ETIndonesia – Sebuah studi yang baru dirilis oleh ‘Media Research Center’ (MRC), sebuah lembaga yang didedikasikan untuk ‘mengekspos dan memerangi bias media liberal’, memperkirakan bahwa 92 persen dari liputan siaran berita malam tentang Trump oleh ABC, CBS, dan NBC yang digabungkan dari 1 Januari hingga 31 Mei adalah pemberitaan negatif.
Sekitar 28 persen dari total 513 menit berita yang mencakup Donald Trump, dihabiskan untuk berita tentang penyelidikan Rusia, yang anehnya, menyumbang dua kali lipat cakupan pemberitaan Trump setelah penyelesaian laporan Robert Mueller seperti yang dilakukan sebelumnya.
“Meskipun laporan Mueller kekurangan ‘senjata’ anti-Trump, jaringan siaran itu benar-benar menjadi lebih diinvestasikan dalam berita Rusia, karena cakupan total mereka melonjak dari 196 menit dari 1 Januari hingga 21 Maret (19 persen dari total airtime Trump) melonjak menjadi 317 menit dari 22 Maret hingga 31 Mei (hampir 42 persen dari semua cakupan pemberitaan tentang Presiden AS itu),” kata MRC.
Pada saat yang sama, reporter berita jaringan juga mengemukakan masalah impeachment, dengan mengangkat rata-rata 22,4 berita malam per bulan dibandingkan dengan sebelum laporan Mueller menyimpulkan bahwa tidak ada kolusi kampanye dengan Rusia ketika kemungkinan disebutkan dalam rata-rata dari 7,7 berita per bulan.
MRC-TV membuat video yang mengumpulkan laporan reporter berita dan penyiar berulang kali menyebut kata ‘pemakzulan’ pada jaringan media yang mereka amati.
Statistik tersebut bukanlah hal baru. Sejak Trump menjabat, liputan negatif oleh jaringan media besar terus-menerus berada di angka 91 dan 92 persen. Kecuali selama dua hari, yaitu 24 Maret hingga 25 Maret tahun ini, ketika Jaksa Agung William Barr merilis temuan-temuan kunci dari penasihat khusus FBI, Robert Mueler, yang merupakan hasil investigasi selama 22 bulan. Setelah itu, data liputan tentang Trump kembali ke kebiasaan sebelumnya.
Algoritma ‘Kecurangan’
Pada Agustus tahun lalu, Presiden AS, Donald Trump memanggil Google untuk mencari algoritma pencarian ‘kecurangan’, dalam serangkaian posting Twitter pagi-pagi yang tampaknya mengutip laporan PJ Media yang menemukan bahwa media liberal mendominasi hasil pencarian berita.
Trump menuduh perusahaan itu sebagian besar menunjukkan hasil berita dari media ‘berita palsu’ dan mempertanyakan apakah praktik itu sah menurut hukum.
Dia mengatakan di Twitter, “Berita palsu CNN menonjol. Media Partai Republik/Konservatif & Adil ditutup. Liar? 96 % dari, hasil di ‘Trump News’ berasal dari ‘National Left-Wing Media’, sangat berbahaya. Google & yang lainnya menekan suara Konservatif dan menyembunyikan informasi dan berita yang bagus. Mereka mengendalikan apa yang bisa & tidak bisa kita lihat. Ini adalah situasi yang sangat serius—akan ditangani!”
The Russia Collusion Hoax
Berita utama adalah narasi ‘kolusi’ Rusia yang berfokus pada investigasi oleh penasihat khusus Robert Mueller.
Mueller sedang menyelidiki laporan campur tangan Rusia dalam pemilu 2016 dan tuduhan ‘kolusi’ oleh tim kampanye Trump dalam upaya tersebut. Sementara Mueller mendakwa sekitar 24 orang Rusia ikut campur dalam pemilu. Namun, dugaan keterlibatan tim kampanye Trump tetap tidak berdasar (tidak ada bukti) lebih dari dua tahun setelah penyelidikan FBI dimulai.
Tahun lalu, produser CNN John Bonifield tertangkap kamera menyebut cerita Rusia ‘kebanyakan ‘sampah”. Sementara komentator politik CNN, Van Jones tertangkap kamera ‘candid’, menyebut bahwa “burger besar tidak ada”. Mereka mengakui bahwa tidak ada data yang mendasari liputan tersebut.
Pendapat mereka itu tidak menghentikan jaringan media tempat mereka bekerja untuk mendedikasikan hampir 33 jam berita malam untuk berita negatif sejak pelantikan Trump, termasuk 342 menit pada musim panas ini, di mana 97 persen adalah berita negatif terhadap Trump. (NTD News, Bowen Xiao dan Petr Svab/VICTOR WESTERKAMP/Epoch Times/waa)
ETIndonesia – Sebuah jajak pendapat yang dilaporkan oleh CNN mengungkap bahwa sebagian besar rakyat Amerika yakin bahwa Donald Trump akan memenangkan pemilihan presiden pada tahun 2020. Sebuah laporan CNN mengatakan jajak pendapat, yang dilakukan oleh SSRS, menemukan bahwa 54 persen orang berpikir bahwa Trump akan memenangkan pemilihan ulang, sementara 41 persen tidak berpikir demikian.
Jajak pendapat terbaru itu menunjukkan bahwa Trump sedang mengumpulkan momentum untuk 2020. Menurut hasil CNN pada bulan Desember, 51 persen responden memperkirakan Trump akan kehilangan kursi presiden pada tahun 2020.
CNN juga mengatakan bahwa peringkat Trump lebih tinggi dari peringkat mantan presiden Barack Obama, ketika berada pada titik waktu yang sama dalam masa kepresidenannya. Pada Mei 2011, tepat setelah kematian Osama bin Laden, hanya 50 persen orang yang berpikir Obama akan memenangkan pemilihan kembali.
CNN mengatakan penelitian ini dilakukan melalui survei panggilan pewawancara ke ponsel dan telepon rumah orang-orang di Amerika Serikat. Panggilan telepon dilakukan dari 28 Mei hingga 31 Mei. Sampel acak dari 1.006 orang dewasa yang disurvei.
Hasil survei membagi responden menjadi mereka yang, “Menyetujui cara Donald Trump menangani pekerjaannya sebagai presiden” dan “Responden yang tidak menyetujui cara Donald Trump menangani pekerjaannya sebagai presiden.”
Dari mereka yang menyetujui, alasan utama mereka menyetujuinya adalah karena ekonomi. Alasan utama berikutnya termasuk bahwa Trump menepati janjinya dan melakukan apa yang dia katakan akan dia lakukan. Alasan tertinggi ketiga adalah bahwa Trump melakukan pekerjaan yang baik secara keseluruhan. Alasan penting lain yang disetujui orang adalah karena dia bukan bagian dari kemapanan politik.
Trump sebelumnya mengungkapkan rencana untuk secara resmi memulai kampanye pemilihannya kembali.
“Saya akan mengumumkan Pemilu Presiden Jangka Kedua saya dengan Ibu Negara Melania, Wakil Presiden Mike Pence, dan ‘Second Lady’ Karen Pence pada tanggal 18 Juni di Orlando, Florida, di Amway Center yang berkapasitas 20.000 kursi. Bergabunglah dengan kami untuk kampanye Bersejarah ini!” Trump menulis di Twitter pada 31 Mei 2019.
Menurut Fox News kampanye sudah berjalan, dengan kantor aktif Trump di Washington dan New York City.
CNN juga melaporkan bahwa, dibandingkan dengan jajak pendapat dari tahun lalu, persentase orang yang memandang Iran dan Korea Utara sebagai ancaman telah menurun secara signifikan.
Persentase responden survei yang melihat Iran sebagai ancaman yang sangat serius pada Mei 2018 adalah 40 persen. Dalam jajak pendapat terbaru itu telah turun hingga 28 persen.
Mereka yang melihat Korea Utara sebagai ancaman yang sangat serius adalah 47 persen pada Mei 2018, dan jajak pendapat terbaru menurunkannya menjadi 34 persen.
Responden jajak pendapat memandang Tiongkok dan Rusia sebagai ancaman yang sangat serius masih tetap relatif konsisten.
Pertanyaan survei “Bagaimana Anda menilai kondisi ekonomi di negara ini hari ini” menunjukkan kenaikan tajam dalam respons positif. Persentase orang yang melihat situasi ekonomi di negara ini cerah adalah 70 persen. Hanya 29 persen berpikir kondisi ekonomi AS dalam situasi yang buruk.
Dalam jajak pendapat CNN/SSRS pertama yang dilakukan setelah pemilihan Trump pada November 2016, pandangan positif responden tentang ekonomi hanya 48 persen, sementara pandangan negatif 51 persen.
Berita terbaru datang ketika presiden mengirimkan tweet mengomentari efek media lama pada jajak pendapat tentang dia.
“Jika Media yang Benar-Benar Korup tidak begitu korup, saya akan naik 15 poin dalam jajak pendapat berdasarkan keberhasilan luar biasa kami dengan ekonomi, mungkin ‘Best Ever!’ Jika Media tidak korup dan benar-benar adil, saya akan naik 25 poin. Meskipun demikian, terlepas dari Berita Palsu, kami berhasil!” Tulis Trump pada 5 Juni, melalui Twitter. (COLIN FREDERICSON/NTD News/The Epoch Times/waa)
Epochtimes.id. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat
memberi tahu praktisi Falun Gong untuk menyerahkan daftar nama korban
penindasan kepada Deplu Amerika.
Pada 31 Mei 2019 lalu, Minghui.org mengeluarkan surat edaran
yang berisikan permintaan kepada seluruh praktisi Falun Gong untuk segera
mengambil tindakan, mengumpulkan informasi tentang aset, anak-anak dari
keluarga korban penindasan untuk menentukan status korban terkait.
Jiang Zemin, pelaku yang melakukan penindasan terhadap Falun
Gong, dilaporkan aset hasil korupsi sebesar 500 miliar dolar Amerika Serikat
yang disembunyikan keluarganya di luar negeri, kemungkinan akan dibekukan.
Beberapa waktu lalu, pejabat Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat mengatakan kepada beberapa kelompok agama dan kepercayaan, bahwa Deplu
Amerika akan menerapkan pengajuan permohonan visa yang lebih ketat, menolak
memberikan visa kepada mereka yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan
penganiayaan agama, termasuk visa imigran dan visa non-imigran, seperti
perjalanan, kunjungan keluarga, bisnis, dan lain-lain. Bagi mereka yang telah
mendapatkan visa, termasuk “pemegang green card”, kemungkinan
juga akan ditolak masuk ke Amerika.
Pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga memberi
tahu para praktisi Falun Gong di Amerika bahwa mereka dapat menyerahkan daftar
nama korban penganiaya kepada Deplu Amerika Serikat.
Praktisi Falun Gong menyerahkan daftar nama korban penganiayaan
berdasarkan fakta yang pasti ke Deplu Amerika sesuai dengan undang-undang
imigrasi dan pengumuman presiden Amerika Serikat, menolak visa dan melarang
masuk bagi pelaku kejatahatan kemanusiaan.
Kebijakan itu tidak terbatas pada mereka yang terlibat
langsung dalam penganiayaan, tetapi juga termasuk mereka yang merumuskan
kebijakan penganiayaan, oknum yang mengeluarkan perintah, dan kroninya.
Harta kekayaan
pejabat elite Komunis Tiongkok di Amerika Serikat mencapai angka yang
fantastis.
Komunis Tiongkok menghadapi keruntuhan dan telah menuju ke
jalan buntu. Amerika Serikat adalah pilihan utama bagi pejabat korup Komunis
Tiongkok untuk melarikan diri.
Media melaporkan bahwa lebih dari 700 pejabat korup Komunis
Tiongkok bersembunyi di Amerika Serikat. Seorang profesor di sekolah partai
komunis Tiongkok mengungkapkan pada 2010 bahwa sudah ada 1,18 juta isteri
pejabat dan anak-anaknya tinggal di luar negeri.
Pada 3 Oktober tahun lalu, media Hong Kong mengungkapkan
bahwa banyak pejabat senior dan jenderal militer komunis Tingkok memiliki
sejumlah besar uang di Amerika Serikat.
Beberapa pemimpin elite komunis Tiongkok bahkan memiliki
aset lebih dari satu triliun yuan di Amerika Serikat. Kerabat mereka juga
berimigrasi ke Amerika Serikat, dengan modus cerai untuk menyembunyikan maksud
sebenarnya.
Sebuah studi di masyarakat Tiongkok menemukan bahwa 91%
anggota Komite Sentral Komunis Tiongkok punya anggota keluarga yang bermigrasi
ke luar negeri dan bahkan menjadi warga negara asing; 88% anggota Komite
Disiplin Pusat Partai Komunis Tiongkok memiliki anak-anak yang imigrasi di luar
negeri.
Pemerintah Amerika Serikat menolak untuk mengeluarkan visa
dan melarang masuknya oknum penganiaya. Entah berapa banyak pejabat senior
komunis Tiongkok yang akan “dilibas oleh Amerika Serikat”, yang akan
menyebabkan kebangkrutan.
Di antara mereka, keluarga Jiang Zemin akan menanggung beban
terbesar. Aset senilai 500 miliar dolar AS keluarga Jiang Zemin terancam
dibekukan.
Pada Oktober tahun lalu, ada berita dari luar negeri yang mengatakan
bahwa Trump akan bertindak dan menyita aset kelompok Shanghai di Amerika
Serikat.
Sebuah sumber mengatakan bahwa Trump akan lebih dulu secara
hukum menyegel aset keluarga Jiang Zemin, mantan pemimpin komunis Tiongkok.
Aset $ 500 miliar yang disembunyikan keluarga Jiang Zemin di Amerika Serikat
kemungkinan besar akan menguap.
Keluarga Jiang Zemin adalah keluarga super serakah yang
terkenal di Tiongkok dan juga dijuluki “keserakahan nomor satu di
Tiongkok”. Sebelumnya disebutkan, bahwa keluarga Jiang Zemin saat ini
memiliki lebih dari 500 miliar dolar Amerika Serikat dalam bentuk tunai dan
aset di dalam dan luar negeri.
Dilaporkan bahwa aset Jiang di luar negeri termasuk dana
yayasan, saham, bank, saham energi, saham teknologi, emas berjangka, real
estat, perusahaan induk di luar negeri, offshore company dan sebagainya. Aset
itu dikelola Jiang Zhicheng, cucu Jiang Zemin, atas nama keluarga Jiang.
Sumber di luar negeri mengatakan bahwa Jiang Zhicheng saat
ini memiliki dua kewarganegaraan antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Di satu sisi Jiang dan kelompoknya memperpanjang
penganiayaan hingga ke seluruh dunia.
Penganiayaan brutal kelompok Jiang Zemin terhadap kelompok kepercayaan Falun Gong
telah berlangsung selama 20 tahun.
Praktisi Falun Gong yang tak terhitung jumlahnya ditangkap
secara ilegal, dikurung ke dalam kelas pencucian otak dan rumah sakit jiwa,
kamp pendidikan ulang, penyiksaan, penganiayaan hingga tewas, serta pengambilan
organ praktisi Falun Gong. Itu merupakan penindasan Hak asasi manusia – HAM
terbesar dalam sejarah umat manusia.
Selain itu, kelompok Jiang Zemin juga memperluas
penganiayaan hingga ke seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat. Banyak praktisi
Falun Gong yang merupakan warga negara Amerika juga telah diancam dan
dilecehkan.
Solidaritas global untuk orang-orang Tiongkok menuntut Jiang
Zemin atas kejahatannya menindas Falun Gong. Sejauh ini, lebih dari 3 juta
orang dari 34 negara telah meminta untuk menyeret Jiang Zemin ke pengadilan.
Dari laporan-laporan kongres dan senat Amerika Serikat
selama bertahun-tahun, atau laporan tahunan Konferensi Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa Bangsa- PBB, atau dari komunitas internasional dan opini
publik, menyebutkan bahwa menghentikan penganiayaan adalah tekat bulat dari
masyarakat internasional.
Pada 2016, Amerika Serikat mengesahkan Global Magnitsky Human Rights Accountability Act, pada Desember 2017. Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif untuk memberi sanksi kepada 13 pelanggar hak asasi manusia, dan angka ini kemudian meningkat lagi sejak itu.
Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin mengatakan
bahwa Departemen Keuangan akan membekukan aset Jiang Zemin dan secara terbuka
mengutuk kejahatan yang telah mereka lakukan. Jiang akan membayar mahal atas
kejahatanya. Kementerian Keuangan akan terus mengambil tindakan tegas dan
efektif terhadap mereka yang melanggar hak asasi manusia.
Penganiayaan komunis Tiongkok terhadap Falun Gong sekarang
telah menemui jalan buntu. Dalam waktu dekat, setelah jatuhnya rezim Komunis
Tiongkok, semua orang yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong akan
menghadapi hukuman berat. Mereka yang sebelumnya juga terlibat dalam
penganiayaan dan menyiapkan jalan keluar di Amerika Serikat dan luar negeri
sekarang juga telah menemui jalan buntu.
Kini, satu-satunya cara untuk menebus kesalahan oknum-oknum
komunis Tiongkok yang pernah terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong
adalah menghentikan penganiayaan, mencoba melindungi dan memperlakukan dengan
baik praktisi Falun Gong yang dianiaya, dan mengumpulkan bukti penganiayaan
terhadap Falun Gong yang dilakukan para pejabat di semua tingkatan sebagai
syarat untuk mengurangi rasa bersalah mereka kelak di depan pengadilan. (Jon/rp/asr)
Perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok telah
berlangsung lebih dari setahun. Untuk menghindari kenaikan tarif bersama, kedua
negara telah mengurangi impor komoditas tertentu.
Analisis para ekonom berpendapat bahwa di bawah tren
perubahan besar dalam perdagangan internasional. Beberapa negara justru diuntungkan
oleh perang dagang dari dua negara dengan ekonomi terbesar dunia ini.
CNBC melaporkan bahwa laporan ekonom Nomura Securities Co.,
Jepang pada 3 Juni menunjukkan bahwa di bawah tekanan tarif, pengusaha Amerika
Serikat dan Tiongkok beralih mengimpor barang dari negara lain yang dengan
tarif rendah dan membeli produk substitusi dari negara yang bukan target tarif.
Sejauh ini, Vietnam telah menjadi negara penerima manfaat terbesar dari pengalihan perdagangan internasional. Diperkirakan produk domestik brutonya dapat meningkat sebesar 7,9%.
Ekonom di Nomura Securities menulis dalam laporannya :
Dengan meningkatnya tarif antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, biaya produk
impor kedua negara tersebut juga otomatis ikut meningkat.
“Beberapa eksportir di AS dan Tiongkok mungkin bersedia
mengurangi keuntungan dengan membayar biaya tarif tambahan. Beberapa perusahaan
multinasional dapat memilih untuk mengembalikan produksi ke negara asal mereka,
tetapi informasi perdagangan menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu,
praktik terbesar importir adalah mengalihkan pembelian dari negara lain
yang tidak terkena kenaikan tarif.”
Pada 10 Mei, Amerika Serikat secara resmi meningkatkan tarif
impor atas komoditas Tiongkok senilai USD. 250 miliar dari 10% menjadi 25%. Saat
ini sedang mempersiapkan kenaikan tarif untuk komoditas Tiongkok lainnya
senilai USD. 300 miliar. Beijing juga telah menaikkan tarif impor atas
komoditas AS senilai puluhan miliar dolar AS sebagai balasan.
Laporan menunjukkan, selain Vietnam, negara penerima manfaat
utama lainnya dari perang dagang ini adalah Taiwan, Chili, Malaysia dan
Argentina.
Menurut Nomura Securities, Vietnam dan Taiwan terutama
diuntungkan oleh peningkatan ekspor ke Amerika Serikat. Sementara Chili,
Malaysia dan Argentina diuntungkan oleh peningkatan ekspor ke Tiongkok.
Menurut laporan itu, perusahaan-perusahaan AS mencari sumber
ekspor untuk produk-produk berikut : Perangkat elektronik untuk telepon, suku
cadang untuk mesin kantor, mesin pengolah data otomatis, furnitur dan barang
perjalanan. Sedangkan Tiongkok mencari : kedelai, pesawat terbang, biji-bijian
dan kapas.
Berikut ini negara yang produk ekspornya meningkat :
Vietnam : Aksesori ponsel, furnitur, mesin pengolah data
otomatis
Taiwan : Aksesori mesin tik, mesin kantor, aksesori ponsel
Chili : Bijih tembaga, kedelai
Malaysia : Sirkuit terpadu elektronik, perangkat
semikonduktor
Epochtimes.id- Warga Tiongkok telah menemukan cara halus untuk mengenang para korban pembantaian di Lapangan Tiananmen, Beijing, pada 4 Juni 1989. Apa yang dilakukan warga tiongkok ini di tengah upaya rezim Komunis Tiongkok terus menerus untuk menyensor setiap peringatan Tragedi Tiananmen.
