Efek Tambahan dari Serangan Udara ke Suriah dan Sanksi terhadap Rusia

Hao Ran

Serangan udara pasukan sekutu Amerika-Inggris-Perancis terhadap fasilitas pembuatan dan gudang senjata kimia Suriah, menempati landasan moral yang tinggi dan pada saat yang sama telah memberikan tekanan psikologis pada: Rusia, Irak, RRT dan Korea Uara. Ini adalah efek yang berada dipermukaan saja, jikalau mencermati tindakan ini dengan latar belakang internasional, ia juga memiliki efek tambahan yakni penjajakan.

Serangan udara AS dan sekutunya ke Suriah sama saja dengan menyodorkan umpan balik, guna menguji penilaian Rusia terhadap situasi dunia dan taktik dalam menanggapi konflik tak terduga. Oleh karena itu, Amerika Serikat mengeluarkan peringatan serangan udara ke Rusia beberapa hari sebelumnya, dengan makna tersembunyi agar Putin bisa sepenuhnya menelaah situasi dunia dan berhati-hati dalam memilih skema reaksi, hasil tes seperti inilah yang paling akurat.

Karena adalah sebuah test, maka dalam benak Trump tentu masih terdapat medan perang di luar Suriah yang lebih penting, yaitu: Korea Utara. Faktor-faktor berikut telah memastikan bahwa Korea Utaralah masalah terbesar Trump:

  1. Kim Jong-un adalah sosok pemimpin muda yang bertindak semau gue, emosional, sangat kejam dan tidak disarankan menggunakan logika normal dalam menilai keputusannya.
  2. Memiliki senjata nuklir dan taraf ancaman terhadap dunia semakin besar saja.
  3. Jika diselesaikan dengan kekerasan harus menggunakan perang kilat. Jika tidak, Jong-un yang seolah kesurupan bisa saja meluncurkan bom nuklir, meski meledak dalam teritorial Korea juga akan menjadi bencana besar bagi kemanusiaan.
  4. Mengandalkan kekuatan Amerika Serikat dalam melakukan perang kilat tidak ada masalah, namun tindakan RRT dan Rusia menjadi sangat krusial. Jika Beijing dan Rusia ikut campur tangan, meskipun AS tidak gentar, namun dipastikan akan mengganggu atau menghambat proses perang kilat, jika demikian halnya mungkin tidak sempat mengendalikan bom nuklir yang akan menimbulkan konsekuensi fatal.

Assad dengan kasar menggunakan senjata kimia menyerang warga sipil dan menimbulkan kemarahan publik, demi menegakkan keadilan, hukuman harus ditegakkan. Tetapi bersamaan dengan itu lagi-lagi adalah peluang yang sangat bagus untuk menguji Rusia, dari situ bisa terlihat dengan jelas oleh AS bagaimana Putin memposisikan peran internasionalnya dan seberapa besar ia bersedia menanggung risiko dan tekanan untuk mewujudkan impiannya.

Dalam menghadapi serangan militer AS, secara garis besar Rusia memiliki tiga pilihan:

  1. Konfrontasi militer langsung. Persis seperti yang mereka sesumbarkan sebelum serangan udara.
  2. Konfrontasi militer secara tidak langsung, tetapi secara verbal mengutuk Amerika Serikat, memberikan dukungan senjata kepada Assad, persenjataan dan personil penting Assad dapat dilindungi di wilayah yang dikuasai Rusia. Ini menunjukkan posisi konfrontasi tetapi tidak secara langsung terjun dalam konflik, menyimpan kekuatan dan ruang untuk bermanuver. Sama seperti yang mereka lakukan saat ini.
  3. Menghimbau kedua belah pihak untuk tenang dan menahan diri, berdiri di posisi netral, tidak berkonfrontasi dengan AS.

Jika Putin mengambil opsi ketiga maka Trump boleh merasa lega, karena ketika pecah konflik antara Amerika dan Korea Utara, dapat dipastikan bahwa Rusia tidak akan terlibat secara militer. Karena Rusia saat ini memiliki pasukan yang ditempatkan di Suriah, sedangkan di Korea Utara tidak ada. Jelas bahwa hubungan Assad dan Putin lebih intim. Assad saja tidak dibela Putin ketika digebuk, ketika giliran si Kim yang digebuk, Putin lebih tidak mempunyai alasan untuk membelanya.

