Kim Jong-un Takut dan Bimbang hingga Makin Jarang Tampil di Depan Umum

EpochTimesId – Sejak Presiden Trump mengiyakan ajakan Kim Jong-un untuk bertemu, situasi di Semenanjung Korea mengalami perubahan cukup dramatis. Menghadapi jawaban spontanitas Trump itu, Kim Jong-un justru terdiam dan semakin jarang tampil di depan umum.

Beberapa analis percaya bahwa Kim Jong-un mungkin berada dalam keadaan bimbang. Karena jika ia tidak meninggalkan program nuklirnya, maka serangan militer AS sudah menanti.

Tetapi, bila meninggalkan program nuklir apakah dia tidak akan bernasib sama seperti Muammar Gaddafi atau Saddam Hussein?

Media Korea Selatan ‘Chosun Ilbo’ pada 22 Maret 2018 memberitakan bahwa rasa takut yang dihadapi Korea Utara tercermin pada keberadaan Kim Jong-un. Sejak bertemu dengan delegasi Korea Selatan tanggal 5 Maret, Kim Jong-un sudah lebih dari 2 pekan tidak muncul di depan umum.

Dari awal tahun hingga 21 Maret ini Kim baru 11 kali terlibat dalam kegiatan yang terbuka. Hanya sepertiga dari tingkat agenda terbuka tahun-tahun sebelumnya. Jadi ini adalah rekor terendah bagi Kim sejak ia berkuasa, dan area kegiatannya juga hanya terbatas di sekitar Pyongyang.

Di bawah tekanan berat sanksi masyarakat internasional, Jing-un juga menghadapi ancaman serangan militer AS dengan operasi pemenggalan kepala. Itu membuat agenda eksternal Kim Jong-un menurun secara signifikan sejak tahun lalu.

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Media ekonomi Jepang ‘Nihon Keizai Shinbun’ pada 28 Desember tahun lalu melaporkan bahwa akibat takut operasi pemenggalan kepala yang dilakukan bersama oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat, jumlah kegiatan eksternal Kim Jong-un yang dilaporkan media menurun sekitar 30 persen dibandingkan dengan tahun 2016 dan 2015.

Laporan media tersebut menyebutkan bahwa dia menghindari kegiatan yang berpotensi tertangkap satelit pengintai milik AS. Kim Jong-un memilih melakukan kegiatan pada dini hari.

Selain itu, dia juga tidak pergi dengan menggunakan mobil dinas Mercedes Benz. Dia lebih memilih berkendara menggunakan Lexus yang ia berikan sebagai kado kepada pejabatnya.

Sejak tahun ini, Kim Jong-un membuka tangan tanda damai kepada Korea Selatan dan Amerika Serikat. Dia secara aktif mengusulkan keinginan untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin.

Korea Utara juga kemudian mengajak AS berdialog langsung. Pandangan mayoritas menunjukkan bahwa Kim Jong-un benar-benar sudah merasa takut, oleh karena itu ia ingin menemukan terobosan melalui dialog.

Akibat sering tertipu oleh Korea Utara, Amerika Serikat telah berulang kali menekankan bahwa pihaknya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Walaupun pertemuan puncak sudah disetujui, tetapi AS tidak akan mengendurkan sedikitpun tekanan maksimum kepada Korea Utara.

Masyarakat luas percaya, jika pertemuan puncak kali ini tidak dapat membuat Kim meninggalkan senjata nuklir, sangat mungkin AS akan melakukan serangan militer ke Korea Utara. Serangan dinilai sangat penting guna mematahkan ancaman serangan nuklir terhadapnya.

Jika Kim Jong-un tidak meninggalkan program senjata nuklir, ia dan Korea Utara akan menghadapi ancaman serangan militer AS. Serangan itu menjadi salah satu penyebab ketakutan Jong-un.

Menlu Korea Utara, Ri Yong-ho pada bulan Januari lalu telah menulis surat kepada Sekjen PBB, Guterres, untuk meminta bantuan PBB menghentikan provokasi perang nuklir dari Amerika Serikat.

Kim Jong-un baru-baru ini juga mengirim Menlu Ri Yonghao ke Swedia, dan Choe Kang-il ke Finlandia. Mereka diutus untuk melakukan kontak dengan pejabat AS.

Analisis dunia luar meyakini Korea Utara ingin menjajaki kehendak Amerika Serikat.

‘Chosun Ilbo’ mengutip pandangan beberapa pakar internasional bahwa Kim sebenarnya tidak ingin meninggalkan program nuklir. Dia takut akan bernasib apes, sama seperti Gaddafi atau Saddam Hussein, jika tidak memiliki senjata nuklir.

‘Chosul Ilbo’ mengutip ucapan seorang mantan pejabat intelijen Korea Selatan, yang melaporkan bahwa dia menyadari sanksi berat masih terus diberlakukan oleh Trump meskipun sudah bersedia hadir di KTT. Kondisi ini membuat Kim Jong-un berpikir lebih jauh, jangan-jangan Korea Utara akan dijadikan Irak kedua.

Seorang anggota Parlemen Eropa memimpin delegasi dialog rahasia dengan pejabat Korea Utara sebanyak 14 kali dalam 3 tahun terakhir. Pada 20 Maret Dia mengatakan, “Setiap kali saya mengusulkan denuklirisasi, pikiran pejabat Korea Utara akan langsung mengkaitkan dengan nasib tragis yang dialami Gaddafi dan Saddam Hussein.”

Mereka selalu bertanya kepada saya, “Tidakkah anda melihat Qaddafi pernah memiliki senjata nuklir, tetapi (setelah melepas program nuklir) ia juga diperlakukan seburuk itu?” (Hong Mei/ET/Sinatra/waa)