Home Blog Page 1854

Resmi Diumumkan Lokasi Ibu Kota Baru RI di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur

0

Epochtimes.id- Presiden Joko Widodo resmi menetapkan ibu kota negara RI yang baru sebagian berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kertanegara. Pengumuman itu resmi disampaikan oleh Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).

“Pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam dan diintensifkan dalam 3 tahun terakhir ini. Hasil kajian, lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Pasir Utara, dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kaltim,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada pengumuman itu juga hadir Mensesneg Pratikno, Menteri PPN/Bappenas Bamban Brodjonegoro, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Jalil, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri HK Siti Nurbaya, Gub DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Kaltim Isran Noor.

Jokowi memaparkan sejumlah alasan renacana pemindahan Ibu Kota baru dari DKI Jakarta ke Kalimatan Timur.

Pertama, beban DKI Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. DKI Jakarta juga terbebani dengan bandar udara dan pelabuhan laut yang terbesar di Indonesia.

Kedua, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Ditambah dengan 58 persen PDB ekonomi Indonesia, ada di Pulau Jawa. Sedangkan Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan.

“Beban ini akan semakin berat bila ibu kota pemerintahan pindahnya tetap di Pulau Jawa,” tambah Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, total kebutuhan untuk ibu kota baru adalah kurang lebih Rp 466 Triliun. Pendaanan itu, nantinya sebanyak 19 persen akan berasal dari APBN. Catatanya, dana itu berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. Sedangkan sisanya, kata Jokowi, akan berasal dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha serta investasi langsung swasta dan BUMN.

Adapun alasan pemindahan saat ini, dikarenakan pemerintah tak bisa terus-menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, dan polusi udara dan air. Apalagi  harus segera kita tangani.

Jokowi menjelaskan, kondisi yang terjadi di Jakara, bukan kesalahan dari Pemprov DKI Jakarta. Akan tetapi, dikarenakan besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Di samping itu, kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meskipun sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah.

Sedangkan alasan dipilihnya  Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru, Presiden Jokowi memaparkan sejumlah faktor berikut ini :

Pertama, risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor.

Kedua, lokasinya yang strategis, berada di tengah-tengah Indonesia. ‘

Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.

Keempat, telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap.

Kelima, telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180.000 hektare.

Mantan Walikota Solo itu menambahkan, pembangunan ibu kota baru ini bukan satu-satunya upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan Pulau Jawa dan luar Jawa. Karena selain itu pemerintah juga akan membangun industrialisasi di luar Jawa berbasis hilirisasi sumber daya alam.

Adapun, Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global.

Presiden menjelaskan, pemindahan ibu kota negara ini, termasuk lokasinya, membutuhkan dukungan dan persetujuan DPR RI. Oleh sebab itu, selaku Kepala Negara sudah berkirim surat kepada Ketua DPR RI dengan dilampiri hasil-hasil kajian mengenai calon ibu kota baru tersebut.

“Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah akan segera mempersiapkan rancangan undang-undangnya untuk selanjutnya disampaikan kepada DPR,” katanya. (asr)

KM Santika Nusantara Surabaya-Balikpapan Terbakar di Perairan Masalembo : 3 Meninggal Dunia dan 311 Penumpang Selamat Dievakuasi

0

Epochtimes.id- Proses evakuasi korban terbakarnya KM Santika Nusantara Rute Surabaya-Balikpapan hingga Sabtu (24/8/2019) masih terus berlanjut menggunakan kapal milik Basarnas maupun kapal-kapal lainnya.

Hingga Minggu (25/8) sebanyak 311 penumpang dari KM Santika Nusantra berhasil dievakuasi. Tiga orang yang meninggal yaitu seorang anak buah kapal dan dua penumpang karena “kelelahan.”

Rincian yang dirilis oleh SAR Mission Coordinator bersumber dari Kepala Kantor SAR Surabaya, Prasetya Budiarto, hingga Minggu (25/8) pukul 15.30 WIB, dievakuasi oleh KM Dharma Fery 7  dengan 64 penumpang selamat, dievakuasi KM Spill Citr 23 orang Selamat.

Penumpang lainnya dievakuasi oleh KN Cundamani ke Tanjung Perak sebanyak 53 orang selamat dan 3 orang meninggal dunia. Dievakuasi oleh KM Putra Tunggal 8 ke Kalianget  sebanyak161 orang selamat.

Penumpang juga dievakuasi oleh KN SAR Laksmana dr Masalembu ke Surabaya dengan 5 orang Selamat. Sedangkan yang dievakuasi oleh nelayan Lamongan ke pelabuhan Brondong sebanyak 2 orang. Jadi, total penumpang yang berhasil dievakuasi sebanyak 311 orang.

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito saat memantau langsung jalannya proses evakuasi di Surabaya menyampaikan terimkasih kepada seluruh potensi SAR dan kapal-kapal dalam proses evakuasi tersebut.

“Kita ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat terutaman potensi-potensi SAR dan juga kapal-kapal serta masyarakat Kepulauan Masalembo” ujar Kepala Basaenas Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito dalam siaran persnya, Minggu (25/8/2019).

Bagus menambahkan bahwa pihaknya tetap berkoordinasi dengan potensi dan agen kapal terkait jumlah penumpang. 

“Kami mendapatkan info jumlah manifes 277 orang namun yang sudah dievakuasi lebih dari 300 orang. Semoga saja semua korban sudah terevakuasi dan tidak ada lagi yang terombang ambing. Namun demikian pencarian korban terus dilakukan”, jelasnya.

Selain melakukan pencarian melalui jalur udara dan laut, tim SAR gabungan juga membuka posko pengaduan bagi warga yang merasa kehilangan anggotanya. Hal ini dilakukan untuk membantu proses pencarian korban. Namun hingga saat ini belum ada warga yang melaporkan kehilangan.

Seperti yang diberitakan sebelumnya bahwa KM Santika Nusantara rute Surabaya- Balikpapan terbakar di Perairan Masalembo, Jawa Timur, Kamis (22/8/2019) malam. Berdasarkan laporan awal yang diterima Kantor SAR Surabaya, jumlah POB ada sebanyak 111 orang. Namun selama proses evakuasi berlangsung jumlah korban terus bertambah. (BASARNAS/asr)

Warga Hong Kong Luncurkan Kampanye #Eye4HK yang Disambut Dunia

0

oleh Liang Yu

Selama dua bulan terakhir, polisi hitam Hongkong menggunakan kekerasan untuk menghadang unjuk rasa damai warga Hongkong. 

Tak hanya bagi masyarakat Hongkong, kekerasan itu mengejutkan komunitas internasional. 

Pada 11 Agustus, seorang gadis sebelah matanya terkena tembakan beanbag round polisi. Tembakan itu membuat bola matanya pecah. Kemungkinan ia akan menjadi buta secara permanen. 

Sebagai wujud solidaritas terhadap perjuangan warga Hongkong, untuk menggagalkan disahkannya undang-undang ekstradisi serta menentang kekerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh kepolisian Hongkong, netizen meluncurkan Kampanye #Eye4HK” yang langsung disambut oleh masyarakat internasional. 

Pembawa acara Fox News Channel Amerika, juga menyampaikan dukungan dalam acara yang dibawakannya.

Aktor senior Korea Selatan yang pernah berperan dalam film ‘Train to Busan’, Kim Ui-Seong, telah berulang kali menyatakan dukungannya kepada warga Hongkong yang sedang anti-RUU Ekstradisi. 

Kim Ui-seong pada 19 Agustus mengunggah potret diri yang menutupi mata sebelah kanannya di Instagram. Ia bermaksud memberikan mendukung gadis Hongkong yang mata kanannya terkena tembakan polisi Hongkong.


Kim dalam statusnya menulis dirinya telah melihat berita itu. Ia memuji pawai 1,7 juta warga yang berlangsung damai. Ia menyatakan sangat bangga dengan rakyat Hongkong. 


Kim Ui-seong juga memposting fotonya keduanya. Ketika itu, ia bersama anggota stafnya menutupi mata sebelah kanan. Alasannya, ingin menghibur gadis Hongkong yang matanya tertembak polisi. Mereka juga mendukung rakyat Hongkong yang tetap berjuang untuk mempertahankan kebebasan dan demokrasi.

Kim juga menyampaikan, Staf filmnya bersamasama dan menyatakan, dukungan kepada rakyat Hongkong. Kim menyerukan kepada warga Hong Kong, bahwa mereka tak sendiri dalam berjuang. 

Selanjutnya, Kim mengunggah sejumlah foto selfie netizen yang menutup mata kanan mereka di media sosial.

Terinspirasi oleh ide Kim ini, netizen Hongkong kemudian meluncurkan kampanye #Eye4HK. 

Kampanye ini menyerukan netizen di seluruh dunia untuk meniru apa Kim Ui-seong lakukan. Yakni, dengan menutup mata kanan mereka dengan tangan di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Reddit dan lainnya.

Netizen Hongkong berharap, dapat menggunakan kekuatan Internet untuk mengimbau masyarakat internasional. Diharapkan masyarakat Internasional mengecam tindak kekerasan yang dilakukan kepolisian Hongkong terhadap para pengunjuk rasa damai. 

Apalagi, demonstran sedang memperjuangkan kebebasan berekspresi, kebebasan dari rasa takut, keadilan prosedural, aturan hukum, demokrasi dan nilai-nilai universal lainnya.

Kampanye #Eye4HK telah menarik perhatian dari semua lapisan masyarakat. 

Selebriti Hongkong seperti Chui Tien-you, Gregory Wong Chung-yiu, Wong He, Chapman To Man-chak, Tommy Yuen dan lainnya semua berpartisipasi dalam kampanye ini. Mereka mengunggah foto diri mereka yang menutupi mata kanannya. Mereka juga menulis pesan-pesan dukungan di platform sosial.

Tommy Yuen menulis, Kami tidak lupa.

Sedangkan, Gregory Wong menulis : Rakyat Hongkong memiliki hak untuk bebas dari hidup di bawah teror. 

Adapun, Anthony Wong Yiu-ming menulis : Jangan membiarkan mesin negara yang kejam ini membuat kita buta nurani. 

Wong He dan Joe Cheng King Kei keduanya menggunakan bahasa Inggris. Mereka mengimbau masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam kampanye #Eye4HK.

Anna Cheung, pendiri dari NY4HK hadir dalam acara wawancara di Fox News TV bersama Bill McGurn dan Jillian Melchior dari The Wall Street Journal. Mereka membuat gerakan menutupi mata kanan untuk mendukung perjuangan rakyat Hongkong.

Banyak elit politik Taiwan juga mengirim foto yang mendukung Hongkong. 

Pada 22 Agustus, Menteri Dalam Negeri Taiwan Hsu Kuo-yung, Bupati Chiayi County Weng Chang-liang, legislator Lee Chun-yi, legislator Lin Ching-yi, legislator Hsu Chi-chieh dan lainnya juga mengunggah foto untuk mendukung warga Hongkong. 

Menteri Dalam Negeri Taiwan, Hsu Kuo-yung menyebutkan : Demokrasi dan kebebasan adalah jiwa kita. Jangan membiarkan jendela jiwa tertutup !

Bupati Chiayi County, Weng Chang-liang turut menulis pesan di akun Facebooknya, bahwa saat ini, warga Hongkong telah mengalami transformasi yang cukup besar. 

Ia menyebut, warga Hong Kong  tidak ada lagi merasa takut terhadap kekerasan negara berjuang untuk mempertahankan kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan berbicara. 

Warga Hong Kong dinilai sedang menyerukan kepada rakyat, untuk menunjukkan persatuan dan menentang ruang yang semakin sempit. Semangat dan tindakan warga Hong Kong membuat orang-orang salut. Warga Hong Kong inilah yang menjadi sasaran kekerasan negara. Hal ini membuat orang-orang prihatin. Ini juga merupakan kewaspadaan besar bagi rakyat Taiwan. 

“Hari ini Hongkong, besok Taiwan. Mari kita bersama mendukung Hongkong, Ayo Taiwan !” demikian tulisan Weng Chang-liang. 

