Mayoritas Masyarakat Amerika Dukung Tembok Perbatasan dengan Meksiko

EpochTimesId – Masyarakat Amerika cenderung meyakini bahwa imigran gelap harus diperlakukan dengan baik. Tetapi mereka juga akan lebih memilih imigran gelap tidak masuk ke AS, demikian jajak pendapat CBS baru-baru ini.

Mayoritas (54 persen) orang Amerika menginginkan imigran gelap diperlakukan dengan baik. Itu akan menjadi contoh kebaikan Amerika untuk semua orang di dunia. Daripada menghukum imigran gelap, sebagai contoh ketangguhan Amerika pada aktivitas ilegal.

Akan tetapi, mayoritas (51 persen) orang amerika juga berpikir bahwa tembok perbatasan adalah ide yang sangat bagus.

Sebagian besar dari jajak-pendapat ini memeriksa pandangan responden tentang isu beberapa imigran gelap yang terpisah dari anak-anak mereka di fasilitas penahanan. Situasi yang baru-baru ini mempengaruhi lebih banyak orang karena penegakan hukum imigrasi pemerintahan Presiden Donald Trump yang lebih ketat.

Sementara kebanyakan orang Amerika (77 persen) setuju masalah ini perlu dipecahkan. Cara paling populer untuk menanganinya adalah deportasi.

Hanya 21 persen yang mendukung kebijakan umum dari pemerintahan sebelumnya untuk membebaskan seluruh anggota keluarga imigran gelap di AS untuk sementara waktu dan mengharuskan mereka melapor kembali untuk mendapat jadwal sidang.

Bahkan lebih sedikit (15 persen) yang mendukung kebijakan saat ini. Yaitu menahan keluarga baik terpisah atau bersama-sama.

Agen Penjaga Perbatasan dan Bea Cukai AS memantau Rio Grande dengan kapal. Sungai ini menjadi batas antara kota Ciudad Miguel Aleman, Meksiko (sisi jauh) dengan kota Roma di Texas.(Photo : Benjamin Chasteen/The Epoch Times)

Pilihan yang paling populer, didukung oleh 48 persen responden, adalah mengembalikan imigran gelap keluarga ke negara asal mereka. Itu adalah apa yang selama ini diinginkan oleh Presiden AS, Donald Trump.

“Orang-orang hanya harus berhenti di Perbatasan dan (kita) mengatakan bahwa mereka tidak dapat masuk ke AS secara ilegal,” tulis Trump dalam tweet 25 Juni 2018.

Dan itulah kebiasanya yang terjadi pada dunia internasional. Ketika seseorang memasuki suatu negara secara ilegal dan tertangkap di dekat perbatasan, mereka akan menghadapi proses hukum yang cepat, dan pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dapat segera memutuskan untuk mengirim orang tersebut kembali ke negara asal.

Tapi, ada celah dalam sistem imigrasi AS, yang telah banyak dimanfaatkan oleh keluarga dari Amerika Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Jika pelintas batas meminta suaka, pejabat harus menentukan apakah orang itu memiliki ‘rasa takut yang kredibel’ karena disiksa atau dianiaya, jika dikembalikan ke negara asalnya. Jika ya, orang tersebut ditahan dan menunggu sidang di depan hakim imigrasi.

Pemeriksaan rasa takut yang kredibel harus menentukan apakah ada ‘kemungkinan yang signifikan, maka imigran dapat menetapkan kelayakan untuk suaka diatur dalam undang-undang Amerika.

Tetapi ada perbedaan besar antara jumlah orang yang lulus pemeriksaan dan mereka yang benar-benar diberikan suaka.

Petugas suaka telah menyetujui 75 hingga 90 persen dari permintaan suaka, menurut Art Arthur, mantan hakim pengadilan imigrasi dan anggota Lembaga Hukum dan Kebijakan di Pusat Studi Imigrasi (CIS).

Sementara itu, hanya sekitar 20 persen aplikasi suaka yang disetujui pada tahun 2017. Namun, mencari suaka tampaknya bukan prioritas untuk gelombang imigran keluarga saat ini, dari negara-negara seperti Honduras, Guatemala, dan El Salvador.

Karena adanya amandemen tahun 2016 terhadap putusan pengadilan tahun 1997, ‘the Flores Settlement Agreement’ (Kesepakatan Penyelesaian Flores), anak di bawah umur tidak dapat ditahan di sebagian besar fasilitas DHS selama lebih dari 20 hari. Itu adalah waktu yang sangat singkat untuk menyelesaikan proses hukum di pengadilan imigrasi yang sangat terbebani.

Itu berarti mereka kemudian harus dikirim sendiri tanpa orang tua ke fasilitas Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS). Atau, pilihan lain adalah, seluruh keluarga dilepaskan di dalam wilayah Amerika Serikat, dengan tanggal pengadilan yang ditetapkan dimasa yang akan datang, yang kemungkinan bertahun-tahun mendatang.

Dan ketika dilepas di dalam negeri, sekitar 80 persen keluarga itu biasanya tidak muncul untuk menghadiri sidang pengadilan imigrasi mereka, menurut Thomas Homan, wakil direktur Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE).

“Apakah saya pikir beberapa dari orang-orang ini melarikan diri dari ketakutan dan penganiayaan dan mereka memiliki kasus yang kuat? Ya, saya pikir ada beberapa,” kata Homan kepada CIS awal bulan ini.

“Saya bodoh jika dikatakan tidak ada. Tapi saya pikir mayoritas dari mereka mengambil keuntungan dari ambang rendah [untuk rasa takut yang kredibel], dan ada banyak penipuan suaka yang terjadi, dan mereka bersembunyi,” sambungnya.

Pada tanggal 11 Juni 2018, Jaksa Agung Jeff Sessions memperketat kriteria ketakutan yang kredibel. Kriteria yang menyatakan bahwa individu yang melarikan diri dari kejahatan dan kekerasan domestik (tema umum di antara para migran Amerika Tengah), tetapi yang tidak dianiaya oleh pemerintah mereka sendiri, tidak masuk kriteria sebagai kriteria memperoleh suaka.

Ada cara lain anak-anak imigran gelap terpisah. Ketika orang tua dituduh melakukan kejahatan, termasuk pelanggaran pelanggaran ringan lintas batas ilegal, mereka dipindahkan ke tahanan Marshal AS. Anak-anak tidak dapat tinggal bersama mereka di fasilitas tahanan dewasa dan dengan demikian dipindahkan ke fasilitas HHS.

Lebih dari 2.300 anak telah dipisahkan dengan cara ini sejak Mei 2018, ketika pemerintah mulai menuntut semua penyeberangan imigran secara ilegal.

Trump berusaha untuk mengakhiri praktik dengan perintah eksekutif pada 20 Juni 2018 yang memprioritaskan untuk mengupayakan agar imigran gelap yang datang sebagai keluarga tetap bersama ketika ditahan. (Charlotte Cuthbertson dan Petr Svab/The Epoch Times/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA