Proyek OBOR Menimbulkan Kesulitan Bagi Negara Kecil Eropa

EpochTimesId – KTT Tiongkok-Uni Eropa mulai digelar pada 16 Juli 2018. Beberapa media asing mengungkapkan kekhawatiran bahwa Montenegro mengalami masalah keuangan karena proyek ‘jalur sutra’ atau ‘One Belt One Road/OBOR’ Tiongkok.

Negara kecil di Eropa itu telah menanggung beban berat utang yang bakal sulit dibayar akibat menerima tawaran proyek OBOR Tiongkok. Akibat utang besar pada fase pertama proyek, Montenegro tidak mampu membayar lebih banyak utang untuk menyelesaikan proyek.

Pemilihan yang sulit bagi Montenegro
Laporan Reuters menyebutkan bahwa puluhan pekerja dari Tiongkok sedang berada di atas lembah sungai Moraca yang memiliki pemandangan indah di Montenegro. Mereka datang dalam rangka pembangunan sebuah highway (jalan tol) ‘paling modern’ yang melalui sejumlah medan paling berat di Eropa bagian selatan.

Highway yang panjangnya mencapai 165 KM tersebut dilukiskan sebagai jalan raya yang akan melintasi jembatan paling megah dan terowongan paling dalam di Eropa. Jalan tol itu diklaim sebagai pintu gerbang menuju dunia modern.

Proyek tersebut bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan Bar Harbor dengan negara tetangga pedalaman, Serbia. Tetapi ketika pembangunan jalan di atas pegunungan sepanjang 41 km di sebelah utara ibukota selesai dikerjakan, pemerintah mulai menghadapi pilihan yang sulit.

Pada tahap pertama konstruksi, pinjaman Tiongkok telah melonjakkan jumlah utang Montenegro. Karena itu, pemerintah Montenegro terdesak untuk menyelesaikan masalah fiskal dengan menaikkan pungutan pajak, membekukan beberapa upah sektor publik, dan membatalkan beberapa kebijakan yang menyangkut kesejahteraan masyarakat.

Laporan menyebutkan bahwa utang Montenegro tahun ini diperkirakan mencapai jumlah yang mendekati 80 persen dari produk domestik bruto (PDB) negaranya. Dana Moneter Internasional mengatakan bahwa negara itu tidak mampu membayar lebih banyak utang untuk menyelesaikan proyek-proyek yang tersisa.

“Bagaimana mereka dapat menyelesaikannya (pembangunan jalan raya) adalah masalah besar,” ujar seorang pejabat Uni Eropa yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

“Ruang fiskal mereka menyusut secara signifikan, mereka sudah mulai menyiksa diri sendiri, dan situasi saat ini adalah bahwa jalan raya tersebut merupakan jalan raya yang belum selesai, belum dapat digunakan,” sambungnya.

Proyek di Montenegro tersebut memicu perdebatan sengit di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Demikian juga di kalangan negara-negara yang berniat untuk bergabung dengan Uni Eropa (Montenegro, Serbia, Makedonia dan Albania). Mereka takut bahwa ini adalah salah satu proyek yang dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok komunis untuk menaikkan pengaruh di Eropa.

Bernd Lange, ketua Komite Perdagangan Internasional Parlemen Eropa mengatakan bahwa di balik peningkatan investasi Tiongkok di negara-negara Eropa, mungkin secara tidak langsung untuk memperoleh pertukaran pengaruh pada politik Eropa. Lange berharap bahwa Komisi Eropa dan pemerintah anggota harus memeriksa tujuan di balik investasi Tiongkok di Eropa.

Tiongkok komunis menggunakan inisiatif OBOR untuk memperluas lingkup ekonominya dan mencoba untuk mempengaruhi beberapa negara miskin dengan menawarkan pembangunan infrastruktur dasar. Mereka berusaha membuat komitmen besar untuk merealisasinya transformasi infrastruktur sebagai daya tarik buat negara bersangkutan agar mereka mau menerima pinjaman dengan bunga tinggi dari Tiongkok.

Banyak negara kecil dan miskin seperti Sri Lanka, Djibouti dan Mongolia telah menemukan bahwa mereka terseret oleh utang. Dan dengan demikian, mereka terpaksa lebih mengandalkan pada ‘kemurahan hati’ (pasrah) Tiongkok.

Laporan menyebutkan bahwa Montenegro adalah negara Eropa pertama yang telah sadar bahwa dirinya telah terjebak dalam situasi seperti itu.

