Perang Dagang AS-Tiongkok Mencapai Mahkamah Agung Amerika Dalam Kasus Antitrust

WASHINGTON – Ketidakseimbangan perdagangan Amerika Serikat dengan Tiongkok telah bergerak di dalam dinding marmer putih Mahkamah Agung AS pada hari Selasa, di mana pengacara untuk kedua negara berhadapan mengenai apakah perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran undang-undang antitrust AS.

Sembilan hakim mendengarkan argumentasi-argumentasi dalam sebuah banding oleh dua perusahaan Amerika dari putusan pengadilan sebelumnya yang telah menolak gugatan ketetapan harga yang sudah disepakati terhadap dua produsen vitamin C Tiongkok yang berdasarkan kepatuhan di bawah negara Tiongkok yang menjelaskan peraturan-peraturan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Banyak hakim menunjukkan sikap skeptis terhadap putusan tersebut.

Sidang tersebut memberi kedua negara kesempatan untuk memperdengarkan perbedaan mereka atas aspek fundamental dari hubungan perdagangan mereka, bahwa undang-undang PKT memaksa perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk mematuhi harga yang diamanatkan oleh pemerintah, berbeda dengan sikap pasar bebas milik Amerika. Mahkamah Agung mengambil langkah yang tidak biasa membiarkan negara Tiongkok tersebut mengajukan argumen-argumen meskipun itu bukan pihak resmi yang mengambil bagian dalam proses hukum dalam kasus tersebut.

Dua negara adikuasa ekonomi dunia terlibat dalam perkelahian perdagangan yang meningkat. Amerika Serikat, yang menuduh Tiongkok melakukan praktik perdagangan yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual, telah mengancam akan mengenakan tarif impor Tiongkok hingga $150 miliar. Tiongkok telah mengancam pembalasan sebanding terhadap ekspor-ekspor AS.

Tak satu pun dari retorika panas atas tarif-tarif tersebut menetes ke dalam argumen-argumen pada hari Selasa tersebut, dimana masih dalam kondisi penuh penghormatan yang sama. Pengacara yang mewakili Tiongkok, Carter Phillips, mendesak para hakim untuk tunduk pada penjelasan Tiongkok tentang peraturan Tiongkok. Seorang pengacara Departemen Kehakiman AS, Brian Fletcher, mengatakan bahwa penghormatan semacam itu ada batasnya.

Ketegasan hakim-hakim AS yang semestinya memberikan pandangan-pandangan legal yang diungkapkan oleh pemerintah asing di pengadilan AS adalah sangat penting untuk menentukan apakah perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat lolos dari tanggung jawab atas perilaku antikompetitif yang telah diamanatkan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Kasus ini dimulai pada tahun 2005 ketika para pembeli vitamin C dari AS, Animal Science Products Inc, yang berbasis di Texas, dan The Ranis Co Inc, yang berbasis di New Jersey, telah menuduh para produsen Tiongkok termasuk Hebei Welcome Pharmaceutical dan North China Pharmaceutical Group atas pelanggaran-pelanggaran antitrust.

Tiongkok telah campur tangan dalam kasus tersebut, meminta pengadilan untuk mengabaikan tuduhan sebagian karena undang-undangnya telah memaksa perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk mematuhi sistem penetapan harga yang telah diamanatkan oleh negara. Seorang hakim federal telah meragukan kredibilitas pengajuan gugatan Tiongkok tersebut dan, setelah pemeriksaan dewan juri 2013, telah mengganjar dua perusahaan AS tersebut $147,8 juta sebagai bentuk ganti rugi.

Pengadilan Banding Sirkuit Kedua AS yang berbasis di New York telah membatalkan putusan tersebut pada tahun 2016, mengatakan bahwa ketika pemerintah asing secara langsung berpartisipasi dalam sebuah kasus, pengadilan Amerika berkewajiban untuk menunda sampai karakterisasi tetang undang-undang milik negara tersebut.

Selama argumen Mahkamah Agung tersebut, Fletcher menyebut bahwa keputusan tahun 2016 “terlalu kaku” dan mengatakan bahwa mematuhi keinginan harus diputuskan berdasarkan kasus per kasus.

Fletcher menyatakan bahwa beberapa keinginan menghormati terhadap undang-undang negara lain dapat dibenarkan, namun mengatakan bahwa jika ‘rasa hormat’ diambil terlalu jauh, itu dapat merugikan perusahaan-perusahaan AS.

Ini adalah pertama kalinya Tiongkok campur tangan di pengadilan AS untuk menyampaikan pandangannya sebagai non party (pihak yang tidak terlibat langsung dalam perjanjian atau ketidaksetujuan hukum) dalam sengketa hukum. (ran)

ErabaruNews