Lin Fei-fan, wakil sekretaris jenderal Partai Progresif Demokratik Taiwan mengatakan di Facebook, bahwa di masa lalu, pemerintah Tiongkok terus mendorong penyebab dari buruknya situasi Hongkong kepada negara lain termasuk Taiwan.

Pemerintahan Tiongkok disebut terus mendorong bentrokan, karena pemerintah tidak mau mendengarkan keluhan rakyat. Hal inilah dinilai sebagai akibat, adanya campur tangan kekuatan eksternal yang sebenarnya tidak ada. 

Lin Fei-fan percaya, bahwa jika otoritas Beijing dan pemerintah Hongkong sampai membuat penilaian yang salah. Bahkan, menciptakan tragedi kemanusiaan seperti insiden Tiananmen 4 Juni, maka komunitas internasional dan Taiwan tidak akan berdiam diri.

Mulai 21 Agustus sejumlah foto yang mendukung kampanye #Eye4HK bermunculan di sosmed.

Selain itu, pada 21 Agustus, bertepatan dengan 1 bulan peristiwa penyerangan Yuen Long, Ratusan warga kembali ke Stasiun KA Yuen Long untuk meluncurkan pawai peringatan 1 bulan insiden. 

Selama rapat umum, para warga juga menanggapi acara kampanye #Eye4HK dengan berfoto sambil menutupi mata mereka dengan tangan.

Pada 22 Agustus, ribuan orang siswa menengah Hongkong, mengadakan rapat umum di Edinburgh Place. Mereka mengimbau dunia pendidikan berpartisipasi dalam mogok sekolah pada bulan September mendatang. Selama aksi, mereka menuntut pemerintah menarik kembali rencana revisi undang-undang ekstradisi.

Gadis Hongkong yang matanya tertembak polisi Hongkong dikhawatirkan akan buta selamanya. 

Namun demikian, media resmi komunis Tiongkok ‘CCTV’ kemudian mengatakan bahwa ia ditembak oleh rekan sesama demonstran. 

Media corong Komunis Tiongkok ini, mengecam pengunjuk rasa yang dituduh berusaha untuk memfitnah polisi Hongkong. Netizen Hongkong mengecam CCTV sebagai tuduhan yang ngawur dan  Maling teriak maling. 

Media Inggris ‘The Guardian’ pada 11 Agustus menyebutkan bahwa media komunis Tiongkok, telah mempraktikkan cara tidak melaporkan, tidak berkomentar. 

Bahkan, benar-benar memblokir berita tentang demonstrasi rakyat Hongkong. Media Komunis Tiongkok juga sengaja mendistorsikan berita. Lebih parah lagi, tak melaporkan kejadian sebenarnya. 

Lebih miris lagi, media komunis Tiongkok ini, justru menjelek-jelekkan warga Hongkong dan mengendalikan opini publik. Seakan, ingin menciptakan kondisi bagi Beijing untuk melakukan intervensi dengan kekuatan militer. (Sin/asr)





Jurnalis NBC Memutarbalikkan Fakta, Memfitnah Falun Gong Demi Memperkuat Serangan Terhadap Media Rivalnya

oleh Levi Browde 

Sebuah artikel yang diterbitkan oleh NBC sedang menyebarkan informasi yang salah, propaganda, dan kefanatikan untuk memarginalkan kelompok spiritual yang damai, hanya demi mempertajam serangan kepada media rivalnya.

Baru-baru ini, jurnalis NBC Brandy Zadrozny dan Ben Collins telah menerbitkan sebuah artikel yang salah mengartikan dan menjelekkan keyakinan dari latihan spiritual Falun Gong atau Falun Dafa. Puluhan juta orang di seluruh dunia telah mempraktikkan latihan Falun Gong. 

Ada beberapa masalah yang terdapat dalam artikel tersebut.  Mari kita pertama-tama mengecek secara perlahan-lahan untuk memberantas kekejaman HAM dalam skala besar itu.

Selama 20 tahun terakhir, organisasi-organisasi besar hak asasi manusia, cendekiawan, pemerintah AS, dan pemerintah lainnya di seluruh dunia telah berulang kali menyebut penahanan sistematis, penyiksaan, dan pembunuhan para praktisi Falun Gong di Tiongkok oleh rezim Komunis Tiongkok sebagai tindakan ilegal dan tidak dapat dibenarkan. Termasuk, serangan terhadap orang-orang tak bersalah dari keyakinan yang damai oleh rezim paranoid.

New York Times, di antara outlet media besar lainnya, dengan jelas melaporkan bahwa ada setidaknya sebanyak 70 juta orang berlatih Falun Gong ketika penganiayaan dengan kekerasan berlangsung. 

Seorang jurnalis Wall Street Journal dianugerahi Pulitzer Award karena membongkar kekejaman ini dan mengungkapkan bagaimana mereka dihukum oleh negara. Menurut Freedom House, ratusan ribu pengikut Falun Gong telah dijatuhi hukuman kamp kerja paksa dan kurungan penjara.

Selain itu, ada bukti luas bahwa praktisi Falun Gong ditahan secara sistematis dan dibunuh dalam skala besar, sehingga organ tubuh mereka dapat dijual demi keuntungan untuk rezim komunis Tiongkok. 

Media seperti BBC telah meliput kasus ini beberapa kali. Begitu juga Forbes, The Guardian, Newsweek, The Telegraph, The Wall Street Journal dan lain-lain, bahkan NBC sendiri.

Namun artikel itu mengurangi ruang lingkup dan skala semua kengerian dalam satu kalimat: “Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah melaporkan beberapa pengikut disiksa dan dibunuh saat dalam tahanan.”

Muncul pertanyaan, apakah jurnalis NBC ini juga menyarankan “segelintir” orang yang dilaporkan tewas dalam genosida Rwanda? Mungkin juga “beberapa orang Yahudi” terbunuh dalam Holocaust?  Jika tidak, bagaimana seseorang menjelaskan tentang penganiayaan secara sistematis terhadap 70 juta orang direduksi menjadi “beberapa pengikut ?”Tetapi distorsi nyata yang dirumuskan oleh artikel ini terletak pada cara di mana keyakinan Falun Gong digambarkan.

Karakterisasi Falun Gong – sebuah latihan spiritual tradisional yang berakar  ribuan tahun dan dengan puluhan juta praktisi di Tiongkok dan di seluruh dunia – direduksi menjadi beberapa paragraf penolakan yang berasal dari klaim tiga orang narasumber : satu mantan praktisi, dua seorang profesor yang secara terbuka membela preman Komunis Tiongkok yang dituduh menyerang secara fisik praktisi Falun Gong di Kota New York, dan si jurnalis sendiri yang berprasangka dengan opininya sendiri terhadap ajaran Falun Gong.

Tidak ada diskusi nyata dengan praktisi Falun Gong saat ini, tentang bagaimana mereka benar-benar menafsirkan ajaran, atau mengecek bagaimana melihat ajaran-ajaran itu berkembang pada akhirnya, dalam kenyataan dan kehidupan mereka sehari-hari.

Singkatnya, tidak ada upaya tulus untuk memahami ajaran dan keyakinan Falun Gong.  Sebagai gantinya, beberapa jurnalis ini yang tak memiliki keahlian dalam bidang ini serta dengan agenda  jelas untuk menghina Falun Gong, tampaknya mereka hanya menghabiskan waktu mengorek ajaran-ajaran Falun Gong serta mencari kutipan  digunakan sebagai narasi untuk mereka produksi.

Pertimbangkan juga hal ini :  seseorang salah, misalnya, menggambarkan umat Buddha Tibet sebagai monster jika seseorang membedah tentang sebuah Kitab Tibet berjudul Bardo Thodol atau Kitab Kematian, karena ia hanya semata-mata melihat dari perspektif yang bias atau sepenuhnya menyangkal bahwa pesan dan gaya hidup menyeluruh dari umat Buddha Tibet adalah berpusat pada kasih sayang. Inilah tepatnya yang mana artikel itu dilakukan terhadap Falun Gong : Telah sepenuhnya melenceng. Lebih tepatnya, mengabaikan, prinsip-prinsip yang memandu kehidupan para praktisi Falun Gong.

Sejatinya, praktisi Falun Gong berusaha mempraktikkan Sejati-Baik-Sabar dalam karakter mereka melalui meditasi dan kehidupan mereka. Ini bukan hanya dogma atau omongan belaka, tetapi prinsip-prinsip yang membimbing dan memotivasi praktisi Falun Gong. Kami mempercayainya sepenuhnya, dan hal itu telah meningkatkan taraf kehidupan jutaan orang, membawa kebahagiaan dan keseimbangan bagi kehidupan dan keluarga kami. 

Namun artikel itu memilih untuk sepenuhnya mengabaikannya. Patut dicatat bahwa tidak ada konten yang termasuk dalam artikel disebutkan dari hampir dua jam yang dihabiskan di telepon untuk mewawancarai saya — sebagai seorang representatif dari Pusat Informasi Falun Dafa. 

Faktanya, artikel itu menyatakan: “Seorang wakil untuk Li menolak permintaan wawancara,” yang dengan jelas menyiratkan bahwa tidak ada yang membalas telepon dari para jurnalis ini. Saya membalas telepon dan berpartisipasi dalam wawancara panjang. Dan inilah sesuatu yang saya temukan benar-benar mengagetkan. Dari beberapa sumber yang langsung terhubung dari artikel ini, satu tautan langsung ke situs web pemerintah Komunis Tiongkok. Tidak ada tautan ke situs web Pusat Informasi Falun Dafa.

Jadi, mari kita perjelas apa artinya ini. Para jurnalis ini justru menganggap Partai Komunis Tiongkok, yang telah menewaskan puluhan juta orang pada masa pemerintahannya dan terus menganiaya jutaan orang, dari Uighur, hingga Kristen, hingga Falun Gong, menjadi sumber yang kredibel. 

Sementara itu, representatif untuk Falun Gong – Pusat Informasi Falun Dafa – yang situs webnya berisi banyak referensi ke laporan pihak ketiga (yaitu, Amnesty International, Freedom House, Kongres AS, Congressional-Executive Commission on China , dan lain-lain, tidak dirujuk atau bahkan disebut.

Dan akhirnya, penokohan Falun Gong  dalam artikel tersebut sarat dengan muatan distorsi yang berangkat sangat dekat dengan titik-titik propaganda resmi Komunis Tiongkok sebagai kebohongan secara langsung atau  kesalahan yang disengaja diproduksi oleh rezim Komunis Tiongkok. Tujuannya diperhitungkan untuk mengalihkan perhatian dari banyak orang dalam skala besar atas pelanggaran hak asasi manusia. Itu sangat mengganggu.

Selama 20 tahun terakhir, Komunis Tiongkok telah berusaha untuk tidak memanusiakan praktisi Falun Gong sebagai upaya sia-sia untuk “membenarkan” penyiksaan brutal dan pembunuhan warga yang damai.  Dengan mengulangi secara terus menerus kebohongan mereka secara tidak bertanggung jawab. Artikel tersebut lebih banyak membantu upaya penganiayaan daripada yang mungkin disadari oleh banyak orang.

Jika jurnalis NBC ini ingin menyerang Falun Gong, mereka seharusnya tidak berpura-pura sebagai jurnalisme investigatif. Ketika terkait konten tentang Falun Gong dan ajarannya, serta kelalaian yang tidak dapat dipercaya seputar penganiayaan di Tiongkok, tindakan ini benar-benar hanyalah  beropini belaka dengan agenda yang jelas. 

Sayangnya, tampaknya opini-opini ini dibuat untuk meningkatkan perlawanan terhadap media rivalnya. Ini adalah penyalahgunaan yang mengerikan,  merendahkan, mendegradasi dari kerja pers. (asr)

Levi Browde Adalah Direktur Eksekutif dari Pusat Informasi Falun Dafa.  Artikel ini pertama kali dipublikasikan di situs web Pusat Informasi Falun Dafa. @FalunInfoCtr

Mengapa Beijing Menasionalisasi Bank Ketiga dalam Hitungan Waktu Tiga Bulan?

0

Fan Yu – The Epochtimes

Krisis kepercayaan telah mencengkeram Lender atau kreditor regional Tiongkok, ketika Beijing mulai bergerak untuk menasionalisasi lembaga keuangan utama ketigakalinya sejak Mei lalu. 

Bank Hengfeng, pemberi pinjaman regional yang berbasis di Provinsi Shandong, Tiongkok, menerima persetujuan resmi untuk restrukturisasi dengan mengambil lifeline dari entitas yang berafiliasi dengan pemerintah Provinsi Shandong, serta Central Huijin Investment Ltd. Laporan ini disampaikan oleh majalah keuangan Tiongkok, Caixin pada 10 Agustus lalu.

Central Huijin Investment adalah anak perusahaan dari dana kekayaan berdaulat Komunis Tiongkok, China Investment Corp, dan akan memiliki saham kurang dari 20 persen. 

Didirikan pada tahun 2003, misi Central Huijin adalah untuk berinvestasi di perusahaan keuangan besar milik negara atas nama negara, menurut situs webnya.

Dana Bailout  Bank Hengfeng adalah nasionalisasi bank ketiga sejak Mei, dan yang terbesar dalam ukurannya. 

Yang pertama, terjadi pada 24 Mei lalu, ketika Bank Baoshang yang berbasis di Mongolia dinasionalisasi. Bank ini ditempatkan di bawah manajemen China Construction Bank. Dana bailout Bank Baoshang adalah yang pertama dalam waktu 20 tahun terakhir.

Melansir dari The Epochtimes, hanya dua bulan kemudian, Bank Jinzhou di Provinsi Liaoning, Tiongkok, juga dibailout  oleh konsorsium Bank Industri dan Komersial Tiongkok dan dua manajer aset tertekan di Tiongkok.

Pemberi Pinjaman Bermasalah

Hingga berselang beberapa waktu kemudian, nasionalisasi bank jarang terjadi di Tiongkok. Yang menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran di antara regulator, tentang pemberi pinjaman lebih kecil yang berutang, terutama karena ekonomi domestik negara itu melambat.

People’s Bank of China -PBOC- akhir tahun lalu, melakukan peninjauan risiko terhadap bank-bank negara itu. Akhirnya, menetapkan bahwa satu dari 10 pemberi pinjaman telah gagal dalam pengujiannya. Regulator tidak mengambil kesempatan untuk menghindari krisis keuangan domestik. 

Berlangsungnya perang dagang dan melambatnya pertumbuhan ekonomi internasional, telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan kesehatan keuangan bisnisnya. 

Dampaknya, pada berkurangnya kemampuan untuk membayar utang dan menyebabkan lebih banyak wanprestasi skala kecil. Pinjaman bisnis yang buruk ini, sangat merusak Capital Buffer atau modal wajib yang harus dimiliki di bank-bank regional dan lokal Tiongkok.

Bank Hengfeng juga gagal dalam analisis pengungkapan atau DISCLOSURE tentang laporan keuangannya selama dua tahun berturut-turut, termasuk pada tahun 2018. Dalam periode terbaru yang diungkapkan, Bank Hengfeng memiliki 1,2 triliun yuan total aset pada akhir 2016, menurut laporan tahunannya.

Dana bailout juga mempengaruhi investor luar negeri. United Overseas Bank Ltd, pemberi pinjaman multinasional Singapura, telah membeli 13 persen kepemilikan di Hengfeng pada tahun 2008. Tidak jelas bagaimana kepemilikan saham United diperlakukan dalam restrukturisasi bank itu.

Ada lapisan lain untuk bailout Hengfeng Bank. Bank itu tidak asing dengan kontroversi. Dua mantan petinggi eksekutifnya telah diselidiki karena dugaan penggelapan dana. Jiang Xiyun, yang menjabat sebagai Chairman Bank Hengfeng dari 2008 hingga 2013, didakwa menggelapkan 750 juta yuan indeks saham bank.

Cai Guohua, penerus Jiang di pucuk pimpinan bank, tidak bernasib lebih baik. Cai sendiri berada dalam penyelidikan  karena kasus penggelapan dana.

Selain itu, Bank Hengfeng adalah bailout bank Tiongkok kedua — Bank Baoshang adalah yang lain — terkait dengan miliarder Tomorrow Group, milik Xiao Jianhua, yang memegang saham di ratusan bank dan lembaga keuangan Tiongkok. 

Xiao — yang ditahan di Beijing pada tahun 2017 lalu — diketahui menangani transaksi keuangan untuk elit pejabat Komunis Tiongkok dan kerabat mereka. 

Menurut laporan The Epoch Times sebelumnya, Xiao paling dicari oleh pemerintahan Xi Jinping untuk membantu dalam penyelidikannya terhadap korupsi pejabat tinggi, terutama yang terkait dengan mantan pemimpin rezim Komunis Tiongkok, Jiang Zemin.

Risiko Sistemik

Pada akhir Maret, jumlah Non Performing Loan -NPL- atau kredit bermasalah di bank-bank komersial Tiongkok mencapai tertinggi dalam 16 tahun. 

Kredit bermasalah berjumlah 2,16 triliun yuan, atau 1,8 persen, menurut statistik resmi yang dikeluarkan oleh Komisi Pengaturan Perbankan dan Asuransi Tiongkok.

Angka Kredit bermasalah yang sebenarnya, menurut sebagian besar pakar, kemungkinan lebih tinggi dari metrik resmi yang dilaporkan.

Terlepas dari latar belakang itu, otoritas Komunis Tiongkok mendorong bank untuk meningkatkan pinjaman mereka ke usaha kecil dan menengah. Tujuannya untuk membantu memerangi perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, regulator telah menyusun undang-undang mengurangi celah bagi bank untuk menyembunyikan kredit macet mereka. 

Salah satu contoh adalah memaksa bank untuk menandai semua pinjaman lebih dari 90 hari lewat jatuh tempo sebagai kredit bermasalah, terlepas dari kualitas jaminan yang mendasarinya.

Semua ini berarti bahwa bank akan dipaksa untuk mengungkapkan masalah kesehatan dan likuiditas mereka yang sebenarnya, mempercepat setiap bailout pemerintah yang diperlukan sebelum masalah sistemik meluas terjadi.

Alicia García Herrero, kepala ekonom Asia-Pasifik untuk bank investasi Prancis, Natixis, kepada Financial Times pada 9 Agustus mengatakan, tentu saja, ada risiko sistemik.  

Alicia  bertanya, Apakah Anda mengetahui berapa banyak bank yang telah menghubungkan pinjaman antar bank dengan Bank Hengfeng? Menurut Alicia, pada intinya adalah kreditor lainnya mengetahui adanya risiko sistemik dan tidak ingin meminjamkan kepada mereka. (asr)

Beijing Kembali Melunak Pada AS, Makna Di Balik Perkataan Trump

0

Zhou Xiahui – Epochtimes.com

Media massa resmi Komunis Tiongkok seringkali membohongi rakyat Tiongkok, dengan mengatakan bahwa perang dagang merupakan tanggung jawab Amerika Serikat, bahwa ekonomi Tiongkok selalu baik, Komunis Tiongkok berkompeten dan tidak takut pada perang dagang Amerika Serikat. Namun saat Rapat Beidaihe yang baru berakhir di Beijing, Komunis Tiongkok justru melontarkan sinyal melunak pada Amerika Serikat.

Pada Selasa, 13 Agustus 2019 malam hari waktu Beijing, kantor berita Xinhua corong Komunis Tiongkok mempublikasikan sebuah berita singkat. Isinya mengatakan bahwa malam itu, Wakil Perdana Menteri Liu He yang merangkap sebagai pemimpin dialog ekonomi Tiongkok – Amerika Serikat telah berbicara via telepon dengan perwakilan dagang Amerika Serikat, Lighthizer dan juga Menteri Keuangan Amerika Serikat Mnuchin.

Terhadap tarif masuk bagi produk impor dari Tiongkok yang rencananya akan diberlakukan pada 1 September 20919 mendatang, pihak Tiongkok bernegosiasi secara ketat. Kedua pihak menyepakati akan kembali berdialog dalam waktu dua minggu mendatang.

Menteri Perdagangan Zhong Shan, Gubernur Bank Sentra Tiongkok  Yi Gang, Direktur Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Ning Jizhe dan lain-lain akan ikut serta dalam dialog. Seperti biasanya, Komunis Tiongkok  tidak menyebut isi dialog itu. Dialog itu secara konyol disebut dengan istilah “bernegosiasi secara ketat”, tujuannya adalah untuk terus mengindoktrinasi rakyat Tiongkok.

Menariknya adalah, tak lama setelah pembicaraan telepon itu, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat mengumumkan bahwa produk impor dari Tiongkok senilai USD 300 milyar yang rencananya akan dikenakan tarif 10%, sebagian produk terkait akan dibebaskan dari tarif atau ditunda penambahan pajaknya. Produk itu termasuk laptop, iPhone, mainan, pakaian dan lain-lain.  Hal itu berdasarkan faktor kesehatan, keamanan, keamanan nasional dan faktor lainnya,

Pada hari yang sama, Presiden Trump saat diwawancarai di Bandara New Jersey sebelum boarding, mengungkapkan alasan Amerika Serikat menunda pemberlakuan tarif itu.

“Karena pihak Tiongkok telah melakukan dialog yang sangat efektif dan menurut saya mereka ingin melakukan yang mengejutkan. Tapi saya tidak yakin apakah mereka akan menunggu sampai Partai Demokrat masuk ke Gedung Putih baru akan bertindak. Semoga tidak akan begitu, jika tidak, perekonomian Tiongkok akan segera runtuh. Mereka benar-benar ingin mencapai kesepakatan,” kata Trump.

Dari informasi yang disampaikan Trump, lebih lanjut membuktikan bahwa “bernegosiasi secara ketat” hanya untuk membohongi rakyat Tiongkok. Kebiasaan Amerika Serikat yang selalu bersikap keras, jika benar-benar “bernegosiasi secara ketat”, pihak  Amerika pasti tidak akan membebaskan tarif masuk bagi sebagian produk itu.

Apalagi, yang terpojok ingin segera mencapai kesepakatan dalam perang dagang bukan Amerika Serikat, melainkan Komunis Tiongkok. Mudah dilihat dalam dialog itu, sepertinya Beijing kembali menjanjikan serangkaian tuntutan yang diajukan Amerika Serikat bahwa Komunis Tiongkok harus melakukan reformasi structural.

Reformasi itu, seperti melarang pemaksaan peralihan teknologi, memperkuat perlindungan hak intelektual, melarang intrusi internet dan pencurian cyber, membuka sistem keuangan, menjaga nilai tukar Reminbi, sepakat untuk membuat mekanisme pengawasan dan lain-lain, ditambah dengan menyetujui membeli produk pertanian Amerika Serikat dalam skala besar.

Gubernur Bank Sentral Yi Gang dan Direktur Komisi Pembangunan dan Reformasi Ning Jizhe yang turut serta dalam dialog itu sepertinya juga membenarkan hal itu, yakni pihak Tiongkok akan menjaga nilai tukar Reminbi sesuai tuntutan Amerika Serikat.

Untuk mengimbangi janji Beijing itu, begitu berita dialog itu  dikeluarkan, harga transaksi emas di pasaran langsung anjlok. Nilai tukar Reminbi melonjak dan bursa efek Amerika Serikat meroket, dan tak terlepas dari bayangan Komunis Tiongkok di baliknya.  

Tak diketahui persis melunaknya Beijing seperti itu apakah merupakan skema kompromi yang dicapai dalam Rapat Beidaihe yang dihadiri para petinggi Partai Komunis Tiongkok. Tetapi yang jelas bahwa Komunis Tiongkok sangat tidak ingin warga Tiongkok melihatnya melunak seperti itu.

Itu karena sikap plin plan Komunis Tiongkok dan karakternya yang keras di luar tapi lembek di dalam telah terlihat jelas oleh orang-orang di Tiongkok yang berkepala dingin. Kali ini dari yang awalnya keras memprotes hingga “takluk” kembali. Komunis Tiongkok takut akan “membangunkan” sejumlah warga Tiongkok. Lalu, mengapa Komunis Tiongkok kali ini kembali melunak pada Amerika Serikat?

Kata-kata Trump yang lugas bisa dikatakan tepat sasaran.

“Saya pikir mereka ingin melakukan sesuatu yang menjadi perhatian. Maksud saya, Komunis Tiongkok benar-benar ingin melakukan sesuatu, seperti Anda ketahui, mereka mengalami masalah di Hongkong, mereka sangat ingin melakukan sesuatu,” kata Trump.

Memang, gerakan “anti ekstradisi” Hongkong yang membara selama dua bulan terakhir ini telah membuat pihak Komunis Tiongkok pusing tujuh keliling.

Di satu sisi  Tiongkok tak berniat memperhatikan aspirasi rakyat, tidak mau memenuhi tuntutan warga Hongkong, melainkan mengerahkan kekuatan polisi untuk menindas.

Pada hari Minggu, 11 Agustus 2019 lalu, terjadi insiden seorang perawat wanita yang ikut unjuk rasa ditembak dari jarak dekat oleh polisi. Akibatnya   mata kanan wanita itu mengalami kebutaan.

Instruksi terbaru dari Xi Jinping yang menyatakan, “Jangan menggunakan pasukan militer, pakai hukuman berat untuk redam situasi, jangan sedikit pun mengalah,” semakin memperuncing konflik antara warga Hongkong dengan pemerintah Hongkong dan penguasa Komunis Tiongkok.

Di sisi lain, karena takut sanksi Amerika dan Eropa, Komunis Tiongkok  tidak berani gegabah mengeluarkan pasukan untuk menekan demonstran, terutama karena perang dagang kini menyangkut pula masalah Hongkong. Mungkin karena alasan itu, Beijing memutuskan melunak pada Amerika, dan berharap Amerika tidak turut campur soal Hongkong.

Dengan kata lain, Komunis Tiongkok yang telah berulang kali ingkar janji pada Amerika, tengah berupaya memberi janji baru untuk digantikan dengan mengalahnya Amerika pada masalah tarif masuk. Khususnya agar Amerika berdiam diri terhadap masalah di Hongkong.

Soalnya begitu Amerika memutuskan untuk meninjau ulang kebijakan “US-Hongkong Policy Act”, dengan membatalkan perlakuan wilayah otonomi khusus Hongkong, maka Komunis Tiongkok akan mengalami pukulan telak di bidang financial. Itu bukanlah hal yang mampu ditanggung oleh Komunis Tiongkok. Masalahnya adalah, apakah harapan Menteri Luar Negeri Tiongkok, Yang Jiechi dan Komunis Tiongkok itu dapat terpenuhi?

Pertama, dalam masalah Hongkong, Trump mengatakan, pasukan militer Komunis Tiongkok yang dikonsentrasikan di perbatasan Hongkong adalah suatu kondisi yang sangat rumit. Situasi Hongkong sangat genting.

“Saya berharap warga Hongkong dapat meraih kebebasan, semua pihak dapat menemukan cara penyelesaian, termasuk Tiongkok,” kata Trump.

Lalu di Twitter Trump juga menulis: “Badan intelijen kami mengatakan,   Tiongkok sedang mengerahkan pasukan di perbatasan Hongkong. Semua orang harus tenang dan terjamin keamanannya!”

Makna lain dari perkataan Trump itu mungkin adalah Amerika sedang mengawasi gerak gerik Komunis Tiongkok, khususnya apakah Beijing akan menggerakkan pasukan militer, apakah kebebasan warga Hongkong terjamin, sinyal peringatan cukup sarat di baliknya.

Sedangkan bila terjadi situasi gawat, bagaimana Amerika akan bertindak, Trump tidak menjelaskannya. Akan tetapi apakah akan melindungi kebebasan warga Hongkong, sejumlah politisi Hongkong telah melontarkan sinyal. Apakah Trump yang selalu mengkritik sosialisme dan komunisme itu akan membuat pilihan yang lain?

Meskipun ada konflik sengit di balik aksi lobi oleh Yang Jiechi di Washington, tapi hasilnya tidak akan berbeda.

Kedua, kembali melunaknya Komunis Tiongkok, tidak membuat Trump yang telah sangat memahami sifat Komunis Tiongkok kelewat girang.

Kepada wartawan, Trump mengatakan, “Komunis Tiongkok dulunya juga berkali-kali mengatakan hal yang sama, yakni mereka berencana membeli produk pertanian Amerika. Tapi sampai saat ini, fakta telah membuat saya kecewa pada mereka. Mereka tidak jujur, atau bisa dikatakan, mereka telah menunda keputusan membeli itu.”

Ada makna lain di balik perkataan Trump, yakni ia tidak percaya pada janji baru Komunis Tiongkok. Bagi Trump itu hanya trik Komunis Tiongkok untuk mengulur-ulur waktu dan menyelesaikan masalah Hongkong saja.

SUD/whs

Pemerintah Blokir Internet di Papua, ICJR : Perbuatan Melawan Hukum dan Sewenang-wenang

Erabaru.net. Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR menilai tindakan-tindakan pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.  

Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal.

Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangan tertulisnya menyebytkan, pembatasan itu, menurut pihak Kominfo dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya. Akan tetapi, tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi hambatan yang dialami bagi pemulihan Papua jika layanan telekomunikasi tidak diblokir.

“Hingga saat ini, juga tidak infokan dan diketahui akan sampai kapan pemblokiran layanan tersebut dilakukan,” tulisnya, Kamis (22/8/2019).

ICJR sedari awal selalu menyerukan bahwa pembatasan akses layanan komunikasi adalah bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia, yang harus dilakukan dengan berdasar pada batas-batas kondisi yang telah ditetapkan UUD 1945 dan sesuai dengan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 ICCPR mensyaratkan ada dua kondisi mendasar harus dipenuhi untuk dapat membatasi hak asasi manusia, yaitu:

Pertama, Situasi sebagai latar belakang pemblokiran harus berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa,

Kedua, Presiden harus penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden sebagai dasar pembatasan layanan telekomunikasi tersebut.

Sebelumnya pun Kominfo juga telah melakukan perlambatan (throttling) akses jaringan internet di beberapa wilayah Papua saat terjadi aksi massa pada Senin, 19 Agustus 2019. Hal ini juga bagian dari pembatasan Hak Asasi Manusia yang seharusnya hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu dan limitatif.

Menurut ICJR, kebijakan pemerintah dinilai tidak sesuai dengan kewenangan Pemerintah dalam Pasal 40 UU ITE bahwa Pemerintah berwenang untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Bagi ICJR, UU ITE menyatakan bahwa Pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dapat dibatasi oleh Pemerintah hanya untuk konten yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

ICJR menjelaskan, pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan aksesnya secara keseluruhan. Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas.

Secara jelas, jika Pemerintah ingin melakukan upaya pemutusan layanan secara total, maka terlebih dahulu Pemerintah harus deklarasi politik negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.

“Bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia tanpa penjelasan dan mengenai dasar dilakukannya tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius yang seharusnya segera dihentikan,” pungkas ICJR. (asr)

Kemkominfo Blokir Sementara Layanan Data Internet di Papua dan Papua Barat

0

ETIndonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir sementara layanan data internet di Papua dan Papua Barat mulai Rabu (21/8/2019). Pemblokiran ini diberlakukan saat merebekanya kerusuhan di sejumlah titik wilayah tersebut.

“Untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya, setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal,” demikian Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo RI Ferdinandus Setu dalam siaran persnya.

Hingga Rabu (21/8/2019) ada beberapa titik di wilayah Papua dan papua Barat mengalami kerusuhan. Kerusuhan dilaporkan terjadi di Fakfak, Papua Barat dan Timika, Papua.

Sebelumnya juga terjadi kerusuhan di sejumlah titik di Papua dan Papua Barat terjadi pada Senin (19/8/2019)

Beberapa hari lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua di mana terjadi aksi massa pada Senin (19/8/2019), seperti Manokwari, Jayapura dan beberapa tempat lain. 

Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo RI Ferdinandus Setu mengatakan, pelambatan akses dilakukan secara bertahap sejak Senin (19/8/2019) pukul 13.00 WIT. 

Akan tetapi, sehubungan dengan situasi di wilayah Papua sudah kondusif, maka senin (19/8/2019) malam waktu setempat akses telekomunikasi sudah dinormalkan kembali.

Kemkominfo menjelaskan, bahwa tujuan dilakukan throttling adalah untuk mencegah luasnya penyebaran hoaks yang memicu aksi. 

Sejauh ini Kementerian Kominfo sudah mengindentifikasi 2 (dua) hoaks yang tersebar melalui media sosial dan pesan instan yakni hoaks Foto Mahasiswa Papua Tewas Dipukul Aparat di Surabaya dan hoaks yang menyebutkan bahwa Polres Surabaya Menculik Dua Orang Pengantar Makanan untuk Mahasiswa Papua

Kemkominfo imbau masyarakat untuk tidak menyebarkan hoaks, disinformasi, ujaran kebencian berbasis SARA yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. (asr)

Trump Ingatkan Bergeraknya Militer Komunis Tiongkok Ketika Figur Pro-Demokrasi Hong Kong Dijelekkan Komunis Tiongkok

0

Cathy He-Nicole Hao

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengingatkan pada 13 Agustus, bahwa intelijen AS telah memberitahukan kepadanya bahwa rezim Komunis Tiongkok telah menggerakan sumber daya militer ke perbatasan dengan Hong Kong. Hal demikian disampaikan dalam cuitannya di akun twitternya. 

Sehari sebelumnya, outlet media yang dikelola pemerintahan Komunis Tiongkok, mengunggah video online kendaraan lapis baja yang bergerak melalui Shenzhen, kota daratan Tiongkok yang berbatasan dengan Hong Kong. Laporan itu mengklaim kenderaan militer itu  dalam persiapan untuk “latihan skala besar.”

Cuitan Trump muncul saat retorika dan aksi protes terhadap Beijing oleh warga Hongkong semakin intensif.

Pada 13 Agustus, ribuan massa menduduki terminal di Bandara Internasional Hong Kong. Mereka tetap menolak tanggapan pemerintah Hong Kong, terhadap aksi protes yang dipicu oleh RUU ekstradisi yang kontroversial. Aksi itu menyebabkan penerbangan ditunda untuk hari kedua. Namun demikian, aksi protes berlangsung dengan damai dan tertib. 

Protes skala luas dari massa di Hong Kong dimulai lebih dari dua bulan lalu. Aksi digelar sebagai perlawanan terhadap RUU Ekstradisi yang didukung oleh Komunis Tiongkok. Undang-Undang ini memungkinkan orang-orang dikirim ke daratan Tiongkok untuk diadili. 

Warga Hong Kong khawatir atas sistem hukum buram yang diterapkan oleh rezim Komunis Tiongkok. Demonstran Hong Kong terus menyerukan agar RUU itu ditarik secara total.

Ketika bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir, kericuhan menjadikan tantangan besar bagi kepemimpinan komunis tiongkok di Beijing.

Sinyal

Pada 12 Agustus, surat kabar hawkish Komunis Tiongkok, Global Times, mengunggah video di Twitter yang memperlihatkan kendaraan lapis baja dari pasukan militer berkumpul di Shenzhen.

Di Weibo, sejenis medsos yang setara dengan Twitter di Tiongkok, outlet media itu juga mengunggah pesan berikut dalam bahasa Mandarin: “Jika perusuh Hong Kong tidak dapat membaca sinyal bahwa polisi bersenjata berkumpul di Shenzhen, maka mereka meminta penghancuran diri.”

Sementara itu, media corong Komunis Tiongkok, People’s Daily, mengunggah di media sosial, bahwa Polisi Bersenjata Tiongkok berada di Shenzhen untuk mempersiapkan menghadapi “kerusuhan, gangguan, kekerasan dan kejahatan besar, dan masalah keamanan sosial terkait terorisme.”

Narasi ‘Pasukan Asing’

Outlet media corong pemerintah Komunis Tiongkok lainnya, Xinhua, meningkatkan serangan verbal terhadap demonstran Hong Kong. Kantor berita itu menerbitkan komentar pada 13 Agustus lalu. 

Media itu mendaftarkan beberapa orang yang disebut “warga Hongkong yang berbahaya.” Warga-warga Hong Kong ini difitnah telah bekerja sama dengan “pasukan asing” untuk memanipulasi para pengunjuk rasa. 

Sebenarnya, rezim Komunis Tiongkok secara konsisten mendorong narasi bahwa pemerintah asing berada di belakang aksi protes yang menantang otoritas Komunis Tiongkok.

Pengucilan terhadap individu tak biasa bahkan untuk laporan media pemerintahan Komunis Tiongkok yang paling hawkish.

Komentar tersebut menyebutkan beberapa aktivis dan tokoh pro-demokrasi, termasuk Anson Chan, mantan kepala sekretaris – posisi kedua dalam komando – selama pemerintahan kolonial Inggris dan pemerintah Hong Kong setelah wilayah tersebut dikembalikan ke kedaulatan Tiongkok pada tahun 1997. Nama lainnya, Martin Lee Chu-ming, pengacara dan pendiri Partai Demokrat di Hong Kong, Joshua Wong aktivis mahasiswa dan pemimpin partai politik Demosisto. 

Nama lainnya yang masuk dalam daftar adalah Nathan Law, seorang aktivis dan mantan anggota parlemen yang didiskualifikasi dari jabatannya, setelah Komunis Tiongkok mempermasalahkan cara dia mengambil sumpah,Jimmy Lai, pendiri Next Media, sebuah perusahaan media yang sering mendukung protes pro-demokrasi; dan Davin Kenneth Wong, presiden Serikat Mahasiswa Universitas Hong Kong. Semuanya telah berpartisipasi dalam aksi protes atau menyatakan simpati untuk demonstran Hong Kong.

Artikel tersebut lagi-lagi menuduh klaim “campur tangan asing.” Media itu menggambarkan aktivis pro demokrasi itu berkolusi dengan pemerintah AS untuk memicu kekerasan di Hong Kong.

Misalnya media corong Komunis Tiongkok, menggambarkan kunjungan Chan, Lee, dan Lai ke Amerika Serikat tahun ini untuk membahas RUU ekstradisi dengan anggota parlemen AS dan pejabat administrasi AS. Mereka dituduh sebagai perilaku “pengkhianat yang menjual negara untuk kemuliaan mereka sendiri.”

Bunyi artikel itu kembali mengada-ngada dengan menuliskan : “Perilaku warga Hongkong ini memalukan, motivasi mereka harus dimusnahkan, dan dosa-dosa mereka harus dihukum.”

Komentar itu juga menyebutkan pertemuan baru-baru ini antara Wong, aktivis pro-demokrasi lainnya, dan Julie Eadeh, seorang staf di Konsulat Jenderal AS di Hong Kong, seperti yang dilaporkan oleh surat kabar lokal Pro Komunis Tiongkok, Ta Kung Po pada minggu lalu. 

Kantor berita Komunis Tiongkok, Xinhua menyebut mereka sebagai “kaki tangan Hong Kong” yang meminta bimbingan dari pemerintah AS.

Setelah laporan media-media itu, Departemen Luar Negeri AS menanggapinya dengan tegas. Washington  menyatakan Beijing sebagai “rezim yang kejam” karena memilih diplomat A.S.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan, dirinya tidak berpikir untuk membocorkan informasi pribadi diplomat Amerika, foto-foto, nama-nama anak-anak mereka. Ia mengatakan, hal demikian akan dilakukan oleh rezim yang kejam.

Departemen Luar Negeri juga menolak klaim dari Beijing, bahwa Amerika Serikat “ikut campur dalam urusan Hong Kong.” Kemenlu AS menegaskan, aksi protes itu “mencerminkan sentimen warga Hongkong dan keprihatinan mereka yang luas tentang erosi otonomi Hong Kong.

Komentator Tiongkok yang berbasis di AS, Tang Jingyuan mencatat bahwa media pemerintah Komunis Tiongkok sengaja menghilangkan informasi tentang petugas polisi yang menggunakan taktik agresif untuk menangkap demonstran. Tindakan aparat tersebut, seperti menembakkan peluru karet dan gas air mata dalam jarak dekat. Termasuk, tentang gerombolan pro-Komunis Tiongkok yang menyerang para demonstran di distrik North Point pada akhir pekan lalu. (asr) 


Gambar itu menunjukkan bahwa pada 28 Juli 2019, di Hong Kong, banyak orang Hong Kong mengenakan masker dan helm dan dipersenjatai dengan payung di hadapan polisi yang sering menembakkan peluru karet dan gas air mata. (Song Bilong / Epoch Times)

Bos Maskapai Cathay Pacific Mengundurkan Diri Saat Maraknya Aksi Protes Warga Hong Kong

0

EtIndonesia- Bos perusahaan maskapai penerbangan Hong Kong, Cathay Pacific Airways, Rupert Hogg mengundurkan diri pada 16 Agustus lalu. 

Pengunduran diri terjadi setelah komunis Tiongkok menargetkan maskapai itu. Dikarenakan keterlibatan staf maskapai dalam aksi protes massal di Hong Kong.

Maskapai Cathay Pacific memiliki hubungan kuat dengan Inggris. Maskapai ini dijadikan simbol masa lalu dari kolonial Hong Kong. Cathay Pacific dijadikan target perusahaan berprofil tertinggi, saat Komunis Tiongkok berupaya menumpas aksi protes berlarut-larut di Hong Kong.

Perusahaan itu bergejolak  menjelang akhir pekan di mana protes kembali dilanjutkan. Demonstran memprotes keras merosotnya aturan “satu negara, dua sistem” yang mengabadikan otonomi untuk Hong Kong, sejak Tiongkok mengambilnya kembali dari Inggris pada tahun 1997.

Ribuan pengunjuk rasa berkumpul dengan damai di sebuah taman di pusat kota pada Jumat lalu. Warga menggelar aksi “Stand with Hong Kong, Power to the People”, yang telah menerima izin dari polisi. 

Aksi protes pada Minggu 18 Agustus tidak memiliki izin polisi. Akan tetapi aksi tetap digelar warga. Aksi ini berlangsung dengan damai. Aksi kali ini diikuti sekitar 1,7 juta warga Hong Kong. 

Konfrontasi selama sepuluh minggu antara polisi dan pengunjuk rasa, telah menjerumuskan Hong Kong ke dalam kekacauan. Kekisruhan ini memicu tantangan terbesar bagi pemimpin Tiongkok Xi Jinping sejak ia berkuasa pada 2012 silam.

Taktik polisi terhadap pengunjuk rasa malah semakin keras. Kepala Pelaksana Inspektur Polisi Hong Kong, Man-pun Yeung kepada wartawan, Jumat lalu mengatakan, setiap orang yang membahayakan o atau keselamatan orang-orang karena tindakan kekerasan akan dikenakan hukuman penjara seumur hidup.

Hampir 750 orang telah ditangkap sejak aksi protes dimulai pada bulan Juni lalu. Tembakan gas air mata sering digunakan oleh polisi dalam upaya membubarkan aksi protes di Hong Kong.

Komunis Tiongkok menyamakan aksi protes di Hong Kong dengan terorisme. Pemerintahan itu memperingatkan, dapat menggunakan kekuatan untuk meredam aksi protes. Presiden Donald Trump mendesak Xi Jinping bertemu para pemrotes untuk meredakan ketegangan

Pasukan paramiliter komunis Tiongkok telah berlatih selama seminggu ini di Shenzhen, Tiongkok. Wilayah ini berbatasan dengan Hong Kong, sebagai peringatan kepada para pemrotes. Polisi Hong Kong menegaskan, pihaknya mampu mempertahankan hukum dan ketertiban. 

Simbol Kota

Maskapai Cathay Pacific, adalah lambang kota Hong Kong. Maskapai itu sejak minggu lalu, dihujani dengan tuntutan regulator penerbangan di Beijing. Pihak Beijing menuntutnya untuk menangguhkan staf yang mendukung protes massa di Hong Kong. Kini aksi protes telah berkembang tuntutan atas reformasi dan demokrasi di Hong Kong.

Kepergian secara mendadak Kepala Eksekutif Rupert Hogg, pihak perusahaan mengatakan adalah “untuk mengambil tanggung jawab, mengingat peristiwa baru-baru ini.”  Pernyataan ini menunjukkan betapa intensnya tekanan Beijing.  

Cathay ikut terseret  dalam konfrontasi, setelah salah satu pilotnya ditangkap dalam aksi demonstrasi pada Juli lalu. Regulator penerbangan di Beijing, menuntut staf yang terlibat atau mendukung protes dicopot dari tugas penerbangan ke Tiongkok atau di wilayah daratan Tiongkok. 

Ketika diminta, maskapai itu langsung bergerak cepat untuk memenuhi permintaan dari Administrasi Penerbangan Sipil Tiongkok -CAAC. 

Cathay akhirnya membebastugaskan seorang pilot yang ditangkap selama aksi protes anti-pemerintah di Hong Kong. Cathay juga memecat dua karyawan bandara dengan alasan pelanggaran pada hari Sabtu 10 Agustus lalu. 

Maskapai itu mengatakan akan melarang staf “terlalu radikal” dari awak penerbangan ke daratan Tiongkok. Sejumlah analis mengatakan, pengawasan yang lebih ketat, bersama dengan dampak aksi protes terhadap penerbangan dapat mempengaruhi garis bawah maskapai.

Saham Cathay langsung ambruk ke level terendah dalam 10 tahun terakhir. Saham Cathay anjlok ke angka 9,80 dolar Hong Kong, level terendah sejak krisis keuangan 2009 silam.

Hogg mengatakan, insiden itu adalah “minggu-minggu yang menantang” bagi maskapai. Ia mengatakan, tepat baginya dan chief customer officer perusahaan yang juga secara tiba-tiba mengundurkan diri. 

Pihak maskapai menyatakan : “Cathay Pacific berkomitmen penuh ke Hong Kong di bawah prinsip satu negara, dua sistem. ” 

Pengunduran diri Hogg pertama kali diumumkan oleh televisi pemerintah Komunis Tiongkok, CCTV. Namun demikian, tidak jelas apakah akan membantu menghidupkan kembali reputasi perusahaan di daratan Tiongkok.  (asr)

Juli 2019: Rekor Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah Planet Bumi

0

NOAA/SCIENCE DAILY

Banyak wilayah dari planet ini “membengkak” dalam panas yang belum pernah terjadi pada Juli lalu, karena suhu melonjak hingga ketinggian baru di bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah Bumi.

Rekor kehangatan ini juga menyusutkan es laut Kutub Utara dan Kutub Selatan ke posisi terendah sepanjang sejarah.

Berikut ini adalah laporan iklim global bulanan National Oceanic and Atmospheric Administration AS (NOAA) terbaru:

Iklim Terpanas di Bumi: Juli 2019

Suhu global rata-rata pada Juli lalu adalah 1 derajat Celcius di atas rata-rata abad ke-20 yang berkisar 16 derajat Celcius, menjadikan Juli sebagai bulan terpanas dalam catatan 140 tahun terakhir, menurut para ilmuwan di Pusat Informasi Lingkungan Nasional NOAA. Bulan terpanas sebelumnya yang tercatat adalah Juli 2016.

Sembilan dari 10 Juli terpanas telah terjadi sejak 2005, dengan lima tahun terakhir berturut-turut menempati peringkat sebagai lima terpanas. Bulan lalu juga merupakan bulan berturut-turut ke-43 Juli dan 415 berturut-turut dengan suhu global di atas rata-rata.

Rekor Tahun Terpanas: Januari hingga Juli 2019

Periode dari Januari hingga Juli menghasilkan suhu global 1 derajat C di atas rata-rata abad ke-20 yang sebesar 14 derajat C, dengan 2017 sebagai tahun terpanas kedua hingga saat ini dalam catatan sejarah.

Itu adalah tahun terpanas hingga saat ini untuk bagian Amerika Utara dan Selatan, Asia, Australia, Selandia Baru, bagian selatan Afrika, bagian dari Samudra Pasifik barat, Samudra Hindia barat, dan Samudra Atlantik.

Statistik dan Fakta yang Lebih Penting

Es laut terendah: Es laut Arktik (Kutub Utara) rata-rata mencetak rekor terendah pada Juli 2019, mencapai 19,8% di bawah rata-rata – melampaui rekor terendah sebelumnya pada Juli 2012.

Rata-rata cakupan es laut Antartika (Kutub Selatan) adalah 4,3% di bawah rata-rata 1981-2010, menjadikannya yang terkecil pada Juli dalam rekor 41 tahun.

Beberapa titik terdingin: Bagian Skandinavia dan Rusia barat dan timur memiliki suhu setidaknya 1,5 derajat C di bawah rata-rata. (OSC)

Kerusuhan di Papua dan Papua Barat, Berikut Pernyataan Menkopolhukam

0

Etindonesia- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto merespon kerusuhan yang merebak di Papua Barat dan Papua, Senin (19/8/2019).  Wiranto menyerukan kepada jajaran aparat untuk mengusut kerusuhan itu secara tuntas.

Wiranto menyatakan pemerintah menyesalkan dengan adanya insiden yang sedang berkembang tentang pelecehan bendera merah putih di Jawa Timur . Aksi ini, kata Wiranto, kemudian disusul dengan pernyataan-pernyataan negatif oleh oknum-oknum.

Dampaknya ternyata memicu aksi di beberapa daerah, terutama di Papua dan Papua Barat. Hal demikian dianggap mengganggu kebersamaan, dan persatuan Indonesia sebagai bangsa.

Pada kesempatan itu, Wiranto menyatakan telah diinstruksikan untuk melakukan pengusutan tuntas dan adil bagi siapapun yang dianggap melakukan pelanggaran hukum dalam peristiwa itu. Selain di Papua dan Papua, Wiranto memerintahkan pengusutan secara tuntas dan adil siapapun yang memanfaatkan insiden itu untuk kepentingan-kepentingan yang negatif.

Atas nama pemerintah, Wiranto memberikan apresiasi kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang secara terbuka telah menyatakan maaf atas apa yang terjadi di wilayah Jawa Timur kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan adanya insiden di wilayah Jawa Timur.

Wiranto juga mengaku sudah menelpon kepada Gubernur Jawa Timur atas insiden yang terjadi di Jawa Timur.  “Barusan pagi saya juga melakukan telpon dengan Gubernur Jawa Timur, ibu Khofifah dan beliau menyatakan pernyataan maaf terbuka, ini pernyataan yang tulus dan ikhlas,” kata Wiranto.

Tak hanya kepada Gubernur Jawa Timur, Wiranto memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua yang telah menyampaikan pernyataan dan himbauan kepada semua pihak agar tidak memperpanjang insiden ini dan kembali menjalin persaudaraan dan kedamaian di wilayah masing-masing.

Mantan Panglima ABRI ini memberikan apresiasi kepada Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Papua Barat yang ternyata telah mampu menenangkan masyarakat untuk menjaga stabilitas keamanan wilayah.

“Saya tadi juga sudah telpon dengan Forkompinda di Papua Barat dan telah menyampaikan laporan bahwa daerah Papua Barat, Manokwari telah dapat ditenangkan,” tambah Wiranto.

Kepada seluruh masyarakat, Menko Polhukam mengimbau agar tidak terpancing dan terpengaruh dengan berita-berita negatif dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk merusak persatuan, kedamaian dan kebersamaan kita sebagai bangsa yang bermartabat. Termasuk berita yang memanfaatkan untuk mengintervensi insiden tersebut.

Dia menyampaikan, pemerintah memberikan jaminan sepenuhnya untuk terpeliharanya stabilitas keamanan di seluruh wilayah Indonesia. Kepada aparat keamanan, baik TNI dan Polri, juga menginstruksikan untuk senantiasa melaksanakan tindakan persuasif dan terukur terhadap masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, Wiranto menyampaikan masyarakat Indonesia baru saja melaksanakan merayakan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74. Tujuannya, kata dia, adalah untuk mengingatkan akan persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi modal kemerdekaan untuk tetap dirawat dan terpelihara.

Sebelumnya digelar Rapat Koordinasi tentang Situasi Keamanan Papua dan Papua Barat di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/8/2019). Rapat dipimpin oleh Wiranto. Hadir dalam Rakor tersebut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo dan Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin. (asr)

“Be Water” Motto Bruce Lee Ilhami Aksi Protes Rakyat Hong Kong Anti Ekstradisi

0

The Epoch Times

Sepotong dialog dalam salah satu film aktor laga internasional Bruce Lee berjudul “Longstreet” adalah:

“Kosongkan pikiranmu, bening, tak berwujud, seperti air, ditempatkan di gelas, bentuknya berubah menjadi gelas. Ditempatkan di botol, bentuknya berubah menjadi botol, ditempatkan di cangkir, maka ia akan berubah menjadi cangkir. Air dapat mengalir dengan lemah gemulai, juga dapat mengeras menjadi kokoh. Jadilah seperti air, Temanku.” 

Ungkapan Bruce Lee yang bersifat filosofis ini, di luar dugaan telah menjadi bimbingan pemikiran bagi muda mudi pengunjuk rasa dalam aksi protes anti-ekstradisi di Hongkong. 

Dalam konferensi pers pada 6 Agustus lalu, di saat para pemrotes muda menjawab pertanyaan, bagaimana mereka akan menghadapi Komunis tiongkok yang telah mengirim pasukan ke Hongkong, jawabannya patut untuk dianalisa oleh sosiolog peneliti gerakan sosial.

Pada konferensi pers, salah satu perwakilan pengunjuk rasa berkata:

“Sebagai warga Hongkong, tentang masalah kekhawatiran pihak Beijing akan mengirimkan pasukannya ke Hongkong. Tapi jika situasi di Hongkong telah sampai pada tahap harus diselesaikan dengan pasukan militer, diyakini semua warga Hongkong dan pemrotes akan menjadi seperti air, setelah mengetahui apa yang harus dilakukan, kami semua akan pulang ke rumah dan tidur.”

Wakil Sekjend Partai Progresif Demokratik Taiwan, yang juga mantan pemimpin Gerakan Bunga Matahari yakni Lin Feifan, baru-baru ini pada wawancara khusus untuk acara TV Taiwan “Era Money”, sangat memuji strategi “Be Water” menjadi seperti air yang digunakan warga Hongkong dalam aksi protes anti ekstradisi.

Lin Feifan mengatakan, aksi anti ekstradisi kali ini sangat berbeda dengan Umbrella Movement tahun 2014 di Hongkong, atau aksi pelajar Gerakan Bunga Matahari di Taiwan, atau aksi unjuk rasa di jalanan lainnya, aksi di Hong Kong benar-benar menyebar dimana-mana. Para pengunjuk rasa melakukan kegiatannya lewat internet, dan tidak diorganisir.

Contohnya ada netizen mempublikasikan waktu dan lokasi kegiatan di internet, lalu puluhan ribu orang lainnya menanggapinya. 

Lalu setelah massa terkumpul, bisa langsung voting di tempat untuk memutuskan langkah berikutnya, model perlawanan yang tidak memiliki pusat kepemimpinan dan organisasi.

Namun membentuk suatu gerakan yang sangat disiplin dan rapi, mirip dengan perang gerilya, ini sangat jarang ditemui.

Air: Sebuah Kearifan Tiongkok Kuno

Warga Hongkong menggunakan kata-kata “jadilah seperti air”, yang berasal dari dialog dalam film Bruce Lee. 

Namun jika ditelusuri hingga ke akarnya, kata-kata ini sebenarnya merupakan kearifan Tiongkok kuno, kita dapat melihatnya dalam pemikiran aliran Tao.

Di dalam kitab “Dao De Jing” karya Lao Tze, terdapat kalimat seperti ini: “Di dunia ini tiada yang lebih lembut dari air, namun yang kuat tak mampu mengalahkannya, karena tak ada yang dapat melebihinya.”

Artinya adalah, di dunia ini tidak ada apa pun yang lebih lembut daripada air, tapi saat menghadapi musuh yang kuat, tidak ada yang lebih hebat daripada air, karena bagaimana pun dipukul, air tetap adalah air, tidak akan bisa diubah bentuknya.

“Taktik Perang Sun Tzu” Tiongkok, juga ada yang menggunakan kata “air” untuk mengibaratkan semangat strategis yang selalu menang perang.

“Nyata dan Semu” pada bab keenam dalam “Taktik Perang Sun Tzu” yang berbunyi :

Pola prajurit ibarat air, ketika air mengalir, selalu menghindari tempat yang tinggi dan mengalir ke tempat yang rendah, kunci meraih kemenangan adalah menghindari bagian yang kuat dari musuh, dan menyerang bagiannya yang lemah. Arah aliran air ditentukan berdasarkan kontur tanah, prajurit meraih kemenangan berdasarkan kondisi lawan. Cara mengerahkan pasukan tidak kaku dan bisa berubah, seperti air yang tidak memiliki wujud yang baku. Orang yang berdasarkan kondisi musuh, dapat menempuh strategi yang setimpal dan mengalahkannya, maka ia adalah dewa perang.

Komunis Tiongkok Terus Menggertak Warga Hongkong

Walaupun lawan yang dihadapi oleh para pemrotes Hongkong sangat hebat, yakni institusi represif yang besar yang menguasai pasukan militer dan polisi, serta rezim Komunis Tiongkok yang sangat kaya akan pengalaman konflik politik.

Tapi, strategi perlawanan “jadilah seperti air” warga Hongkong, dan posisi internasional Hongkong yang unik, serta arti pentingnya Hongkong dalam bidang ekonomi dan finansial bagi Tiongkok, membuat Komunis Tiongkok amat sangat kesulitan dalam mengatasi aksi protes anti ekstradisi ini.

Pada 7 Agustus, Kepala Kantor Hubungan Hongkong-Makau yakni Zhang Xiaoming bersama dengan Kepala Kantor Penghubung Pemerintahan Hongkong yakni Wang Zhiming, menggelar seminar di Shenzhen, Tiongkok. 

Saat itu dihadiri oleh lebih dari 500 orang termasuk juga perwakilan Hongkong untuk Kongres Nasional, anggota Konferensi Konsultatif Politik. 

Tak ketinggalan, para pemimpin dari kelompok dan asosiasi politik Hongkong yang menyebut dirinya patriotik dan cinta Hongkong. 

Kepala Kantor Hubungan Hongkong-Makau, Zhang Xiaoming mengatakan: Sejak 9 Juni sampai sekarang, gejolak amandemen regulasi Hongkong ini telah berlangsung selama 60 hari, dan semakin lama semakin parah, aksi anarkis semakin menjadi-jadi, imbasnya terhadap masyarakat pun kian lama kian luas, bisa dibilang Hongkong tengah menghadapi situasi yang paling parah semenjak dikembalikan pada Tiongkok. Oleh sebab itu, seminar pada hari itu sangat penting, sangat istimewa.”

Dalam seminar itu, Zhang Xiaoming menyebut peristiwa anti ekstradisi sarat akan ciri khas “Revolusi Berwarna/Oranye”. 

Ia mengatakan para petinggi Komunis Tiongkok tengah “mengamati dan mengatur strategi berskala tinggi secara menyeluruh”, sementara Wang Zhiming mendeskripsikan situasi di Hongkong ini sebagai “perang hidup dan mati”, telah sampai pada tahap “tidak bisa mundur lagi”.

