Wawancara dengan Kolumnis (7) : Perusakan Keluarga Adalah Jalan Pertama Komunis Menghancurkan Norma Tradisi

Setahun yang baru saja berlalu, baik di Amerika Serikat, di Tiongkok, maupun di seluruh dunia telah terjadi banyak peristiwa besar, bagaimana memahami berbagai peristiwa yang rumit dan simpang siur itu?

Bagaimana pula kita harus bersikap menghadapi tahun 2018? Mengapa kita hari ini berada di dalam aliran arus sejarah yang berkepanjangan ini?

Pada malam Natal yang belum lama berlalu, kami mengundang secara khusus Profesor Zhang dari New York, Amerika Serikat, untuk hadir dalam acara dengar audiens akhir tahun stasiun radio Sound of Hope dan berinteraksi dengan 400 orang peserta.

Berikut sambungan wawancara khusus dengan Profesor Zhang Tianliang (selanjutnya disingkat: Zhang)

Penulis kolumnis Zhang Tianliang (Sound of Hope)

Reporter Xin Tian: Profesor Zhang, mengenai Gerakan Feminis, umumnya orang beranggapan gerakan feminis adalah manifestasi dari kemajuan masyarakat, mengapa Anda berpendapat bahwa gerakan itu telah disusupi oleh komunisme?

Prof Zhang Tianliang: Sebenarnya dalam keluarga tradisional dulu, antara pria dengan wanita tidak seperti yang dipropagandakan oleh gerakan feminis yang dikatakan bagaimana pria menindas dan menekan wanita, tidak demikian, dulu pria sangat sayang istri, juga tahu bagaimana merawatnya, dua orang berjanji hidup berdampingan seumur hidup, dan itu adalah keluarga anugerah Tuhan.

Keluarga yang tradisional adalah tempat pertama seseorang mengenal agama kepercayaan dan norma-norma tradisi.

Seseorang di dunia ini harus belajar cinta kasih, dari manakah ia merasakan cinta kasih? Dari manakah ia memahami apa itu cinta kasih? Dari keluarganya, yang pertama adalah cinta kasih orang tuanya, dan dari saudara saudarinya, sesungguhnya ia tidak hanya belajar, ia juga menerapkan hal ini setiap harinya.

Dan di saat ia menerapkannya, ia tahu bahwa inilah cinta kasih, bagaimana seharusnya ia memperlakukan orang lain, maka di masyarakat ini ia akan menerapkan cinta kasih yang dipelajarinya pada orang lain, jadi keluarga adalah sekolah yang pertama, orangtua adalah guru yang pertama, juga merupakan salah satu mata rantai yang teramat penting dalam hal mengajarkan nilai-nilai tradisional.

Itulah mengapa kaum komunis berniat menghancurkan keluarga, di dalam “Manifesto Komunis” pun Marx tanpa ragu menyebutkan berniat menghancurkan keluarga, dan ini adalah jalan pertama yang ditempuhnya untuk menghancurkan norma tradisi di tengah umat manusia.

Di dalam keluarga ada seorang pria dan seorang wanita, dulunya pria memberi nafkah pada wanita, dan wanita membesarkan dan mendidik anak-anak bersamanya, wanita tidak sesederhana hanya melakukan pekerjaan rumah tangga semata, wanita sesungguhnya membina moral dan pekerti anak-anaknya.

Sebenarnya pekerjaan mendidik anak-anak sangat melelahkan, adalah pekerjaan penuh waktu 24 jam sehari tanpa henti.

Lalu para kaum wanita ini, dalam proses mewarisi budaya keluarga, sekaligus mewariskan nilai tradisi dan wujud masyarakat tradisional seperti ini, mewariskannya pada generasi berikutnya.

Sementara itu penganut feminis justru membuat wanita meninggalkan keluarga, dan menganggap dirinya didiskriminasi dan harus melawan, harus menentang dan lain-lain. Mendatangkan perceraian, aborsi dan lain sebagainya, keluarga adalah sebuah sel masyarakat. Ketika keluarga tercerai berai, maka akan tercerai berai pulalah masyarakat ini.

Maka ketika kaum feminis mempropagandakan hal ini, banyak keluarga di masa itu telah berubah menjadi keluarga orangtua tunggal atau single parent.

Partai komunis lagi-lagi dengan melalui memanfaatkan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk membuat Anda merasa keluarga seperti ini adalah normal.

Di dalam “Alkitab” disebutkan, Tuhan melihat Adam sangat kesepian, maka diciptakanlah seorang istri baginya, inilah keluarga yang dibentuk oleh seorang pria dan seorang wanita. Ini adalah wujud keluarga yang diberikan oleh Tuhan bagi manusia.

Saat Anda merusak wujud ideal ini, maka sebenarnya Anda telah menjauhi ajaran Tuhan. Jadi ketika kita melihat banyak hal, kita merasa sepertinya hal itu bukan masalah besar, saya hanya melihatnya dari sudut pandang orang beragama, berangkat dari nilai universal tradisional atau dari norma agama, Anda akan mendapati, banyak hal yang disebarluaskan di tengah masyarakat ini sebenarnya telah melenceng dari nilai-nilai tradisi. (SUD/WHS/asr)

Bersambung

Baca juga : Wawancara dengan Seorang Kolumnis : Tiga Memori Bersama dari Bangsa-bangsa yang Berbeda (Bagian 1-2)

Baca juga : Wawancara dengan Kolumnis (3) : Tiga Sektor di Barat yang Terpenetrasi Aliran Kiri

Baca juga : Wawancara dengan Kolumnis (4) : Tiga Sektor di Barat yang Terpenetrasi Aliran Kiri

Baca juga : Wawancara dengan seorang kolumnis (5): Mengapa Hanya Peradaban Tionghoa yang Tersisa Setelah “Banjir Besar”?

Baca juga : Wawancara dengan Seorang Kolumnis (6) : Paham Komunis Telah Menyusup ke Seluruh Dunia