Gedung Putih Sesalkan Sikap Rusia Veto Penyelidikan Lanjutan Senjata Kimia Suriah

EpochTimesId – Gedung Putih menyesalkan keputusan Rusia untuk memveto resolusi yang disusun Amerika Serikat yang akan memperpanjang penyelidikan internasional mengenai siapa yang harus disalahkan atas serangan senjata kimia di Suriah. Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, menegaskan Trump tidak sejalan dengan sikap Rusia, walau tengah berusaha menjalin komunikasi politik dengan Putin.

“Kami berharap untuk bergerak maju, mereka ingin naik kapal dan bekerja sama dengan kami dalam hal ini. Tapi pada saat bersamaan, ini bukan sesuatu yang kami dukung terkait keputusan mereka,” kata Sanders, Jumat (17/11/2017) waktu Amerika.

Sanders juga mengatakan bahwa posisi Presiden Donald Trump mengenai masalah Suriah sangat jelas. Sikap Trump ditunjukkan dengan tindakannya pada bulan April, saat dia memerintahkan serangan terhadap sebuah pangkalan udara Suriah.

Serangan yang diperintahkan oleh Trump, karena informasi intelijen menentukan bahwa senjata pada pangkalan itu sudah dan akan digunakan dalam serangan senjata kimia.

“Saya pikir tindakan yang diambil presiden, khusus untuk senjata kimia, menunjukkan posisinya mengenai hal itu, dengan serangan di Suriah awal tahun ini,” sambung Sekretaris Media Gedung Putih itu.

Mandat untuk penyelidikan bersama oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), yang menemukan bahwa pemerintah Suriah menggunakan agen sarat obat terlarang jenis sarin dalam serangan 4 April. Penyelidikan akan berakhir pada 17 November.

Untuk diadopsi dan dilaksanakan, Resolusi PBB untuk penyelidikan lanjutan tersebut membutuhkan sembilan suara yang mendukung, dengan catatan tidak ada hak veto oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Inggris atau China.

Naskah rancangan AS menerima 11 suara yang mendukung, sementara Rusia dan Bolivia menentangnya. Kemudian, Tiongkok dan Mesir abstain. Sehingga, naskah yang akan memerintahkan penyelidikan lanjutan itu seharusnya bisa dilaksanakan.

Sayangnya, Rusia menggunakan hak veto untuk membatalkan kesepakatan Dewan Keamanan (DK) PBB itu.

Menjelang pemilihan oleh DK pada hari Kamis, Trump telah mendesak Dewan Keamanan di sebuah pos Twitter agar melanjutkan penyelidikan tersebut. Dengan mengatakan bahwa hal itu diperlukan untuk mencegah Assad menggunakan senjata kimia.

“Butuh dukungan semua anggota Dewan Keamanan PBB untuk memilih, guna melanjutkan Mekanisme Investigasi Bersama untuk Suriah guna memastikan bahwa Rezim Assad tidak melakukan pembunuhan massal dengan senjata kimia lagi,” ujar Donald J. Trump melalui akun Twitternya, @realDonaldTrump, pada 16 November 2017

Sementara Rusia menyetujui pembentukan Mekanisme Investigasi Bersama (JIM) 2015, pihaknya telah secara konsisten mempertanyakan temuan tim penyelidik. Penyelidikan menyimpulkan bahwa pemerintah Suriah menggunakan klorin sebagai senjata selama beberapa kali.

Selama 12 hari perjalanannya ke Asia, Trump mengatakan bahwa penurunan hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia telah membuat sulit untuk mendapatkan dukungan Moskow pada isu-isu strategis, seperti Korea Utara.

Trump mengatakan bahwa ‘penghalang buatan’ yang diciptakan oleh tudingan yang tidak terbukti, bahwa dia berkolusi dengan Rusia untuk memenangkan Pemilihan Presiden 2016. Isu Pilpres itu membuat Trump sulit untuk menjalin hubungan dengan Rusia.

“Saya menyebutnya ‘penghalang buatan Demokrat’. Ini menghalangi, sungguh memalukan,” kata Trump kepada wartawan di pesawat Air Force One pada 11 November 2017.

“Presiden Putin akan sangat membantu, akan sangat membantu jika saya memiliki Rusia dan Tiongkok di Korea Utara. Saya pikir itu akan menyelesaikannya, tapi portal buatan Demokrat ini menghalangi,” kata Trump.

Bagaimana pun juga, Trump dan Putin nampaknya sudah mulai menjalin komunikasi politik. Mereka bahkan mencapai kesepakatan di sela-sela konferensi APEC di Vietnam mengenai komunikasi militer di Suriah.

Kedua presiden mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa upaya-upaya yang saling bertentangan, seperti peningkatan komunikasi antara militer mereka, telah terbukti berhasil dan akan berlanjut sampai kelompok teror ISIS dikalahkan.

Dalam pernyataan bersama tersebut, para pemimpin juga menyatakan, “mendesak semua pihak Suriah untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik Jenewa dan untuk mendukung upaya untuk memastikan keberhasilannya.”

Menurut PBB lebih dari 400.000 orang telah terbunuh sejak konflik di Suriah dimulai pada tahun 2011. (waa)