Agen Inggris Menyamar di Internet untuk Bongkar Jaringan Teroris Wanita ISIS

EpochTimesId – Seorang gadis remaja, Safaa Boular, menjadi terpidana teroris ISIS termuda di Inggris. Dia ditangkap bersama komplotannya setelah operasi penyamaran agen badan intelijen Inggris, MI5.

Agen MI5 berpose sebagai jihadis di Internet. Dia mengaku memiliki rencana untuk menyerang London bersama ‘suami online’-nya yang tinggal di Suriah.

Safaa Boular dinyatakan bersalah karena merencanakan aksi teror bersama saudara perempuan dan ibunya. Ini adalah jaringan sel perempuan pertama ISIS yang terungkap di Inggris.

Gadis 18 tahun bersama komplotannya itu berencana untuk melakukan serangan senjata dan granat di British Museum.

Pengadilan mendengar bahwa Boular mengalami radikalisasi melalui kombinasi keluarga yang disfungsional. Sang ibu yang mendorongnya menuju interpretasi Islam yang sangat konservatif, sehingga dirinya menjadi radikal. Boular juga mengalami radikalisasi melalui hubungannya dengan seorang pejuang jihad di Suriah.

Sue Hemming dari Crown Prosecution Service (CPS) mengatakan, “Niat Safaa Boular adalah untuk menyebabkan cedera serius dan kematian. Dia pertama berencana melakukan ini di Suriah dengan meledakkan sabuk bunuh diri dengan tunangannya turut serta di sisinya.”

“Ketika dia dicegah (perjalanan ke Suriah) fokusnya beralih ke serangan di Museum Inggris di mana akan ada kerumunan besar,” kata Hemming dalam sebuah pernyataan.

Kakak perempuan dan ibunya, serta seorang wanita lain telah mengaku bersalah atas kejahatan terkait terorisme itu. Mereka mengaku bersalah, sebelum Boular divonis bersalah pada 4 Juni 2018 di Old Bailey, London.

Wakil Asisten Deputi Terorisme, Dean Haydon, mengatakan penyelidikan dimulai ketika Boular tertangkap sedang berusaha melakukan perjalanan ke Suriah. Dia ke Suriah untuk bertemu seorang jihadis yang berkenalan secara online.

“Setelah dicegah untuk bepergian ke Suriah, dia kemudian mulai merencanakan serangan di Inggris, tetapi rencananya digagalkan oleh kerjasama para agen jaringan anti terorisme dan badan keamanan,” kata Haydon dalam sebuah pernyataan.

CPS mengatakan Boular, yang berusia 16 tahun pada saat itu, melakukan kontak online dengan seorang wanita yang merupakan perekrut ISIS dan propagandis bahasa Inggris di Raqqa. Dia lalu diperkenalkan kepada ratusan orang baru.

Dia kemudian membangun hubungan online dengan seorang jihadis Inggris yang pergi ke Suriah untuk menjadi teroris ISIS. Mereka ‘menikah’ dalam sebuah upacara online.

Segera setelah mereka menggagalkan upaya Boular untuk melakukan perjalanan untuk bertemu dengan suaminya, para agen Inggris yang menyamar sebagai komandan ISIS menghubungi dia melalui sistem pesan aman. Boular kemudian ‘mengambil umpan’, dan berdiskusi dengan mereka tentang rencana serangan di London.

“Tanpa disadari (oleh Boular), orang-orang yang dia ajak berdiskusi tentang rencana serangan terornya via online bukan sesama ekstremis, tetapi agen dari layanan keamanan yang sedang menyamar,” kata pernyataan dari Kepolisian Metropolitan London.

“Yakin bahwa dia berkomunikasi melalui aplikasi terenkripsi dan aman, (Boular) mendiskusikan rencana dan keinginannya untuk memegang senjata api dan granat nanas saat mereka akan melakukan serangan teror.”

Bersama dengan ibu dan saudara perempuannya, dia juga membahas kemungkinan menggunakan kendaraan dan pisau untuk melakukan serangan. Mereka memberi sandi ‘pesta teh’ untuk rencana aksi teror itu.

Percakapan dengan saudara perempuannya, Rizlaine Boular, dan ibu, Mina Dich, dari dalam penjara berlanjut selama sekitar dua minggu.

Pada 25 April 2017, ibu dan anak perempuan itu berkeliling Westminster. Kegiatan yang, dalam apa yang dinas keamanan yakini, sebagai pengintaian target potensial. Mereka kemudian pergi ke supermarket di London selatan pada hari berikutnya untuk membeli sebungkus pisau dapur.

Pada tanggal 27 April, ketika mereka mendengar Rizlaine mendiskusikan rencana penyerangan di rumah dengan anggota komplotan ke-empat, Khawla Barghouthi, pihak berwenang memutuskan untuk mengambil tindakan.

Selama penggrebekan di rumah mereka, Rizlaine ditembak oleh petugas saat hendak menyerang petugas dengan pisau. Dia berteriak agar mereka meninggalkannya sendirian saat mereka memberikan pertolongan pertama.

Rizlaine Boular dan Mina Dich, keduanya mengaku bersalah atas tuduhan terorisme, dan ketiga terdakwa lainnya kini sedang menunggu sidang putusan pengadilan.

Selama persidangan, terungkap bahwa sang ibu telah tertarik pada interpretasi Islam yang semakin radikal. Paham radikal itu yang kemudian ditularkan pada Boular remaja, bahkan memaksanya untuk berpuasa selama Ramadhan meskipun anaknya menderita diabetes.

“Ketiga wanita itu dipenuhi dengan kebencian dan ideologi beracun, mereka bertekad untuk melakukan serangan teroris,” kata Haydon. (Simon Veazey/Epoch Times/waa)

Video Rekomendasi :