PBB Luncurkan Sanksi Terberat Terhadap Korea Utara

EpochTimesId – Setelah Kim Jong-un kembali dari kunjungannya ke Beijing, situasi di Semenanjung Korea lagi-lagi berfluktuasi.

Baru-baru ini, PBB memasukkan total 49 objek ke dalam daftar hitam sanksi, mereka itu adalah kapal-kapal, perusahaan-perusahaan dan pribadi yang terlibat dalam membantu Korea Utara menyelundupkan komoditas larangan PBB.

Ini adalah sanksi terbesar terhadap DPRK dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu, PBB tahun ini juga memutuskan untuk menghentikan pengiriman dana bantuan darurat kepada DPRK, rezim penguasa Korea Utara.

Menurut AFP, Reuters dan laporan media lainnya, Dewan Keamanan PBB menambahkan 27 buah kapal, 21 buah perusahaan, dan seorang individu ke dalam daftar hitam sanksi terhadap Korea Utara. Mereka dituduh membantu Korea Utara menghindari sanksi PBB.

Sebanyak 21 perusahaan pelayaran dan perdagangan yang masuk daftar hitam tersebut akan dikenakan pembekuan aset oleh PBB. Di antara perusahaan-perusahaan ini ada tiga perusahaan terdaftar di Hong Kong, termasuk Huanxin Shipping. Perusahaan tersebut dituduh membantu Korea Utara untuk menyelundupkan batu bara ke Vietnam lewat laut pada bulan Oktober tahun lalu.

Gambar menunjukkan TV di stasiun Seoul sedang menyiarkan berita kunjungan Kim Jong-un ke Beijing pada 28 Maret 2018. (JUNG YEON-JE/AFP/Getty Images/Epoch Times)

Selain itu terdapat perusahaan pelayaran Shanghai Dongfeng Transportation dan Shandong Weihai Global Shipping. Sejumlah karbon produksi pertambangan Korea Utara telah disita dari kapal-kapal milik perusahaan tersebut saat dalam pelayaran.

Selain itu, sebuah perusahaan dari Singapura, Samoa, Kepulauan Marshal, Panama dan 12 perusahaan Korea Utara dimasukkan ke dalam daftar hitam.

Satu-satunya individu yang namanya juga tercantum dalam daftar sanksi itu adalah warga Taiwan bernama Zhang Yongyuan. Dia dituduh membantu ekspor batu bara dan minyak Korea Utara melalui perusahaan perantara perdagangan pihak ketiga dan akan dikenakan sanksi seperti pembekuan aset dan larangan perjalanan.

Sementara itu, 25 dari 27 kapal yang terkena sanksi itu akan mengalami pembekuan aset oleh PBB. Kapal-kapal tersebut juga akan terkena larangan berlabuh di seluruh pelabuhan dunia dan pembekuan aset.

Menurut laporan, PBB memberlakukan sanksi tambahan terhadap Korea Utara kali ini sesuai dengan permintaan Amerika Serikat. Dewan Keamanan tidak mengadakan pertemuan untuk diskusi tetapi langsung menerbitkan daftar hitam tersebut.

Amerika Serikat mengeluarkan sanksi sepihak terbesar terhadap Korea Utara dalam sejarahnya adalah pada 23 Februari lalu. Bersamaan dengan itu, AS juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk memasukkan ke dalam daftar hitam sanksi DPRK yang berjumlah 61 objek, termasuk 33 kapal, 27 perusahaan pelayaran dan perdagangan serta seorang pengusaha Taiwan.

Namun dari daftar hitam yang dikeluarkan Dewan Keamanan, ada 6 objek yang tidak tercantum dalam daftar.

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Sebelumnya, Reuters telah mengutip ucapan dari beberapa diplomat, memberitakan bahwa Amerika Serikat telah meminta kepada DK PBB rencana penambahan objek sanksi ke daftar hitam. Namun terjadi kesalahan karena mendapat penolakan dari Tiongkok.

Pada bulan Desember tahun lalu, Amerika Serikat mengajukan sanksi terhadap 10 kapal yang dicurigai melanggar sanksi. Namun karena mendapat penolakan dari Tiongkok, akhirnya hanya 4 kapal yang dimasukkan dalam daftar.

Selain itu, menurut laporan VOA pada 30 Maret 2018, bahwa PBB berencana untuk tidak lagi menyediakan dana bantuan darurat bagi Korea Utara tahun ini. PBB telah memberi Korea Utara dana bantuan darurat setiap tahun sejak tahun 2007. Pemblokiran jalur pengirimanan uang ke Korea Utara adalah alasan utamanya.

Setelah daftar terbaru tersebut diumumkan, Duta Besar AS untuk PBB Nikky Haley dalam pernyataannya mengatakan, tujuan dari dikeluarkannya sanksi ini adalah untuk memotong kegiatan ilegal dalam trasaksi dari dan untuk Korea Utara berupa komoditas minyak, batu bara dan komoditas lainnya.

Haley menambahkan bahwa ini adalah ‘pesan yang jelas dari berbagai komunitas internasional dan upaya para pihak untuk mempertahankan tekanan terhadap rezim otoriter Korea Utara’. (Hong Mei/ET/Sinatra/waa)