Jika Putin mengambil opsi pertama yaitu berkonfrontasi militer secara langsung maka hal ini

Menunjukkan bahwa dia super optimistis terhadap kekuatan ekonomi dan militer Rusia, serta berencana disaat ini juga berdiri melawan Amerika Serikat dengan posisi setara dan kembali ke situasi bipolar (Perang Dingin).

Jika bermentalitas seperti ini maka Rusia sangat mungkin terlibat dalam konflik Amerika Serikat-Korea Utara. Jika demikian halnya, maka sebelum menindak Korea Utara, Trump kudu terlebih dahulu membaca dan mengamat-amati suasana hati Putin.

Misalnya, Amerika dapat mempertimbangkan strategi menyeret runtuh Rusia. Di Suriah, Amerika Serikat tidak harus melancarkan perang kilat, bisa menggunakan perang penggerusan mungkin lebih menguntungkan bagi AS.

Mengendalikan perang pada tingkatan rendah yaitu perang saling bertahan, dengan demikian bisa saling mengadu kekuatan ekonomi, melihat siapa yang bisa bertahan lebih lama. Rusia saat ini masih belum terlepas dari resesi ekonomi, dan terjadi saling mengusir pejabat diplomatik dengan negara-negara Uni-Eropa, hubungan mereka memburuk hingga titik beku, jadi sedang berada dalam situasi sulit internal dan eksternal, jika ditambah lagi dengan konflik militer yang mahal dan melelahkan maka hal ini mungkin akan menjadi jerami terakhir yang menindih runtuh onta.

Begitu halaman belakang Putin terbakar dan terjerumus dalam kolam lumpur Suriah, sibuk dengan urusan sendiri, ia tidak akan memiliki kekuatan lagi untuk terjun dalam konflik antara Amerika dan Korea Utara.

Sebenarnya, saat ini yang digunakan oleh Trump adalah versi demo dari strategi semacam ini: Menginformasikan Rusia terlebih dahulu agar Rusia dan Suriah bisa mengevakuasi personil dan hanya menghancurkan fasilitasnya saja. Tidak ada korban jiwa maka dendamnya akan lebih kecil, namun pembangunan kembali fasilitas membutuhkan dana, maka saat inilah waktu untuk menguji kekuatan ekonomi.

Itulah sebabnya, mengapa serangan udara ini jauh hari sebelumnya sudah dikonfirmasikan ke Rusia, secara samar memberikan waktu kepada Assad untuk memindahkan persenjataan penting dan personil dan bukan seperti tahun lalu hanya memberikan peringatan dalam waktu sangat singkat yang hanya cukup untuk mengevakuasi personil saja.

Boleh jadi, nilai fasilitas dan bangunan yang dihancurkan tidak sebesar nilai dari rudal-rudal yang ditembakkan, namun AS tidak mempedulikan itu. Ini adalah sikap superioritas AS yang dengan sangat jelas menunjukkan bahwa ia tidak kekurangan uang, meskipun harus menghabiskan sekian dana ia pun mampu.

Dan Amerika Serikat dengan menggunakan cara peringatan dini seperti ini (mirip dengan duel para ningrat di zaman Eropa kuno), telah menentukan tingkat konflik dan metode kelanjutannya. Karena pihak militer Amerika hanya menyerang fasilitas senjata kimia Suriah saja, tidak menyerang langsung fasilitas dan pasukan Rusia.

Jika Putin terlibat aktif dalam konflik dan menyerang tentara AS maka dalam hal itu adalah pihak Rusia yang meningkatkan peperangan, memberikan dalih bagi Amerika untuk langsung menangani Rusia, dengan demikian dari aspek moralitas Amerika Serikat sekali lagi berada diatas angin.

Dengan kekuatan ekonomi dan militer Rusia saat ini tidak mungkin mampu menanggung sebuah perang yang tak mungkin bisa dimenangkannya. Meskipun untuk mempertahankan metode perang yang hanya membakar uang tanpa korban jiwa, Rusia juga tidak sanggup, Negara diktator tidak takut mengorbankan nyawa tentaranya namun lebih takut akan kekurangan dana.

