Tiongkok Amerika Diam-Diam Bahas Senjata Nuklir Korut Pasca Rezim Kim Jong-un Runtuh

EpochTimesId – Seorang sumber media di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa dalam kunjungannya ke Tiongkok pada awal bulan ini, Presiden Donald Trump dan Xi Jinping telah membahas soal bagaimana menangani program senjata nuklir Korea Utara setelah rezim Kim Jong-un runtuh.

Pembahasan itu dilakukan sehubungan dengan penambahan tekanan kepada rezim Korea Utara, saat ini. Seperti dikutip dari NTDTV.com, Jumat (24/11/2017)

Yang menjadi perhatian masyarakat internasional sekaranga adalah, apakah Tiongkok dan AS akan bergabung untuk menyingkirkan rezim Kim Jong-un jika krisis nuklir Korea Utara akhirnya terjadi secara ekstrem?

Baru-baru ini, Utusan khusus pemerintah Tiongkok yang dikirim ke Korea Utara telah mengakhiri kunjungan dan kembali ke Beijing. Sementara ini, dunia luar menganggap bahwa Song Tao telah mengalami sambutan dingin di Korea Utara, selain itu juga gagal menemui Kim Jong-un.

Karena itu dunia luar percaya bahwa usaha Beijing untuk mencoba berkomunikasi dengan Pyongyang menyangkut senjata nuklir telah mengalami kegagalan. Dan AS segera memasukkan Korea Utara ke dalam daftar hitam Negara Pendukung Terorisme serta mendesak semua pihak untuk memberikan ‘tekanan penuh’ kepada negara itu.

Dalam situasi sensitif ini, media Korea Selatan ‘Chosun Ilbo’ mengutip tulisan kolumnis ‘Washington Post’ David Ignatius tentang ‘Rex Tillerson’s secret survival weapon’ (Senjata pertahanan rahasia Rex Tillerson) pada 21 November 2017. Media itu mengungkap, dalam masa kunjungan di Tiongkok, dialog tingkat tinggi rahasia antara AS dan Tiongkok tentang cara pengamanan senjata nuklir Korea Utara setelah rezim Kim Jong-un runtuh terus berlangsung.

Sebagai tanggapan atas ucapan Ignatius di atas, liputan media Korea Selatan itu lebih jauh menjelaskan bahwa masalah tersebut sepertinya telah didiskusikan antara Tillerson dan Yang Jiechi, rekan Tiongkok yang bertanggung jawab atas masalah diplomatik.

Namun, apakah topik tersebut dibahas langsung dalam diskusi antara Trump dan Xi Jinping, sejauh ini belum terungkap.

Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Amerika Serikat dan Korea Utara menjadi tegang. Hubungan antara Beijing dengan Pyongyang ikut terus-terusan memburuk, karena Kim Jong-un terus melakukan provokasi dengan uji coba nuklir.

Sedangkan topik yang kian ramai dibahas orang luar adalah apakah AS dan Tiongkok akan bekerjasama untuk memaksa Korea Utara tunduk, bahkan hingga bekerjasama membuat runtuhnya rezim Kim Jong-un?

Sebelumnya, New York Times mengungkapkan bahwa pada Juli lalu, Henry Kissinger telah menasihati orang-orang kunci dalam pemerintahan Trump seperti Tillerson dengan mengatakan, “Jika Tiongkok dan Amerika Serikat bisa bersepakat terlebih dahulu tentang situasi yang akan dialami pasca runtuhnya rezim Kim Jong-un, maka akan lebih banyak kesempatan untuk dipilih”.

Bahkan, pada awal pertengahan Oktober tahun ini, ahli keamanan Asia dari Heritage Foundation, Cheng Bin saat diwawancarai Associated Press telah memberikan analisanya. Dia mengatakan Beijing seharusnya sudah memiliki serangkaian rencana kontingensi militer untuk menghadapi krisis kekuasaan Kim Jong-un. Tiongkok akan mengerahkan kekuatan militer dan polisi bersenjata untuk menangani pengungsi Korea Utara dan kemungkinan perselisihan sipil di negara itu.

“Kita boleh berasumsi bahwa itu mungkin saja terjadi (ditempatkan di Korea Utara),” kata Cheng Bin. “Tapi sering kali situasinya adalah mereka yang tahu tidak mau berkomentar, sedangkan mereka yang berkomentar mungkin tidak tahu”.

Seorang profesor studi keamanan di Universitas Georgetown, Oriana Mastro kepada Associated Press mengatakan bahwa sekitar 85 persen fasilitas nuklir Korea Utara berada dalam jarak 100 Km dengan perbatasan dengan Tiongkok. Begitu kondisi ekstrim terjadi, pasukan khusus Tiongkok dapat dengan mudah menguasai basis-basis tersebut tanpa harus bentrok senjata dengan pasukan Korea Selatan dan AS.

Dekan Akademi Hubungan Internasional Universitas Peking, Jia Qingguo dalam wawancaranya dengan Associated Press juga mengatakan, “Untuk menangani kasus darurat, para pihak tentu sudah memiliki rencana mereka sendiri. Hanya saja jika mereka bertindak sendiri-sendiri, tidak berkomunikasi satu sama lain, bisa terjadi salah dalam memutuskan sehingga terjadi hal-hal yang tidak diperlukan seperti kemungkinan konflik militer dan sebagainya.”

Sebagai tanggapan, Associated Press mengutip pejabat AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa pihak Tiongkok masih enggan untuk secara terbuka mendiskusikan rencana untuk menghadapi krisis Korea Utara. Kondisi ini mungkin karena ingin menghindari kemarahan rezim Kim Jong-un.

Sebenarnya, saat Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat, Joseph Dunford mengunjungi Beijing beberapa waktu lalu telah menandatangani sebuah kesepakatan tentang rencana membentuk sebuah mekanisme dialog militer antara AS – Tiongkok. (Tang Di/Sinatra/waa)