Raksasa Konstruksi Inggris Bangkrut Setelah Beroperasi Selama 200 Tahun

ErabaruNews – Perusahaan konstruksi Inggris, Carillion memutuskan untuk menutupsemua usaha, Senin (16/1/2018). Raksasa konstruksi Inggris ini memutuskan untuk tutup setelah bank kehilangan kepercayaan pada perusahaan konstruksi dan jasa ini.

Bangkrutnya Carilion membuat ratusan proyek besar terbengkalai dan memaksa pemerintah untuk mengambil-alih dan menjamin sebagian besar proyek yang terancam mangkrak. Proyek-proyek yang diutamakan adalah layanan publik yang vital agar tetap berjalan, seperti dikutip dari The Epoch Times, Selasa (16/1/2018).

Carillion dipaksa melakukan likuidasi wajib setelah penundaan kontrak mahal dan kemerosotan dalam bisnis baru. Kondisi itu membuat pihak pemberi pinjaman meninggalkan perusahaan yang telah beroperasi setidaknya selama 200 tahun. Sehingga perusahaan harus menghadapi tumpukan utang yang menggelembung.

Kematian bisnis berusia ratusan tahun ini menimbulkan masalah besar bagi pemerintah Theresa May. Perdana Menteri Inggris itu sebelumnya mempercayakan pengerjaan 450 proyek kepada Carillion.

Proyek yang diberikan untuk Carillington termasuk pembangunan dan pemeliharaan rumah sakit penjara, kantor militer dan jalur kereta supercepat baru.

“Dalam beberapa hari ini kami tidak dapat menjamin pendanaan untuk mendukung rencana bisnis kami. Oleh karena itu dengan penyesalan yang paling dalam, kami telah sampai pada keputusan ini (tutup total),” kata Direktur Utama Carillington, Philip Green.

“Ini adalah hari yang sangat menyedihkan bagi Carillion, bagi rekan kerja, pemasok dan pelanggan yang telah kami banggakan selama bertahun-tahun,” sambung Green.

Perusahaan itu mempekerjakan 43.000 orang di seluruh dunia. Sebanyak 20.000 pekerja diantaranya bertugas di Inggris.

Carillion telah berjuang untuk bertahan hidup sejak Juli 2017. Ketika itu mereka mengungkapkan bahwa mereka kehilangan uang dari beberapa proyek dan telah mencatatkan nilai kerugian sebesar 845 juta poundsterling atau sekitar 1,16 miliar dolar AS.
Pemerintah juga kesulitan untuk menggelontorkan bantuan untuk perusahaan negara itu. Penolakan dan tekanan besar diberikan oleh pihak oposisi, baik dari Partai Buruh dan serikat pekerja.

Oposisi meminta May untuk tidak menggunakan uang rakyat dan uang pajak untuk menopang perusahaan gagal tersebut.

Carillion memiliki hutang dan kewajiban sebesar 1,5 miliar poundsterling kepada sejumlah kreditur. Mereka adalah bank RBS, Santander UK, HSBC, dan sejumlah pihak lainnya. Perusahaan juga menunggak dana pensiun, diantara kewajiban itu, sekitar 580 juta poundsterling diantaranya.

David Lidington, menteri yang bertanggung jawab atas Kantor Kabinet yang mengawasi pelaksanaan pemerintahan, mengatakan prioritas pertamanya adalah memastikan bahwa layanan publik terus berlanjut. Dia mendesak staf perusahaan untuk terus bekerja dan mengatakan bahwa pemerintah akan membayar gaji mereka.

Beberapa kontrak yang ditangani oleh Carillion akan diajukan kepada perusahaan lain penyedia layanan alternatif.

“Sangat disesalkan bahwa Carillion belum dapat menemukan pilihan pembiayaan yang sesuai dengan krediturnya namun pembayar pajak tidak dapat diharapkan untuk menyelamatkan perusahaan sektor swasta,” kata Lidington dalam sebuah pernyataan.

“Untuk kepastian layanan publik, semua karyawan harus terus bekerja, Anda akan terus mendapatkan bayaran. Staf yang terlibat dalam kontrak sektor publik tetap memiliki pekerjaan penting yang harus dilakukan,” sambungnya.

Juru Bicara serikat pekerja, Rebecca Long-Bailey meminta otoritas berwenang menggelar penyelidikan. Dia mempertanyaan, kenapa pemerintah terus memberikan kontrak kepada Carillion, saat perusahaan tersebut jelas-jelas sedang bermasalah.(waa)