Jelas, Putin juga sudah sangat jelas dengan situasinya sendiri dan kekuatan komparatif dari kedua belah pihak, menyadari pihaknya tidak mampu menghabiskan dana seperti Amerika Serikat, maka ia tidak memilih opsi pertama, tetapi juga tidak rela untuk mengambil pilihan ketiga.

Maka rancangan kedualah yang dipakai. Skenario kedua ini menjelaskan bahwa sikap Putin adalah melawan tapi tidak bersedia terlibat konflik secara langsung. Dengan demikian menurut logika dapat disimpulkan bahwa Putin memiliki tentara yang ditempatkan di Suriah namun tidak mengintervensi, kalau begitu ketika konflik AS-Korut terjadi, sangat kecil kemungkinan Rusia melintasi perbatasan secara aktif untuk ikut serta dalam peperangan, kemungkinan yang terbesar yakni sama seperti di Suriah: Memberikan bantuan dan menyediakan persenjataan.

Itu sebabnya, tiga hari pasca serangan udara, Trump secara terbuka memuji serangan udaranya “kesuksesan besar yang luar biasa”, mungkin bukan hanya karena semua rudal tepat mengenai sasaran dan tidak ada satupun yang dihadang oleh sistim anti rudal.

Bagi Trump yang lebih penting adalah reaksi Rusia membuatnya memahami akan strategi Putin, memberikan asuransi terkendali bagi konflik AS-Korut. Untuk selanjutnya, Amerika Serikat mengusulkan untuk memberlakukan sanksi kepada keterlibatan Rusia yang menyediakan perusahaan senjata kimia bagi Suriah, makna yang terkandung didalamnya adalah memperingatkan kepada Putin, selain tindakan perang masih ada sanksi ekonomi.

Selanjutnya jika dalam masalah besar Korea Utara, Putin tanpa mempertimbangkan dengan cermat ikut serta dalam pertempuran, maka Amerika Serikat akan menangani dengan multi-jurus agar Putin dalam situasi serba sulit.

Dengan adanya himah ini, dikemudian hari begitu AS mengirimkan pasukan ke Korea Utara, Putin akan lebih berhati-hati ketika mempertimbangkan apakah akan campur tangan atau tidak. Hal ini sebenarnya menambahkan satu asuransi lagi setelah menguji niat strategi Putin.

Tentu saja, melancarkan perang kilat terhadap Korea Utara, hanyalah salah satu pilihan, jika bisa diselesaikan secara damai, Trump juga akan senang, namun mempersiapkan peperangan dengan sempurna akan menghasilkan kepercayaan penuh dalam bernegosiasi.

Daripada mengatakan bahwa para presiden AS sebelumnya dibohongi dan dibodohi oleh dinasti marga Kim, lebih cocok dikatakan bahwa Presiden AS sebelumnya tidak memahami kekuatan diri sendiri dan situasi internasional serta psikologi lawan mereka, juga tidak mempersiapkan dengan matang, oleh karena itu kekurangan percaya diri dan ditambah lagi mereka tidak memiliki misi untuk menegakkan keadilan, maka itu ketika Korea Utara menyodorkan taktik penundaan.

Para pimpinan tersebut lalu mendorong perahu menuruti arus, menggunakan lereng turun dari punggung keledai, mengambil sikap defensive dalam menandatangani secarik kertas kosong, asalkan ada satu penjelasan bagi dunia luar dan kemudian menyisakan kerunyaman yang lebih besar kepada presiden berikutnya.

Namun Trump jelas berbeda, selain ia memiliki rasa keadilan juga memiliki misi mengemban tugas keadilan, lebih-lebih memiliki sikap pragmatis, tidak hanya melakukan persiapan perang dengan cukup, juga menggunakan semua kesempatan untuk mencari tahu kartu lawan, setiap kali bisa memperkirakan lawan dan bertindak yang tidak terduga oleh musuh, memegang erat kendali inisiatif ditangan sendiri. Hanya komandan yang luar biasa seperti ini baru bisa benar-benar melakukan taraf tertinggi dalam “Strategi Perang Sun Tsu” yakni menaklukkan musuh tanpa berperang. (LIN/WHS/asr)