Tiongkok Tabur Uang di Banyak Negara demi Perluasan Ekonomi dan Militer

EpochTimesId – Rezim penguasa otoriter di Tiongkok, Partai komunis, sedang menabur uang di banyak negara. Hal itu dilakukan untuk menuai ekspansi ekonomi dan militer.

Tiongkok komunis misalnya, menyalurkan dana pinjaman pembangunan infrastruktur ke negara Afrika, meminta imbalan sumber daya alam setempat.

Sementara itu, laporan rahasia Australia menunjukkan bahwa Tiongkok komunis telah mempengaruhi kebijakan pemerintah Australia di semua tingkatan melalui. Hal itu dilakukan dengan dana kontribusi politik dan cara lain.

Analisis survei menunjukkan bahwa Tiongkok komunis juga menginvestasikan lebih dari 318 miliar dolar AS di Eropa dalam sepuluh tahun terakhir untuk keperluan penetrasi.

Pada 30 Mei 2018, Laporan Ancaman Tahunan 2018 dari The Cipher Brief mengungkapkan ekspansi ekonomi dan militer global Tiongkok komunis. Pada 29 Mei, sebuah laporan rahasia dari Australia mengungkapkan bagaimana Tiongkok komunis berusaha mempengaruhi politik dari semua tingkat pemerintahan di negara tersebut.

Pada 23 April, Bloomberg menerbitkan artikel survei tentang bagaimana Tiongkok komunis menggunakan uang untuk membuka jalur Eropa. Hasil analisa dari data dan fakta ini semua menunjukkan bahwa Tiongkok komunis mencoba menggunakan uang untuk mempengaruhi dunia.

Laporan Ancaman Tahunan 2018 dari The Cipher Brief mengungkapkan, Tiongkok dengan menyalurkan dana pinjaman pembangunan infrastruktur ke negara Afrika untuk mendapatkan sumber daya alam setempat.

Gordon Chang, penulis buku ‘The Coming Collapse of China’ mengatakan, dengan ditingkatkannya ‘penaburan’ uang di luar negeri, Tiongkok komunis dapat menggunakan alasan melindungi investasi di luar negeri untuk mengekspansi kekuatan militernya.

The Cipher Brief, situs AS yang mengkhususkan diri dalam pembahasan isu keamanan, mempublikasikan sejumlah artikel tulisan para mantan personil CIA atau FBI.

Ekspansi kekuatan Tiongkok komunis di Afrika dan Timur Tengah
Laporan bulan Juni 2017 Pentagon kepada Kongres AS menunjukkan bahwa Tiongkok telah mendirikan pangkalan angkatan laut pertama di luar negeri, yakni di Djibouti, Afrika. Djibouti dianggap strategis karena posisi geografisnya.

Ketua Komite Intelijen DPR AS, Devin Nunes mengatakan, Djibouti yang terletak di pintu yang bersifat benteng strategis untuk masuk ke Laut Merah, memiliki pengaruh politik ke negara lain yang perlu keluar masuk lewat Laut Merah. Tiongkok mengharapkan pintu tersebut membawa pengaruh besar pada perdagangan dunia, karena lokasi tersebut merupakan arteri utama bagi pelayaran global.

“Mereka dapat saja secara efektif memotong perdagangan global, jika hal tersebut memang mereka inginkan,” Kata Nunes.

Joseph DeTrani, mantan direktur operasi CIA di Asia Timur mengatakan bahwa dengan diluncurkannya Inisiatif Sabuk Ekonomi Jalur Sutra, Tiongkok dapat membentuk lebih banyak pangkalan angkatan laut mereka di Afrika dan Timur Tengah.

Devin Nunes mengatakan, investasi dalam infrastruktur di Afrika telah memungkinkan Tiongkok komunis memenangkan pemungutan suara di PBB untuk menekan negara-negara itu.

“Tiongkok mengucurkan dana pinjaman untuk membangun infrastruktur seperti perkeretaapian dan pelabuhan sampai miliaran dolar. Negara-negara Afrika telah menyadari bahwa ini (pinjaman dari Tiongkok) harus dibayar dengan pengorbanan,” tulis Laporan The Cipher Brief.

Di Afrika, Tiongkok memberikan pinjaman penuh pembangunan infrastruktur untuk ditukar dengan sumber daya alam lokal. Antara tahun 2002 hingga 2009, Bank Ekspor Impor Tiongkok telah menyalurkan total 29.3 miliar dolar AS dana pinjaman pembangunan infrastruktur kepada negara di Afrika.

Beberapa tahun kemudian, efeknya luar biasa. Pada tahun 2014, sekitar 85 persen impor Tiongkok dari Afrika adalah minyak atau mineral.

Para kritikus mengatakan bahwa Tiongkok membangun lapangan stadion olahraga di mana-mana di Afrika, juga jalan raya bebas hambatan (tol) dan proyek lainnya. Mereka mempekerjakan puluhan ribu pekerja yang didatangkan dari daratan Tiongkok. Sehingga, investasi Tiongkok hampir tidak membawa peningkatan kualitas hidup bagi penduduk setempat. Negara-negara Afrika itu malahan terbebani oleh hutang yang berat.

