Negara-negara Afrika Harus Hindari Kehilangan Kedaulatan karena Utang pada Tiongkok

ADDIS ABABA – Sekretaris Negara AS Rex Tillerson mengatakan pada 8 Maret bahwa negara-negara Afrika harus berhati-hati untuk tidak kehilangan kedaulatan mereka saat mereka menerima pinjaman dari Tiongkok, mitra dagang terbesar benua tersebut.

Tillerson menggunakan perjalanan diplomatik pertamanya ke benua tersebut untuk mendukung aliansi keamanan di benua yang terus beralih ke Beijing untuk mendapatkan bantuan dan perdagangan.

“Kami sama sekali tidak berusaha untuk menahan dolar Tiongkok dari Afrika,” kata Tillerson dalam sebuah konferensi pers di ibukota Ethiopia. “Adalah penting bahwa negara-negara Afrika dengan hati-hati mempertimbangkan persyaratan kesepakatan tersebut dan tidak kehilangan kedaulatan mereka.”

Amerika Serikat adalah pendonor bantuan utama ke Afrika namun Tiongkok melampauinya sebagai mitra dagang pada tahun 2009. Beijing telah memompa miliaran ke dalam proyek-proyek infrastruktur, meskipun para kritikus mengatakan bahwa penggunaan perusahaan-perusahaan dan tenaga kerja Tiongkok mengurangi nilai mereka.

Tillerson mengatakan bahwa investasi Tiongkok “tidak membawa penciptaan lapangan kerja yang signifikan secara lokal” dan mengkritik bagaimana Beijing merancang pinjaman-pinjaman untuk pemerintah Afrika.

bantuan tiongkok yang mengkhawatirkan
Karyawan Tiongkok dari perkeretaapian baru yang akan menghubungkan Addis Ababa ke Djibouti difoto di depan kereta Ethiopia buatan Tiongkok di Addis Ababa pada tanggal 24 September 2016. (Zacharias Abubeker / AFP / Getty Images)

Jika suatu pemerintah menerima pinjaman Tiongkok dan “mendapat masalah,” hal itu dapat “kehilangan kendali atas infrastrukturnya sendiri atau sumber-sumber dayanya sendiri melalui kegagalan melunasi pinjaman,” ungkapnya.

Menurut sebuah penilaian yang baru saja dirilis mengenai proyek infrastruktur One Belt, One Road (OBOR) dari Tiongkok, dimana beberapa negara Afrika akan berpartisipasi,  oleh Center for Global Development yang berpusat di AS, hampir 82 persen dari pinjaman luar Djibouti adalah utang pada Tiongkok. Djibouti juga tercatat di antara delapan negara berisiko tinggi mengalami tekanan karena pendanaan OBOR di masa depan.

Pinjaman Tiongkok yang berkembang ke benua tersebut juga menarik kritik dari beberapa orang Afrika, yang mengatakan bahwa agenda Tiongkok adalah untuk memberi makan memenuhi nafsu makannya dengan bahan-bahan mentah Afrika seperti minyak, kayu, dan mineral-mineral hasil tambang, serta kontrak-kontrak yang aman bagi perusahaannya.

Banyak pemerintah Afrika menikmati hubungan dekat dengan Washington dan Beijing. Kenya, misalnya, telah meresmikan sebuah kereta api senilai $3,2 miliar yang didanai oleh rezim Tiongkok tahun lalu. Selama tiga tahun terakhir, Kenya telah menerima lebih dari $100 juta per tahun atas bantuan keamanan AS.

Ketika ditanya tentang kritik Tillerson terhadap pendekatan Tiongkok di benua tersebut, menteri luar negeri Kenya Monica Juma mengatakan, “Negara ini terlibat dengan mitra dari seluruh dunia yang didorong oleh kepentingan kami sendiri dan untuk nilai kami sendiri.”

‘Kontrak Buram’

Tillerson tiba di Ethiopia, negara berpenduduk paling padat kedua di Afrika, pada tanggal 7 Maret dan mengunjungi markas besar Uni Afrika keesokan harinya. Komplek tersebut didanai dan dibangun oleh rezim Tiongkok dan dipandang sebagai simbol dorongan Beijing demi memperoleh pengaruh dan akses terhadap sumber-sumber daya alam benua tersebut.

Surat kabar Prancis Le Monde melaporkan pada bulan Januari bahwa orang-orang Tiongkok telah mengganggu komplek tersebut dan diam-diam memindahkan data dari computer-komputer ke server di Shanghai.

Ethiopia adalah rumah bagi beberapa investasi terbesar di Beijing, mulai dari perkeretaapian ke Djibouti yang dibuka tahun lalu hingga pabrik-pabrik dan kawasan-kawasan industri.

Awal pekan ini, Tillerson mengkritik “pendekatan Tiongkok” ke Afrika yang menurutnya mendorong ketergantungan melalui “kontrak-kontrak buram” dan “praktik-praktik pinjaman ganas yang bersifat memangsa.”

Perdana Menteri Ethiopia mengundurkan diri tiba-tiba bulan lalu dan keadaan darurat diberlakukan namun demonstrasi di wilayah Oromia yang bergolak terus berlanjut.

Sekretaris negara tersebut telah bertemu Hailemariam Desalegn, yang mengundurkan diri sebagai perdana menteri namun masih bertindak dalam jabatan tersebut menunggu penggantinya. Rincian diskusi mereka tidak dirilis.

konsep one belt one road yang meragukan
Sekretaris Negara A.S. Rex Tillerson bertemu dengan Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn di Addis Ababa, Ethiopia pada tanggal 8 Maret 2018. (Jonathan Ernst / Reuters)

Tillerson mengatakan setelah bertemu dengan rekannya dari Ethiopia, Workneh Gebeyehu, bahwa jawaban atas kekacauan politik di Ethiopia adalah kebebasan yang lebih besar.

“Adalah penting agar negara tersebut bergerak melewati keadaan darurat secepat mungkin,” katanya.

Tillerson mengulangi seruan sebelumnya untuk negara-negara Afrika untuk memutuskan hubungan dengan Korea Utara.

Korea Utara memiliki lebih dari selusin kedutaan besar di benua tersebut. Pemerintahan Trump mengatakan bahwa Pyongyang mendapatkan mata uang yang keras dari kesepakatan-kesepakatan persenjataan dengan pemerintahan negara-negara Afrika dan perdagangan bagian-bagian satwa liar dari Afrika.

Tillerson dijadwalkan terbang ke Djibouti, menjadi tuan rumah pangkalan militer yang dimiliki oleh AS, Tiongkok, Jepang, Prancis, dan Italia.

Dia kemudian akan mengunjungi Kenya, sekutu penting AS dalam perang melawan militan al-Shabaab di Somalia, sebelum melakukan perjalanan ke Chad dan Nigeria, yang juga berjuang untuk menahan para teroris. (ran)

Dari Reuters. Anggota staf Epoch Times Annie Wu memberikan kontribusi untuk laporan ini.

Rekomendasi video :

https://www.youtube.com/watch?v=0x2fRjqhmTA&t=27s

ErabaruNews