Perbedaan Reaksi Pasar Tiongkok dengan Pasar Amerika Dalam Perang Dagang

ANALISIS BERITA

Sejak eskalasi perang perdagangan AS-Tiongkok, pasar saham AS dan Tiongkok sebagian besar bergerak ke arah yang berlawanan.

Dinamika yang tidak biasa ini menggarisbawahi opini investor di dalam pasar Amerika dan Tiongkok, serta kekuatan ekonomi dan keuangan milik mereka masing-masing.

Sementara volatilitas telah meningkat, saham AS sebagian besar meningkat tajam sejak perang dagang tersebut meningkat. Indeks S&P 500 naik sekitar 3,2 persen sejak akhir Februari, dan naik sekitar 3,6 persen sejak akhir Mei.

Ada beberapa faktor utama yang menggembirakan di AS. Alasan utama adalah fundamental yang mendasari tetap positif di kalangan para penerbit saham AS dan para analis mengharapkan musim laba yang kuat kuartal kedua.

“Dalam pandangan kami, bahkan tindakan-tindakan keras seharusnya tidak terlalu mengimbangi fundamental perusahaan AS yang telah kuat,” kata analis JPMorgan mengenai laba kuartal kedua, menurut laporan CNBC.

Faktor lain bisa jadi sebagian besar investor mengharapkan AS memenangkan perang dagang yang sedang berlangsung tersebut. AS mengimpor barang jauh lebih banyak daripada impor Tiongkok dari AS. Dan neraca yang lebih kuat dari para importir AS yang besar dapat memungkinkan perusahaan-perusahaan Amerika untuk menahan dampak-dampak dari pertempuran tarif berkepanjangan tanpa berkorban banyak dalam penjualan-penjualan.

Data ekonomi AS terus menunjukkan kekuatan. Perekonomian menambahkan 213.000 pekerjaan pada bulan Juni, yang lebih tinggi dari yang telah diperkirakan. Federal Reserve memberikan pembaruan positif pada keadaan ekonomi AS, dalam “Laporan Kebijakan Moneter” untuk Kongres yang dirilis 13 Juli. “Sistem keuangan AS tetap jauh lebih tangguh daripada selama dekade sebelum krisis keuangan,” laporan tersebut mencatat.

Pasar Tiongkok Dibawah Tekanan

Gambaran di Samudra Pasifik jauh lebih suram.

Perang dagang yang sedang berlangsung telah menorpedo saham Tiongkok. Hingga Jumat lalu, pasar saham Tiongkok di pasar saham, Indeks Saham Gabungan Shanghai, telah turun 20,5 persen mulai tahun ini sejak titik tertinggi yang dicapai pada 24 Januari.

Pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS mengusulkan tambahan tarif 10 persen untuk sekitar $200 miliar impor Tiongkok, yang memberikan pukulan lebih lanjut terhadap prospek-prospek para eksportir Tiongkok.

Sentimen negatif berlaku di kalangan investor. “Kami terus percaya bahwa ketegangan perdagangan AS-Tiongkok tidak mungkin segera diselesaikan dan ketidakpastian dapat menyebabkan tekanan penurunan lebih lanjut pada valuasi,” analis Morgan Stanley Hong Kong Laura Wang menulis 11 Juli dalam pembaruan untuk klien.

Hal ini juga tercermin di pasar-pasar mata uang, karena dolar AS terhadap nilai tukar yuan Tiongkok (CNY) saat ini ditutup pada 6,69 pada 13 Juli, diperdagangkan di atas suku bunga People’s Bank of China yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar 6,67.

Menambahkan Bahan Bakar ke Dalam Api

Pada tingkat makro, pengaturan waktu perang perdagangan dapat menjadi lebih buruk. Ia telah berfungsi sebagai tambahan air yang memancar di laut yang sudah bergejolak bagi para investor Tiongkok.

Pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping telah meningkatkan kekuatannya dalam beberapa tahun terakhir. Dan dalam kekuatan ini adalah mandat untuk mereformasi ekonomi domestik Tiongkok, termasuk memberlakukan langkah-langkah tidak disukai yang dirancang untuk mengendalikan kelebihan kredit dan pengambilan risiko keuangan. Tindakan-tindakan ini termasuk mengawasi perbankan bayangan (shadow banking), mengurangi nafsu pengambilan risiko di antara sektor-sektor manajemen kekayaan dan asuransi, serta membatasi utang pemerintah daerah.

Namun tindakan deleveraging seperti itu telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan meningkatkan gagal bayar utang.

Pertumbuhan investasi aset tetap Tiongkok, penggerak utama ekspansi ekonomi, meliputi real estat, konstruksi, dan investasi industri, telah melambat menjadi 6,1 persen ukuran kinerja dalam satu tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada Mei 2018, menurut Trading Economics. Metrik ini termasuk yang terendah dalam catatan, karena Tiongkok rata-rata tumbuh 20,3 persen sejak tahun 1996, dengan tertinggi 53 persen pada Februari 2004.

Kegagalan-kegagalan obligasi berada pada kecepatan untuk mencapai rekor tahun ini, yang merupakan sesuatu yang diharapkan oleh PKT dan dikelola dengan hati-hati. Namun perang dagang baru-baru ini dengan AS telah memberikan tekanan tambahan pada obligasi korporasi Tiongkok yang berdenominasi dolar. Bloomberg melaporkan pada 12 Juli bahwa hasil rata-rata junk bonds (obligasi berperingkat noninvestasi atau obligasi sampah) dolar Tiongkok telah mencapai tingkat tertinggi sejak 2015 (imbal hasil obligasi kebalikan dari harga).

“Tiongkok memiliki jumlah kredit macet terbesar di antara perusahaan-perusahaan ini yang telah dipertahankan oleh pemerintah secara mendasar,” JPMorgan Asset Management Fixed Income Strategist Oksana Aronov mengatakan pada Bloomberg TV pada 13 Juli. “Jadi Tiongkok memiliki masalah pinjaman dan kredit buruk yang signifikan. … Dan masalah tarif tidak membantu di sana.”

Di tengah latar belakang ini, perselisihan tarif dengan AS menjadi masalah serius bagi para investor Tiongkok. PKT secara historis bergantung pada pasar, dan dengan perluasan, kekayaan, merupakan penghargaan untuk memenuhi tuntutan warga negara Tiongkok.

Namun karena sentimen investor Tiongkok menurun dan lebih banyak kemerosotan yang menyakitkan termanifestasi, PKT akan menemukan keadaan yang sulit baik secara internal maupun di luar negeri. (ran)

ErabaruNews