AS Batal Mengundang Tiongkok Latihan Militer Internasional Sebagai Tanggapan Atas Agresi Laut Tiongkok Selatan

Di tengah agresi militer Beijing yang terus meningkat, Amerika Serikat telah melarang Tiongkok berpartisipasi dalam latihan militer internasional yang dipimpin AS yang dijadwalkan akan berlangsung bulan depan di Samudra Pasifik. Langkah tersebut dikatakan sebagai tanggapan atas eskalasi (peningkatan ruang lingkup konflik yang disengaja) terbaru dari Beijing terhadap militerisasi pulau-pulau di Laut China Selatan, yang telah didokumentasikan dengan baik oleh laporan-laporan internasional.

Latihan Lingkar Pasifik “Rim of the Pacific Exercise,” yang dikenal sebagai RIMPAC, melibatkan 27 negara dan merupakan latihan perang maritim internasional terbesar di dunia. Latihan tahunan tersebut diselenggarakan oleh Amerika Serikat dan berlangsung di sekitar Pearl Harbor, Hawaii, di mana Armada Pasifik Angkatan Laut AS bermarkas.

Partisipasi Angkatan Laut Pembebasan Rakyat (PLAN) Tiongkok di RIMPAC sejak 2014 telah menjadi isu yang kontroversial karena para pengkritik Beijing berpendapat bahwa Washington tidak boleh mengakomodasi kekuatan saingan yang secara konsisten melakukan agresi dan secara aktif merongrong posisi AS di kawasan Pasifik.

“Militerisasi lanjutan oleh Tiongkok di fitur-fitur yang disengketakan di Laut China Selatan hanya berfungsi untuk meningkatkan ketegangan dan mengguncang kawasan itu,” kata juru bicara Departemen Pertahanan Letnan Kolonel Christopher Logan. “Sebagai tanggapan awal terhadap militerisasi Tiongkok yang berlanjut di Laut China Selatan, kita telah batalkan undangan untuk Angkatan Laut PLA dalam Latihan Lingkar Pasifik (RIMPAC) 2018. Perilaku Tiongkok tidak konsisten dengan prinsip dan tujuan latihan RIMPAC.”

Pentagon mengatakan memiliki bukti bahwa rezim komunis Tiongkok telah mengerahkan rudal anti kapal, sistem rudal permukaan ke udara (SAM), dan jammers elektronik (pemancar yang digunakan untuk menyiarkan gangguan elektronik) untuk memperebutkan fitur di wilayah Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Pendaratan pesawat pengebom PLA di Pulau Woody juga telah menimbulkan ketegangan.

Pernyataan Pentagon akan konsisten dengan sejumlah laporan baru-baru ini, seperti yang dilakukan oleh CNBC pada awal Mei yang mendokumentasikan rudal-rudal Tiongkok sedang disebar di terumbu-terumbu karang Fiery Cross Reef, Subi Reef, dan Mischief Reef, tiga fitur yang diperebutkan di Kepulauan Spratly.

Laporan lain diterbitkan oleh Fox News pada 23 Mei mengutip citra yang diambil oleh satelit komersial sebagai bukti bahwa Beijing meningkatkan operasi militer di Pulau Woody, pulau terbesar di Kepulauan Paracel di Laut China Selatan, yang lebih jauh ke utara Kepulauan Spratly dan lebih dekat ke daratan Tiongkok. Beberapa jam setelah laporan Fox diterbitkan, Pentagon mengeluarkan pernyataan yang membatalkan Tiongkok dari latihan RIMPAC tahun ini.

Mengutip ImageSat International, laporan Fox mengatakan bahwa Tiongkok kemungkinan sedang menyebar rudal-rudal permukaan ke udara HQ-9 di Pulau Woody, meskipun jaring kamuflase membuat sulit untuk mengkonfirmasi keberadaan mereka. HQ-9 memiliki jangkauan 125 mil, dan disebar secara cepat di pulau pada tahun 2016.

Ini bukan pertama kalinya Amerika Serikat menolak satu negara asing dari RIMPAC untuk mengekspresikan ketidaksetujuan atas perilakunya. Rusia dibatalkan undangannya pada 2014 setelah serangan Moskow ke Ukraina tahun itu.

“Kita telah meminta Tiongkok untuk segera menghapus sistem-sistem militer tersebut dan mengubah arah tujuan militerisasi dari fitur-fitur Laut China Selatan yang disengketakan tersebut,” kata pernyataan Pentagon, mengutip fakta bahwa pemimpin Tiongkok Xi Jinping telah menjanjikan Amerika Serikat dan dunia rezim tidak akan militerisasi Kepulauan Spratly.

latihan perang lingkar pasifik RIMPAC
Kapal pengerukan Tiongkok konon terlihat di perairan sekitar Fiery Cross Reef di Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan dalam gambar diam ini dari video yang diambil oleh pesawat pengintai P-8A Poseidon yang disediakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat 21 Mei 2015. ( US Navy / Handout via Reuters / File Photo)

Keputusan Pentagon segera dipuji oleh banyak orang yang telah lama kritis terhadap ikut sertanya Tiongkok di RIMPAC tersebut. Di antara mereka yang memuji keputusan itu adalah Jim Fanell, seorang pensiunan Kapten Angkatan Laut AS dan mantan perwira intelijen militer yang bersaksi di Komite Pilihan Tetap DPR untuk Intelijen pekan lalu yang mengecam ekspansi agresif Tiongkok seraya menyerukan sikap AS yang lebih keras terhadap Beijing.

“Sejak 2012 RRT telah membuat ejekan norma-norma internasional, dengan secara ilegal merebut Beting Scarborough dari Republik Filipina, dengan secara ilegal membangun tujuh pulau buatan baru di Laut China Selatan,” kata Fanell, “Keputusan membatalkan undangan Angkatan Laut PLA untuk berpartisipasi dalam RIMPAC 2018 tersebut mengirimkan sinyal yang jelas bahwa AS tidak akan menghargai perilaku buruk oleh RRC di dalam wilayah maritim tersebut dengan hak istimewa berpartisipasi dalam latihan angkatan laut utama ini.”

Fanell juga memperingatkan panglima angkatan laut AS untuk tetap waspada karena sangat mungkin bahwa Beijing akan mengirimkan kapal kumpulan intelijen Angkatan Laut PLA lainnya ke area latihan RIMPAC seperti yang mereka lakukan pada tahun 2012 dan 2014.

Klaim-klaim maritim Tiongkok di Laut China Selatan, berdasarkan “Nine-Dash Line” (sembilan titik imaginer) yang digambar untuk mencerminkan interpretasi Tiongkok atas hak-hak historis, telah lama diperdebatkan oleh sebagian besar negara tetangga di wilayah tersebut.

Selama dekade terakhir rezim Tiongkok mengintensifkan pembangunan pulau-pulau buatan dan menempatkan pangkalan militer di sekitar Beting Scarborough dan fitur-fitur yang disengketakan lainnya di Laut China Selatan. Filipina membawa kasus tersebut ke Pengadilan Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) di Den Haag pada 2013 untuk menantang klaim Tiongkok.

Dalam kasus yang terjadi, yang dikenal sebagai Arbitrase Laut China Selatan, pengadilan memutuskan pada bulan Juli 2016 secara meyakinkan di dalam pernaungan Filipina. Sebagai tanggapan, Tiongkok dengan keras mengkritik pengadilan tersebut dan menolak untuk menerima putusannya. (ran)

Rekomendasi video :

ErabaruNews