Dalam hal ini, Mladen Grgic, seorang sarjana yang telah mempelajari proyek jalan raya mengatakan, “Jalan raya ini adalah sebuah perjanjian besar bagi Montenegro.”

Namun, ia mengingatkan orang-orang tentang Tito dan hari-hari proyek sosialis di wilayah tersebut. Tito atau mendiang Josip Broz Tito adalah pemimpin komunis dari bekas Yugoslavia.

“Jelas ini merupakan jebakan. Sekarang sudah dimulai, tidak peduli seberapa besar bahayanya, politisi tidak mampu menghentikannya,” kata Mladen Grgic.

Kasus Montenegro dan program PPP Tiongkok menarik perhatian masyarakat internasional. Montenegro awalnya berharap dapat mempromosikan pertumbuhan ekonomi di negara ini melalui pembangunan jalan raya tersebut, dan memperkuat hubungan perdagangan dengan Serbia sekaligus meningkatkan keselamatan di jalan raya.

Namun negara itu sadar bahwa mereka hanya memiliki sedikit ruang untuk menerima lebih banyak beban utang. Pemerintah Montenegro memiliki pilihan terbatas untuk membangun tiga fase berikutnya dari proyek jalan raya itu.

Negara itu, kini cenderung membentuk sebuah kemitraan publik-swasta (Public-private partnership/PPP). Mitra eksternal akan bertanggung jawab untuk membangun dan mengoperasikan jalan raya, namun memiliki hak untuk mengelola jalan raya selama 30 tahun untuk memperoleh pengembalian dari investasinya.

Perusahaan BUMN Tiongkok sedang membangun bagian pertama dari proyek PPP yakni pembangunan jalan dan jembatan di Montenegro. MOU telah mereka tandatangani pada bulan Maret tahun ini, PPP berkomitmen untuk menyelesaikan sisa jalan yang belum selesai dibangun.

Tetapi lembaga kredit Eropa khawatir bahwa Montenegro harus memberikan perlindungan pendapatan yang mahal kepada perusahaan mitra, yakni kepada BUMN Tiongkok, agar proyek sisa tersebut dilanjutkan hingga selesai. Ini mungkin dapat memperburuk kesulitan keuangan Montenegro.

“Kami sudah memberitahu mereka (para pemimpin Montenegro) bahwa model PPP mereka tidak memiliki kandungan pembiayaan, itu hanya pelemparan dari risiko yang tidak bisa mereka atasi,” kata seorang pejabat di Bank Investasi Eropa (EIB).

Pada bulan Mei tahun ini, Dana Moneter Internasional memperingatkan pemerintah Montenegro untuk tidak mengadopsi program PPP, karena itu mungkin dapat mengundang utang yang lebih besar. Seorang pejabat menyarankan bahwa Montenegro harus menunggu sampai berhasil bergabung dengan Uni Eropa baru menuju perbaikan infrastruktur jalan raya.

Karena setelah Montenegro menjadi bagian dari Uni Eropa, Montenegro akan menerima pendanaan yang lebih terstruktur dan kohesif dari Uni Eropa.

Proyek OBOR memperburuk risiko utang negara-negara kecil yang miskin
Sebuah studi baru yang dikeluarkan oleh lembaga think tank Washington ‘Center for Global Development’ pada bulan Maret tahun ini menunjukkan bahwa proyek OBOR yang diluncurkan oleh Tiongkok komunis dapat secara signifikan meningkatkan utang sejumlah negara kecil. Terutama risiko keuangan yang dipikul delapan negara, adalah yang paling mengkhawatirkan.

Montenegro adalah salah satu negara itu. Tujuh negara lainnya adalah Pakistan, Djibouti, Maladewa, Laos, Mongolia, Tajikistan dan Kyrgyzstan.

Pengamat meyakini bahwa pemerintah Tiongkok menyediakan investasi berbunga tinggi untuk mendirikan landasan kuat bagi pemerintah Tiongkok dalam posisinya mempengaruhi keputusan strategis negara yang mengalami masalah pengelolaan dan pelunasan utang. Alasan lainnya, juga untuk memperoleh hak penguasaan terhadap infrastruktur tersebut.

Kasus proyek OBOR di Sri Lanka adalah salah satu contoh terbaik. Pada bulan Desember tahun lalu, Sri Lanka terpaksa menyerahkan hak kendali pelabuhan strategis Hambanthota kepada Tiongkok, karena tidak mampu membayar utangnya. (Zhang Ting/ET/Sinatra/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA