Dualisme PKT Terkait “Perang Dagang” RRT-AS, Analisa Pakar

Luo Ya & Ling Yun

Di ajang Forum Ekonomi Boao (pulau Hainan) Xi Jinping berpidato, mengemukakan akan memperlonggar masuk ke pasar, memperkuat perlindungan terhadap kekayaan intelektual serta secara aktif memperbesar impor dan berbagai kebijakan lainnya, sepertinya ditujukan untuk menanggapi tudingan AS.

Meskipun belum ada kepastian soal efek akhirnya, namun dibanding sikap “keras” media resmi PKT (Partai Komunis Tiongkok) menyatakan “perang dagang” sebelumnya, kali ini sangat berbeda.

Dualisme Pendapat

Di saat media resmi menyuarakan “perang dagang”, Departemen Luar Negeri, Departemen Perdagangan dan Kedubes RRT di AS ramai-ramai menyatakan akan berperang dagang dengan AS “dengan skala yang setara, dengan tingkat yang setara dan kekuatan yang setara”, dan bersamaan dengan “melayani hingga akhir”, pihak PKT sendiri juga terdapat pendapat berbeda.

Baru-baru ini, ahli ekonomi Tiongkok Profesor Cheng Xiaonong mengatakan pada Epoch Times, harapannya adalah orang yang terlibat perang dagang memperbesar “perang”, agar benar-benar segera terjadi.

Namun di dalam negeri RRT banyak yang tidak berharap terjadi konflik antara RRT-AS, ada yang mengungkapkannya dengan lebih hati-hati dengan istilah “pergesekan perdagangan”. Dan berbicara soal pergesekan dagang ini PKT selalu menghindar dari dua masalah krusialnya.

  1. Jangka Panjang PKT Andalkan AS Raih Kemakmuran Ekonomi

Cheng Xiaonong menyatakan, jika suatu negara dalam jangka panjang meraup keuntungan dari negara lain dan tidak membiarkan negara lainnya untuk mendapatkan keuntungan darinya.  Maka perdagangan ini akan menjadi tidak seimbang, akan terjadi defisit perdagangan besar jangka panjang pada suatu negara, dan negara lain menjadi surplus besar, dan defisit perdagangan Amerika mayoritas karena RRT, sedangkan surplus perdagangan RRT mayoritas karena AS.

“Dengan kata lain, selama belasan tahun terakhir, jangka panjang RRT telah tergantung pada kesempatan untuk meraih kemakmuran ekonomi ini, masalah ini menimbulkan satu pemahaman ekonomi yang sangat sederhana. Jika sebuah negara kecil mengalami surplus, mungkin AS tidak begitu peduli, namun jika negara sebesar RRT apakah surplus seperti itu bisa dibiarkan jangka panjang?

Cheng Xiaonong menyebutkan, masalah terletak pada “ketika PKT berharap AS membiarkan bea masuk rendah pada banyak produk RRT yang dijual dumping ke AS, apakah sebaliknya produk AS juga mendapat perlakuan yang sama, atau PKT terus memberlakukan bea masuk tinggi untuk menahan produk asing agar tidak bisa masuk? Hanya PKT yang boleh mengambil untung, negara lain tidak boleh. Prinsip ini sama sekali tidak pernah diungkap Beijing, padahal sebenarnya adalah masalah besar.”

  1. Perkembangan Industri Didapat Dari Mencuri

“Salah satu contoh yang paling tipikal adalah KA cepat, Departemen Kereta Api RRT waktu itu telah memaksa perusahaan Kawasaki Heavy Industries dari Jepang, Alstom dari Prancis, dan juga Siemens dari Jerman, untuk memberikan teknologinya, serta harus mendidik teknisi RRT sampai mahir, kemudian baru mulai negosiasi soal teknologi negara mana yang akan dibeli.”

“Dengan kata lain, walaupun tidak jadi berbisnis, teknologi tetap harus diberikan pada PKT, walaupun pada akhirnya PKT menandatangani satu kontrak dengan ketiga pihak tersebut, namun RRT telah mendapatkan teknologi dari ketiganya.”

