“Ayah Baru Sadar Tertipu PKT Setelah Dibuatkan Rincian Harta Kekayaannya”

Oleh Hongshen

Epochtimes.id- Ini adalah cerita seorang bernama Hongshen yang sebelumnya memiliki tempat tinggal pribadi di Shanghai, Tiongkok. Hari berganti hari dan tahun berganti tahun, sehingga suatu ketika terjadi dialog antara dia dengan ayahnya, berikut lengkapnya :

Ayah saya yang sudah berusia 88 tahun sering mengkritik ketidakpuasan saya terhadap kondisi saat ini dengan mengambil conton membaiknya fasilitas perumahan yang diberikan pemerintah.

Kalimat favoritnya : Coba pikirkan, di masa lalu kita sekeluarga hanya bisa tinggal di dalam rumah reot yang luasnya hanya 20 meter persegi, dan sanitasinya pun sangat buruk.

Sedangkan sekarang kita sudah memiliki tempat tinggal yang dilengkapi 3 kamar dengan 2 ruangan. Sudah bagus sekali. Kalau bukan Partai Komunis, mana mungkin ini terjadi ? Orang harus memiliki rasa puas !

Keluarga kita berasal dari sebuah kampung di tepi Sungai Huangpu, Shanghai, Tiongkok yang mana daerah ini sekarang lebih dikenal dengan nama Nanwaitan (South Bund).

Sebelum “kemerdekaan”, daerah tersebut kumuh, selain sebagian penduduk menempati rumah shikumen (bangunan gaya Shanghai kuno), selebihnya bermukim di pondok berlantai dua yang umumnya sudah lusuh dan sempit. Tetapi kebanyak dari tempat tinggal di situ adalah milik (aset) pribadi-pribadi.

Pemda Shanghai bermaksud mengembangkan daerah Nanwaitan sehingga penduduk daerah itu direlokasikan ke pinggiran kota. Fasilitas rumah yang saya tinggali sekarang ini memiliki nilai pasar sekitar RMB. 5 juta karena membaiknya sejumlah fasilitas lingkungan.

Mengutip ucapan ayah : “5 juta ! Dari mana mendapatkannya ?” Oleh karena itu, ia tidak habis pikir mengapa saya masih saja terus mengeluh tanpa menggunakan perasaan.

Suatu hari, saya dengan tenang duduk di samping ayah sambil berbincang-bincang dengannya tentang ‘kekayaan ayah’. Ayah tercengang mendengarkan. Tatapi saya harus berhati-hati karena ia pernah mengalami stroke ringan …

Saya berkata : “Yah, Tahukah Anda berapa nilai per meter tempat tinggal lama kita ?” “Berapa ? “

“100 ribu (Renminbi)”

“Wah, 100 ribu. Betulkah ?

“Sepertinya masih akan naik lagi”

Setelah rumah lama kita diminta (dengan ganti rugi) pemerintah lalu dioper ke perusahaan pengembang yang kemudian digunakan untuk membangun sebuah gedung bertingkat 45 lantai.

45 X 20 meter persegi = 900 meter persegi. 900 X RMB 100.000 = RMB 90 juta

Menghitung sampai di sini, ayah mulai menunjukkan rasa tidak sabar. ia mengatakan : “Hitungan ini tidak berguna, bukan ? Dari mana uang sebesar itu kita peroleh ? Jangan lagi bicara 45 lantai, kalau bukan pemerintah yang membongkar, untuk membangun rumah berlantai 3 saja kita tidak mampu. Iya, memang sekarang berharga 100 ribu per meter, sudah naik 5 kali lipat, terus mau apa lagi ?”

Saya jelaskan bahwa meskipun rumah lama kita itu sudah lusuh, tetapi kalian memiliki hak atas tanahnya karena itu merupakan kekayaan kalian.

Kalau di Amerika Serikat, tidak ada orang pribadi, instansi swasta atau pemerintah yang dapat merampas hak itu. Bila saja perusahaan pengembang menginginkan tanah tersebut, harus dimusyawarahkan terlebih dahulu.

Perusahaan pengembang setelah memperoleh tanah tersebut kemudian mendirikan gedung bertingkat 45, luas tanah yang 20 meter persegi berubah menjadi 900 meter persegi. Kalau negosiasi dianggap berhasil, separohnya untuk Anda, atau setidaknya 1/3 untuk Anda.

Jika demikian kekayaan ayah sekarang tidak hanya 5 juta Yuan saja, sedikitnya juga 30 juta Yuan ! Inilah perbedaan dari pengambilalihan tanah warga dalam sistem pemerintahan kapitalisme dan sosialisme.

Ayah tercengang mendengarnya. Saat ini ia baru memahami hal mengembangkan ekonomi keluarga di dalam sistem pemerintahan yang berbeda. Betapa besarnya selisih nilai sebidang tanah kecil di ‘dunia’ yang berbeda.

Penjelasan ini membuat jiwanya terguncang, ia mulai mencerca partai komunis dan penyiar berita ketika menonton TV .

Saya menyesal telah membantu ‘merinci kekayaan’ ayah. memberikan saran untuk tidak menonton berita TV lewat acara ‘Xinwen Lianbo’ agar tidak menambah rasa kesal. Ia pikir betul juga. Sekarang ia lebih suka membuka saluran teater. (Sinatra/asr)

Sumber : Epochtimes.com