Sinyal Keras Trump, Beranikah Kim Jong-Un Melanggar Garis Merah?

Di hari yang sama pada konferensi pers bersama pasca pertemuannya dengan PM Spanyol Mariano Rajoy, Trump kembali melontarkan sinyal keras: Amerika “telah mempersiapkan segalanya” untuk melakukan aksi militer terhadap Korut.

Namun tindakan militer terhadap Korut bukan pilihan utama. “Jika kami menempuh jalan ini (agresi militer), maka sifatnya akan sangat destruktif, saya beritahu Anda, akan sangat destruktif bagi Korut.”

Tindakan militer seperti apa yang bersifat destruktif itu? Bagi Amerika, begitu memilih untuk melakukan aksi militer, harus terlebih dulu menghancurkan seluruh fasilitas nuklir dan militer Korut serta bahkan Kim Jong-Un sendiri.

Targetnya adalah penghancuran fasilitas nuklir dan militer Korut mencegah Kim Jong-Un berbuat nekad sebelum ajalnya tiba dengan menyerang Korsel juga Jepang. Serangan inilah yang dikhawatrikan mengakibatkan banyak korban tewas bagi kedua sekutu AS tersebut.

Dengan demikian sangat mungkin AS akan menggunakan rudal pandu presisi, sampai ke bom nuklir skala kecil untuk menciptakan dampak serangan sekali pukul langsung telak ini.

Berarti akan menimbulkan kerusakan serius bagi Korut, tidak hanya Kim Jong-Un dan pejabat tingginya akan sulit terhindar, juga akan berimbas pada sebagian rakyat jelata.

Dampak seperti ini tak diragukan lagi akan sangat tragis. Karena itu jugalah, antara Trump, Matisse dan Tillerson kembali mengeluarkan sinyal “aksi militer terhadap Korut bukan pilihan utama, dan harus berupaya menghindari perang nuklir”, dengan syarat Korut tidak melanggar garis merah batasan AS.

Apakah garis merah AS itu? Menurut penulis, serangan Korut terhadap Korsel, Jepang dan pangkalan militer AS di Guam, serta meledakkan bom hydrogen di udara di atas Samudera Pasifik, adalah hal-hal yang tidak bisa ditolerir oleh AS, begitu Korut melanggar garis merah ini, serangan militer AS akan segera tiba.

Bagi Kim Jong-Un, dengan sendirinya tahu betul akan akibat serius bila terjadi serangan militer AS.

Seperti peribahasa ‘tong kosong nyaring bunyinya’, Kim pada dasarnya tidak bernyali, memang sebelumnya sempat berani “berkoar-koar” yang disinyalir karena adanya dukungan dari kubu Jiang PKT.

Namun setelah Trump mengeluarkan isyarat keras, apakah Kim Jong-Un masih akan mendengar hasutan orang-orang di dekatnya, terutama menjelang Kongres Nasional PKT yang ke-19 mendatang (pertengahan Oktober) masih beranikah ia melanjutkan kekacauan dengan program ‘nuklir’nya?

Begitu salah langkah, bukan hanya Kim Jong-Un tidak selamat, semua kekuatan di baliknya pun akan mengalami naas.

(Sud/whs)