Tahun 2019 ini memasuki peringatan 30 tahun penindasan
brutal rezim Komunis terhadap protes pro-demokrasi pada tahun 1989 silam.
Sementara itu, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan badan-badan
internasional lainnya telah memperbarui kritikan mereka terhadap rezim Komunis Tiongkok
atas pembantaian kekerasan dan pelanggaran HAM yang terus berlanjut di Tiongkok.
Menurut laporan media asing, bertepatan pagi hari 4 Juni di Beijing, mobil dan truk polisi terlihat menghalangi jalan di sekitar Lapangan Tiananmen. Polisi hanya mengizinkan orang memasuki alun-alun dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Seorang juru kamera dari Agence France-Presse dihalangi
untuk masuk ketika dia mendekati alun-alun Tiananmen. Seorang penjaga keamanan
mengatakan bahwa wartawan asing tidak diizinkan untuk mengambil gambar. Penjaga
itu menyebut memerlukan persetujuan khusus untuk memasuki Lapangan Tiananmen
pada 4 Juni. Petugas polisi mengatakan dengan mengancam bahwa terlibat dalam
“perilaku media ilegal” dapat mempengaruhi pembaruan visa.
Dari video yang diambil oleh netizen Tiongkok dan kemudian
diunggah ke internet, ratusan petugas polisi, polisi berpakaian preman, dan
penjaga keamanan terlihat mengawasi lapangan. Pos pemeriksaan juga didirikan di
mana polisi memeriksa kartu penduduk, tas, dan barang-barang lainnya.
Sementara itu, netizen Tiongkok menemukan bahwa pada 4 Juni
mereka tidak dapat mengakses internet menggunakan jaringan pribadi virtual
(VPN), sebuah aplikasi yang digunakan netizen untuk menghindari firewall yang
memblokir situs web dan aplikasi seperti Facebook, Google, Wikipedia, dan media
berita.
Netizen Tiongkok mengeluhkan mereka tidak dapat mengirim
emoji lilin melalui pesan teks ponsel, kemungkinan karena sensor Komunis
Tiongkok yang percaya akan mewakili orang-orang yang berkabung untuk para
korban Pembantaian Lapangan Tiananmen.
Beberapa pembangkang di Tiongkok tidak diizinkan meninggalkan rumah mereka, mirip dengan kejadian sebelumnya pihak berwenang akan mengawasi mereka dengan cermat sebelum tanggal-tanggal sensitif. Yang lain terpaksa melakukan perjalanan ke daerah pedesaan, karena pihak berwenang takut mereka akan memicu protes lokal.
Menurut laporan oleh Radio Free Asia, Di Kota Shenzhen, Provinsi
Guangdong, beberapa warga harus menunjukkan kartu identitas mereka untuk naik
kereta bawah tanah.
Beberapa orang Tionghoa menemukan cara cerdas untuk
memperingati acara secara halus. Ini setelah foto rak supermarket telah
menyebar luas di internet Tiongkok.
Dalam foto tersebut, enam botol jus sengaja diatur sehingga
label mereka akan menjadi mengeja pesan. Empat label pertama menunjukkan angka
8964, yang mewakili 4 Juni 1989; dua label terakhir berisi karakter Tionghoa
untuk “mahasiswa absen,” menyinggung fakta bahwa beberapa mahasiswa
yang memprotes di Lapangan Tiananmen 30 tahun silam yang tidak lagi hidup.
Foto lain, yang tampak seperti gambar halaman dalam kalender
almanak Tionghoa, juga telah diputar. Halaman bertanda 4 Juni bertuliskan
“jangan bicara.” Di bagian bawah, di mana biasanya ada ramalan
astrologi Tionghoa, berbunyi: “Ini adalah tahun yang besar. Orang-orang
dengan akal sehat berduka di dalam hati mereka. ”
Beberapa netizen mengatakan mereka melakukan mogok makan selama 24 jam untuk mengenang 4 Juni, sementara yang lain mengatakan mereka menyalakan lilin. Banyak pesan kemudian dihapus oleh sensor internet di Tiongkok.
Reaksi Dunia
Menlu AS Mike Pompeo, dalam sebuah pernyataan pada tanggal 3
Juni, menyerukan Beijing “untuk membebaskan semua yang ditahan karena
berupaya menggunakan hak-hak dan kebebasan ini,” laporan ini mencatat
tentang catatan hak asasi manusia Tiongkok telah gagal meningkat sejak
peristiwa tahun 1989.
Pompeo juga mendesak
Komunis Tiongkok untuk membuat laporan publik secara penuh tentang mereka yang
terbunuh atau hilang dalam tindakan keras Tiananmen.
Sementara itu, Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Federica
Mogherini menyatakan bahwa atas nama 28 negara Uni Eropa, ia “sangat
mengutuk penindasan brutal” yang terjadi di Lapangan Tiananmen 30 tahun
silam.
Menjelang peringatan yang diadakan di Liberty Square di Kota
Taipei, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memposting di Facebook pada 4 Juni: “Pemerintah
Tiongkok tidak hanya berencana untuk bertobat atas kesalahan masa lalu, tetapi
juga terus menutupi kebenaran. ”
Tsai bersumpah: “Harap diyakinkan – Taiwan pasti akan
membela demokrasi dan kebebasan. Terlepas dari ancaman dan infiltrasi dari Beijing,
selama dirinya menjadi presiden, Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan. “
Netizens mengetahui bahwa Kedutaan Besar AS di Beijing dan
kantor konsulat AS di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou, Shenyang, dan kota-kota
lainnya mengibarkan bendera mereka dengan setengah tiang.
Menurut pemerintah AS, ini bukan untuk memperingati
Pembantaian Lapangan Tiananmen, tetapi untuk menghormati para korban penembakan
senjata massal di Virginia Beach Municipal Center, Virginia pada 31 Mei. Namun
para pengguna internet di Tiongkok menyatakan bahwa gerakan ini tetap
signifikan di hati mereka.
Akun Twitter resmi Kedutaan Amerika Serikat di Tiongkok
memposting video peringatan berjudul “Tiongkok, 30 tahun setelah
Pembantaian Lapangan Tiananmen” pada 3 Juni.
Kedutaan AS juga memposting deskripsi singkat tentang
Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Global Magnitsky AS pada 3 Juni, di samping
tautan ke posting web resmi tentang hukum, melalui akun Weibo-nya. Weibo adalah
platform media sosial mirip Twitter yang populer di Tiongkok.
Ditandatangani menjadi undang-undang pada bulan Desember 2016, Undang-undang tersebut memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk memberikan sanksi kepada pejabat asing yang merupakan pelanggar hak asasi manusia atau terlibat dalam korupsi serius dengan membekukan aset AS mereka dan melarang mereka memasuki wilayah Amerika Serikat. (asr)
Petugas polisi berdiri di depan Lapangan Tiananmen di Beijing pada 4 Juni 2019. (MATHEW KNIGHT / AFP / Getty Images)
ETIndonesia- Presiden AS, Donald Trump berkunjung ke Inggris, dan bertemu dengan Perdana Menteri Theresa May pada 4 Juni 2019. Mereka membahas rencana perdagangan bilateral setelah Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa.
Trump seringkali mengkritik May di masa lalu. Namun, kini Dia justru memuji hubungan perdagangan antara kedua negara pada hari kedua kunjungan kenegaraannya, ketika mereka mengadakan konferensi pers bersama di dekat kantor Downing Street milik perdana menteri May.
“Britania Raya adalah investor asing terbesar Amerika dan pasar ekspor Eropa terbesar kami. Ketika Inggris membuat persiapan untuk keluar dari Uni Eropa, Amerika Serikat berkomitmen untuk kesepakatan perdagangan yang fenomenal antara AS dan Inggris,” kata Donald Trump.
Trump memuji apa yang disebutnya ‘aliansi terbesar di dunia yang pernah ada’, dalam menggambarkan hubungan AS dan Inggris, ketika memperingati 75 tahun D-Day dalam Perang Dunia II.
“Ikatan persahabatan ditempa di sini dan ditandai dengan darah di ‘pantai suci’, dan itu akan bertahan selamanya,” tegas Trump.
Sebelum konferensi pers bersama, Trump dan May mengadakan pertemuan ekonomi di Istana St. James yang menyatukan 10 perusahaan terkemuka. Lima perusahaan dari Inggris dan lima dari Amerika Serikat. CEO dan perwakilan senior dari BAE Systems, GlaxoSmithKline, National Grid, Barclays, Reckitt Benckiser, JP Morgan, Lockheed Martin, Goldman Sachs International, Bechtel, dan Splunk terdaftar sebagai peserta pertemuan yang hadir.
May mencatat hubungan perdagangan antara kedua sekutu itu bernilai ‘lebih dari 190 miliar pound ($ 241 miliar) dalam satu tahun’.
Setelah konferensi bersama, Trump bertemu dengan Nigel Farage, pemimpin Partai Brexit Inggris. Farage diabadikan oleh fotografer Reuters, ketika tiba di kediaman duta besar AS di London, tempat Trump menginap.
Presiden Trump mengatakan dia menolak permintaan pertemuan dari pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn.
Kemudian pada sore hari, Trump, bergabung dengan Ibu Negara Melania Trump, melakukan perjalanan ke Ruang Perang Churchill, pusat komando bawah tanah pemerintah Inggris selama Perang Dunia II.
Tepat setelah 8 malam waktu setempat, Trump menyambut Pangeran Charles dan istrinya, Camilla, di depan kediaman duta besar AS, dimana pasangan pertama menyelenggarakan makan malam yang dihadiri oleh sekitar 60 pejabat tinggi. Para pejabat AS yang hadir termasuk Menlu AS, Mike Pompeo; Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan istrinya, Louise Linton; dan sekretaris pers Sarah Sanders.
Trump menggunakan kunjungan dua hari di Inggris untuk menghadiri peringatan 75 tahun D-Day, pertempuran penting pada 6 Juni 1944, yang menewaskan ribuan tentara Sekutu. (BOWEN XIAO dan The Associated Press/The Epoch Times/waa)
ETIndonesia – Kera Owa pipi putih yang baru lahir, salah satu kera paling langka di dunia, muncul untuk pertama kalinya di hadapan publik di Kebun Binatang Perth, Australia. Padahal, petugas kebun binatang belum memiliki kesempatan untuk memeriksa jenis kelamin kera mungil itu.
