Hubungan AS-Rusia yang Kian Menghangat Bakal Memojokkan Beijing

Tang Hao

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, melangsungkan pertemuan tingkat tinggi empat mata untuk kali pertama di Helsinki, Finlandia. Menjelang digelarnya “Pertemuan Trump-Putin” itu, Trump mencuit di akun Twitter-nya bahwa dikarenakan “ketidak-tahuan dan kebodohan AS selama ini” mengakibatkan pasang surut hubungan AS-Rusia yang paling parah sepanjang sejarah; tak lama kemudian Kemenlu Rusia pun menanggapi cuitan Trump dan menjawab: “Kami setuju.”

Dialog di Twitter antara Amerika dan Rusia ini membuat “Pertemuan Trump-Putin” heboh sebelum digelar.

Saat bertemu wartawan Trump menekankan, hubungan AS-Rusia ‘telah mulai berubah’, dan semua ini ‘baru awal mula’ saja; Putin juga sependapat dengan Trump untuk “membawa hubungan AS-Rusia kembali normal”.

Trump dan Putin melontarkan serangkaian sinyal bersahabat ke luar, ketegangan kedua belah pihak sepertinya sudah mulai mencair — juga membuat Beijing yang ada di belahan dunia sebelah sana was-was.

Hubungan AS-RRT Cair, Berkat Upaya Kissinger

Semua ini harus dikembalikan pada upaya pakar diplomatik AS yakni Henry Kissinger.

Setelah Trump terpilih sebagai presiden, Kissinger pernah berkali-kali bertemu dengan Trump, membicarakan perkembangan diplomatik AS, terutama hubungan dengan Rusia. Juni tahun lalu, menjelang pertemuan Trump dan Putin pada KTT G20, Kissinger telah bertandang ke Moskow menemui Putin, melakukan persiapan, waktu itu Kissinger menekankan, Trump dan Putin “berpeluang memperbaiki hubungan kedua negara”.

Era tahun 1960 adalah saat paling menegangkan Perang Dingin AS-Soviet, Kissinger pernah menjadi perantara utama yang menjembatani perundingan kedua negara dari balik layar, ia adalah jembatan komunikasi krusial bagi pemimpin AS-Uni Soviet.

Kissinger sangat mengutamakan keseimbangan hubungan antara tiga negara AS-RRT-Soviet dan menyebutnya Strategi Diplomatik Segitiga (triangular diplomacy), ia pada tahun 1972 pernah mendorong mantan Presiden AS Richard Nixon untuk memilih membangun hubungan diplomatik dengan Beijing, bersama-sama mengimbangi kekuatan yang paling berbahaya pada masa itu yakni komunis Soviet, yang karena itu juga membantu PKT untuk bangkit.

Kini Uni Soviet telah runtuh, kekuatan internasional Rusia (penerus Uni Soviet) sudah tidak seperti dulu lagi, PKT telah menggantikannya dan menjadi ancaman komunis terbesar di dunia saat ini, dan tengah melakukan penetrasi segala aspek mulai dari politik, ekonomi dan budaya terhadap negara-negara di dunia.

Namun Putin yang sangat mengenal partai komunis itu tidak takut pada PKT, dan Beijing sendiri juga sepertinya tidak terlalu menghargai saudara tua Rusia ini.

Oleh karena itu sekarang, jika AS memanfaatkan hubungan diplomatik dan geopolitik RRT-Rusia yang kurang bergairah saat ini, untuk mendekatkan hubungan dengan Rusia dan bekerjasama, ini akan menjadi situasi yang sangat mengkhawatirkan bagi PKT.

Jika AS-Rusia Kerjasama, PKT Akan Alami 5 Kesulitan Besar

Jika hubungan AS dan Rusia kembali menghangat dan bekerjasama lagi, pertama-tama akan berdampak pada RRT yang akan kehilangan seorang rekan kuat di pentas dunia.

Terutama di forum DK PBB, Rusia adalah salah satu dari lima Negara Anggota Tetap DK PBB, dulu RRT dan Rusia kerap bekerjasama menghalangi resolusi penting yang terkait HAM dan keadilan.

Jika kehilangan bantuan Rusia, RRT tidak akan berani menentang kesepakatan negara lain seorang diri, agar tidak menjadi musuh bersama dunia, terlebih lagi akan tidak menguntungkan bagi PKT untuk menerapkan konspirasi Fron Persatuannya untuk “penetrasi paham komunis di seluruh dunia”.

Kedua, perbaikan hubungan AS-Rusia akan membantu menstabilkan keamanan di Eropa, dapat meredakan ketegangan antara NATO dengan Rusia, mengurangi konflik dan permusuhan antara kedua belah pihak.

Trump adalah seorang “jago negosiasi” dan seorang “pemimpin yang tegas” dalam bernegosiasi, ada harapan akan mendatangkan perbaikan hubungan Eropa dengan Rusia, meningkatkan pemahaman komunikasi kedua pihak, keamanan Ukraina dan negara Eropa Timur lainnya akan setahap lebih terjamin.

Begitu situasi di Eropa menjadi stabil, pertahanan NATO terhadap Rusia akan lebih mereda, semua sumber daya dan kekuatan yang ada akan beralih untuk menghadang kebijakan “One Belt One Road” dan “penetrasi politik” oleh PKT juga untuk mengatasi terorisme, dan memperkuat perlawanan Eropa untuk menghalau perluasan kekuatan komunis di benua Eropa.

