Jepang dan AS Usulkan Aturan WTO Melawan Perturan Transfer Data Regime Tiongkok

Juni lalu, peraturan baru tentang internet mulai berlaku di Tiongkok yang membuat perusahaan-perusahaan asing dalam kepanikan: semua perusahaan domestik dan asing akan diminta untuk menyimpan data mereka di server-server di dalam Tiongkok, dan tunduk pada pemeriksaan keamanan oleh otoritas Tiongkok.

Perusahaan-perusahaan timbul kekhawatiran bahwa ini akan memungkinkan rezim Tiongkok dapat mengakses informasi sensitif dan melakukan spionase.

Pada bulan September, Amerika Serikat mengirim dokumen ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), mendesak Tiongkok untuk tidak menerapkan peraturan baru tersebut, dengan alasan kekhawatiran-kekhawatiran itu akan mengganggu perdagangan global.

“Dampak dari tindakan itu akan menjatuhkan secara tidak proporsional pada para penyedia jasa asing yang beroperasi di Tiongkok, karena para penyedia ini harus secara rutin mentransfer data kembali ke markas besar dan afiliasi lainnya [terletak di luar Tiongkok],” kata dokumen AS.

Menjelang pertemuan WTO mendatang di Jenewa pada 18 April, di mana 80 negara anggota diharapkan untuk hadir, berita telah muncul bahwa Jepang, bermitra dengan Amerika Serikat, akan menegur Tiongkok tentang kebijakan-kebijakan datanya dan mengusulkan standar-standar internasional untuk aliran-aliran data lintas negeri.

Nikkei Asian Review, sebuah publikasi Jepang, memecahkan berita tersebut pada 12 April.

Menurut Nikkei, Jepang dan Amerika Serikat mengusulkan untuk melarang persyaratan server domestik seperti yang diatur di Tiongkok, dan melarang negara tersebut menekan perusahaan-perusahaan asing untuk mentransfer teknologi eksklusif mereka.

Usulan tersebut juga akan mendorong rezim Tiongkok untuk mengizinkan beberapa data dari Tiongkok untuk ditransfer ke luar negeri, seperti “data pelanggan dari transaksi-transaksi e-commerce.”

Dalam beberapa bulan terakhir, Amerika Serikat telah memaksakan transfer teknologi dan pencurian kekayaan intelektual sebagai masalah utama dalam mengatasi ketidakseimbangan perdagangan AS-Tiongkok, termasuk dengan mengajukan tarif penghukuman sebesar $50 miliar untuk impor Tiongkok.

Pemerintah Jepang juga semakin prihatin. Mengutip sumber-sumber dari Japan External Trade Organization (JETRO), sebuah organisasi perdagangan di bawah Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri, Voice of America (VOA) melaporkan bahwa JETRO telah mulai menjalankan usulan tersebut sejak Oktober lalu, sebagai tindakan balasan terhadap peraturan baru Tiongkok. Organisasi perdagangan merasa kontrol Tiongkok terhadap data asing akan menghalangi perdagangan bebas.

peraturan internet tiongkok
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kiri) berjabatan dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping selama pertemuan mereka di Aula Besar Rakyat, di Beijing, Tiongkok, pada 10 November 2014. (Kim Kyung-Hoon-Pool / Getty Images)

Pada paruh kedua tahun lalu, Jepang mulai berdiskusi dengan Amerika Serikat bagaimana menghadapi prinsip “kekuasaan siber” Tiongkok, sebuah ide yang rezim tersebut coba ekspor ke pemerintah-pemerintah otoriter lainnya: bahwa setiap negara memiliki hak untuk memantau dan mengendalikan internet di negaranya sesuai dengan aturan mereka sendiri.

Jepang memiliki rencana untuk membahas usulan aturan WTO dengan Kanada di tahun mendatang, menurut VOA.

Sementara itu, Nikkei Asian Review melaporkan bahwa Jepang dan Amerika Serikat bertujuan untuk menangani masalah ini untuk ditandatangani pada konferensi menteri WTO berikutnya pada 2019. Pemerintah Shinzo Abe memiliki harapan-harapan agar bekerjasama dengan Washington pada masalah prioritas tinggi seperti itu, dan berikutnya akan mengurangi tekanan pada Jepang untuk mengurangi surplus perdagangannya dengan Amerika Serikat, menurut surat kabar Nikkei Shimbun. (ran)

Rekomendasi video :

https://www.youtube.com/watch?v=0x2fRjqhmTA&t=27s

ErabaruNews