Bayi Gibbon itu lahir 21 hari yang lalu dari sang ibu yang bernama Jermei. Kera owa yang memiliki sifat yang tenang, telah memungkinkan pengunjung kebun binatang untuk melihat bayi baru sang induk.
Owa atau gibbon adalah sejenis kera kecil yang terkenal karena kepandaiannya berakrobatik dan bergerak dengan kedua tungkai (bipedal).
“Kami memberi kesempatan pada induk dan bayi, ruang untuk bersama, jadi kami belum memeriksa apakah itu (bayi) laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, kami sudah memastikan bayi terlihat menyusu, dan tampak kuat dan sehat,” kata penyelia primata dari kebun binatang, Holly Thompson pada 5 Juni 2019.
Kebun Binatang Perth adalah satu dari tiga kebun binatang di Australasia yang membiakkan spesies yang terancam punah, dalam upaya untuk mencegah kepunahan. Kebun binatang ini dianggap sebagai pakar dunia dalam pemeliharaan owa dan sering dipanggil untuk membantu kebun binatang lain yang merawat spesies tersebut, di kawasan Australia dan Asia, atau di seluruh dunia.
Kerusakan dan hilangnya habitat asli Gibbon di seluruh wilayah Tiongkok, Vietnam dan Laos merupakan ancaman besar bagi hewan-hewan tersebut, yang juga menjadi target perdagangan hewan peliharaan ilegal.
Kebun binatang juga membantu menyelamatkan spesies di alam liar, mendanai titik pemantauan di Taman Nasional Pu Mat di Vietnam, yang merupakan salah satu benteng owa pipi putih terakhir.
“Ini sangat dibutuhkan karena konservasi tidak tahu berapa sedikit owa yang tersisa di alam,” kata Thompson.
“Kami juga mendukung program untuk mendidik lebih dari 700 orang yang tinggal di sekitar taman tentang kera langka.” (AAP/The Epoch Times/waa)
ETIndonesia — Anggota NATO, Bulgaria, mengajukan anggaran kepada Amerika Serikat untuk membeli delapan jet tempur F-16 baru untuk angkatan udaranya. Bulgaria menyiapkan anggaran 1,2 miliar dolar AS, menurut kementerian pertahanan negara Eropa itu pada 4 Juni 2019.
Departemen Luar Negeri AS baru menyetujui rencana penjualan delapan pesawat F-16 dan peralatan terkait dengan perkiraan biaya lebih tinggi, yaitu 1,67 miliar dolar AS, menurut seorang agen Pentagon pada 3 Juni 2019.
Bulgaria, yang juga merupakan anggota Uni Eropa, sedang berusaha mengganti MiG-29 buatan Soviet yang sudah tua dan meningkatkan kepatuhan dengan standar NATO.
Kesepakatan pesawat buatan Lockheed Martin, F-16 Block 70 akan menjadi pengadaan militer terbesar di negara Balkan itu sejak jatuhnya pemerintahan Komunis sekitar 30 tahun yang lalu.
Kementerian pertahanan mengatakan persetujuan AS menguraikan batas atas biaya dan mengharapkan rancangan kontrak dari Washington dalam waktu dua minggu.
“Ada jangka waktu dua minggu dimana pemerintah AS akan memberikan kepada Bulgaria rancangan Surat Penawaran dan Penerimaan di mana harga yang diharapkan untuk delapan jet dengan paket peralatan terkait yang diperlukan akan berada pada angka 1,2 miliar,” kata kementerian itu, dalam sebuah pernyataan.
Harga penawaran datang di atas perkiraan awal. Namun parlemen Bulgaria telah memberikan lampu hijau kepada kementerian pertahanan untuk membahasnya.
Menteri Pertahanan Krasimir Karakachanov mengatakan bahwa penyimpangan dari anggaran awal seharusnya tidak terlalu besar.
“Sekitar 2 miliar levs ($ 1,2 miliar) adalah ambang batas atas dari harga yang wajar,” katanya kepada wartawan.
Kedutaan Besar AS di Sofia mengatakan bahwa Departemen Luar Negeri dan Pertahanan memungkinkan adanya margin dalam semua pemberitahuan ke Kongres AS dan bahwa biaya sebenarnya akan didasarkan pada persyaratan final Bulgaria.
Pembicaraan akhir tentang kesepakatan akan dimulai setelah Sofia menerima draft kontrak. Pengurangan biaya kemungkinan besar akan dicapai dengan mengurangi beberapa peralatan terkait, menurut analis lokal.
“Pada tahap itu, pemerintah Bulgaria mungkin melakukan re-scope dan mendefinisikan ulang persyaratan sebelum sampai pada kesimpulan biaya tertinggi,” kata kedutaan AS dalam sebuah pernyataan. (REUTERS/The Epoch Times/waa)
Selain sengketa perdagangan AS-Tiongkok, masalah lain yang menjadi perhatian global tahun ini adalah reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baru-baru ini, Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa memutuskan untuk bersama-sama menyelesaikan proposal untuk mereformasi peraturan subsidi industri global, yang akan memperkenalkan subsidi industri yang lebih ketat dan peraturan perusahaan milik negara kepada anggota WTO lainnya.
Meskipun nama Komunis Tiongkok tidak disebutkan secara khusus, jelas bahwa target utama dari langkah ini adalah rezim Komunis Tiongkok. Tujuan utamanya adalah untuk mengatasi praktik perdagangan tidak adil Komunis Tiongkok.
Selama bertahun-tahun, Komunis Tiongok yang tidak bermoral dalam melakukan perdagangan internasional dan telah berulang kali melanggar berbagai komitmen yang dibuatnya pada saat memasuki WTO.
Berikut beberapa contoh kebijakan dan praktik yang tidak berorientasi pasar.
Sejak bergabung dengan WTO pada tahun 2001, Komunis Tiongkok telah memeras perusahaan asing dengan berbagai cara untuk menghasilkan keuntungan bagi dirinya sendiri melalui kerangka internal dan eksternal WTO.
Untuk mengubah perusahaan milik negara menjadi pemimpin global dalam industri semi-konduktor, kendaraan listrik, robot, serta bidang teknologi tinggi lainnya, melalui penggunaan praktik subsidi yang berbahaya dan pembiayaan bank milik negara, secara tidak langsung memaksa banyak perusahaan asing untuk tutup dan meninggalkan pasar.
Pada saat yang sama, Komunis Tiongkok tidak mengizinkan bank asing untuk melakukan bisnis renminbi, dan memaksa perusahaan asing untuk mentransfer teknologi mereka.
Meskipun Komunis Tiongkok tidak pernah mengakui kebijakan yang mendistorsi pasar ini, survei sebelumnya telah menunjukkan bahwa sekitar seperlima dari perusahaan asing – banyak di antaranya milik industri penerbangan dan kimia – harus mentransfer teknologi untuk melakukan bisnis di Tiongkok.
Meskipun demikian, selama lebih dari satu dekade, sejumlah anggota WTO, termasuk administrasi Amerika Serikat sebelumnya, lokomotif ekonomi terbesar di dunia, tidak tahan terhadap pelanggaran Komunis Tiongkok terhadap peraturan WTO yang telah merusak sistem perdagangan global.
Sangat kontras dengan hari ini, ketika Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan.
Baru-baru ini, banyak cendekiawan dan mantan pembuat kebijakan telah menunjukkan bahwa keputusan pemerintahan Clinton untuk membantu Komunis Tiongkok memasuki WTO 20 tahun silam adalah kesalahan terbesar yang telah dibuatnya.
Melihat kembali sejarah, masalah status most-favored-nation atau MFN dan aksesi Tiongkok ke WTO telah menjadi isu utama perdebatan dalam kebijakan Amerika Serikat terhadap Tiongkok pada 1990-an.
Sebelum Komunis Tiongkok menikmati hubungan perdagangan normal yang permanen dengan Amerika Serikat, menurut Undang-Undang Perdagangan AS tahun 1974, negara-negara ekonomi non-pasar seperti Tiongkok tidak dapat secara otomatis menikmati status most-favored-nation.
Untuk itu diperlukan uji coba satu tahun dan Presiden untuk mengajukan permintaan perpanjangan ke Kongres. Sebelum 1989, ulasan status most-favored-nation Tiongkok hampir semuanya telah dilewati dengan lancar.
Setelah pembantaian Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, situasi hak asasi manusia Tiongkok menimbulkan keprihatinan besar di Amerika Serikat. Banyak organisasi hak asasi manusia dan anggota parlemen mengusulkan untuk menghapuskan status most-favored-nation Tiongkok untuk menghukum penyalahgunaan hak asasi manusia oleh Komunis Tiongkok.
Meskipun Amerika Serikat akhirnya memutuskan untuk memberikan perpanjangan, Administrasi dan Kongres saat itu menyatakan keprihatinan tentang hak asasi manusia di Tiongkok selama proses peninjauan tahunan.
Pada tahun 1993, Presiden Clinton yang saat itu baru diangkat secara resmi mengumumkan keterkaitan kondisi hak asasi manusia Tiongkok dan masalah status most-favored-nation. Dia mengeluarkan perintah eksekutif yang mengatakan bahwa jika Komunis Tiongkok tidak membuat kemajuan yang komprehensif dan signifikan tentang HAM, ia akan kehilangan status most-favored-nation untuk tahun 1994 hingga 1995.
Pemerintahan Clinton ketika itu berharap bahwa Komunis Tiongkok akan membuat konsesi tentang hak asasi manusia. Namun, karena tekanan yang lebih besar dari kalangan politik dan bisnis domestik, tepat setelah pernyataan publik dirilis, pada Mei 1994, Clinton mengumumkan bahwa ia akan terus memberikan status most-favored-nation dan memisahkan perdagangan dari hak asasi manusia.
Pemisahan perdagangan dari hak asasi manusia menandai titik balik dalam kebijakan AS menuju Tiongkok. Sejak itu koneksi ekonomi dan perdagangan menjadi poros utama dalam hubungan AS-Tiongkok, yang membuka jalan bagi Komunis Tiongkok untuk akhirnya bergabung dengan WTO.