Dalam konferensi tersebut ia mengemukakan sejumlah poin penting, yang dapat dirangkum sebagai berikut:

Pertama, mutlak tidak bisa mentolerir semua tindakan yang memprovokasi tatanan satu negara dua sistem; 

kedua, mendukung pemimpin eksekutif Hongkong, polisi dan militer, serta semua kekuatan cinta negara dan cinta Hongkong, berharap Hongkong dapat “menghentikan dan menekan kekerasan”; 

ketiga, harus melakukan pekerjaan pelajar muda Hongkong. Dan para pelajar merupakan pilar andalan dalam aksi anti ekstradisi ini.

Selain itu, Zhang Xiaoming juga tidak menepis kemungkinan pasukan yang menduduki Hongkong akan turun tangan. 

Kalangan luar umumnya menilai, seminar di Shenzhen kali ini tidak memiliki makna baru. kontennya sama saja dengan konferensi pers yang digelar Kantor Hubungan Hongkong Makau pada 29 Juli dan 6 Agustus lalu. 

Pemerintah Komunis tiongkok tidak akan semudah itu mengirim pasukan ke Hongkong. Namun dalam seminar tersebut Zhang Xiaoming berulang kali menegaskan, kekuatan “cinta negara dan cinta Hongkong” akan ikut ambil bagian untuk menghentikan dan menekan kekerasan. 

Langkah ini membuat anggota kongres faksi demokrasi Hongkong yakni Mao Mengjing sangat meragukan apakah yang dimaksud Zhang adalah dengan menggunakan kelompok mafia, atau dengan cara memprovokasi antar kelompok massa yang satu melawan kelompok massa yang lain untuk menekan warga Hongkong?

Bagaimana “Si Lemah Memenangkan si Kuat, si Lembut Memenangkan si Keras”

Warga Hongkong konsisten dengan strategi “jadilah seperti air” yang fleksibel, yang memperlihatkan pemikiran Tao zaman Tiongkok kuno. 

Tapi di dalam kitab “Dao De Jing” karya Lao Tze, terdapat dua kalimat lain, yang pertama berbunyi : 

“Orang yang mampu mengemban dan mengatasi persoalan negara yang paling tidak ingin dikerjakan oleh siapa pun, adalah yang pantas menjadi pemimpin komunitas; dan yang mampu mengharmoniskan perkara negara yang paling tidak menyenangkan, adalah yang pantas menjadi penguasa.”

Tidak sedikit komentator berpendapat, dalam menghadapi oposisi, Komunis Tiongkok  tidak pernah menyelesaikan konflik. 

Melainkan menggunakan tangan besi untuk meredamnya, menggunakan kebijakan teror untuk menakutinya. 

Dilihat dari sejarah Komunis Tiongkok, adalah sama sekali tidak akan mungkin bisa mewujudkan moral politik Lao Tze di atas.

Lao Tze juga menuliskan: Prinsip yang lemah mengalahkan yang kuat, yang lembut mengalahkan yang keras, semua orang tahu, tapi sering kali tidak bisa melakukannya.

Tapi kini, para pengunjuk rasa Hongkong menggunakan strategi perlawanan “jadilah seperti air”, justru tengah mewujudkan hal ini.

Ada orang mungkin akan mengatakan, mereka adalah pelaku anarkis, lihat saja slogan mereka, “Pulihkan Hongkong, Revolusi Zaman”, paruh pertama kalimat ini dipertanyakan oleh Kantor Hubungan Hongkong Makau, apa yang dipulihkan? Lalu paruh akhir kalimat itu dibesar-besarkan oleh Kepala Eksekutif Hongkong yakni Carrie Lam, dengan mengatakan “para perusuh” berniat melakukan revolusi.

Tetapi, di hari yang sama pada 7 Agustus, sejumlah pengacara pemerintah dalam surat terbukanya bagi pemerintah Hongkong, telah memberikan penjelasan yang rasional secara hukum terkait slogan ini.

Dikatakan bahwa: Memahami “zaman” pada situasi seperti ini, warga Hongkong tidak sulit memahami. 

Para pengunjuk rasa menuntut “pemulihan”, adalah Hongkong yang otonomi berskala tinggi, dan Hongkong yang bangga akan hukum dan kebebasannya. 

Yang ingin dicapai dengan “revolusi” oleh pengunjuk rasa adalah pemilu demokratis yang sesungguhnya untuk memilih kepala eksekutif dan legislatifnya. 

Semua ini adalah hal yang dijanjikan dan diperbolehkan dalam “undang-undang dasar”.

(SUD/whs/asr) 

Di Tengah Hujan Lebat, Lebih dari 1,7 Juta Warga Hongkong Memprotes Kekerasan Polisi

0

Eva Pu – The Epochtimes

Lautan payung memenuhi jalan-jalan Hong Kong pada Minggu 18 Agustus.  Aksi ini menandai protes warga Hongkong yang telah menggelar aksi protes massal selama 11 minggu berturut-turut.

Protes warga Hong Kong diawali penolakan terhadap RUU ekstradisi ke Tiongkok. RUU ini memungkinkan rejim komunis Tiongkok menyeret orang-orang untuk menghadapi persidangan di daratan Tiongkok. Sejak itu aksi protes meluas atas tuntutan akuntabilitas polisi. Massa juga pemilihan secara demokratis.

Meskipun diguyur hujan deras, tak menyurutkan tekad warga. Lebih dari ratusan ribu warga Hongkong memenuhi kawasan Victoria Park. Mereka mengutuk kekerasan polisi selama demonstrasi sebelumnya. Partisipasi  yang luar biasa dari warga membuat lalu lintas di pusat kota tersendat.

Meskipun polisi tidak menyetujui permohonan unjuk rasa, penduduk setempat menentang larangan tersebut. Warga tetap tumpah ruah ke jalanan.

Menurut penyelenggara acara, the Civil Human Rights Front -CHRF-, Aksi ini menandai salah satu aksi protes massa terbesar dalam sejarah Hong Kong dengan partisipasi 1,7 juta orang.  

Kelompok itu menambahkan, perkiraan kerumunan massa tidak termasuk warga yang tidak dapat memasuki kawasan Victoria Park. Dikarenakan kerumunan massa yang besar. Warga juga pawai menuju kawasan Wan Chai, Admiralty, dan lokasi lainnya. Pawai itu diwarnai dengan kehadiran polisi yang sangat minim sepanjang acara hari Minggu.

CHRF dalam  pernyataan, Minggu malam merilis, pada kenyataannya telah membuktikan adalah warga Hongkong yang menjaga ketertiban dan bukan aparat kepolisian.  

Mereka menyatakan : “Tidak ada polisi, kita memiliki kedamaian!”

Seruan Tanpa Kekerasan

Kebrutalan polisi telah berkembang akhir-akhir ini di Hong Kong. Ini setelah seorang relawan perempuan medis ditembak di mata kanan dengan  peluru karet. Insiden itu terjadi selama bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa pada 11 Agustus lalu. 

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB dan Amnesty International, mengutuk taktik yang digunakan polisi Hong Kong saat membubarkan pengunjuk rasa. Tindakan brutal itu termasuk menembakkan gas air mata di dalam stasiun kereta bawah tanah yang tertutup. Polisi juga menembakkan peralatan pengendalian massa dari jarak dekat.

Sekitar pukul 3 sore pada hari Minggu itu, pengunjuk rasa mulai meninggalkan kawasan Victoria. Karena pawai itu tidak diizinkan oleh polisi dan tidak memiliki rute yang ditentukan, orang-orang mulai berbaris ke kawasan yang berbeda.

“Go Hongkongers,” “Rebut kembali Hong Kong, Revolution of Our Times,” kerumunan massa berteriak sambil memegang poster-poster yang menggambarkan tuntutan mereka. 

Warga dalam aksinya menyerukan agar RUU Ekstradisi yang ditangguhkan sepenuhnya ditarik, penyelidikan independen tentang penggunaan kekuatan polisi, dan membebaskan semua pengunjuk rasa yang ditangkap.

Sejak Juni lalu, polisi telah menggelar 740 penangkapan dan menembakkan lebih dari 1.000 kaleng gas air mata. Banyak orangtua membawa anak-anak mereka saat pawai itu. Warga mengatakan,  mereka ingin generasi yang akan datang mengetahui apa yang terjadi di Hong Kong.

Banyak warga Hongkong menyatakan kekhawatirannya atas RUU ekstradisi. RUU ini memungkinkan rezim Komunis Tiongkok untuk menghukum para pengkritiknya dengan impunitas.

Helena Wong, anggota legislatif unikameral kota itu, pada rapat umum itu mengatakan, bahwa pemerintah Hong Kong harus menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa.

Helena mengatakan, semua warga Hongkong mengorbankan waktu  — dan semua yang mereka miliki — dalam pertempuran untuk Hong Kong yang demokratis, bebas, dan terbuka. 

Isaac Cheng Ka Long, wakil ketua partai pro-demokrasi Demosisto, mengatakan bahwa mereka sedang mengorganisir aksi pemogokan massa  untuk lebih meningkatkan gerakan. Ia mencatat bahwa sekitar 20.000 siswa telah menunjukkan dukungan untuk aksi mogok.

Menurut dia, di bawah masyarakat yang abnormal dan pemerintahan yang tidak normal ini, tidak ada cara bagi mereka untuk kembali ke sekolah secara normal. 

Banyak profesional medis juga berpartisipasi pada kegiatan itu. Mereka menyampaikan empati mereka untuk petugas medis wanita yang ditembak di mata. Mereka mengecam pemerintah dan polisi, karena “menutup mata” terhadap tuntutan para pemrotes.

Profesional medis ini menyatakan, mereka benar-benar peduli dengan masyarakat Hong Kong. Mereka juga menyatakan kepedulian terhadap setiap warga Hong Kong serta bersedia menuntun melewati masa paling kelam di Hong Kong. 

Avery Ng, pemimpin partai lokal Liga Sosial Demokrat, meminta lebih banyak orang untuk menghadiri protes dan menekan pemerintah untuk merespons. Aksi itu dinilai bukan hanya untuk masalah kebebasan warga Hong Kong, akan tetapi demi martabat manusia.

Menjelang sore, beberapa pengunjuk rasa belum meninggalkan Victoria Park untuk memulai aksi pawai.

Ribuan massa turut berkumpul di dekat markas besar pemerintah Hong Kong di Admiralty. Massa mengarahkan laser ke gedung itu. Aksi ini menyindir penangkapan seorang mahasiswa karena membeli pena laser. Anehnya,  polisi menyebutnya sebagai “senjata ofensif.”

Sekitar pukul setengah sebelas malam, polisi mengeluarkan pernyataan. Polisi memperingatkan para pemrotes untuk meninggalkan daerah tersebut. Kerumunan massa berangsur-angsur pulang pada tengah malam. Massa mengajak untuk pulang bersama.” Seruan ini untuk menghindari bentrokan dengan polisi.

Pemerintah Hong Kong juga merilis pernyataan dalam menanggapi aksi protes, meskipun berlangsung dengan damai dan tertib. Pemerintah Hong Kong menuding aksi itu mempengaruhi lalu lintas dan menyebabkan banyak ketidaknyamanan bagi masyarakat.

Pada  Sabtu 17 Agustus, ribuan orang juga menerjang badai petir untuk bergabung dalam aksi demonstrasi. Ketika itu, para guru-guru di sekolah Hong Kong menyatakan dukungannya kepada para demonstran muda.

Dukungan Dunia Internasional

Selama akhir pekan, aksi solidaritas untuk Hong Kong juga diadakan di kota-kota di seluruh dunia, termasuk Vancouver, Toronto di Kanada, London di Inggris,  Los Angeles, San Francisco, New York di Amerika Serikat, Melbourne dan Sydney di Australia dan Cologne di Jerman. 

Kanada dan Uni Eropa juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Hong Kong untuk menahan diri dan melakukan dialog inklusif dengan warga negara. 

Mereka menyebut kekerasan ketika warga Hongkong menggunakan hak-hak dasar mereka “tidak dapat diterima.”

Sementara itu, Senator AS Chuck Schumer dalam cuitannya menulis: “Partai Komunis Tiongkok harus menghadapi konsekuensi, Amerika mendengarkan rakyat Hong Kong.”

Civil Human Rights Front mengumumkan rencana untuk protes massa lainnya, yang akan berlangsung pada 31 Agustus. D halaman Facebook-nya menyatakan, Polisi seharusnya tidak mengeluarkan keberatan atas kegiatan tersebut, jika polisi dapat “memahami bahwa mereka akan mengalami kesulitan mencegah warga untuk bergabung dengan protes. ”  (asr)

“Rencana Kapal Karam” Menakutkan Pejabat Pemerintah Tiongkok, Pejabat Desa Harus Serahkan Paspornya

0

Li Wei/Li Jing – Epochtimes/NTDTV

Sebuah data survei internal yang diungkapkan oleh Komunis Tiongkok menunjukkan bahwa lebih dari 85% para elit Komunis Tiongkok siap-siap untuk melarikan diri meninggalkan jabatannya. 

Beberapa cendekiawan mengungkapkan bahwa pejabat Komunis Tiongkok menyembunyikan rencana yang disebut “Rencana Kapal Karam”. Pemerintah Komunis Tiongkok sangat khawatir tentang hal itu. 

Oleh karenanya saat ini, otoritas Beijing telah memperkuat pengendalian terhadap anggota partai yang dapat keluar negeri untuk masuk kembali. Mekanisme melarikan diri itu telah meluas ke pedesaan. Paspor resmi pejabat desa pun harus diserahkan.

Pada Jumat 9 Agustus 2019, media resmi Komunis Tiongkok melaporkan bahwa Distrik Pinggu di Beijing baru-baru ini memperluas cakupan manajemen untuk mengontrol perjalanan pribadi ke luar negeri. Kerja anti-pelarian telah meluas ke desa-desa seperti komite desa dan komite lingkungan.

Informasi yang dirilis situsweb bjsupervision.gov.cn atau Biro Inspeksi dan Pengawasan Disiplin Kota Beijing baru-baru ini, menyebutkan bahwa Distrik Pinggu, Kotamadya Beijing baru-baru ini mengeluarkan surat pemberitahuan.

Isinya meminta anggota tim komite desa yang berencana mengajukan paspor untuk ke luar negeri untuk keperluan pribadi, harus diperiksa secara ketat dan disetujui unit administrasi kotapraja.

Pemberitahuan tersebut menetapkan bahwa paspor perorangan anggota tim komite desa yang telah selesai dibuat, harus diserahkan ke departemen personalia kotapraja setempat. Sebelum perjalanan, departemen kotapraja akan memberikan pendidikan pra-keberangkatan. Selanjutnya, segera mengambil kembali paspor pejabat desa terkait setelah kembali dari luar negeri.

Melansir laman “The Beijing News”, menurut petugas yang bertanggung jawab Komite Inspeksi dan Disiplin Distrik Pinggu, pada awal tahun lalu, Distrik Pinggu memperluas pencegahan pelarian pejabat keluar negeri hingga ke personel kunci di tingkat departemen dan bawahannya. Tahun ini, anggota tim komite desa termasuk dalam sistem pencegahan pelarian.

Pemberitahuan itu menetapkan, bahwa paspor yang telah digunakan dalam perjalanan ke luar negeri dengan tujuan pribadi harus diserahkan ke departemen personalia organisasi jalan untuk pemusatan pengendalian. 

Sebuah sumber yakni orang yang bertanggung jawab atas Komisi Inspeksi Disiplin Distrik Pinggu itu mengatakan, bahwa pada awal tahun lalu, Distrik Pinggu memperluas pekerjaan anti-pelarian ke personel kunci di tingkat departemen dan di bawahnya. 

Tahun ini, anggota dari dua komite di desa akan dimasukkan dalam sistem anti-pelarian. Ruang lingkup objek anti-pelarian pun, akan lebih diperluas guna mencapai cakupan penuh dan tidak ada jalan pintas. 

Sebenarnya, sudah ada preseden para pejabat desa yang menyerahkan paspor mereka. Pada 2013, di kota Guangzhou para pejabat desa sudah diminta untuk menyerahkan paspornya. Sementara pada 2015, propinsi Wuhan telah melakukan penyatuan manajemen pengendalian paspor resmi desa.

Sebagai salah satu percontohan dari tiga pemantauan provinsi dan kota, Kantor Pelacakan Beijing mengeluarkan peraturan. Seperti dilakukan pada awal tahun ini, peraturan itu mengatur bahwa anggota partai dan pejabat pemerintah kota diminta untuk melapor ke kantor pelacakan kota. Ini jika mereka secara pribadi berangkat keluar negeri dan kembali tidak mengikuti prosedur normal. 

Pejabat Komunis Tiongkok Memiliki “Rencana Kapal Karam”

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pejabat komunis Tiongkok yang melarikan diri ke luar negeri sangat mengejutkan. Jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. 

Edisi Khusus Epoch Times menuliskan bahwa “kapal tua” Komunis Tiongkok akan hancur. Perihal itu telah diketahui oleh orang-orang Tionghoa pada umumnya. Oleh karena itu, tak heran semua orang berebutan cari jalan keluar melarikan diri dari Tiongkok. 

Saat ini, pejabat resmi dan lingkaran bisnis Komunis Tiongkok sedang mencari berbagai saluran untuk mengirim dana dan anggota keluarga ke luar negeri. Tujuannya, demi melindungi diri agar terelak dari bencana keruntuhan Komunis Tiongkok.

Cendekiawan Beijing, Chen Yongmiao pernah menulis di media Hong Kong, bahwa elit tingkat tinggi Komunis Tiongkok menyembunyikan sebuah “Rencana Kapal Karam”. Tingkat atas membunuh yang bawah dan mengekstraksi nilai surplus sosial. 

Mereka menggunakan uang rakyat membuka jalan untuk dirinya dan kemudian dengan cepat melarikan diri. Sementara itu lapisan rakyat yang lebih rendah dan keturunannya terpaksa jatuh ke lingkungan alami  keras dan rusaknya moralitas hati manusia.  

Artikel itu menyebutkan bahwa pejabat tinggi Komunis Tiongkok juga memiliki rencana “Perahu pada Hari Kiamat”. Negara yang bisa disuap telah disuap, dan yang bisa “cuci uang” telah lama “mencucinya.” Begitu hari itu datang, sistem penghancuran diri atau Jaringan Nasional  segera diaktifkan dan dihancurkan. 

Semua arsip bersejarah yang berbahaya akan dihancurkan. Seluruh keluarga dengan mudah diungsikan ke negara perlindungan. Kemudian mereka dapat melindungi beberapa generasi mereka dengan kedamaian dan kekayaan.

Pada awal 2010, materi penelitian dari Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok mengungkapkan bahwa sejak pertengahan 1990-an, jumlah pejabat ekspatriat Komunis Tiongkok yang telah melarikan diri mencapai 16.000 hingga 18.000 orang. Sementara jumlah nilai uang pelarian mencapai 1.613 triliun Rupiah.

Bahkan Lin Zhe, seorang profesor dari Sekolah Partai Komunis pada tahun 2010 pula, mengungkapkan dalam “dua konferensi” Komunis Tiongkok.

Menurutnya selama 10 tahun dari 1995 hingga 2005, telah muncul 1,18 juta “pejabat telanjang” dalam Komunis Tiongkok, atau seluruh keluarga telah migrasi ke luar negeri.

Sementara itu Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin memprediksi bahwa pelarian modal ilegal pada tahun 2013 akan mencapai 21.450 triliun Rupiah. Angka itu meningkat tajam 50% dari tahun 2012. Setelahnya akan meningkat dari tahun ke tahun.

Pejabat Senior Komunis Tiongkok Memegang Banyak Paspor

Melansir dari Epochtimes.com, sejak Wang Lijun yakni Mantan Kepala Kepolisian Kota Chongqing melarikan diri ke Konsulat Amerika Serikat di Chengdu, 6 Februari 2012, jajaran di kalangan pejabat komunis Tiongkok terus bergolak.

Meski menggenggam kekuasaan juga tidak memberi rasa aman yang sebenarnya kepada jajaran elite pejabat komunis Tiongkok. Mereka menyiapkan jalan keluar atau melarikan diri keluar negeri. Bukan rahasia lagi bahwa pejabat komunis Tiongkok memiliki banyak paspor dengan identitas berbeda.

Pada 2014, Zhu Mingguo, mantan Ketua Komite Provinsi Guangdong dari Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC) dan sekretaris mantan sekretarisKomiteSentral Politik dan Hukum Partai Komunis Tiongkok Provinsi Guangdong ditangkap.

Menurut laporan, para penyelidik menemukan sejumlah besar emas dan uang kertas dalam kotak yang berbeda di rumah mereka. Lalu dibawa dengan puluhan kendaraan, diantaranya termasuk 14 buah paspor Zhu Mingguo.

Mantan Wakil Presiden Mahkamah Agung Komunis Tiongkok, Xi Xiaoming ditangkap pada tahun 2015. Apartemen dan vilanya di kota Beijing digeledah oleh pihak berwenang. Diantaranya, ditemukan enam paspor di Dalian, tiga paspor perjalanan Hong Kong dan Makau. Total aset Xi Xioaming yang disita lebih dari sekitar 1,5 miliar yuan.

Ling Jihua, Mantan Kepala Departemen FrontPekerja Bersatu Komunis Tiongkok diselidiki oleh pihak berwenang pada tahun 2014. Menurut laporan, jumlah uang korupsi yang dikumpulkannya sangat fantastis. Hanya untuk biaya yang diberikan kepada tujuh wanita simpananya saja berjumlah lebih dari 40 juta yuan, dan memiliki 5 anak  serta 6 paspor dengan nama samaran.

Ling Jihua mengatakan, semua itu diurus langsung oleh Zhou Yongkang, yang digunakan untuk kebutuhan kerja dan keadaan darurat. Zhou Yongkang adalah kaki tangan bekas mantan Sekretaris Partai Komunis Tiongkok, Jiang Zemin.

Pada Juli 2015, orang kepercayaan Zhou Yongkang, Zhou Benshun, sekretaris Partai Komunis Tiongkok dan pejabat tinggi Provinsi Hebei diselidiki atas pelanggaran disiplin dan hukum. Ia  didakwa bekerja sama dengan Zhou Yongkang dan Ling Jihua dalam kegiatan yang melanggar disiplin dan hukum, dari lima rumahnya ditemukan 15 rekening bank dan 12 paspor.

Mantan kepala pelayan keluarga Jiang Zemin di kota kelahirannya di Yangzhou dan mantan walikota Nanjing, Ji Jianye diselidiki atas pelanggaran disiplin dan hukum pada tahun 2014. Menurut laporan media Hong Kong, Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin menemukan 21 paspor dan 12 rekening bank masing-masing di vila Ji Jianye di Kunshan dan Yangzhou.

 Sebenarnya, otoritas Tiongkok tidak hanya memasukkan paspor pejabat partai dan personil pemerintah dalam sistem anti-pelarian, tetapi juga personil kunci untuk “Pemeliharaan stabilitas” komunis Tiongkok dan izin masuk dan keluar dari wilayah utama juga dikontrol dengan ketat.

Pada Oktober 2016, komunis Tiongkok juga pernah menulis surat pemberitahuan di sejumlah tempat di Xinjiang. Isinya meminta pemegang paspor untuk menyerahkan paspor mereka untuk peninjauan tahunan dan akan “menahan” paspor warga setelah peninjauan tahunan. Sumber mengatakan bahwa itu adalah kebijakan baru untuk kontrol paspor oleh otoritas Xinjiang. (lim/jon) 

FOTO : Menjelang perubahan besar dalam situasi politik Komunis Tiongkok, dimana meski menggenggam kekuasaan juga tidak memberi rasa aman yang sebenarnya kepada jajaran elite pejabat komunis Tiongkok, dan mereka menyiapkan jalan keluar atau melarikan diri keluar negeri. Foto : Bandara di Beijing. (AFP / GettyImages)