“Menurut informasi hanya Jepang tidak menyerahkan teknologinya secara utuh, Prancis memberikan seluruhnya. Dengan begitu RRT pun memiliki teknologi kereta api cepat. Sekarang KA cepat RRT akan diekspor, setelah mengubah sedikit teknologi dari Barat yang didapat secara gratis, kini disebut sebagai produksinya, ini menyangkut masalah fundamental yakni kekayaan intelektual yang telah dirampas”, demikian penjelasan Cheng Xiaonong.

Teknologi industri RRT dalam 20 tahun terakhir maju pesat karena investasi asing, mayoritas industri telah memiliki teknologi yang mumpuni. Cheng Xiaonong mengatakan, teknologi industri RRT sebagian besar bukan didapat dengan membeli hak cipta, hal ini sangat diketahui betul oleh PKT.

Sebaliknya setelah PKT mendapat teknologi dari luar negeri, lalu teknologi itu dimanfaatkan untuk dipasarkan ke luar negeri sampai mengalahkan perusahaan di luar negeri, karena biaya RRT lebih rendah. Cheng Xiaonong berkata, kedua masalah di atas adalah hal yang tidak ingin dibicarakan PKT, jadi hanya berkutat mengekspos pergesekan dagang, perang dagang saja.

Perubahan Strategi AS-RRT

Cheng Xiaonong juga menambahkan, terjadinya ‘perang dagang’ bertepatan pada saat terjadinya perubahan hubungan strategis antara AS-RRT. “

Latar belakangnya adalah dulunya di Amerika ada semacam ungkapan yang terselubung terhadap pasar terbuka RRT, mengutip kosa kata yang digunakan Clinton, yakni interaksi (engagemen), yakni lewat interaksi yang lebih sering antara RRT-AS, dalam proses masuknya PKT ke dalam sistem pasar ekonomi internasional, akan ikut pula menyesuaikan sistem politiknya.”

Cheng Xiaonong mengatakan, namun ungkapan ini perlahan telah terbukti adalah salah dan gagal, bahkan Partai Demokrat yang berhaluan sayap kiri pun terpaksa harus mengakui kebijakan yang ditempuh beberapa presiden sebelumnya telah gagal. Sebab PKT tidak berasimilasi dengan masyarakat internasional dan berubah apa pun dalam hal politik.

“Mereka juga melihat pemikiran ini sangat naiv/kekanakan, lugu, dan harus ditinggalkan. Seberapa besar pun pasar AS dibuka, hal itu hanya akan membantu ekonomi RRT menjadi semakin besar, sementara ekonomi AS semakin keropos. Bagi AS sebenarnya tidak ada manfaat apa pun, dalam bidang ekonomi justru akan mengalami semakin banyak sisi negatifnya.”

Masalah yang Disorot Pengusaha Asing

Atas pernyataan soal pelabuhan perdagangan bebas yang diutarakan Xi Jinping, Cheng Xiaonong berpendapat tidak banyak negara yang tertarik dengan itu.

“Hainan akan dikembangkan menjadi pelabuhan bebas, sudah bukan hal baru lagi, sudah berkali-kali disebut-sebut, tetap tidak ada perusahaan asing tertarik. Sekarang yang diminati oleh perusahaan asing bukan mencari pasar yang lebih besar di Tiongkok, pasar RRT telah jenuh, dan menjadi sebuah pasar yang telah matang dan sudah tidak ada lagi potensinya. Bahkan bila semua provinsi di sepanjang pesisir laut berubah menjadi zona perdagangan bebas pun tak akan berguna.”

Sejumlah perusahaan asing telah mulai mengalihkan bisnis mereka ke negara-negara di Asia Tenggara. Cheng Xiaonong berkata, “Pabrik produk garmen, sepatu, mainan dan lain-lain yang merupakan tipe industri padat karya mudah mengalihkan pabriknya.”

“Produk elektronik karena rantai produksinya lebih panjang, dan sudah terbentuk di RRT, tidak semudah itu dipindahkan, dan itu sebabnya dalam daftar produk yang ditambahkan bea masuknya oleh Trump termasuk produk-produk ini, dan sekarang jika RRT tidak berjanji memperkecil defisit perdagangan RRT-AS, tidak berjanji membuka pasarnya lebih lanjut, tidak berjanji melindungi kekayaan intelektual dan tidak lagi merampas teknologi dari investasi asing, maka AS akan menggunakan cara yang bersifat hukuman.” (SUD/WHS/asr)

Sumber : Epochtimes.com