Trump Umumkan Kelompok Pelanggar HAM Pertama yang Membuat Pejabat PKT Gentar

EpochTimesId – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan daftar nama para pelanggar hak asasi manusia dan koruptor, pada 21 Desember 2017. Diantara nama itu terdapat nama Gao Yan yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Partai pada Akademi Sekolah Kepolisian Beijing.

Ini adalah daftar sanksi pertama setelah dikeluarkannya The Global Magnitsky Human Rights Accountability Act (Magnitsky Act) oleh Kongres AS melalui undang-undang pada bulan Desember tahun lalu.

Menurut sebuah pemberitahuan dari Departemen Keuangan AS, Gao Yan yang pada tahun 2014 menjabat direksi Biro Keamanan dan Ketertiban Publik di Distrik Chaoyang, Beijing, menginstruksikan penangkapan dan penahanan hingga mati aktivis HAM Tiongkok Cao Shunli.

Yan berwenang selain menolak kunjungan pengacara, juga menolak untuk memberikan perawatan kesehatan kepada Cao.

Teng Biao, salah seorang pemrakarsa Pusat Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Tiongkok juga sebagai pengacara HAM ternama pada saat wawancara mengatakan, efek simbolis dari daftar sanksi yang dikeluarkan Trump tersebut sangat besar.

Efek itu terutama terasa berat bagi pelanggar hak asasi manusia dan pejabat korup di daratan Tiongkok. Sehingga hal ini dapat menimbulkan kejutan yang tidak kecil bagi mereka.

Kebijakan baru Amerika itu akan mencegah Gao Yan masuk ke Amerika Serikat. Kekayaannya yang disimpan di AS juga akan dibekukan, serta dilarang melakukan transaksi bisnis di negeri Paman Sam.

Teng Biao mengharapkan lebih banyak daftar nama para pelanggar hak asasi manusia dari partai komunis Tiongkok dapat diumumkan di masa mendatang.

Teng Biao mengatakan bahwa di masa lalu, negara Barat memberikan tekanan yang kurang kuat terhadap pelanggar HAM Tiongkok. Demi bisnis dengan Tiongkok, negara-negara Barat mengesampingkan HAM dan demokrasi.

Magnitsky Act yang dikeluarkan AS menjadi instrumen hukum yang sangat efektif untuk membuat takut mereka-mereka yang melakukan pelanggaran HAM dan kurupsi. Selama ini, semua kutukan dan pernyataan yang dibuat oleh masyarakat internasional tidak efektif digunakan untuk menuntut individu mempertanggungjawabkan kejahatan yang ia buat.

Sehingga Magnitsky Act tersebut dianggap memiliki nilai penting.

Teng Biao juga menjelaskan bahwa daftar tersebut bukan kebijakan tersendiri.

“Dilihat dari laporan media AS dan tindakan yang diambil oleh negara-negara Barat dalam upayanya untuk memulai kampanye melawan PKT, kita mengetahui bahwa negara Barat sudah merasa prihatin atas perluasan kekuatan PKT secara global, dan keprihatinan mereka pada saatnya akan membentuk sebuah kebijakan nyata,” jelas Teng.

Seorang ahli bedah transplantasi ginjal Pakistan bernama Mukhtar Hamid Shah juga masuk daftar sanksi karena terlibat pengambilan ilegal dan menyelundupkan organ tubuh manusia.

Fakta menunjukkan bahwa pengambilan paksa organ manusia masih terjadi berulang kali di daratan Tiongkok. Bahkan PKT telah membentuk rantai industri untuk mengambil organ tubuh para praktisi Falun Gong dan narapidana agama dan kepercayaan tradisional lainnya (nurani).

Teng Biao mengatakan, daftar ini juga memberi efek gentar pada para pelakunya di Tiongkok. Masyarakat harus membantu dengan mengumpulkan bukti dan mengirimkan materi tersebut kepada pemerintah AS. Para penjahat tersebut akan dipublikasikan dan dituntut secara hukum.

Teng Biao menekankan bahwa meskipun para pelaku penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong atau narapidana nurani, tahanan politik di Tiongkok itu tidak memperdulikan adanya hukum hak asasi manusia internasional, atau Magnitsky Act. Tetapi para pelaku pelanggar HAM juga sudah melanggar hukum pidana Tiongkok, sehingga patut mendapatkan tuntutan hukum atas perbuatan mereka.

“Jika mereka bersedia menyerahkan diri dan mengambil inisiatif untuk mempertanggungjawabkan perbuatan, itu sudah merupakan langkah awal menuju penebusan dosa,” kata Teng Biao.

“Tapi masalahnya adalah bahwa penganiayaan ini bersifat kelembagaan, sistematis, Jadi mengharap mereka menyerahkan diri adalah hal yang kurang logis. Jalan terbuka yang ada di depan mereka hanya 2, yaitu menyerahkan diri, atau menerima sanksi.”

Teng Biao berharap dengan dilaksanakannya Magnitsky Act tersebut lebih banyak sanksi yang akan dikenakan kepada para pelanggar HAM dan koruptor. (EpochTimes/Guo Yaorong/Sinatra/waa)

4 COMMENTS