Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu (7)

EDITORIAL

Lebih dari seratus tahun silam, roh-roh paham komunis muncul di atas langit Eropa. Sejak dikeluarkannya The Communist Manifesto, lalu munculnya Paris Commune, sampai berdirinya rezim Uni Soviet, Partai Komunis Tiongkok dan partai komunis lainnya, tren pemikiran komunis sempat merajalela beberapa saat.

Ideologi manusia telah membentuk dua kubu besar yang saling bertentangan yakni otoritarian komunis dan demokrasi liberal.

Sejarah selama lebih dari seabad menunjukkan, di mana pun tren komunis merah bercokol, pasti selalu disertai peperangan dan kekacauan, kelaparan, pembantaian dan teror.

Gerakan komunisme telah menghancurkan peradaban manusia yang berusia ribuan tahun, dan menyebabkan 100 juta orang mati secara tidak wajar, dan lebih banyak dari jumlah itu yang mengalami penderitaan baik secara fisik maupun mental.

Penipuan tentang “surga dunia” telah menyebabkan milyaran jiwa terjerambab ke “neraka dunia”.

Penindasan terhadap agama/kepercayaan, penghancuran terhadap norma moralitas, pengrusakan terhadap lingkungan dan alam, telah menimbulkan dampak yang buruk dan sangat mendalam.

Di tengah proses keruntuhan paham komunis sekarang ini, masih banyak orang berkhayal, bahkan menyangkal kehancurannya, paham komunis masih terus bermunculan di tengah masyarakat liberal dengan wujud yang berbeda.

Oleh karena itu, mengenali sifat dasar ideologi paham komunis, dan menolak bencana yang akan ditimbulkan oleh pikiran komunis, sangatlah penting bagi setiap orang di semua negara.

baca  Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Pertama

baca Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Kedua

baca Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Ketiga

baca Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Keempat

baca Komunisme Bukan Jalan Keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Kelima

baca Komunsime Bukan Jalan keluar Melainkan Jalan Buntu Bagian Keenam

  1. Penindasan terhadap dalam (negeri)

Pembentukan “Sistem Negara Partai” tidak dapat dipisahkan dengan kekerasan dan kebohongan. Ke dalam (internal) menindas rakyat adalah cara umum yang digunakan rezim partai komunis.

Setelah Revolusi Oktober, pada November 1917, Majelis Konstituante Rusia Raya diselenggarakan, kelompok Bolshevik dari Lenin hanya mendapatkan ¼ suara dari pemungutan suara.

Lalu Lenin yang murka menggunakan senapan mesin membubarkan Majelis Konstituante dan mulai menggunakan kekerasan untuk membersihkan oposisi serta semua orang yang dicurigai sebagai faksi oposisi potensial, di bulan pertama memerintah mereka telah membunuh ratusan ribu orang.

Pada bulan Juni 1918, Uni Soviet dengan paksa memberlakukan kebijakan komunisme sehingga menyebabkan keruntuhan ekonomi.

Menurut makalah penelitian dari ilmuwan daratan Tiongkok, “Hingga tahun 1921, hasil produk industri berat Rusia hanya 20% dari tahun 1913 sebelum perang.

Tahun 1918 hingga 1920, Petrograd kehilangan 75% populasi dan populasi Moskow juga berkurang 50%.”

Untuk menekan ketidakpuasan publik, Lenin memutuskan untuk menerapkan pemerintahan teror, yang dalam kurun waktu 1918 hingga Februari 1922 telah menghabisi lebih dari 2 juta orang.

Setelah Stalin berkuasa, malah memulai pembersihan besar yang lebih mengerikan.

Dari pemerintahan hingga militer ada separo lebih anggota partai yang ditangkap dan dibersihkan, dari golongan angkatan bersenjata dengan pangkat tertinggi mulai marsekal, jenderal tingkat 1, jenderal tingkat 2 hingga komandan korps dan komandan divisi.

Perbandingan setiap tingkat perwira militer yang dihukum tembak mati berjumlah lebih dari 60% bahkan ada yang mencapai 100%.

Di Tiongkok juga pernah terjadi gerakan pembersihan seperti ini.

Tidak lama setelah Mao Zedong merebut kekuasaan, ia menciptakan “Insiden Gao Gang” (1953-1954), terus berlanjut hingga “Revolusi Kebudayaan” (1966-1976).

Bukan hanya orang-orang yang pernah berjasa bagi PKT saja yang tidak lolos dari nasib sial tapi sejumlah besar orang kebanyakan sempat terbunuh dan tercerai-berai dalam pembersihan.

Komunisme menganut doktrin “Darwinisme Sosial” yakni yang lemah menjadi mangsa yang kuat.

Kekuasaan tertinggi tidak membutuhkan proses penyerahan kekuasaan dari pemilihan umum secara demokratis, juga tidak membutuhkan mahkota sacral “Kekuasaan kaisar anugerah Dewa” dari Tiongkok zaman kuno.

Siapa saja asalkan tekniknya dalam hal kekerasan dan dusta mencapai taraf tinggi, maka dialah yang layak memakai mahkota raja dengan kekuasaan tertinggi.

Itu sebabnya, dari Stalin, Mao Zedong, Jiang Zemin sampai Kim Jong-un, karena mereka tidak memiliki “rasa aman” lalu curiga, karena curiga lalu melakukan pembersihan.

Atas dasar pembersihan lalu membantai, karena pembantaian lalu merasa lebih tidak ada “rasa aman” lagi, maka operasional kekuasaan komunis memasuki sebuah lingkaran setan yang mematikan.

Hingga tahun 2011, biaya“Pemeliharaan Stabilitas” yang dipergunakan PKT sebagai alat penindasan domestik telah melampaui pengeluaran militer, hal tersebut cukup menjelaskan bahwa PKT dan rakyat sedang berada dalam situasi perang.

PKT berpendapat bahwa sumber daya yang dibutuhkan untuk menindas rakyat harus lebih banyak daripada sumber daya yang dibutuhkan untuk mempertahankan wilayah dan kedaulatan nasional terhadap serangan dari luar.

Begitu mesin pembantai milik partai komunis digerakkan, akan sulit untuk dihentikan.

Hanya bisa menggunakan pembantaian yang lebih besar dan menciptakan kengerian yang lebih heboh untuk mengintimidasi orang-orang agar tidak mengusut tanggung jawab atas pembantaian yang lalu.

Dalam ketakutan meskipun ketidakpuasan publik bisa ditekan untuk sementara, namun pada letupan berikutnya akan lebih dahsyat dan dengan demikian hal ini akan menyebabkan pembantaian yang lebih besar lagi.

Inilah kutukan iblis yang tidak dapat diuraikan oleh tirani partai komunis. (Lin/whs/asr)

Bersambung