Sampai saat ini masih ada sejumlah negara Afrika belum mampu keluar dari kesulitan ekonomi yang mereka hadapi, masih harus bergelut dengan kemiskinan, pengangguran dan permasalahan lainnya.

Henning Melber, seorang profesor peneliti dari Nordic Afrika Institute berpendapat bahwa Tiongkok hanya berfokus pada produksi barang. Sehingga kemitraan yang demikian ini tidak dapat terhindar dari melakukan eksploitasi tenaga kerja, dan pembagian keuntungan yang tidak adil.

Nigeria adalah salah satu dari sepuluh negara di Afrika yang mendapatkan kucuran dana ‘bantuan’ dari Tiongkok. Mantan gubernur bank sentral negara itu, Lamido Sanusi pada tahun 2013 telah menyampaikan komentarnya lewat Financial Times.

“Tiongkok komunis membawa dari negaranya peralatan, dan tenaga kerja juga dari negaranya. Tidak melakukan transfer teknologi kepada negara Afrika. Tiongkok mengambil sumber daya alam kami dan kemudian menjual barang manufakturing mereka kepada kami. Ini sesungguhnya adalah perilaku kolonialisme,” tulis Sanusi.

Lamido Sanusi menunjuk apa yang dilakukan orang-orang asal Tiongkok yang terkait proyek pembangunan infrastruktur di Botswana dan Namibia : Mereka merebut bisnis lokal, mulai menguasai pasar komersial di banyak negara Afrika dan menguras habis industri lokal.

The Cipher Brief mengungkapkan bahwa proyek Sabuk Ekonomi Jalur Sutra di Afrika dan Timur Tengah juga memainkan peran yang tidak kalah penting untuk kepentingan Tiongkok.
Sambil memberikan investasi di Timur Tengah dan negara-negara Afrika, Tiongkok komunis juga telah menempati posisi unggul untuk menguasai sumber daya lokal.

Laporan menyebutkan bahwa sekitar 50 persen dari minyak impor Tiongkok didatangkan dari negara di Timur Tengah. Sebanyak 23 persen lainnya didatangkan dari negara-negara di Afrika.

Tiongkok komunis menginvestasikan dana dalam jumlah besar untuk memperkuat pengaruh terhadap negara-negara Barat
National Endowment for Democracy (NED) Amerika Serikat tahun lalu merilis sebuah laporan yang isinya berfokus pada pengaruh Tiongkok dan Rusia di negara-negara berkembang. Dalam laporan itu, NED untuk pertama kalinya mengubah kekuatan penetrasi global negara-negara otoriter dari tingkat soft power menjadi sharp power.

Laporan ini mencatat bahwa Tiongkok selama satu dekade terakhir telah menghabiskan dana sampai puluhan miliar dolar untuk keperluan penetrasi di dunia. Mereka memanfaatkan lingkungan Barat yang bebas dan terbuka, melalui pertukaran personil, kegiatan budaya, program pendidikan, pengembangan media dan lain-lain untuk mempengaruhi opini publik di dunia, untuk mempercantik citra komunisme yang dianut Tiongkok.

NED menunjukkan bahwa pendekatan di atas hanyalah bagian kecil dari usaha ekspansi pengaruh Tiongkok. Menggunakan kata soft (lembut) power tidak cukup mewakili kekuatan dorongan dari usaha Tiongkok, tetapi lebih cocok menggunakan kata sharp (tajam) power untuk menggambarkan penetrasi pada lingkungan politik dan informasi dari negara yang tertarget.

Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, Australia dan sejumlah negara di Eropa telah menaruh perhatian besar terhadap ekspansi global dan penetrasi Tiongkok komunis yang dilakukan selama sepuluh tahun terakhir.

Menggunakan dana kontribusi politik untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Australia
Business Insider pada 29 Mei lalu mengungkap sebuah laporan rahasia pemerintah Australia. Laporan menyebut bahwa Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull pada tahun 2016 memobilisasi sumber daya asal Kantor Perdana Menteri dan Organisasi Intelijen Keamanan Australia.

Melalui investigasi yang menghabiskan waktu setahun penuh, mereka berhasil menemukan bahwa Tiongkok komunis selama dekade terakhir telah mencoba menggunakan dana kontribusi politik ke semua tingkatan pemerintahan untuk mempengaruhi kebijakan Australia, dan memperoleh kesempatan untuk mendekati pemerintah tersebut.

Selain itu, Tiongkok juga berusaha untuk mempengaruhi media dan akademisi Australia. Ini yang sekarang menjadi objek paling memprihatinkan bagi pemerintah dan rakyat Australia.

