Rejim Tiongkok Ancam Hapus Amerika Serikat dari WTO

Dalam menampilkan permusuhan, rezim yang tidak pernah mengikuti aturan WTO dalam 17 tahun ingin menggulingkan pendiri organisasi tersebut

Ketika Presiden Donald Trump mengumumkan tarif dan sanksi yang ditujukan untuk menyeimbangkan kembali perdagangan AS-Tiongkok, media corong rezim Tiongkok menerbitkan sebuah opini yang mengatakan bahwa Tiongkok harus “menghapus Amerika Serikat” dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai pembalasan. Artikel-artikel provokatif tersebut tidak hanya menampilkan kebencian terhadap Amerika Serikat yang ditemukan di antara beberapa di dalam birokrasi rezim, tetapi juga kurangnya pemahaman mereka tentang sifat WTO, kata para pengamat.

“[Tiongkok] harus mengambil tindakan lebih berani, seperti mempertimbangkan langkah hukum untuk kemungkinan menghapus AS dari badan dunia [WTO] karena menghasut perselisihan perdagangan berkali-kali dengan melanggar aturan WTO,” tulis Mei Xinyu, seorang peneliti di Kementerian Perdagangan Republik Rakyat Tiongkok.

Penggalan tanggal 23 Maret diterbitkan sebagai “opini” oleh China Daily, surat kabar berbahasa Inggris yang merupakan corong bagi Partai Komunis Tiongkok dan dikendalikan oleh Kantor Informasi Dewan Negara, sebuah kepanjangan tangan propaganda rezim Tiongkok.

Mei juga mengatakan bahwa Tiongkok seharusnya tidak terkungkung pada mekanisme penyelesaian perselisihan WTO tersebut dalam pembalasannya atas sanksi perdagangan AS terhadap Tiongkok, dan bahwa upaya untuk mengusir Amerika Serikat dari WTO dapat memaksa negara tersebut untuk “melatih pengekangan diri.”

WTO saat ini tidak memiliki mekanisme untuk menghapus atau mengusir negara anggota. Organisasi antar pemerintah tersebut bertanggung jawab untuk pengaturan perdagangan barang, jasa, dan kekayaan intelektual di antara 164 anggotanya. Amerika Serikat memainkan peran penting dalam pembentukan WTO tersebut pada tahun 1995, begitu juga, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Perjanjian Umum tentang Tarip dan Perdagangan, pada tahun 1948.

Para pengamat mengatakan bahwa artikel yang diterbitkan oleh surat kabar propaganda bahasa Inggris rezim Tiongkok tersebut mencerminkan pemikiran dasar dari setidaknya beberapa pembuat keputusan Tiongkok, atau setidaknya ancaman yang mereka coba sampaikan ke dunia luar.

“China Daily tidak akan pernah membawa apa pun yang meremehkan pendapat pemerintah Tiongkok,” kata analis Tiongkok dan Asia Timur, Gordon Chang. “Artikel [Mei] mencerminkan pemikiran birokrasi Tiongkok dan mengekspos permusuhannya yang semakin besar terhadap Amerika Serikat.”

Xia Yeliang, mantan profesor ekonomi di Peking University, mengatakan Mei terkenal di Tiongkok sebagai “penghasut sayap kiri ekstrim” yang membuat komentar pada media pemerintah dari waktu ke waktu saat rezim Tiongkok tersebut menemukan kebutuhan politiknya untuk memamerkan pandangan-pandangannya yang anti Amerika.

“Jika ada, itu adalah Tiongkok yang berulang kali melanggar aturan WTO,” kata Xia, yang sekarang tinggal di Amerika Serikat dan sering mengkritik rezim Tiongkok. “Tiongkok tidak pernah memenuhi kewajiban WTO dalam 17 tahun terakhir. Jika WTO serius memberlakukan aturan, itu seharusnya mempertimbangkan pemberian sanksi kepada Tiongkok sebagai gantinya.”

Trump sebelumnya telah menyalahkan WTO karena telah memungkinkan bangkitnya Tiongkok dengan mengorbankan Amerika Serikat. Antara lain, pemerintahan Trump telah menyalahkan Tiongkok karena gagal menindaklanjuti janji-janji untuk bergerak menuju ekonomi berorientasi pasar dan bermain dengan aturan perdagangan internasional.

Menurut pejabat pemerintahan Trump, seperti penasihat perdagangan Gedung Putih yang baru-baru ini diangkat kembali, Peter Navarro, model ekonomi Tiongkok yang dikombinasikan dengan keputusan AS untuk mengizinkannya masuk ke dalam WTO pada tahun 2001 telah menyebabkan defisit perdagangan yang berkembang pesat antara Tiongkok dan Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir, dan sebagai hasilnya telah memungkinkan otoritarianisme dan agresi militer rezim Tiongkok tersebut di seluruh dunia. (ran)

ErabaruNews