Amerika Edukasi dan Persiapkan Publik dalam Menghadapi Perang Nuklir

ErabaruNews – Sebuah Lembaga federal Amerika Serikat, Badan Pusat Kontrol Penyakit (CDC), menjadwalkan sebuah penjelasan dan simulasi tentang bagaimana masyarakat dapat mempersiapkan diri menghadapi perang nuklir.

“Ketika ledakan nuklir benar-benar terjadi, akan berdampak buruk dan akan ada waktu yang terbatas untuk melakukan langkah-langkah perlindungan kritis,” kata CDC dalam keterangan tertulis pada situs web-nya.

CDC adalah sebuah lembaga kesehatan masyarakat nasional Amerika Serikat dan agensi atau badan federal di bawah Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan.

Pemberitahuan tentang briefing yang dijadwalkan pada 16 Januari 2018 ini tampak menampilkan foto awan jamur. Keterangan tertulis juga mengatakan bahwa, perencanaan dan persiapan dapat mengurangi kematian dan penyakit jika terjadi dampak nuklir pada sebuah serangan.

“Berlindung dalam area tertutup selama setidaknya 24 jam adalah langkah penting untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi paparan radiasi,” sambung CDC dalam keterangan tertulisnya.

Sementara badan federal, negara bagian dan lokal akan memimpin upaya tanggapan darurat nuklir, program kesehatan masyarakat juga akan berperan. Oleh karena itu salah satu tujuan dari briefing tersebut, yang berjudul “Respon Kesehatan Masyarakat terhadap Detonasi Nuklir,” adalah menginformasikan program kesehatan masyarakat yang telah dilakukan untuk mempersiapkan diri menghadapi ledakan nuklir.

Pengumuman tersebut muncul setelah satu tahun meningkatnya ancaman nuklir dari pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Ancaman terakhir, dalam pidato tahun barunya Kim menyatakan bahwa dia dapat meluncurkan hulu ledak nuklir dengan sebuah tombol di meja kerjanya.

Sementara itu, pejabat AS mengatakan bahwa potensi sebuah serangan tidak mungkin terjadi. Otoritas manajemen darurat Hawaii telah merilis pedoman tanggapan dan tes sirene seluruh negara bagian, dan mulai beroperasi pada 1 Desember 2017.

“Seluruh daratan Amerika berada dalam jangkauan serangan nuklir kita, dan tombol nuklir ada di meja kantor saya sepanjang waktu,” kata Kim dalam pidatonya, menurut media pemerintah Korea Utara.

Kim mengklaim bahwa rezimnya dapat melakukan serangan senjata termonuklir yang sangat dahsyat. Dia menggambarkannya sebagai pencuri perang yang andal dan dapat diandalkan.

Presiden Trump menanggapi pada hari Selasa dengan berkicau di twitter, “Saya juga memiliki tombol Nuklir, tapi ini jauh lebih besar dan lebih kuat daripada dia, dan tombol saya (pasti) berfungsi!”

Dalam sambutannya, Kim mengatakan 2017 menandai satu tahun perjuangan heroik yang telah mendorongnya melangkah ke depan dalam upayanya untuk membangun sebuah negara sosialis yang kuat.

Ideologi perjuangan membuat perdamaian dengan Korea Utara tidak mungkin, kata analis intelijen.

Kepemimpinan Korea Utara terus-menerus membingkai bangsa itu sebagai perang tanpa henti dengan musuh-musuhnya yang membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Pengorbanan itu, baik berupa makanan atau kerja paksa dari masyarakat Korea Utara.

Amerika Serikat dan sekutunya pernah membom-bardir Korea Utara setelah kakek Jong-un, Kim Il Sung, menyerang Korea Selatan pada tahun 1950. Sejak saat itu, rezim tersebut telah menjadikan Amerika Serikat sebagai kambing hitam, untuk membenarkan kebijakan ‘songun’-nya, atau kebijakan ‘militer-pertama’, dan kontrol otoriternya atas rakyat Korea Utara.

Songun memprioritaskan kebutuhan militer atas semua urusan negara lainnya, termasuk memberi makan penduduk sipil.

“Kebijakan itu telah menjadi penghalang bagi perdamaian. Dengan rezim Korea Utara yang didukung oleh ancaman perang, setiap detente dengan Amerika Serikat menjadi ancaman terhadap legitimasi rezim,” ujar Yong Suk Lee, wakil direktur Pusat Misi Korea CIA, kepada mahasiswa dan wartawan di George Washington University pada 4 Oktober 2017.

Menurut Lee, Korea Utara adalah organisme politik yang tumbuh subur dalam konfrontasi.

“Salah satu hambatan besar untuk dialog adalah bahwa jika kita datang ke tempat yang baik, Korea Utara harus menjelaskan kepada rakyatnya bahwa ‘tiba-tiba kita berteman dengan Amerika Serikat.’ Korea Utara ada untuk menentang Amerika Serikat Negara-negara, jadi bagaimana Anda akan menjelaskan kepada penduduk Anda berapa pengorbanan terakhir Anda selama 60, 70 tahun. ”

Namun, Kim Jong-un juga meminta tetangganya, Korea Selatan untuk melakukan pembicaraan. Dia memerintahkan pejabat Korea Utara menelpon Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam dua tahun pada 3 Januari 2018. Sehingga kemungkinan eskalasi kini nyaris tidak mungkin terjadi.

Mantan diplomat dan kepala intelijen Korea Selatan, Rah Jong-yi, mengatakan Kim akan menggunakan setiap pembicaraan untuk mendorong Korea Selatan memberikan bantuan dan konsesi lainnya.

“Korea Utara tidak bisa bertahan dalam kedamaian. Rejim di Pyongyang hanya bisa terus bertahan pada tekanan dan konfrontasi dengan tetangganya. Perdamaian akan membuat Mr. Kim lengser,” ujar Rah Jong-yi.(waa)