Trump Akui Yerusalem sebagai Ibukota Israel dalam Keputusan Lama Tertunda

EpochTimesId – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dia juga mengatakan akan memindahkan kedutaan besar Amerika ke kota itu.

Trump mengatakan bahwa keputusan politiknya menandai dimulainya sebuah pendekatan baru untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina. Keputusan besar itu diumumkan oleh Trump pada 6 Desember 2017, waktu setempat.

Dia menggambarkan keputusan tersebut sebagai kebutusan yang ‘sudah lama tertunda’. Sebab, keputusan politik yang diambil didasarkan pada ‘pengakuan akan realitas’.

Sebab, Amerika Serikat diperintahkan berdasarkan undang-undang untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Perintah tersebut muncul setelah Kongres mengadopsi Undang-Undang Relokasi Kedutaan Yerusalem pada tahun 1995.

Presiden Donald Trump berdoa di Tembok Barat, Yerusalem pada 22 Mei 2017. (RONEN ZVULUN/AFP/Getty Images)

Presiden Bill Clinton, George W. Bush, dan Barack Obama menggunakan waivers atau permohonan keringanan setiap enam bulan sekali untuk menunda langkah tersebut. Mereka selama ini menggunakan alasan yang sama, yaitu kepentingan keamanan nasional.

“Setelah lebih dari dua dekade keringanan, kita sama sekali tidak mendekati kesepakatan damai yang langgeng,” kata Trump.

Trump bersumpah selama pemilihan presiden bahwa dia akan memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem. Dia sempat menandatangani serat keringanan untuk enam bulan pada bulan Juni. Namun, tidak menandatangani surat yang baru untuk enam bulan kedepan, yang seharusnya dilakukan pada awal pekan ini.

Undang-Undang yang dikenal dengan nama ‘The 1995 act’ itu telah memperluas dukungan bipartisan atau dari dua partai politik di Kongres Amerika Serikat. Tindakan tersebut ditegaskan kembali dengan suara bulat di Senat sekitar enam bulan yang lalu.

“Presiden sudah memiliki sikap yang jelas mengenai masalah ini, itu bukan masalah lagi. Tapi ini hanya masalah waktu,” kata wakil sekretaris pers Gedung Putih, Hogan Gidley pada 4 Desember 2017 lalu.

Trump mengatakan bahwa arsitek dan perencana akan segera dipekerjakan untuk memulai pekerjaan konstruksi pada lokasi kedutaan AS yang baru di Yerusalem. Namun, belum dijelaskan kapan pembangunan fasilitas dan sarana ditargetkan akan rampung sehingga semua pegawai kedutaan besar bisa beroperasi penuh di Yerusalem.

 

Israel pertama kali diakui sebagai negara yang berdaulat oleh Presiden Harry Truman pada tahun 1948. Namun, Amerika Serikat tidak pernah secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukotanya.

Trump mengatakan keputusan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota tidak mencerminkan perubahan posisi Amerika dalam perundingan damai antara Israel dan Palestina.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggambarkan 6 Desember sebagai ‘hari bersejarah’.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri sebuah pertemuan kabinet mingguan di Yerusalem pada 25 Desember 2016. (Dan Balilty/Pool photo via AP/The Epoch Times)

“Keputusan presiden merupakan langkah penting menuju perdamaian. Karena tidak ada perdamaian yang, jika tidak termasuk Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Dia juga meminta negara-negara lain untuk mengikuti langkah Amerika Serikat dan memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem.

Sedangkan Pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas juga mengatakan kepada Trump bahwa, “tidak ada negara Palestina tanpa Yerusalem Timur sebagai ibukotanya,” seperti dikutip dari The Times of Israel.

Abbas juga mengancam bahwa langkah tersebut akan berakibat pada proses perdamaian.

Trump mengatakan bahwa batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem tunduk pada negosiasi terakhir. Dia juga meminta status quo untuk tetap berlaku di Temple Mount, yang juga dikenal sebagai Haram al-Sharif.

Netanyahu mengatakan tidak akan ada perubahan status quo dan bahwa, “Israel akan selalu menjamin kebebasan beribadah untuk orang Yahudi, Kristen, dan Muslim.”

Trump mengatakan bahwa dia siap untuk mendukung solusi dua negara jika disetujui oleh para pihak.

“Yang terpenting, harapan kami adalah untuk perdamaian. Mari menenangkan diri, untuk bersikap moderat, dan dengan suara toleransi untuk menang atas pemasok kebencian,” sambung Trump.

Jared Kushner, penasihat Gedung Putih yang juga menantu presiden, telah melakukan perjalanan ke wilayah tersebut beberapa kali. Dia melakukannya saat bekerja dengan Palestina dan Israel dalam sebuah rencana perdamaian. (waa)