Trump Ubah Aturan Main Semenanjung Korut

Xia Xiaoqiang

Presiden AS Donald Trump telah menerima undangan dari pemimpin Korut Kim Jong-Un, berencana untuk bertatap muka sebelum akhir bulan Mei tahun ini. Apabila rencana ini terwujud, bisa dikatakan akan mengubah aturan main di Semenanjung Korea yang telah berlangsung bertahun-tahun.

PKT dan Korut adalah rezim komunis yang tinggal beberapa gelintir yang masih eksis di dunia hingga saat ini, keduanya memiliki ideologi dan sasaran revolusi yang sejalan : Kim Jong-Un ingin menyatukan seluruh Semenanjung Korea dengan mengembangkan senjata nuklir, dan menjadikan seluruh Semenanjung Korea menjadi komunis; ini sangat mirip dengan ideologi dan revolusi  komunis yang dikobarkan ke seluruh dunia, juga merupakan bagian dari rencana PKT untuk menggulingkan dunia liberal dan memusnahkan umat manusia.

PKT pernah menghabiskan dana raksasa dan mengorbankan ratusan ribu nyawa prajurit Tiongkok untuk mendukung Korut, mentolerir kejahatan dan pemerasan oleh Korut, alasan mendasarnya adalah: Oleh karena Korut merupakan garis pertahanan terakhir rezim komunis dalam melawan dunia bebas, juga merupakan alat bagi Beijing untuk mengalihkan perhatian dari krisis rezimnya di saat darurat.

Di belakang Korut ada PKT dan Rusia, “sandera” Korut adalah Korsel dan Jepang. Krisis di Semenanjung Korea pada dasarnya adalah permainan politik antara Amerika, RRT, Korea Utara, Rusia, Korea Selatan dan Jepang. Aturan main sejak era tahun 90an abad lalu selalu didominasi oleh Beijing sebagai penengah dalam melakukan “perundingan”, PKT dan Korut pun terus berduet memainkan sandiwara dan berhasil mempermainkan AS serta masyarakat internasional.

Hasilnya adalah, menghadapi pemerasan nuklir yang dilakukan mulai dari Kim Jong-Il sampai Kim Jong-Un selama bertahun-tahun, AS maupun internasional telah berkali-kali melakukan perundingan dan sanksi ekonomi namun tidak satu pun membuahkan hasil, karena hampir setiap sanksi ekonomi, tidak pernah bisa benar-benar memutus suplai Beijing pada Korut secara diam-diam.

Akan tetapi, sejak Trump menjabat sebagai presiden Amerika, perlawanan terhadap paham komunis dan orientasi politik adalah kembali ke tradisi, telah berpengaruh dan mengubah situasi politik dunia. Aturan main dan arah tren terhadap Semenanjung Korea sebelumnya juga akan mengalami perubahan.

Dilihat dari informasi kemungkinan akan terwujudnya pertemuan langsung Trump dengan Kim Jong-Un juga menunjukkan pada dunia salah tafsir selama ini terhadap Kim Jong-Un yang dianggap “orang gila” yang menggelikan. Selama jangka waktu lama, Kim Jong-Un terus menciptakan citra palsu dirinya pada dunia sehingga dianggap orang gila yang kehilangan akal sehat. Sebaliknya, Kim Jong-Un justru sedang beraksi di balik “kegilaannya”, yang sebenarnya semua itu melalui pertimbangan politik yang terinci.

Bagi Kim Jong-Un, terus melakukan uji coba nuklir dan meluncurkan rudal menciptakan ketegangan dan keretakan antara RRT dengan Korsel dan Amerika, adalah cara yang mutlak ditempuh oleh rezim keluarga Kim. Dengan cara ini memaksa AS untuk menekan PKT.

Di tengah pertikaian politik antar negara, Kim Jong-Un terus menerus menguji ambang batas masing-masing negara untuk mencari titik imbang. Apa pun kemungkinan hasil pertemuan Trump dengan Kim Jong-Un kali ini, setidaknya untuk beberapa saat Kim Jong-Un telah meredakan sasaran dari sanksi yang diberlakukan.

Timbulnya situasi ini di Semenanjung Korea, terutama adalah berkat Trump. Tidak seperti para politisi pendahulunya yang kerap membuat pertimbangan mengutamakan kepentingan politik pribadi, Trump memiliki rasa tanggung jawab yang kuat dalam mengemban tugas sebagai presiden AS untuk membuat AS menjadi lebih besar dan kuat lagi dalam melawan komunisme dan kembali ke tradisi. Oleh karena itu, situasi di Semenanjung Korea kali ini mungkin akan mengalami perubahan yang konkrit.

Walaupun mengingat penipuan dan pengecohan oleh rezim Kim Jong-Un selama bertahun-tahun terhadap masyarakat internasional, pihak luar memiliki harapan tertentu terhadap pertemuan Trump dengan Kim, namun tidak sepenuhnya optimis, dan khawatir AS tetap akan menjadi sasaran tipuan strategi Kim Jong-Un.

Namun tanda-tanda bahwa Pertemuan Puncak Trum-Kim sedang dipersiapkan ialah, Menlu Korut Ri Yong-ho pada hari Kamis (15/03) lalu setelah pesawat yang ditumpanginya transit di Beijing, pada pukul 6:15 petang waktu setempat ia tiba di Stockholm ibu kota Swedia, guna mulai mempersiapkan kontaknya dengan personal Deplu Swedia yang berstatus sebagai Negara Perwalian Kepentingan Diplomatik bagi AS.

Kalangan diplomatik pada umumnya beranggapan, perjalanan Ri Yong-ho kali ini ke Eropa Utara adalah untuk melicinkan jalan bagi summit Trump-Kim.

Senator senior AS yakni Jim Rich belum lama ini saat diwawancara oleh VoA mengatakan, “Pemimpin Korut Kim Jong-Un harus menyadari, Presiden Trump adalah seseorang yang sangat berbeda dengan presiden sebelumnya, ia akan tetap kukuh membela AS dan melindungi sekutu Amerika berikut rakyatnya. Trump bukan Obama.”

Senator senior lainnya Lindsey Graham menulis di akun Twitter, memperingatkan langsung pada Kim Jong-Un, jika ingin ‘bertemu langsung’ dengan Trump dan ‘mempermainkan Trump’, tidak akan berakibat baik bagi Kim. “Jika Kim melakukan seperti itu, maka Kim dan rezimnya akan berakhir.”

Trump akan bertemu dengan Kim Jong-Un, melontarkan sinyal yang paling krusial dan sangat esensi: orientasi situasi di Semenanjung Korea akan mengalami kemungkinan yang sangat diharapkan: Beijing mungkin secara perlahan dan akhirnya kehilangan kendali terhadap Korut, ini menandakan PKT akan kehilangan sebuah alat untuk melawan AS dan dunia bebas, hal ini akan menjadi pukulan keras bagi rezim RRT. (SUD/WHS/asr)