Ditambah lagi pemerintah Trump telah mulai bekerjasama diplomatik dan penerapan strategis yakni “Pakta India-Pasifik”, yang berarti membangun tembok penghalang dari Asia Timur hingga Asia Selatan terhadap Dinasti Merah PKT. Dikepung oleh India-Pasifik dan kerjasama NATO-Rusia, perluasan diplomatik dan ekonomi dagang RRT akan mengalami tekanan dan hambatan yang luar biasa besar dari sebelumnya.

Ketiga, saat ini Beijing tengah terlibat perang dagang dengan AS, jika tempo peperangan ini panjang dan berlarut-larut, RRT pasti akan mencari pasar ekspor untuk produk ekspornya, dan memperbesar impor minyak mentah dari Rusia.

Jika Trump mampu meyakinkan Putin untuk berpihak pada AS, dan mengucilkan Beijing, maka RRT akan kehilangan pilar sumber energi dan pasar perdagangannya yang sangat penting, perang dagang ini akan semakin berdampak buruk bagi PKT.

Keempat, dalam hal senjata nuklir Korut, saat ini PKT dan Korut masih “bersandiwara duet” dan Beijing berupaya menarik Rusia untuk bersama-sama mendukung Korut dari belakang, dan diam-diam menyuplai minyak bumi untuk membantu Korut.

Begitu AS berhasil bekerjasama dengan Rusia, dan memutus bantuan rahasia terhadap Korut, maka akan semakin memperburuk tekanan sanksi ekonomi dan kesulitan sumber energi bagi Korut, dan akan memutus lengan dukungan RRT terhadap nuklir Korut.

Pada saat itu, tidak hanya tersisa PKT seorang diri pada masalah nuklir Korut, ketika Korut melihat RRT babak belur akibat perang ekonomi dagang dan lemah tak berdaya akibat dikucilkan masyarakat internasional, akan semakin membuat Kim Jong-Un berubah pikiran, Kim akan melepaskan diri dari kendali Beijing dan merapat pada Trump, bersama AS Korut akan membangun kembali masa depannya.

Selain itu, begitu kehilangan Korut, maka RRT akan kehilangan kartu as untuk menakut-nakuti dan memeras masyarakat internasional, di masa mendatang RRT akan menjadi lebih sulit berbohong, sulit bertahan, posisi internasional dan pengaruh PKT akan menurun.

Kelima, saat ini kebijakan “One Belt One Road” RRT telah berturut-turut terganjal di Eropa, Asia Selatan dan Asia Tenggara, masyarakat internasional juga telah mengenali strategi neo kolonialisme PKT yang menggunakan “jebakan uang untuk mendapatkan penetrasi politik dan ekonomi”, artinya PKT membangun tembok penghalangnya sendiri, dan tengah terjebak dalam jalan buntu, juga karena itu RRT menjadi low profile dan tidak berani lagi menyombongkan “One Belt One Road”-nya.

Di saat yang sama, baru-baru ini media massa internasional satu persatu mengungkap upaya PKT melakukan penetrasi ke berbagai negara di dunia dengan segala cara mulai dari suap politik, merger ekonomi, pinjaman kredit, pendidikan kebudayaan, pencurian teknologi dan lain sebagainya, negara-negara di Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia telah bersikap waspada terhadap RRT, negara-negara dunia sangat berhati-hati terhadap ponsel, komputer, peralatan komunikasi dan lain sebagainya buatan RRT, bahkan ada yang melarang penggunaannya.

Jika Amerika memenangkan kerjasama dengan Rusia, dan mendesak Korut menjauhi PKT, maka RRT akan menjadi sasaran yang dikucilkan dan dikepung dari segala penjuru di Asia Timur; terkendala Eropa dan NATO juga India, serta perlawanan negara lain yang menolak Fron Persatuan PKT atau tidak mau bekerjasama, ditambah lagi dengan tekanan perang dagang jangka panjang dari AS. Maka beijing sangat mungkin akan terpinggirkan, dan tidak hanya tidak bisa meminta pertolongan kemana pun, mungkin juga akan memicu krisis ekonomi, moneter dan sosial, yang lebih lanjut akan mengarah pada krisis politik yang mengancam eksistensi rezim RRT.

Jika Hubungan RRT-Rusia Berubah, Masyarakat Dunia Juga Akan Berubah

Walaupun pada akhirnya Rusia tidak bekerjasama dengan Amerika, tapi jika sudah terbentuk komunikasi saling percaya antara AS dengan Rusia, maka dengan pengarahan oleh Trump untuk bisa bekerjasama pada saat yang tepat, atau setidaknya melonggarkan hubungan kuat Rusia dengan Beijing, maka akan sangat bermanfaat bagi AS untuk menekan perluasan PKT, dan memperdalam dampak tekanan ekonomi serta diplomatik Amerika terhadap PKT; juga berguna bagi Trump untuk memperbaiki ketertiban internasional lewat PBB dan NATO, serta menghadang penyebaran paham komunis dan sosialis di seluruh dunia.

Oleh sebab itu, pertemuan Trump dan Putin kali ini mutlak tidak menitik-beratkan pada “apakah Rusia mengintervensi pilpres AS”, atau “apakah Rusia adalah tangan hitam yang menguntungkan Trump” dan lain sebagainya seperti rumor yang banyak beredar di media massa.

Titik berat yang sebenarnya adalah, apakah Amerika dapat bergandeng tangan dengan Rusia untuk membendung PKT. Hasilnya, tidak hanya akan menyentuh perkembangan komunisme dan PKT di masa mendatang, tidak hanya berdampak pada ketertiban dan situasi internasional, tapi juga akan berdampak pada kehidupan rakyat Tiongkok di masa mendatang. (SUD/WHS/asr)