Media Australia mengungkapkan, penetrasi Tiongkok komunis masuk ke lembaga pemerintah Australia, politik dan ekonomi menjadi ancaman. Tiongkok juga memanfaatkan warga pro-PKT untuk disusupkan ke dalam masyarakat Australia, universitas dan lainnya demi mempromosikan kepentingan Tiongkok. (Getty Images/EW)

Penemuan dari investigasi tersebut kemudian mendorong Malcolm Turnbull pada bulan Desember 2017 untuk mengusulkan pengaturan melalui undang-undang, untuk melawan spionase, campur tangan asing dan kontribusi politik luar negeri.

Hubungan antar negara Tiongkok dengan Australia kemudian berubah menjadi tegang karenanya. Dua lembaga berita yang paling berpengaruh di Australia, Fairfax Media dan Australian Broadcasting Corporation pada bulan Juni 2017 mempublikasikan laporan hasil survei. Mereka mengungkapkan secara rinci penetrasi Tiongkok komunis di Australia yang mengejutkan masyarakat.

Los Angeles Times berdasarkan laporan tahun lalu menunjukkan bahwa Tiongkok sedang mengambil langkah-langkah ekstrim dalam upayanya untuk mengekspansi pengaruh mereka ke dunia internasional.

Direktur Kantor Intelijen Australia, Duncan Lewis pada bulan Juni kepada anggota parlemen mengatakan bahwa, langkah ekstrem dalam kegiatan spionase dan campur tangan asing yang belum pernah ditemukan sebelumnya, kini sedang terjadi. Ini menjadi ancaman bagi lembaga pemerintah, ekonomi dan politik Australia.

“Beijing telah menghabiskan dana lebih dari 6 miliar dolar AS untuk memperluas propaganda dan keperluan modernisasi fasilitas. Ini termasuk pengembangan saluran televisi yang dipancarkan ke dunia dan kantor berita BUMN Tiongkok di seluruh dunia,” demikian menurut Duncan.

John Fritzgerald, seorang profesor Swinburne University of Technology yang melakukan penelitian tentang masyarakat sipil Tiongkok mengatakan bahwa, yang lebih parah adalah Biro politik PKT United Front telah menyusupkan sejumlah warga pro-PKT ke dalam masyarakat Australia, universitas dan lembaga lainnya demi mempromosikan kepentingan Tiongkok.

“Fitur paling penting dari kegiatan propaganda PKT bukanlah pembuatan konten atau penyebaran informasinya, melainkan lebih pada tuntutan terhadap pengontrolan dan penindasan dari kontennya,” Fitzgerald mengatakan.

Para pemimpin Tiongkok dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu musuh dari PKT adalah nilai universal. Mereka juga mengklaim akan menghabisi musuh tersebut di mana saja dan kapan saja.

Tiongkok komunis menginvestasikan total lebih dari 318 miliar dolar AS di negara Eropa selama sepuluh tahun terakhir
Bloomberg pada 23 April merilis sebuah artikel berjudul ‘Bagaimana Tiongkok Menggunakan Uang untuk Membuka Eropa’. Artikel mengutip data yang dapat diandalkan, menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, jumlah total investasi Tiongkok di Eropa telah melampaui 318 miliar dolar AS.

Investasi dilakukan terutama untuk bidang infrastruktur di Eropa selatan dan Eropa Timur, serta bidang teknologi tinggi di negara-negara Eropa Barat. Kegiatan Tiongkok komunis di Eropa memiliki skup 45 persen lebih luas dibandingkan dengan kegiatan mereka di AS.

Foto Serbia Pupin Bridge, jembatan pertama yang dibangun oleh Tiongkok, dibuka untuk lalu lintas umum pada 18 Desember 2014. (AFP/EW)

Komentar Bloomberg menyebutkan bahwa yang penting adalah bahwa data yang ada masih meremehkan skala dan lingkup ambisi Tiongkok di Eropa. Masih banyak penanaman modal dalam merger perusahaan, dan kemitraan lain yang belum diungkapkan dalam data.

Investigasi menemukan, dari perusahaan Tiongkok yang mengakuisisi perusahaan di Eropa, kebanyakan adalah perusahaan BUMN Tiongkok atau yang berlatarbelakang milik negara.

Menanggapi ekspansi pengaruh Tiongkok komunis di Eropa, negara-negara pilar Uni Eropa seperti Jerman dan Perancis sedang mendesak Uni Eropa menyusun strategi penangkal. Sehingga bisa menjadi langkah dalam mencegah penetrasi lebih jauh dari negara komunis itu.

Kedua negara tersebut tahun lalu mendesak Uni Eropa untuk mengeluarkan kebijakan pengaturannya. Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker berjanji Uni Eropa akan memperkenalkan mekanisme untuk memantau investasi Tiongkok di Eropa. Komisaris Uni Eropa yang bertanggung jawab atas isu-isu perdagangan mengatakan bahwa pihaknya akan mencapai kesepakatan internal negara Uni Eropa sebelum akhir tahun ini. (Zhang Ting/EW/Sinatra/waa)

Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA