Dalam Perdebatan Tentang Rejim Tiongkok Menyusupi Australia Bukan Masalah Rasisme

Sebuah kelompok akademisi berbasis di Australia yang mempelajari Tiongkok telah mengeluarkan sebuah surat terbuka yang menyatakan bahwa ada bukti konkret tentang “campur tangan yang tidak dapat diterima” dari Partai Komunis Tiongkok (PKT) di dalam masyarakat dan politik Australia, menepis argumen oleh beberapa orang bahwa perdebatan tentang Infiltrasi rezim Tiongkok didorong oleh rasisme.

Pemerintah Australia telah mengusulkan undang-undang yang mengkriminalisasi campur tangan politik asing, setelah Perdana Menteri Malcolm Turnbull mengatakan akhir tahun lalu bahwa kekuatan asing sedang membuat “upaya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan semakin canggih untuk mempengaruhi proses politik.”

Turnbull mengutip “laporan-laporan yang mengkhawatirkan tentang pengaruh Tiongkok,” setelah pembuat undang-undang Partai Buruh Australia terkemuka, Sam Dastyari, tersapu dalam tuduhan bahwa dia bertindak atas nama kepentingan PKT di negara tersebut.

“Sam Dastyari adalah kasus yang sangat jelas tentang seseorang yang benar-benar mengambil uang dari orang-orang yang terkait erat dengan pemerintah Tiongkok dan, sebagai imbalannya, telah menyampaikan pentingnya pernyataan-pernyataan kebijakan Tiongkok,” kata Turnbull setelah Dastyari secara terbuka mendukung langkah-langkah agresif PKT di Laut China Selatan.

Dastyari telah menerima donasi dari milyuner Tiongkok, Huang Xiangmo, kepala Dewan Australia yang bermarkas di Sydney untuk Promosi Penyatuan Kembali Tiongkok, yang memiliki hubungan dengan Departemen Pekerjaan Front Persatuan, sebuah perangkat kunci untuk perang propaganda PKT. Dastyari telah mengundurkan diri dari Parlemen Australia pada bulan Desember.

Kritikan-kritikan untuk PKT tersebut telah menuduh beberapa universitas di Australia melakukan pengaturan kelompok oleh para anggotanya sendiri dengan membatasi independensi penelitian mereka tentang Tiongkok karena mereka menerima dana dari donor yang dikatakan memiliki hubungan dengan PKT.

Para pengkritik tersebut juga mengutip pernyataan publik dari PKT tentang rencana “peperangan tanpa batas” di luar negeri.

“Tidak seorangpun harus berada di  bawah ilusi-ilusi tentang tujuan dari kepemimpinan Partai Komunis, infiltrasi jangka panjang yang sistematis pada organisasi sosial, media, dan pemerintah,” kata Anson Chan pada 2016. Chan adalah pegawai negeri sipil Hong Kong dari tahun 1993 hingga 2001, periode di mana wilayah Inggris saat itu diserahkan untuk periode pertama di bawah kekuasaan PKT.

“Australia adalah masyarakat yang sangat terbuka, sehingga tidak akan terpikirkan oleh kebanyakan orang tentang rancangan negara satu partai tersebut. Dan itu tidak akan terjadi pada orang-orang Hong Kong sampai kami mengalami sendiri secara langsung.”

Tetapi beberapa akademisi telah meragukan kekhawatiran-kekhawatiran dari para pengkritik ini tentang PKT, karena mereka mengatakan mereka belum melihat “bukti,” misalnya, bahwa “Tiongkok bermaksud mengekspor sistem politiknya ke Australia, atau bahwa tindakannya bertujuan mengorbankan kedaulatan kita…”

Dalam pengajuan tertanggal 9 Maret untuk parlemen tersebut mempertimbangkan kembali terhadap undang-undang interferensi (campur tangan) asing yang telah diusulkan tersebut, satu kelompok akademisi mengatakan bahwa perhatian utama mereka adalah tentang reaksi balasan yang berkenaan dengan ras melawan Tionghoa di Australia. “Narasi media di Australia menunjukkan kegiatan-kegiatan individu-individu dan organisasi-organisasi yang dianggap terkait dengan negara Tiongkok,” kata dalam pengajuan tersebut.

Sebagian besar laporan-laporan yang menolak bahwa PKT tersebutsengaja menginfiltrasi Australia, mereka mengatakan bahwa diskusi-diskusi semacam itu tentang Tiongkok akan “mendorong kecurigaan dan stigmatisasi terhadap orang-orang Tionghoa Australia secara umum,” meskipun mereka mengakui bahwa jika Partai Komunis Tiongkok memang berusaha untuk melanggar “hak untuk kebebasan berekspresi” di Australia maka “langkah-langkah yang tepat mungkin diperlukan.”

Menanggapi para akademisi ini, kelompok akademisi lain yang kritis terhadap PKT memahami kekhawatiran di antara rekan-rekan mereka tersebut tentang reaksi rasis terhadap warga Tionghoa di Australia. Dalam pengajuan 28 Maret untuk parlemen tersebut mempertimbangkan kembali, mereka setuju bahwa “sangat penting agar perdebatan didorong oleh penelitian dan pelaporan berbasis fakta daripada sensasionalisme atau rasisme.”

Tetapi mereka menekankan, “penting juga bahwa debat ini tidak dilumpuhkan oleh pengaturan tindakan oleh anggotanya sendiri,” merujuk pada sejumlah laporan yang terdokumentasi dengan baik tentang pengaruh PKT terhadap lembaga-lembaga pendidikan Australia, media, dan jaringan-jaringan komunitas Tionghoa, banyak di antara laporan adalah digemakan oleh Organisasi Intelijen Keamanan Australia.

“Ada kebutuhan kritis untuk membedakan dengan jelas antara orang-orang Tionghoa dengan PKT dan menghindari penggabungan dua tersebut dalam diskusi publik,” tulis pengajuan tersebut.

“Kami sangat yakin perdebatan saat ini tidak digolongkan menurut rasisme dan bahwa sangat penting bagi Australia untuk melanjutkan perdebatan ini.

“Mengidentifikasi, mengenali, dan melilitkan kembali campur tangan PKT sebagai bagian yang tidak dapat diterima dan berlawanan tentang keterlibatan bilateral adalah sebuah langkah menuju perkembangan hubungan Tiongkok-Australia yang sehat dalam jangka panjang.”

Feng Chongyi, seorang profesor studi Tiongkok di Universitas Teknologi Sydney dan salah satu penandatangan surat tersebut, mengatakan dia dan akademisi lainnya terutama ingin menanggapi surat 19 Maret tersebut, yang dia percaya tidak memiliki integritas akademik.

“Mereka [para akademisi yang menandatangani surat 19 Maret] telah meniru nada dan penalaran rejim Tiongkok dengan mengatakan bahwa undang-undang yang diusulkan akan mengarah pada rasisme anti-Tiongkok atau akan menyebabkan masyarakat Australia terpecah,” kata Feng dalam wawancara 29 maret dengan New Tang Dynasty Television, sebuah media siaran satu group dengan The Epoch Times.

Dalam upaya untuk mengalihkan perhatian dari kegiatan subversif PKT di luar negeri, media pemerintah rezim Tiongkok dan “tentara 50 sen” telah lama mengklaim bahwa  kritik apapun terhadap PKT harus ditanamkan “rasisme” sangat dalam terhadap rakyat Tionghoa.

“Ini hanya menunjukkan pada Anda betapa putus asanya mereka,” kata Turnbull setelah media negara PKT melambaikan lagi kartu “rasisme”nya, melabeli diskusi tentang reformasi hukum pengaruh asing sebagai “fobia Tiongkok.”

Feng malah mendesak dunia akademis untuk secara terbuka memperdebatkan masalah infiltrasi Tiongkok, daripada merasa tertekan untuk mempertahankan pendapat mereka karena takut dicap sebagai rasisme atau dituduh memiliki “mentalitas Perang Dingin.” (ran)

ErabaruNews