Laporan Keamanan: Hacker Tiongkok Curi Informasi Keuangan AS untuk Keuntungan Teknologi Tinggi

Peretas Tiongkok yang didukung negara telah meningkatkan serangan terhadap perusahaan-perusahaan AS untuk memperoleh informasi terkait dengan harga-harga penawaran, kontrak, dan akuisisi, yang memungkinkan perusahaan Tiongkok untuk mendapatkan keuntungan bisnis, menurut laporan baru oleh firma keamanan komputer, FireEye, yang dirilis pada 11 April.

Laporan FireEye tersebut tidak mengidentifikasi para korban atau memberikan jumlah serangan.

Dalam wawancara dengan New Tang Dynasty Television, media siaran satu group dengan The Epoch Times, Zhang Jian, seorang peneliti yang berbasis di AS tentang masalah Tiongkok, mengatakan bahwa mencuri inovasi teknologi telah menjadi bagian dari rencana rezim Tiongkok untuk meng-upgrade dari sebuah “pusat manufaktur” menjadi sebuah “negara adikuasa manufaktur” pada tahun 2025, sebagaimana digariskan dalam rencana ekonomi “Made in China 2025” yang dirilis pada tahun 2015. “Bagaimanapun, akan menghadapi kemacetan besar di bidang kekayaan intelektual. Biaya pengembangan sains dan teknologi sangat besar. Jadi rezim tersebut ingin mencuri dan menggunakan jalan pintas untuk memperkuat kekuatannya.”

serangan cyber tiongkok serang data komputer amerika
Foto simbolis dengan topik kejahatan online, pencurian data dan pembajakan yang diambil pada 12 Januari 2018, di Berlin, Jerman. (Thomas Trutschel / Photothek via Getty Images)

Bryce Boland, chief technology officer FireEye untuk Asia Pacific, mengatakan kepada Bloomberg News bahwa mengakuisisi perusahaan asing akan menjadi cara lain bagi rezim Tiongkok untuk mendapatkan jalan masuk pada teknologi yang dimiliki. “Daripada mencuri kekayaan intelektual dan dengan sangat mungkin mendevaluasinya, membeli perusahaan dengan harga bagus mungkin merupakan cara lain untuk mendapatkan akses pada kekayaan intelektual dan mempertahankan nilai ekonomi,” kata Boland.

Selama bertahun-tahun, rezim Tiongkok telah berulang kali mempekerjakan peretas untuk menyerang Amerika Serikat. Misalnya, pada Juni 2015, peretas Tiongkok telah membobol sistem komputer milik Kantor Manajemen Kepegawaian pemerintah federal Amerika, yang mengorbankan 4,2 juta data personel pegawai federal.

Sebulan kemudian, dalam serangan terkait, nomor jaminan sosial milik 21,5 juta orang dicuri dalam pelanggaran besar-besaran sistem komputer pemerintah.

Pada 16 Maret, FireEye merilis laporan yang mengungkapkan bahwa rejim Tiongkok telah meluncurkan serangan untuk mencuri rahasia militer AS mengenai Laut China Selatan, di mana Tiongkok terlibat dalam sengketa teritorial dengan sejumlah negara Asia.

peretas tiongkok serang data komputer amerika
Tangan mengetik pada keyboard komputer pada 06 Februari 2018 di Berlin, Jerman. (Thomas Trutschel / Photothek via Getty Images)

“Dari apa yang kita amati, para aktor negara Tiongkok dapat memperoleh akses ke sebagian besar perusahaan ketika mereka membutuhkannya,” kata Boland dalam wawancara Maret dengan surat kabar Singapura, Straits Times. “Sebuah masalah tentang kapan mereka memilih dan juga apakah mereka mencuri informasi yang ada di dalam perjanjian tersebut atau tidak.”

Peneliti Tiongkok Zhang percaya bahwa tindakan pencegahan pemerintah AS terhadap peretas Tiongkok masih sangat lemah. Dia menyarankan bahwa untuk secara mendasar menghentikan peretasan rezim Tiongkok, Amerika Serikat harus membuat undang-undang yang ketat.

“Ketika peretas yang dikendalikan negara menyerang negara lain dan mencuri informasi, apakah itu harus dianggap sebagai tindakan perang masih menjadi topik yang dapat diperdebatkan di negara-negara Barat,” kata Zhang. Namun itu sering memberikan celah pada rezim-rezim otoriter seperti Tiongkok untuk menyerang negara lain, tambahnya. (ran)

ErabaruNews