AS-Inggris-Prancis Serang Suriah, Guncang Beijing-Pyongyang

Oleh Zhou Xiaohui

Berita dari Pentagon AS menunjukkan, pada malam hari 13 April lalu waktu setempat pasukan gabungan Amerika-Inggris-Prancis telah menembakkan 105 buah rudal terhadap target mereka di Suriah, dan semuanya tepat mengenai sasaran.

Pihak militer AS merilis berita dan foto terkait, tidak hanya membantah pernyataan propaganda fiktif Moskow yang menyatakan Suriah berhasil menembak jatuh sebanyak 70 buah rudal, mereka juga menyatakan tekad kuat menumpas kejahatan dan kekuatan militer dahsyat terhadap Rusia dan Iran yang mendukung rezim Assad, sekaligus mengguncang rezim sesat lainnya yang sejalan dengan rezim Assad seperti rezim Beijing dan Korea Utara.

Guncangan ini berasal dari kekuatan militer AS yang mengungguli negara lainnya. Menurut berita, yang terjun dalam operasi ini adalah 4 kapal perang AS yang meluncurkan rudal jelajah Tomahawk, dan dua unit bomber B-1B yang meluncurkan rudal udara ke darat.

Sementara Inggris mengirimkan 4 unit jet tempur Tornado GR4 dan meluncurkan rudal jelajah ‘Storm Shadow’, sedangkan Prancis menyerang dengan jet tempur Rafale.

Merangkum berita dari Bloomberg dan Reuters serta media Israel “Haaretz”, kapal perusak rudal AS yakni USS Winston Churchill dan USS Donald Cook ditempatkan di Laut Tengah, namun langkah tersebut hanya sebagai tipuan, dan telah menarik perhatian seluruh dunia, agar memberi kesan kepada pihak luar bahwa serangan AS terhadap Suriah akan diawali dari kedua kapal perang tersebut.

Sebuah pesawat yang bersiap untuk lepas landas sebagai bagian dari operasi serangan udara bersama oleh militer Inggris, Perancis, dan AS di Suriah, terlihat dalam gambar ini yang diperoleh pada 14 April 2018 melalui media sosial. (Militer Perancis / Twitter / via REUTERS)

Tujuan sebenarnya dari kedua kapal perang tersebut adalah sebagai umpan mencolok, untuk mengalihkan perhatian Rusia dan Suriah dari tiga kapal perang AS lainnya.

Walaupun di atas kedua kapal perusak itu juga terpasang 90 buah rudal Tomahawk, namun tidak ada satu pun yang ditembakkan. Sementara tiga kapal perang lain yakni USS Monterrey, USS Laboon, dan USS Higgins telah menembakkan 60 buah rudal Tomahawk.

Letjend Kenneth F. McKenzie selaku kepala staf gabungan militer AS pada konferensi pers tgl 14 April 2018 lalu menyatakan, di Laut Merah kapal USS Monterrey telah menembakkan 30 buah rudal jelajah darat Tomahawk, dan USS Labanon menembakkan 7 buah rudal Tomahawk.

Dan di Teluk Persia, USS Higgins menembakkan 23 buah rudal Tomahawk. Menurut penuturan Pentagon, kapal selam AL AS USS John Warner berada di sebelah timur Laut Tengah, juga meluncurkan 6 buah rudal jelajah Tomahawk.

Letjend McKenzie menyatakan, serangan udara AS tidak lagi terganggu oleh senjata milik Suriah. Serangan udara gabungan AS-Inggris-Prancis ini disebutnya sebagai “serangan yang tepat sasaran, spektakuler dan efektif”.

Ia juga berkata pada reporter, faktanya adalah sebagian besar serangan balasan/penanggulangan Suriah termasuk rudal pertahanan udaranya, baru dapat dilakukan setelah rudal AS dan sekutunya telah berhasil mengenai sasaran.

Pasukan anti-udara Suriah tak hanya tidak bisa melacak rudal yang diluncurkan pasukan gabungan, setelah serangan terakhir ketiga negara, pasukan Suriah masih terus menembak. McKenzie memperkirakan dari 40 buah rudal penghadang yang ditembakkan Suriah mungkin sebagian justru mengenai warga sipil.

Tidak diragukan lagi AS memanfaatkan bomber B-1B dan rudal Tomahawk untuk menunjukkan kekuatan militernya yang cukup mengguncang Beijing dan Pyongyang, karena kekuatan militer kedua negara jelas bukan tandingan Amerika.

Kim Jong-Un yang akan segera bertemu dengan Trump kiranya cukup memahami, soal denuklirisasi ini jika ia berani mempermainkan Trump, maka serangan akurat AS pasti bukan isapan jempol belaka.

Sedangkan bagi para jendral yang sesumbar akan kekuatan militer PKT dan petinggi Beijing yang telah menginstruksikan latihan perang di Selat Taiwan juga harus mengerti, jika Beijing menyerang Taiwan dengan kekuatan militer, maka AS tidak akan berpangku tangan dan jika kedua belah pihak terlibat bentrok, maka militer PKT yang pada dasarnya keropos di dalam akan terlihat wujud aslinya.

Tidak perlu dikatakan lagi bahwa yang mendukung kekuatan militer AS yang begitu besar adalah kekuatan ekonomi AS yang besar dan pemahaman Trump terhadap peningkatan dan modernisasi kekuatan militer AS.

Setelah menjabat, Trump langsung menyatakan bahwa AS membutuhkan pasukan paling kuat di dunia, dan November tahun lalu ia menandatangani anggaran pertahanan negara sebesar USD 700 milyar (9.644 triliun rupiah) untuk meningkatkan level modernisasi militer Amerika Serikat.

Tidak hanya itu, Trump juga mewujudkan janji kampanyenya, diawali dengan sejumlah kebijakan yang menguntungkan bagi ekonomi AS, di saat yang sama menekan Beijing soal perdagangan untuk menemukan pasar yang adil.

Di bawah gebrakan reformasi Trump, ekonomi AS tengah menapak jalan pertumbuhan yang cepat, dan pertumbuhan ekonomi adalah jaminan penting bagi peningkatan teknologi militer AS.

Seharusnya dikatakan, pasukan AS yang kuat saat melindungi Amerika sekaligus menjadi kekuatan utama yang mengguncang dan dapat menghajar kekuatan jahat di dunia, baik terhadap Suriah, Korut, maupun RRT.

Berkat memiliki kekuatan seperti itu, di saat rezim sesat mulai semena-mena, seperti menggunakan senjata kimia atau senjata nuklir untuk membunuh rakyat tak berdosa, sebaiknya berpikir masak-masak tentang akibatnya. Juga bisa terlihat, dari serangan AS-Inggris-Prancis terhadap Suriah tidak hanya memenangkan dukungan dari mayoritas anggota dewan kedua partai di AS, juga mendapatkan dukungan dari banyak warga AS, ini kembali membuktikan bahwa di balik Trump terdapat dukungan aspirasi rakyat yang sangat kuat, jika Beijing dan Pyongyang berniat memfitnah hanya akan mendapatkan akibat sebaliknya.

Selain itu, serangan pasukan gabungan terhadap Suriah dan aksi diplomatik negara Barat yang serempak mendeportasi pejabat diplomatik Rusia, sepertinya juga membuktikan, setelah Trump menjabat, tidak seperti dugaan berbagai pihak luar yang mengatakan Amerika akan “menyendiri”, melainkan justru memperkuat aliansi dan kerjasama dengan negara lain.

Menurut pendapat penulis, bagi Amerika dan aliansi negara Barat yang memegang teguh nilai universal yang sama, di bawah kepemimpinan Trump, jika di masa depan dapat memperkuat kerjasama militer, ekonomi, dan politik serta banyak bidang lain, maka akan membentuk pukulan yang sangat keras pada kekuatan kejahatan di seluruh dunia. (SUD/WHS/asr)