPR AS Lindsey Graham (R-S.C.) mengumumkan pada 25 Maret bahwa komite akan menyelidiki dugaan pelanggaran Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing yang mengakibatkan pengawasan selama setahun terhadap mantan rekan kampanye Trump.

Graham meminta Jaksa Agung AS untuk menunjuk Jaksa khusus kedua untuk meneliti peristiwa-peristiwa yang mengarah pada penyelidikan kontra-intelijen dari kampanye Trump.

“Siapa di pemerintahan Obama yang tahu tentang ini? Bagaimana mereka mendapatkan surat perintah FISA? Kita perlu memahami semua itu,” kata Meister.

“Kami memiliki beberapa investigasi untuk dilakukan. Masih banyak yang harus dicari tahu, ” ujarnya.

Surat perintah FISA di Amerika Serikat ini adalah surat perintah dari pengadilan terkait pengawasan intelijen asing. Menurut aturan di AS, penyadapan bisa disetujui jika ada kemungkinan alasan bahwa sasaran dari pengawasan adalah agen atau kekuatan asing.

Dorongan Selama Dua Tahun

Meister sepakat laporan lengkap Mueller harus dipublikasikan secara terbuka dengan alasan transparansi, mengecam media dan petinggi Partai Demokrat AS yang mempromosikan klaim kolusi Rusia.

Ketua Komite Nasional Demokrat Tom Perez dan Adam Schiff  adalah di antara sejumlah Petinggi Demokrat AS yang secara eksplisit mengatakan ada bukti kolusi dengan Rusia.  Menurut Meister ini adalah  aib pada tingkat tertinggi pemerintahan AS.

“Orang-orang Amerika dicuci otak untuk mempercayai Hoax yang sempurna,” kata Meister.

“Menempatkan media di tempat yang mengerikan. Saya pikir mereka telah kehilangan kredibilitas yang luar biasa, Saya pikir itu akan berdampak besar pada pemilu 2020,” katanya.

Washington Post, The New York Times, CNN, dan MSNBC memimpin dakwaan, menulis lebih dari 8.500 artikel tentang penyelidikan sejak Mueller diangkat pada Mei 2017 seperti diungkap penelitian oleh Komite Nasional Republik (RNC).

Meister mengatakan temuan dari laporan Mueller adalah “pukulan telak” bagi Demokrat dan semua yang terus mendorong kisah kolusi Rusia. Dia mengatakan masa depan Trump di tahun 2020 terlihat cerah.

“Dengan keadaan ini, dia akan melakukan yang lebih baik dari sebelumnya, sudah waktunya untuk transparansi sehingga semua orang Amerika dapat melihat tipuan itu,” ujarnya. (asr)

Pesawat Asal London Mendarat di Negara yang Salah Akibat Kesalahan Dokumen

0

EpochTimesId – Sebuah penerbangan dari London ke Düsseldorf di Jerman tanpa sengaja terbang ke bandara yang salah akibat kesalahan dokumen yang aneh. Pesawat justru terbang dan mendarat di Skotlandia, atau ke arah berlawanan sejauh 800 kilometer.

Penumpang yang naik pesawat BA3271 dari Bandara London City pada 25 Maret 2019 baru menyadari kekacauan itu, ketika pilot dengan ceria mengumumkan kedatangan mereka pada tujuan akhir, di bandara Edinburgh. Itu adalah penerbangan British Airways yang dioperasikan oleh WDL.

Seorang penumpang, Sophie Cooke, 24 tahun, mengatakan kepada BBC bahwa ketika pilot pertama kali mengumumkan bahwa mereka akan segera mendarat di Edinburgh, semua penumpang menganggap itu hanya lelucon. Dia harus bertanya kepada awak kabin apakah mereka serius.

Ketika mereka menyadari kesalahan itu, pilot meminta bording-pass untuk melihat penumpang mana yang ingin pergi ke Düsseldorf. Mereka semua menunjukkannya.

Tiga jam setelah penerbangan seharusnya mendarat di Düsseldorf, pesawat itu meninggalkan landasan di Edinburgh.

“Itu adalah pengalaman yang menjadi sangat frustasi. Toilet ditutup, dan mereka kehabisan makanan ringan. Itu juga sangat pengap,” tutur Sophie Cooke.

“Edinburgh yang nyaman pada tahun ini, menyesal bahwa penumpang yang seharusnya bepergian ke Dusseldorf menggunakan BA3271, dioperasikan oleh WDL Aviation, justru mendarat di ibukota Skotlandia, bukan di tujuan yang dituju. Ini karena rencana penerbangan yang salah disampaikan oleh WDL,” tulis pihak bandara dalam sebuah pernyataan di Twitter.

Seorang penumpang mengirim tweet ke British Airways, yang menyewa penerbangan WDL, dari landasan di Edinburgh.

“Bisakah Anda jelaskan bagaimana penerbangan saya yang lepas landas dari LCY menuju Dusseldorf, justru mendarat di Edinburgh? Saya tidak yakin salah satu dari penumpang pesawat mendaftar untuk lotre perjalanan misteri seperti ini.”

Penumpang itu, yang bernama Son Tran, menambahkan, “Ini terasa seperti kesalahan yang konyol daripada pengalihan. Awak kabin sangat yakin jalur penerbangan kami adalah menuju Edinburgh.”

Seorang juru bicara BA mengatakan dalam sebuah email, “Kami bekerjasama dengan WDL Aviation, yang mengoperasikan penerbangan ini atas nama British Airways, untuk mengetahui mengapa rencana penerbangan yang salah diajukan.”

“Kami meminta maaf kepada pelanggan untuk gangguan ini pada perjalanan mereka dan akan menghubungi mereka secara individual.”

Sementara dalam sebuah pernyataan terpisah yang dikirim melalui email, WDL Aviation mengatakan, “Kami bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyelidiki bagaimana kekacauan jadwal penerbangan yang jelas-jelas disayangkan ini, dapat terjadi. Tidak ada masalah keselamatan penumpang.”

Beberapa netizen berkomentar di media sosial, mengira-ngira bagaimana bisa para penumpang bisa gagal memperhatikan fakta bahwa penerbangan seharusnya terbang di atas laut terbuka antara Inggris dan Jerman dalam waktu 10 menit.

“Saya yakin akan ada setidaknya satu penumpang yang memandang keluar jendela sambil berpikir ‘Kita seharusnya sudah di atas laut sekarang,'” tulis seorang pengguna Twitter. (SIMON VEAZEY/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Otoritas Norwegia Selidiki Alasan Kapal Pesiar Berlayar Terjang Badai

0

EpochTimesId — Para pejabat Norwegia membuka penyelidikan tentang mengapa sebuah kapal pesiar yang membawa lebih dari 1.370 orang berlayar di sepanjang pantai barat negara itu. Padahal gelombang laut kawasan itu seringkali liar dan mengganas, terlebih ada peringatan badai yang dikeluarkan pemerintah setempat. Sehingga kapal pesiar raksasa itu terombang-ambing dan memaksa evakuasi besar-besaran dengan helikopter.

Satu orang korban dalam kondisi kritis, akan tetapi stabil di bangsal perawatan intensif, menurut pihak rumah sakit. Sebanyak delapan orang lainnya masih dirawat di rumah sakit setelah kapal wisata bernama Viking Sky tersebut mengalami masalah mesin sebelum diterjang badai, di lepas pantai Norwegia. Awak kapal mengeluarkan sebuah pesan mayday pada sore hari tanggal 23 Maret 2019.

Viking Sky berangkat dari kota Tromsoe di utara, dan menuju Stavanger di Norwegia selatan ketika mengalami masalah. Kapal sempat membuang jangkar di laut lepas, untuk menghindari kehancuran akibat potensi karam di bebatuan, di daerah yang dikenal sebagai kuburan kapal.

Pihak berwenang Norwegia kemudian meluncurkan operasi penyelamatan yang berani dan beresiko, meskipun ada angin kencang. Mereka akhirnya berhasil menerbangkan 479 penumpang dengan helikopter dalam operasi yang berlangsung berjam-jam, pada Sabtu malam dan hingga Minggu pagi.

“Risiko tinggi yang dihadapi kapal, penumpang, dan awaknya membuat kami memutuskan untuk menyelidiki insiden tersebut,” ujar Dag S. Liseth dari Badan Investigasi Kecelakaan Norwegia.

Setelah sekitar setengah dari penumpang lepas landas, kapten kapal membuat keputusan pada hari Minggu untuk menghentikan evakuasi. Sekitar 900 orang masih di atas kapal ketika kapal yang pincang itu, berusaha berlayar kembali ke kota pelabuhan Molde dengan hanya menggunakan salah satu mesin kapal.

Liseth mengatakan para penyelidik sedang menuju ke Molde pada hari Senin, dan menolak untuk berspekulasi tentang mengapa kapten Viking Sky memutuskan untuk berlayar ke Stavanger meskipun ada peringatan cuaca. Dia tidak bisa langsung mengatakan berapa lama kapal itu akan tetap ditahan di Molde.

Yngve Skovly, dari kepolisian di distrik Moere dan Romsdal, tempat Molde bersandar, mengatakan tidak ada kecurigaan atas pelanggaran kriminal. Akan tetapi polisi telah membuka penyelidikan untuk mencari tahu mengapa kapal tersebut memiliki masalah mesin. Tim itu akan menjadi bagian dari tim yang dipimpin oleh Dewan Investigasi Kecelakaan.

The Viking Sky adalah kapal yang relatif baru. Produsen kapal itu mengirimnya pada tahun 2017 kepada operator Viking Ocean Cruises.

Kapal itu tengah pesiar selama 12 hari di sepanjang pantai Norwegia, sebelum dijadwalkan tiba pada Selasa (26/3/2019) waktu setempat di pelabuhan Inggris, Tilbury, di Sungai Thames. Para penumpang sebagian besar merupakan campuran warga negara Amerika, Inggris, Kanada, Selandia Baru dan Australia yang berbahasa Inggris.

Semua penumpang kapal pesiar dijadwalkan akan diterbangkan meninggalkan Norwegia pada Senin malam.

Pada hari Minggu, operator mengatakan perjalanan terjadwal Viking Sky berikutnya, ke Skandinavia dan Jerman, yang akan berangkat pada hari Rabu, telah dibatalkan. Sementara jadwal lainnya belum jelas, apakah akan dibatalkan atau tetap sesuai jadwal. (THE ASSOCIATED PRESS/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M