Sinyal Keras Trump, Beranikah Kim Jong-Un Melanggar Garis Merah?

Oleh : Zhou Xiaohui

Menurut surat kabar “Washington Post” terbitan 26 September lalu, pejabat Korut sedang mengerahkan seluruh koneksi mereka mencari informasi dari para pakar AS yang memiliki hubungan dekat dengan Partai Republik, untuk memastikan situasi.

Masalah yang mereka soroti adalah: Mengapa penasihat yang paling dekat dengan Presiden Trump, seperti Menhan Matisse dan Mensesneg Tillerson sering tak sependapat dengan Trump?

Mengapa Trump berulang kali memperingatkan akan kemungkinan terjadi perang, sedangkan Matisse justru menekankan, Amerika tetap perlu mencari jalan negosiasi untuk menyelesaikan masalah Korut?

Menurut berita, Korut telah menghubungi banyak pakar AS termasuk mantan analis CIA Bruce Klingner dan Douglas H. Paal yang pernah menjabat di Komisi Keamanan Nasional pada pemerintahan mantan Presiden Reagan dan juga mantan Presiden Bush, namun keduanya menolak memberikan informasi bagi Korut.

Informasi yang diungkap berita itu adalah: Pertama, Kim Jong-Un bukannya tidak cemas terhadap ancaman oleh Trump, di dalam hati ia tahu betul, jika suatu hari AS benar-benar melakukan serangan militer, maka pada hari itulah ajalnya akan tiba.

Kedua, di dalam hati Kim Jong-Un sangat takut, buru-buru mencari tahu garis merah akan pelaksanaan serangan militer AS.

Ketiga, karena belum bisa menentukan informasi berbeda yang dilontarkan petinggi AS, Kim Jong-Un belum bisa menentukan sikap atas di mana letak garis merah itu, dan bagaimana bereaksi lebih lanjut terhadap sanksi internasional serta sikap keras Trump.

Militer AS pada 18 September lalu mengirim dua pembom strategis B-1B yang memiliki julukan “Death Swan” yang akan dilibatkan dalam simulasi serangan udara gabungan Korea Selatan bersama AS, dalam rangka melakukan gertakan militer terhadap Korea Utara. Gambar menunjukkan pembom B-1B sedang beraksi. (Angkatan Udara AS)

Tindakan Korut telah menjelaskan bahwa sikap keras yang dilontarkan oleh Trump telah menimbulkan dampak tertentu.

Awal September lalu, tanpa mempedulikan sanksi PBB dan masyarakat internasional yang menentang, Korut kembali melakukan uji coba nuklir yang keenam kali, daya ledaknya melebihi percobaan sebelumnya.

Tindakan ini membuat DK PBB menerapkan sanksi baru. Menurut resolusi tersebut, semua penjualan gas alam akan dilarang, penjualan minyak mentah yang dimurnikan akan dibatasi jumlahnya.

Tanggal 19 September, untuk pertama kalinya Trump berpidato pada Rapat DK PBB, dan melontarkan pernyataan paling keras terhadap Korut.