Berlawanan dengan Retorika Anti Trump di Masa Lalu, Media Tiongkok Ingin Trump Menangkan Hadiah Nobel Perdamaian

Media pemerintah Tiongkok telah berulang kali mengkritik Presiden AS Donald Trump sejak dia mengumumkan tarif perdagangan barang-barang Tiongkok, yang memicu ketegangan perdagangan. Namun, sebuah publikasi yang dikelola oleh negara tersebut baru-baru ini telah perubahan arah secara tiba-tiba dan mengubah retorikanya sepenuhnya.

The Paper, surat kabar yang dikelola negara yang berbasis di Shanghai, menerbitkan editorial pada 1 Mei, mengatakan bahwa Presiden Trump harus menerima Hadiah Nobel Perdamaian untuk mempercepat pembicaraan yang mengarah pada janji denuklirisasi dari Korea Utara.

Dalam sebuah laporan berita terpisah yang diterbitkan pada hari yang sama, The Paper menyebutkan bahwa Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mengatakan pada pertemuan kabinet: “Presiden Trump harus menerima Hadiah Nobel Perdamaian. Yang kita butuhkan adalah perdamaian.”

Pada tanggal 27 April, Moon bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Panmunjom di zona demiliterisasi, dan menandatangani perjanjian bersejarah, Deklarasi Panmunjom, untuk mengakhiri Perang Korea dan “denuklirisasi sepenuhnya” Korea Utara.

Komentator urusan saat ini, Tang Jingyuan, menganalisa niat Beijing di balik liputan yang tiba-tiba positif tersebut. Dia mengatakan kepada The Epoch Times bahwa sebagai delegasi AS bersiap untuk mengunjungi Tiongkok pada 3 dan 4 Mei untuk membahas hubungan perdagangan mereka, Beijing gugup.

“Apakah Tiongkok dan AS dapat mencapai sebuah kesepakatan yang tidak hanya akan mempengaruhi ekonomi Tiongkok dan AS, tetapi juga mempengaruhi arah perdagangan dunia di masa depan,” katanya.

“Jadi kami melihat Beijing telah melakukan sesuatu untuk mengekspresikan apa yang disebut niat baik mereka untuk membuka jalan bagi pertemuan mereka tersebut,” ungkapnya.

perubahan sikap tiongkok yang tiba-tiba
Pangkalan kendaraan di sebelah kontainer-kontainer pengingirman milik Ocean Network Express Pte. di pelabuhan di dalam foto udara yang diambil di atas Shanghai, Tiongkok, pada hari Senin, 30 April 2018. (Qilai Shen / Bloomberg via Getty Images)

Beijing mungkin juga mencoba untuk menyanjung Trump agar pemerintah tersebut tidak menegur terlalu keras selama diskusi perdagangan, Tang percaya.

“Jika perang perdagangan berlanjut, Beijing pasti akan menderita kerugian besar,” katanya. “Sanksi pada ZTE adalah salah satu contohnya.” Pembuat smartphone Tiongkok baru-baru ini telah dihukum oleh pemerintah AS, dimana telah melarang semua perusahaan Amerika memasok komponen-komponen teknologi atau perangkat lunak kepada ZTE.

Tang menambahkan bahwa rezim Komunis Tiongkok telah tidak senang dengan Deklarasi Panmunjom (Panmunjom Declaration) karena Beijing tersisihkan dalam perundingan tersebut.

Surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah menyatakan ketidaknyamanan Beijing, karena secara khusus menyebutkan bahwa Deklarasi tersebut merujuk pada pertemuan perdamaian di masa depan antara ketiga pihak: AS, Korea Selatan, dan Korea Utara — atau empat pihak: AS, Tiongkok, Korea Selatan, dan Korea Utara. “Ini menunjukkan bahwa peran Beijing tidak penting. Jika KTT Trump-Kim berhasil, maka mereka tidak perlu Beijing terlibat. Itulah yang membuat Beijing sangat cemas,” kata Tang.

Tang menambahkan bahwa nada The Paper mengindikasikan Tiongkok ingin mengakui kepemimpinan Trump dalam urusan semenanjung Korea, dengan harapan bahwa Beijing masih dapat memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pembicaraan perdamaian, “karena melibatkan kepentingan ekonomi dan politik Beijing,” kata Tang. (ran)

ErabaruNews