Facebook Dituding Langgar Hukum Keuangan dan Iklan Pemilu

EpochTimesId – Otoritas pemilihan umum Seattle mengatakan bahwa Facebook Inc melanggar sebuah Undang-Undang Kota. UU yang dilanggar mewajibkan pengungkapan tentang siapa yang memasang iklan pemilihan umum (pemilu).

“Facebook harus mengungkapkan rincian tentang pengeluaran dalam pemilihan kota Seattle tahun lalu atau harus menghadapi hukuman,” ujar Wayne Barnett, direktur eksekutif Komisi Etika dan Pemilihan Seattle, dalam sebuah pernyataan, Senin (5/2/2018) seperti dikutip The Epoch Times dari Reuters.

Ancaman hukumannya adalah denda hingga 5.000 dolar AS (sekitar 65 juta rupiah) per pemesanan iklan. Barnett menambahkan bahwa dia akan mendiskusikan langkah selanjutnya minggu ini dengan pengacara negara kota Seattle.

Facebook sendiri mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya telah mengirimkan beberapa data kepada komisi tersebut.

“Facebook adalah pendukung transparansi dalam iklan politik. Sebagai tanggapan atas permintaan dari Komisi Etika dan Pemilihan Seattle, kami dapat memberikan informasi yang relevan,” kata Will Castleberry, salah seorang wakil presiden Facebook.

Namun, Barnett mengatakan bahwa respons Facebook tidak mendekati kewajiban publik mereka. Perusahaan itu sudah menyediakan jumlah pengeluaran parsial, namun bukan salinan iklan atau data tentang siapa yang menjadi target pembaca dari para pengiklan.

Sifat politik iklan online AS yang tidak diatur menarik perhatian tahun lalu. Isu itu mengemuka setelah Facebook menuduh sumber disinformasi terkait Rusia menggunakan nama palsu untuk membeli iklan di jejaring sosial tersebut.

Pegiklan dengan akun palsu itu mencoba mempengaruhi pemilih menjelang pemilihan presiden 2016. Namun, Moskow sudah membantah mencoba ikut campur dalam pemilihan presiden AS.

Facebook mengatakan sebagian besar iklan tersebut tidak menyebutkan Hillary Clinton atau Donald Trump. Namun, pengiklan berfokus pada isu-isu yang memecah belah seperti imigrasi, kontrol senjata, dan hak-hak gay.

Membeli iklan pemilihan online membutuhkan lebih dari sekedar kartu kredit. Undang-undang federal saat ini tidak memaksa penjual iklan online seperti Facebook dan Alphabet Inc. serta Google dan YouTube untuk mengungkapkan identitas pemasang.

Peraturan perundang-undangan tersebut sedang menunggu peraturan federal yang mengatur iklan politik di televisi dan radio untuk meliputi iklan internet. Walau demikian, Firma teknologi telah mengumumkan rencana untuk secara sukarela mengungkapkan beberapa data.

Chief Executive Facebook, Mark Zuckerberg mengatakan pada bulan September lalu bahwa perusahaannya akan menciptakan standar baru untuk transparansi dalam iklan politik online.

Landasan hukum dari tudingan Seattle sendiri adalah undang-undang 1977 yang mewajibkan perusahaan yang menjual iklan pemilihan, seperti stasiun radio, untuk memelihara buku publik yang menunjukkan nama siapa yang memasang iklan, pembayaran serta sifat dan tingkat layanan periklanan yang sebenarnya.

Undang-undang tersebut tidak diberlakukan terhadap perusahaan teknologi sampai sebuah surat kabar lokal, The Stranger, menerbitkan sebuah berita di bulan Desember 2018 setelah tuduhan Rusia.

Seattle mengirim surat ke Facebook dan Google, meminta mereka untuk menyediakan data yang belum diserahkan. Kedua pihak juga telah melakukan pembicaraan, dan bulan lalu karyawan Facebook bertemu langsung dengan staf komisi.

“Kami memberi waktu kepada Facebook untuk mematuhi undang-undang ini,” kata Barnett.

Sementara itu, raksasa internet lainnya, Google, telah meminta lebih banyak waktu untuk memenuhi permintaan yang sama.

Pakar hukum mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya upaya pengaturan serupa oleh lokasi atau negara bagian AS.

“Mengingat publisitas negatif seputar kegagalan Facebook untuk memberikan transparansi yang memadai dalam pilpres 2016, saya akan terkejut jika mereka mencoba untuk menantang undang-undang ini,” kata Brendan Fischer dari Campaign Legal Centre, sebuah lembaga nirlaba yang fokus mengamati peraturan kampanye keuangan. (The Epoch Times/waa)