Perusahaan Ban Terbesar Ke-10 di Tiongkok Bangkrut Tertekan oleh Perang Dagang AS-Tiongkok

Shandong Yongtai Group Co, pembuat ban terbesar ke-10 di Tiongkok, menyatakan kebangkrutan awal bulan ini, setidaknya sebagian karena tekanan dari perang dagang AS-Tiongkok.

Pada 2 Agustus, Pengadilan Menengah Kota Dongying di Provinsi Shandong menerima pengajuan kebangkrutan perusahaan tersebut. Perusahaan, yang didirikan pada tahun 1996, telah menduduki peringkat ke-32 pada tahun 2016 pada majalah AS, Tyre Business, daftar perusahaan ban paling kuat di dunia. Pada puncaknya, perusahaan tersebut memiliki lebih dari 5.000 karyawan.

Ini adalah kasus kebangkrutan terbesar di industri ban Tiongkok, publikasi perdagangan China Tire Dealer melaporkan pada 18 Agustus.

Departemen Perdagangan AS telah memungut bea masuk anti dumping dan pajak-pajak pengimbang (countervailing duties) atas impor-impor ban Tiongkok sejak setidaknya tahun 2008, menuduh para produsen ban tersebut menjual barang-barang di Amerika Serikat di bawah nilai wajar, dan mengatakan rezim Beijing telah memberi subsidi pada perusahaan-perusahaan yang mengacaukan persaingan.

Kebangkrutan Grup Yongtai disebabkan oleh sejumlah faktor internal dan eksternal. Dalam beberapa tahun terakhir, industri ban Tiongkok mengalami kelebihan produksi yang serius, yang menyebabkan lebih banyak pasokan daripada permintaan.

Dealer Ban Tiongkok (China Tire Dealer) melaporkan bahwa situasi Yongtai Group bukanlah kasus khusus. Provinsi Shandong adalah rumah bagi sebagian besar perusahaan ban di Tiongkok, dengan lebih dari 300 yang mencakup tiga perlima dari keseluruhan industri. Namun, dari tahun 2017 hingga 1 Agustus tahun ini, sebanyak 35 pembuat ban di Shandong telah ditutup dan dinyatakan pailit.

Menurut survei Asosiasi Industri Karet Tiongkok, pada kuartal pertama tahun ini, sekitar 15 persen dari 39 perusahaan ban yang disurvei telah sepenuhnya atau sebagian menghentikan produksi. Sekitar 40 persen perusahaan mengalami lebih banyak kerugian finansial dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sementara 30 persen mengatakan margin laba mereka menurun. Hanya 15 persen telah melihat pertumbuhan dalam penjualan dan keuntungan.

Li Ke, seorang komentator senior di industri ban, mengatakan kepada China Business Network pada 19 Agustus bahwa dengan meningkatnya perang dagang AS-Tiongkok, tarif-tarif akan memperburuk keadaan.

Tiongkok mengekspor 40 persen dari ban yang dihasilkannya, dengan Amerika Serikat sebagai pasar ekspor utamanya, terhitung sekitar seperempat dari total tersebut, surat kabar pemerintah Tiongkok International Financial News melaporkan pada 1 Agustus, mengutip data industri.

Ban termasuk di antara daftar lebih dari 800 barang Tiongkok yang dikenai bea 25 persen, sebagai bagian dari tarif pertama yang ditetapkan Amerika Serikat pada $34 miliar produk yang mulai berlaku pada awal Juli. (ran)