Sebagai bagian dari perjanjian aksesi WTO, Amerika Serikat perlu memberikan status MFN permanen Tiongkok terlebih dahulu. Undang-Undang Perdagangan AS 1974 memiliki batasan dan Kongres perlu meloloskan undang-undang baru. Undang-undang ini membawa pertempuran antara perdagangan dan hak asasi manusia di seluruh masyarakat Amerika ke tingkat yang sama sekali baru.
Pada bulan Mei 2000, Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui RUU dengan 237-197, memberikan Tiongkok hubungan perdagangan permanen terkait status MFN permanen. Empat bulan kemudian, Senat meloloskan RUU dengan suara 83 hingga 15. Pada Oktober tahun yang sama, kemudian Presiden Clinton menandatangani “Undang-Undang Hubungan AS-Tiongkok tahun 2000.” Pada tahun 2001, Tiongkok secara resmi menjadi anggota WTO .
Dengan harapan bahwa “kebebasan ekonomi akan membawa kebebasan politik, itu hanya membutuhkan waktu,” dengan pernyataan optimis bahwa “pembangunan ekonomi dan perdagangan AS-Tiongkok akan mempromosikan kemajuan hak asasi manusia Tiongkok,” hampir 50 tahun yang lalu, pemerintahan Clinton membantu Komunis Tiongkok memasuki WTO.
Pada 10 Oktober 2000, pada upacara penandatanganan besar-besaran “Undang-Undang Hubungan AS-Tiongkok 2000” di Gedung Putih, Clinton berkata kepada para hadirin: “Anda akan mengingat hari ini dan bangga dengan apa yang telah Anda lakukan.”
Memang, seperti yang dia katakan, dunia ingat hari ini 20 tahun kemudian. Namun, itu sama sekali tidak diingat sebagai hari kebanggaan dalam sejarah Amerika Serikat.
Pada Oktober 2018, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan dalam meninjau sejarah hubungan AS-Tiongkok: “Setelah jatuhnya Uni Soviet, kami berasumsi bahwa Tiongkok yang bebas tidak bisa dihindari. Bersemangat dengan optimisme pada pergantian abad ke-21, Amerika setuju untuk memberikan Beijing akses terbuka ke perekonomian kita, dan kita membawa Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia. Pemerintahan-pemerintahan sebelumnya membuat pilihan ini dengan harapan bahwa kebebasan di Tiongkok akan berkembang dalam semua bentuknya — tidak hanya secara ekonomi, tetapi secara politis, dengan rasa hormat yang baru ditemukan terhadap prinsip-prinsip liberal klasik, kepemilikan pribadi, kebebasan pribadi, kebebasan beragama – seluruh keluarga manusia hak. Tapi harapan itu tidak terpenuhi. “
Memang, melihat kembali bagian penting dari sejarah ini, pada kenyataannya, yang paling mendasar, selama bertahun-tahun, kesalahan terbesar Amerika Serikat dalam kebijakannya terhadap Tiongkok adalah bahwa hal itu tidak secara jelas membedakan Komunis Tiongkok dari Tiongkok.
Wei Jingsheng, seorang aktivis hak asasi manusia yang terkenal, pernah berkata: “Jika Amerika Serikat tidak memberikan status PNTR Tiongkok atau permanent normal trade relations dan tidak mengizinkan masuknya ke dalam WTO saat itu, bagaimana Komunis Tiongkok bertahan sampai hari ini, bagaimana itu bisa menjadi ancaman bagi Amerika Serikat saat ini? Sama sekali tidak mungkin. ”
Namun untungnya, di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat dan negara-negara barat juga bangkit dan banyak yang mulai mengambil tindakan untuk memerangi bahaya dan ancaman Komunis Tiongkok di berbagai bidang.
Selama periode Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, mantan Presiden AS Ronald Reagan mengatakan bahwa kebebasan dan demokrasi akan maju dan komunisme akan dilemparkan ke dalam tumpukan abu sejarah.
Perang antara Amerika Serikat dan Komunis Tiongkok adalah pertempuran utama antara kebebasan dan komunisme. Jelas bahwa hari ketika Komunis Tiongkok dilemparkan ke kubangan rongsokan sejarah tidak terlalu jauh lagi. (asr)
Flora Yan adalah junior di University of Washington di Seattle jurusan ilmu politik dan komunikasi. Dia sedang melakukan penelitian terkait dampak propaganda pada opini publik dan kebijakan publik; peran propaganda di negara totaliter; dan hubungan antara hak asasi manusia dan kebijakan luar negeri. Seorang pengamat Tiongkok yang bercita-cita tinggi, dia sangat tertarik dengan isu-isu hak asasi manusia di Tiongkok.
Foto : arkas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa pada 12 April 2018. (FABRICE COFFRINI / AFP / Getty Images)
Erabaru.net. Ancaman ambisi Komunis Tiongkok akan merusak
tatanan internasional berbasis peraturan di kawasan Indo-Pasifik. Laporan ini
diungkapkan oleh Pentagon baru-baru ini.
“Hari ini, Indo-Pasifik semakin dihadapkan dengan Tiongkok yang lebih percaya diri dan arogan yang bersedia menerima gesekan dalam mengejar serangkaian kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan yang lebih luas,” demikian peringatan laporan Kemenhan AS yang dirilis pada 1 Juni.
Kritik pedas terhadap Komunis Tiongkok ini bertepatan dengan kunjungan pejabat Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Patrick Shanahan ke Singapura untuk menghadiri Dialog Shangri-La, pertemuan puncak keamanan terbesar di Asia, yang berlangsung 31 Mei hingga 2 Juni.
Pada pertemuan itu, Shanahan mengecam Komunis Tiongkok
karena “alat paksaan” termasuk mencuri teknologi dari negara lain dan
melakukan militerisasi pos-pos buatan manusia di Laut Cina Selatan sebagaimana
dilaporkan oleh Associated Press. Patrick Shanahan menegaskan kawasan Indo-Pasifik
adalah teater prioritas Amerika Serikat.
Kini Amerika Serikat memiliki kehadiran militer yang kuat di
Indo-Pasifik. Menurut sebuah artikel di situs web Pentagon yang meliput pidato
Shanahan di Singapura, negara ini memiliki lebih dari 370.000 anggota layanan
di Indo-Pasifik, pelatihan dan bekerja bersama dengan pasukan sekutu dan mitra
di wilayah tersebut.
Menurut artikel itu, Militer AS juga memiliki lebih dari
2.000 pesawat militer dan lebih dari 200 kapal dan kapal selam untuk memastikan
kebebasan navigasi di kawasan itu. Secara keseluruhan, Shanahan menyimpulkan
bahwa Komando Pasifik AS “memiliki pasukan yang ditugaskan empat kali
lebih banyak daripada komando kombatan geografis lainnya.”
Indo-Pasifik adalah wilayah penting untuk kegiatan
komersial. Menurut laporan Pentagon, sembilan dari 10 pelabuhan tersibuk di
dunia terletak di kawasan itu. Dalam hal volume perdagangan, seperempat ekspor
AS menuju ke wilayah tersebut, sementara sepertiga dari semua pengiriman global
melewati Laut Cina Selatan.
Peran Komunis Tiongkok
Laporan itu memperingatkan bahwa “ketika Komunis
Tiongkok melanjutkan peningkatan ekonomi dan militernya, ia mencari hegemoni
regional Indo-Pasifik dalam jangka pendek, pada akhirnya, keunggulan global
dalam jangka panjang.”
Komunis Tiongkok mencapai ambisinya melalui
“meningkatkan modernisasi militer, mempengaruhi operasi, dan ekonomi
predator untuk memaksa negara lain” di kawasan itu.
Sebagai contoh, Komunis Tiongkok telah mengirim kapal dan
pesawat penegakan hukum maritim untuk berpatroli di dekat Kepulauan Senkaku
yang dikelola Jepang, dalam tindakan intimidasi yang “merusak stabilitas
regional.”
Kepulauan Senkaku, yang terletak di Laut Cina Timur, dikendalikan
oleh Jepang, tetapi Komunis Tiongkok dan Taiwan mengklaim pulau itu sebagai
bagian dari wilayah mereka.
Sementara itu, investasi Komunis Tiongkok di negara-negara
di seluruh kawasan “satu sisi dan buram.” Contoh yang diberikan dalam
laporan itu adalah bagaimana Komunis Tiongkok telah membangun proyek
infrastruktur di Maladewa “dengan harga yang meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan apa yang sebelumnya disepakati.”
Pada bulan Desember tahun lalu, Menteri Keuangan Maladewa
Ibrahim Ameer mengatakan pada konferensi pers bahwa utang nasional negara itu
mencapai $ 3,7 miliar, yang setara dengan 53 persen dari produk domestik bruto
(PDB) negara itu seperti dilaporkan penyiar lokal Raajje TV. Dari $ 3,7 miliar,
$ 1,4 miliar berasal dari Tiongkok, sebagian besar untuk mendanai proyek-proyek
“One Belt, One Road” sebagai bagian dari inisiatif kebijakan luar
negeri Komunis Tiongkok.
Selain itu, laporan itu menyatakan bahwa ekonomi predator
Beijing datang dalam bentuk “mengubah beban utang yang tidak berkelanjutan
dari negara-negara penerima” menjadi “akses strategis dan militer,
termasuk dengan mengambil kepemilikan aset berdaulat sebagai jaminan.”
Sebagai contoh, Beijing mengambil alih kendali pelabuhan
Hambantota di Sri Lanka selama 99 tahun, setelah yang terakhir gagal membayar
pinjaman untuk membangunnya. Komunis
Tiongkok mengambil keuntungan “dari kebutuhan Sri Lanka akan uang tunai ketika
pemerintahnya menghadapi kewajiban pembayaran utang luar negeri yang
menakutkan,” kata laporan itu.
Pentagon juga khawatir bahwa Komunis Tiongkok “sedang
berusaha mendirikan pangkalan atau kehadiran militer di pantai Kamboja yang
akan” menantang keamanan regional.”
Beijing telah banyak berinvestasi di kota Sihanoukville,
Kamboja, yang merupakan satu-satunya pelabuhan laut dalam negeri itu. Kapal
perang Tiongkok telah berulang kali mengunjungi pelabuhan dalam beberapa tahun
terakhir.
“Perilaku memaksa Tiongkok sedang bermain global, dari
Timur Tengah dan Afrika ke Amerika Latin dan Eropa,” laporan itu
menyimpulkan.
Peran Taiwan di wilayah pasifik diangkat dalam pidato
Shanahan di Singapura dan laporan Pentagon.
Menurut situs berita Focus Taiwan, Shanahan mengatakan bahwa
Washington akan terus memasok Taiwan dengan peralatan militer, sesuai dengan
Taiwan Relations Act (TRA), untuk pertahanan diri pulau itu.
“Dukungan ini memberdayakan rakyat Taiwan untuk
menentukan masa depan mereka sendiri,” tambahnya.
Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang membangkang,
meskipun yang terakhir menjadi negara independen de facto dengan pejabat yang
terpilih secara demokratis dan konstitusi, militer, dan mata uang yang
terpisah.
Hubungan diplomatik antara Taiwan dan Washington terputus
setelah yang terakhir mengalihkan pengakuan diplomatik ke Beijing pada 1979.
Sejak itu, Washington dan Taiwan mempertahankan hubungan non-resmi berdasarkan
TRA, yang ditandatangani oleh mantan Presiden AS Jimmy Carter menjadi undang-undang
pada April 1979.
Selama bertahun-tahun, penjualan senjata A.S. ke Taiwan
sangat penting bagi pulau itu untuk menangkis intimidasi militer China, yang
mengambil bentuk latihan militer dan pesawat pembom dan jet China yang terbang
dekat ke Taiwan. Laporan Pentagon menegaskan bahwa Washington “berkomitmen
untuk menyediakan barang dan jasa pertahanan kepada Taiwan” untuk
menentang “penggunaan kekuatan Tiongkok atau bentuk paksaan lainnya.”
Sejak 2008, Amerika Serikat telah melakukan lebih dari $ 22
miliar penjualan militer asing ke Taiwan, tambah laporan itu.
Militer AS juga mengisyaratkan kemitraan yang diperkuat
dengan Taiwan, menyebut negara pulau itu, bersama dengan Mongolia, Selandia
Baru, dan Singapura, sebagai “mitra alami Amerika Serikat” dalam
mempertahankan stabilitas kawasan.
“Keempat negara berkontribusi pada misi A.S. di seluruh
dunia dan secara aktif mengambil langkah untuk menegakkan tatanan internasional
yang bebas dan terbuka. Kekuatan dari hubungan-hubungan ini adalah apa yang
kami harapkan untuk ditiru dalam hubungan kami yang baru dan berkembang di
Indo-Pasifik, ”kata laporan itu.
Menanggapi komentar Shanahan di Singapura, Kementerian Luar
Negeri Taiwan menyatakan terima kasih atas dukungan AS yang berkelanjutan,
mencatat bahwa pemerintah Taiwan akan terus bekerja dengan negara-negara
tetangga yang berpikiran sama, untuk berkontribusi pada stabilitas jangka
panjang, perdamaian, dan kemakmuran kawasan itu, menurut Kantor Berita Pusat
Taiwan.
Alexander Huang, asisten profesor di Urusan Internasional dan Studi Strategis di Universitas Tamkang Taiwan, mengatakan kepada PTS penyiaran publik setempat bahwa sangat penting bahwa Pentagon telah menempatkan penekanan pada Taiwan dalam laporan terbarunya. (asr)
Penjabat Menhan AS Patrick Shanahan menyampaikan pidato selama upacara Peringatan Hari di Arlington National Cemetery di Arlington, Virginia, pada 27 Mei 2019. (Tom Brenner / Getty Images)
Epochtimes.id- Korea
Utara dilaporkan telah mengeksekusi mati Kim Hyok Chol, selaku utusan khusus
untuk Amerika Serikat yang memimpin negosiasi untuk KTT AS-Korea Utara pada Februari di Hanoi,
Vietnam. Laporan ini disampaikan oleh surat kabar Korea Selatan pada 31 Mei, mengutip sumber yang tidak
disebutkan namanya.
Sumber dari Korea
Utara itu kepada surat kabar, Chosun
Ilbo, mengatakan bahwa Kim Hyok Chol ditembak di Bandara Mirim pada bulan Maret
bersama empat pejabat senior lainnya. Sumber itu mengatakan mereka dituduh
memata-matai untuk Amerika Serikat
Kim Hyok Chol telah
menjadi mitra negosiasi dengan perwakilan khusus AS untuk Korea Utara, Stephen Biegun
sebelum pertemuan puncak digelar.
Sumber itu juga
mengatakan bahwa seorang pejabat senior yang pernah menjadi mitra Menlu AS Mike
Pompeo menjelang pertemuan puncak, Kim Yong Chol, menjadi sasaran kerja paksa
dan pendidikan ideologis di Provinsi Jagang, Korut.
Sementara itu, Shin
Hye Yong, juru bahasa untuk Kim Jong Un di pertemuan Hanoi, dilaporkan ditahan
di kamp penjara politik. Sumber itu mengatakan bahwa Yong dituduh oleh rezim
“menodai otoritas” pemimpin Korea Utara Kim Jong Un karena kesalahan
interpretasi.
Kim Song Hye dari
United Front Department, yang melakukan negosiasi tingkat kerja dengan Kim Hyok
Chol, juga telah dikirim ke kamp penjara politik, kata sumber itu kepada
Chosun.
Chosun juga
melaporkan bahwa Kim Yo Jong, adik perempuan Kim Jong Un yang membantunya di
KTT, diberitahu untuk “berbohong,” mengutip pejabat pemerintah yang
tidak disebutkan namanya.
“Kim Yo-jong
belum terlihat di depan umum sejak KTT Hanoi,” kata pejabat pemerintah itu
seperti dikutip Chosun.
Surat kabar
pemerintah Korea Utara, Rodong Sinmun mengatakan dalam komentarnya pada 30 Mei
bahwa: “Bertingkah seperti seseorang menghormati Pemimpin di depan (orang
lain) tetapi memimpikan hal lain ketika seseorang berbalik, adalah tindakan
anti-partai, anti-revolusioner yang telah membuang kesetiaan moral kepada Pemimpin,
dan orang-orang semacam itu tidak akan menghindari penilaian keras revolusi.
“Ada
pengkhianat dan pengkhianat yang hanya menghafal kata-kata kesetiaan kepada
Pemimpin dan bahkan berubah sesuai dengan tren waktu,” demikian komentar
surat kabar Korut.
Ini menandai
pertama kalinya bahwa ekspresi mengisyaratkan pembersihan, seperti
“anti-partai, anti-revolusioner” dan “penilaian keras,”
telah muncul di Rodong Sinmun sejak eksekusi paman Kim Jong Un bulan Desember
2013, Jang Song Thaek, Chosun Ilbo kata.
Seorang pejabat di
Kementerian Unifikasi Korea Selatan menolak berkomentar.
Menurut Bloomberg,
laporan sebelumnya di media Korea Selatan tentang pejabat senior Korea Utara
yang dieksekusi terbukti salah.
Tidak Ada
Kesepakatan di KTT
KTT kedua Presiden
Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah berakhir lebih awal
dari jadwal tanpa kesepakatan untuk membereskan Semenanjung Korea dari senjata
nuklir.
“Kedua pemimpin
membahas berbagai cara untuk memajukan konsep-konsep denuklirisasi dan ekonomi,”
kata sekretaris pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders dalam pernyataan pada 28 Februari.
“Tidak ada kesepakatan yang dicapai saat ini, tetapi tim mereka masing-masing berharap untuk bertemu di masa mendatang,” tambahnya.
Trump mengatakan
pada konferensi pers bahwa desakan Korea Utara untuk mencabut sanksi tanpa
menawarkan denuklirisasi yang cukup sebagai timbal balik terbukti menjadi titik
tandanya.
Menurut Trump, Pada dasarnya, Kim Jong-Un ingin sanksi dicabut secara keseluruhan. Akan tetapi Trump mengatakan AS tidak bisa melakukannya. Korut dinilai tanpa ragu-ragu mengutuk sebagian besar porsi yang diinginkan AS, akan tetapi AS tidak bisa menyerahkan semua sanksi hanya karena persoalan tersebut. (asr)
Foto : Kim Hyok Chol, perwakilan khusus Korea Utara untuk urusan AS, meninggalkan Wisma Pemerintah di Hanoi, Vietnam, 23 Februari 2019. (Reuters / Athit Perawongmetha)
Departemen Luar Negeri AS sedang berupaya untuk mencekal pejabat Komunis Tiongkok yang terlibat penganiayaan terhadap Falun Gong untuk memasuki Amerika Serikat. Pengumuman ini disampaikan dalam keterangan dari web yang bertindak sebagai clearinghouse tentang penganiayaan terhadap latihan spiritual tersebut.
Menurut laporan Minghui.org yang dipublikasi pada 31 Mei 2019, Badan federal AS berencana untuk meningkatkan pengawasan terhadap penerimaan visa pejabat asing yang telah berpartisipasi dalam pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama.
Menurut situs tersebut, pejabat ini barangkali memiliki visa imigrasi atau non-imigrasi seperti visa turis atau bisnis maka bisa ditolak AS. Sedangkan mereka yang sudah mendapatkan visa bisa diblokir untuk memasuki wilayah AS.
Di bawah Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan AS atau Immigration and Nationality Act (INA) Bagian 212 (a) (2) (G) mencantumkan “Setiap orang yang menjabat sebagai pejabat pemerintah asing, yang bertanggung jawab atas/atau telah secara langsung melakukan pelanggaran berat khusus kebebasan beragama setiap saat, tidak diizinkan untuk masuk ke Amerika Serikat.”
“Terutama pelanggaran berat kebebasan beragama termasuk pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, terus-menerus, mengerikan, seperti penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; penahanan berkepanjangan tanpa tuduhan; menyebabkan hilangnya orang dengan penculikan atau penahanan rahasia orang-orang itu; atau penolakan terang-terangan lainnya atas hak untuk hidup, kebebasan, atau keamanan orang.”
Sebagai bagian dari peninjauan, Departemen Luar Negeri AS menyampaikannnya kepada beberapa kelompok agama dan keyakinan spiritual tentang pengawasan secara intensif yang mereka alami.
Seorang pejabat departemen AS menyampaikan kepada praktisi Falun Gong di Amerika Serikat bahwa mereka bisa menyerahkan tentang daftar pejabat Komunis Tiongkok yang mereka ketahui terlibat dalam penganiayaan itu, sebagaimana dilaporkan oleh Minghui.org.
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah disiplin spiritual bertujuan peningkatan diri secara tradisional dengan latihan meditasi berdasarkan prinsip Sejati-Baik-Sabar. Praktik ini diperkenalkan kepada publik di Tiongkok pada tahun 1992. Latihan ini dengan cepat memperoleh popularitas hingga menyebar dari Tiongkok ke lebih dari 80 negara di dunia.
Menurut survei pemerintahan, latihan ini mencapai lebih dari 70 juta pengikut pada tahun 1999 – meskipun praktisi memperkirakan jumlahnya lebih dari 100 juta orang.
Khawatir popularitasnya akan membahayakan kekuasaan Komunis Tiongkok, pada Juli 1999 pemimpin rezim komunis Tiongkok kala itu Jiang Zemin melancarkan penganiayaan skala luas, di mana para praktisi Falun Gong dijadikan target penangkapan secara ilegal.
Para prakitsi Falun Gong juga dikirim ke penjara, kamp kerja paksa, dan pusat pencucian otak— di mana mereka sering disiksa sebagai untuk memaksa mereka melepaskan keyakinan mereka. Penindasan tersebut masih berlanjut hingga hari ini.
Lai Shantuo, Presiden Asosiasi Falun Dafa Washington DC, ketika dikonfirmasi The Epoch Times membenarkannya bahwa pihak perwakilannya bertemu dengan pejabat Departemen Luar Negeri awal tahun ini tentang tindakan baru AS. Para pejabat itu mengatakan kepada mereka bahwa pemerintah AS meningkatkan penegakkan hukum.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah AS telah memasuki fase baru dalam keprihatinannya terhadap penganiayaan terhadap orang-orang berkeyakinan di seluruh dunia, terutama dalam kaitannya dengan Tiongkok — pelanggar kebebasan beragama yang paling parah di dunia,” kata Lai.
Lai menambahkan bahwa perkembangan itu adalah peringatan bagi para pejabat yang terlibat dalam penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok, terutama mereka yang berpikir untuk mengunjungi atau melarikan diri ke Amerika Serikat.
“Ini mengirimkan mereka pesan bahwa Anda tidak dapat menganiaya Falun Gong,” tambahnya.
Seorang juru bicara dengan Departemen Luar Negeri, dalam surat elektronik kepada The Epoch Times, tidak menanggapi pertanyaan yang mencari konfirmasi dari langkah-langkah tersebut, tetapi menambahkan bahwa: “Amerika Serikat berusaha untuk memastikan bahwa individu yang telah melanggar hak asasi manusia tidak mendapatkan tempat berlindung yang aman di Amerika Serikat.
“Ada sejumlah potensi alasan tidak memenuhi syarat yang berlaku bagi pemohon visa AS yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau korupsi, termasuk tidak memenuhi syarat bagi pejabat pemerintah asing yang telah terlibat dalam pelanggaran berat kebebasan beragama.”
Gary Bauer, Komisioner U.S. Commission on International Religious Freedom (USCIRF) atau Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional dalam sebuah wawancara telepon dengan The Epoch Times pada 31 Mei, mengatakan menyambut baik pemerintah AS mengambil langkah ke arah ini.
“Saya tentu tidak ingin melihat Amerika Serikat menjadi surga bagi mereka yang terlibat dalam penganiayaan di negara lain, di Tiongkok atau di tempat lain,” kata Bauer.
“Harapan saya adalah siapa pun di Amerika Serikat yang [telah] terlibat dalam penganiayaan terhadap orang bekeyakinan di Tiongkok akan membayar sepentasnya di Amerika Serikat untuk penganiayaan itu.”
Sebuah laporan bulan April oleh komisi, sebuah badan federal independen yang menasehati pemerintah AS dan Kongres tentang masalah kebebasan beragama, menyoroti bahwa selama setahun terakhir, rezim Komunis Tiongkok telah meningkatkan penganiayaan terhadap kelompok-kelompok agama, termasuk praktisi Falun Gong, Muslim Uyghur, Kristen, dan Buddha Tibet.
Sebelumnya pada tahun 2011, Presiden AS Barack Obama menandatangani proklamasi untuk menangguhkan masuknya pelanggar hak asasi manusia yang serius ke Amerika Serikat sebagai imigran atau bukan imigran.
“Penghormatan universal terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter serta pencegahan kekejaman secara internasional mempromosikan nilai-nilai AS dan kepentingan fundamental AS,”bunyi proklamasi tersebut.
Sementara itu, awal tahun ini Duta Besar AS untuk kebebasan beragama internasional Sam Brownback menyampaikan pidato di Klub Koresponden Asing di Hong Kong menyerukan Beijing untuk mengakhiri semua bentuk penganiayaan agama di Tiongkok.
“Pemerintah Tiongkok memerangi keyakinan. Itu adalah perang yang tidak akan mereka menangkan,” kata Brownback pada 8 Maret.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah khawatir tentang penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok telah mengambil langkah untuk melarang pejabat Tiongkok memasuki negara mereka.
Pada 2017, sebuah gugus tugas gabungan yang terdiri dari berbagai badan pemerintah Taiwan menolak masuk ke setidaknya tiga pejabat Komunis Tiongkok dan anggota “kelompok pertukaran profesional” mereka, karena terlibat dengan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong di Tiongkok.
Gugus tugas gabungan lebih lanjut menyatakan bahwa pejabat Komunis Tiongok yang memiliki hubungan dengan ” Kantor 610,” sebuah organisasi Partai ekstralegal yang dibuat dengan tujuan tunggal untuk melakukan penganiayaan Falun Gong, tidak akan diizinkan memasuki Taiwan. (asr)
Cathy He, Jennifer Zeng, dan Frank Fang berkontribusi pada laporan ini.
Presiden Donald
Trump mengatakan Amerika Serikat tidak siap untuk membuat perjanjian
perdagangan dengan komunis Tiongkok. Hal demikian disampaikannya dalam
pernyataann saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Jepang.
“Saya pikir
mereka mungkin berharap mereka membuat kesepakatan yang mereka miliki di atas
meja sebelum mereka mencoba menegosiasikannya kembali,” kata Trump saat
konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada 27 Mei.
“Mereka ingin membuat kesepakatan. Kami belum siap untuk membuat kesepakatan,” tambah Trump.
Trump menambahkan
bahwa pemerintah menerima puluhan miliar dolar dalam tarif untuk barang-barang
Tiongkok, jumlah ini disebut bisa naik sangat besar dan sangat cepat.
Sebelumnya pada
bulan Mei, Trump meningkatkan tarif menjadi 25 persen dari 10 persen pada impor
Tiongkok senilai $ 200 miliar. Kenaikan disampaikan setelah Trump menuding
Komunis Tiongkok berkhianat atas komitmen utama yang dinegosiasikan
selama berbulan-bulan pembicaraan perdagangan.
Sementara itu,
kantor Perwakilan Dagang AS telah memulai proses untuk memberlakukan tarif 25
persen terhadap impor Tiongkok senilai $ 300 miliar.
Rezim Komunis
Tiongkok dilaporkan mundur untuk mengubah hukumnya terkait mengatasi masalah
inti AS termasuk pencurian kekayaan intelektual AS, transfer teknologi secara
paksa, dan manipulasi mata uang. Hingga akhirnya ulah Komunis Tiongkok menghancurkan negosiasi berbulan-bulan. Sumber Reuters
menyebutkan, dokumen perjanjian penuh dengan upaya untuk membalikkan tuntutan inti AS.
Tuntutan administrasi Trump bagi rezim Komunis tiongkok untuk menerapkan reformasi struktural, mendorongnya untuk meluncurkan perang dagang dengan Komunis tiongkok pada Maret 2018. Hal ini telah menjadi titik tegang selama negosiasi perdagangan.
Sementara di Jepang, Trump juga mengatakan bahwa sebagai akibat dari tarif Amerika Serikat, dunia usaha meninggalkan Tiongkok dan pindah ke negara-negara yang tidak memiliki tarif, termasuk bagian dari Asia dan Amerika Serikat.
Namun, dia juga
optimis bahwa kedua belah pihak pada akhirnya bisa mencapai kesepakatan.
Pada 22 Mei,
Menteri Keuangan Steven Mnuchin juga menyatakan harapan untuk mencapai
kesepakatan perdagangan dengan Beijing.
Tampil di hadapan
sidang kongres oleh Komite Layanan Keuangan Kongres Amerika Serikat, Mnuchin
mengatakan bahwa Komunis Tiongkok telah mengambil “langkah besar ke
belakang.”
“Terkadang,
Anda harus mundur sebelum maju. Jadi saya masih berharap kita bisa kembali ke
meja, ” kata Mnuchin.
Sejak gagalnya
pembicaraan perdagangan baru-baru ini, pemerintah AS juga memasukkan daftar
hitam raksasa telekomunikasi Komunis Tiongkok, Huawei dengan alasan keamanan
nasional, yang secara efektif melarangnya melakukan bisnis dengan perusahaan
Amerika Serikat.
Selama
bertahun-tahun, para ahli, pejabat AS, dan anggota parlemen telah membunyikan
alarm bahwa peralatan Huawei dapat digunakan sebagai saluran untuk memata-matai
oleh Komunis Tiongkok. pasalnya, Huawei dinilai memiliki hubungan dekat
dengan militer Komunis tiongkok.
Perusahaan asal AS
mulai menangguhkan bisnis dengan Huawei, termasuk Google, Microsoft, Qualcomm,
dan Intel.
Perusahaan asing
juga mengikuti, termasuk ARM perancang chip yang berbasis di Inggris, pembuat
chip Jerman Infineon Technologies, dan pemasok komponen Jepang, Toshiba.
Pemerintahan Trump
dilaporkan juga mempertimbangkan pembatasan sebanyak lima perusahaan teknologi
Komunis Tiongkok lainnya, dengan alasan keamanan nasional.
Trump dijadwalkan bertemu dengan Xi Jinping untuk membahas perdagangan di KTT G-20 di Jepang pada Juni mendatang. (asr)
Presiden AS Donald Trump berbicara selama konferensi pers dengan Shinzo Abe, perdana menteri Jepang, tidak digambarkan, di Istana Akasaka di Tokyo pada 27 Mei 2019. (Kiyoshi Ota – Gambar Pool / Getty)
Epochtimes.id- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Ignasius Jonan kembali bertemu dengan CEO Inpex Corporation Takayuki Ueda di
Tokyo, Senin (27/5/2019).
Sejumlah poin strategis berhasil disepakati, yang
memungkinkan lapangan gas raksasa ini bisa segera dikembangkan.
Melansir dari keterangan tertulis Kementerian ESDM, Menteri Ignasius Jonan
tiba di Tokyo dari lawatan sebelumnya ke Houston, Amerika Serikat. Pertemuan
ini merupakan pertemuan lanjutan dari pertemuan Jonan dengan Ueda pada 16 Mei
di Tokyo.
Pada pertemuan 16 Mei, berhasil disepakati kerangka final Plan of Development (PoD) Blok Masela
di Laut Arafuru, Maluku.
Pertemuan hari ini membahas negosiasi detil dari kerangka
tersebut, sehingga perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Inpex Corporation
Jepang bisa segera ditandatangani.
Dalam pertemuan kali ini, Jonan didampingi Duta Besar RI untuk Jepang
Arifin Tasrif, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar,
dan Deputi Perencanaan SKK Migas Jafee Suardin.
Nilai investasi pengembangan Blok Masela akan mencapai sekitar USD 20
miliar atau Rp 288 Triliun. Kedua pihak berhasil mencapai win-win solution dengan skema bagi
hasil, dimana pemerintah sekurangnya mendapat bagian 50 persen.
Kesepakatan final yang bersejarah tersebut ditandai dengan penandatanganan Minute of Meeting oleh Kepala SKK Migas
Dwi Soetjipto dan CEO Inpex Corporation Takayuki Ueda, disaksikan Menteri ESDM
Ignasius Jonan.
“Akhirnya INPEX dan SKK Migas sepakat atas pokok-pokok
pengembangan blok Masela sore ini di Tokyo. Pembahasan telah berlangsung sejak
18 tahun yang lalu lho. Nilai investasi antara 18-20 Milyar USD dengan
pembagian yang fair bagi Negara RI dan kontraktor. Saya sampai terharu,”
ungkap Menteri ESDM usai acara tersebut (27/5).
Adapun penandatanganan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Inpex
Corporation, Menteri Ignasius Jonan menjelaskan, direncanakan dilaksanakan pada
pertemuan negara-negara G20 di Jepang dalam waktu dekat.
Dengan demikian maka pembahasan tentang Blok Masela yang sudah berlangsung
lebih 20 tahun telah menemukan titik akhir, yang akan memberi dampak positif
bagi peningkatan iklim investasi nasional serta pembangunan kawasan Timur
Indonesia. (asr)
Ada sejumlah akademisi telah lama memberi kuliah kepada orang Amerika bahwa era dominasi Amerika Serikat di panggung global telah berakhir.
Tentang masa depan ini, rakyat Amerika telah dikabarkan oleh analis dan pembicaraan di berita kabel milik Komunis Tiongkok.
Kemungkinan yang terburuk dari semua itu, banyakdari perwakilan rakyat AS yang terpilih dan pembuat kebijakan yang ditunjuk lantas mempercayainya. Mereka tidak mungkin yang paling membuat kesalahan. Sebuah Penciptaan dari Barat
Alasan utama Tiongkok pada tempatnya sekarang ini adalah : Amerika Serikat dan Barat menyerahkan ratusan miliar dolar teknologi — pengetahuan, kekayaan intelektual, bahkan seluruh pabrik — yang berlangsung selama empat dekade.
Semuannya itu mengubah Tiongkok dari salah satu negara termiskin di dunia menjadi salah satu yang terkaya.
Jadi, sudah jelas bukan Komunis Tiongkok yang melakukan itu. Mereka memiliki 30 tahun untuk melakukannya, tetapi hanya membawa negara itu ke jurang kehancuran.
Dari revolusi pada tahun 1949 dan selanjutnya, Komunis Tiongkok memimpin satu demi satu bencana. Rakyat Tiongkok sangat menderita di bawah kegagalan “rencana lima tahun” berturut-turut yang menyebabkan kelaparan hebat, penganiayaan massal, jutaan penjara, eksekusi, penghancuran budaya dan sosial, dan pembantaian ribuan mahasiswa di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989.
Dan, jangan lupakan polusi udara, air, dan tanah terburuk di planet ini. Poin utama yang perlu diingat adalah bahwa Komunis Tiongkok belum berubah; itu tidak bisa mengelola Tiongkok ketika itu adalah negara miskin, dan keliru mengelola kekayaan Tiongkok pada hari ini, yang membuatnya menjadi biasa saja.
Buktinya ada di mana-mana. Keretakan dalam Ekonomi Tiongkok. Dengan rasio utang terhadap PDB lebih besar dari 300 persen, Tiongkok menghadapi krisis utang yang kemungkinan akan melampaui krisis keuangan tahun 2008.
Terlebih lagi, berdasarkan perkiraan konsumsi energi, ekonomi Tiongkok sebanyak 30 persen lebih kecil dari apa yang ada. Statistik pemerintah mengatakannya, dan melambat. Apalagi dengan kenaikan biaya dan pasar tenaga kerja yang lebih murah di dekatnya, produsen mulai meninggalkan Tiongkok.
Banyak pabrik milik Tiongkok yang pindah ke Vietnam untuk menghindari tarif Amerika Serikat. Seberapa efektif hal itu masih harus dilihat, terutama terkait dengan tenaga kerja yang sangat terampil, yang memiliki banyak hal di Tiongkok. Saat pertumbuhan melambat, lebih banyak dari kelompok pekerja itu akan kehilangan pekerjaan.
Modal juga mulai meninggalkan Tiongkok. Kelas menengah Tiongkok yang banyak dipuji, seharusnya mendorong ekonomi Tiongkok maju di abad ke-21, ternyata tidak membeli apa yang Komunis Tiongkok jual. Kini tidak lagi, rakyat Tiongkok kelas menengah tidak lagi tertarik menginvestasikan uang di negara mereka sebanyak mereka mendapatkan uang tunai darinya. Visa yang diperpanjang, investasi properti di luar negeri, dan perilaku berwawasan ke luar lainnya menunjukkan pesimisme yang mendalam tentang masa depan Tiongkok.
Itu menjelaskan mengapa belanja konsumen — kunci pertumbuhan dan stabilitas ekonomi jangka panjang — berhenti total. Penjualan mobil, indikator ekonomi utama, bahkan jatuh pada 2018; ini pertama kali terjadi sejak 1990-an. Dan terus jatuh, turun 14,6 persen di bulan April. Ini adalah masalah mendasar yang tidak bisa dilebih-lebihkan.
Semua Sentimen Konsumen telah menceritakan kisahnya. Pada saat Komunis Tiongkok berusaha menjual dunia dengan kehebatan ekonomi dengan inisiatif One Belt, One Road atau OBOR dan Made in China 2025, sentimen konsumennya sangat pesimis. Siapa yang bisa menyalahkan mereka? Orang cerdas bagaimana yang ingin hidup dalam masyarakat pengintai yang menempatkan Anda di kamp tanpa diadili karena peringkat “kredit sosial” yang buruk?
Program itu, yang digunakan Komunis Tiongkok untuk menekan dan memenjarakan jutaan orang, mungkin menjadi bumerang bagi Komunis Tiongkok. Dan dengan meningkatnya ketidakpuasan di antara jutaan Muslim di sejumlah privinsi, populasi yang menua, dan kurangnya sumber daya ditambah dengan kapasitas menyusut untuk memberi makan sendiri, kini Tiongkok lebih dekat dengan pemberontakan sipil daripada yang mau diakui.
Pengeluaran keamanan internal yang melebihi anggaran pertahanan nasional Komunis Tiongkok menceritakan kisah itu dan juga statistik lainnya. Fakta ini hanya beberapa masalah yang menjadi sebab Komunis Tiongkok hadapi pada saat yang bersamaan.
Jawaban mereka kepada semuanya adalah mencetak lebih banyak uang, memasukkan lebih banyak orang ke penjara, dan menghancurkan negara-negara yang lebih lemah untuk sumber dayanya. Apakah itu atribut hegemoni global selanjutnya?
Tidak semuanya. Pada titik tertentu, seperti yang ditemukan Rusia di Uni Soviet lama, Teori The Law of Diminishing Return atau Hukum Hasil Lebih yang Semakin Menurun menegaskan dirinya sendiri. Komunis Tiongkok menghadapi nasib yang sama seperti kapitalisme kanibal mereka ketika melahap ekonomi mereka dari dalam.
Tapi bagaimana dengan rencana OBOR dan Made in China 2025? Bukankah itu rencana kekuatan besar? Mereka memang, tetapi mereka hanya rencana. Menjaga Penampilan — Tetapi untuk Berapa Lama?Tetapi aspirasi dan iklan jauh berbeda dari eksekusi dan manajemen jangka panjang, sesuatu yang telah ditunjukkan Komunis Tiongkok.
Komunis tiongkok menemukan sangat sulit untuk mempertahankan ekonominya sendiri, ketika ketergantungan pada sumber daya asing secara total, dan ada ketergantungan pada budaya korupsi dan penipuan, pencurian, dan kerja paksa daripada sinyal pasar dan tenaga kerja yang adil.
Ketika Amerika Serikat mempersempit akses Tiongkok ke pasar A.S., ketergantungan Beijing pada pasar luar negeri akan meningkat ke depan. Itu karena kebijakan tarif kaku AS pada impor senilai ratusan miliar dolar, dan pelarangan Huawei dan perusahaan telekomunikasi besar Komunis Tiongkok lainnya.
Sama pentingnya dan bagaimanapun, administrasi Trump bertujuan untuk melumpuhkan ekonomi Komunis Tiongkok lebih jauh dengan meyakinkan Uni Eropa untuk menggeser postur perdagangannya menjauh untuk menuju Amerika Serikat. Ketika terpaksa memilih, Eropa, khususnya Inggris, akan condong kepada Amerika Serikat.
Komunis tiongkok mungkin mendapati dirinya dalam kondisi ekonomi dan politik yang bahkan lebih berbahaya lebih cepat daripada yang bisa dibayangkan.
Jadi, apakah Komunis tiongkok benar-benar model ekonomi abad ke-21? Meskipun merupakan pemimpin dunia dalam kecerdasan buatan, bioteknologi, robot, dan industri teknologi tinggi lainnya, ia juga memimpin dunia dalam limbah dan polusi, dan yang paling penting, dalam kekejaman dan kesengsaraan bagi umat manusia.
Seperti halnya Uni Soviet sebelumnya, ekonomi ala Komunis Tiongkok yang tidak manusiawi dan tidak berkelanjutan juga akan runtuh suatu hari. Semua ini berlangsung dalam beberapa hari, bulan, dan, mungkin, tahun mendatang. (asr)
James Gorrie adalah seorang penulis yang tinggal di Texas. Dia adalah penulis “The China Crisis.”