Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (8-2)

Cai Daya

Meneliti peradaban manusia kali ini, mungkin tidak ada satu kota pun yang bisa disamakan dengan Yerusalem, sepanjang tiga ribu tahun sejarah pembangunan kota ini, telah berkali-kali dihancurkan dan mengalami perang, namun tetap bisa berdiri lagi di lokasi semula. Yerusalem terletak di perbukitan dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, bersebelahan dengan tiga lembah dan dikitari oleh gunung yang lebih tinggi, menjadikan Yerusalem sebagai lokasi strategis yang mudah dipertahankan namun sulit diserang. Namun bukan karena letak geografisnya yang strategis, melainkan kekuatan spiritual yang membuat kota ini abadi, karena kota ini merupakan kota suci bagi tiga agama besar.

3. Dua Ribu Tahun Keruntuhan Negara, Israel Berdiri Kembali

Tahun 1948 Inggris mengakhiri masa pendelegasian, sehari sebelum Inggris hengkang dari Palestina, orang Yahudi mengumumkan berdirinya negara Israel.

Amerika, Uni Soviet dan banyak negara lain pun dengan cepat mengakui Israel, bangsa Arab langsung membentuk pasukan gabungan untuk menyerang, maka meletuslah Perang Timur Tengah (di Israel disebut Perang Kemerdekaan) yang pertama.

Meski satu melawan delapan, namun Israel meraih kemenangan dan menduduki sisi barat Yerusalem.

Selama perang berlangsung, lebih dari 700.000 orang Palestina melarikan diri dari wilayah kekuasaan Israel, dan pasca perang. Israel melarang para pengungsi itu kembali ke kampung halamannya dan membiarkan orang-orang Arab yang tetap bertahan di sana untuk mendapatkan kewarganegaraan Israel.

Orang Palestina yang tidak bisa kembali ke kampung halamannya itu pun menjadi pengungsi, dan hingga kini masalah itu tak terselesaikan.

Tahun 1949 Israel dan Jordania menandatangani kesepakatan gencatan senjata. Garis batas gencatan senjata melintasi tengah kota Yerusalem, yang memisahkan kota suci itu menjadi sisi barat dan sisi timur (kota tua yang merupakan kota suci bagi tiga agama terletak di sisi timur), dan masing-masing dimiliki oleh Jordania dan Israel.

Tahun 1950 Israel menetapkan Yerusalem sebagai ibukota negara. Namun tidak diakui oleh dunia internasional, banyak negara yang mendirikan kantor Konsulat Jendral-nya di Tel Aviv.

4. Israel Rebut Kembali Yerusalem

Tahun 1967 empat negara Arab di sekitarnya melancarkan serangan gelombang ketiga, tapi berhasil dipukul mundur oleh pasukan Israel yang jumlahnya lebih sedikit hanya dalam 6 hari.
Perang yang disebut sebagai Perang Timur Tengah ketiga ini atau Pertempuran 6 hari itu, menjadi suatu peperangan yang paling legendaris dalam sejarah militer abad ke-20. Ini karena satu pihak yang jumlahnya sedikit bisa meraih kemenangan mutlak atas lawannya yang lebih banyak dengan cepat.

Dalam perang ini, Israel berhasil merebut kembali sisi timur Yerusalem, dan menyatukan kembali kota tua yang berusia dua ribu tahun ini ke dalam kekuasaannya.

Bagi bangsa Yahudi, ini adalah momen penting dalam sejarah, Menteri Pertahanan pada masa itu berlutut di depan Tembok Barat, sambil menangis ia berkata: “Kita telah kembali ke tempat suci ini, selamanya tidak akan pergi lagi dari sini.”

Di tahun 1980 lewat Undang-Undang Dasar, Israel secara tekstual menetapkan Yerusalem sebagai ibukota Israel “selamanya dan tak terpisahkan”. Namun di tahun yang sama PBB dengan suara bulat (hanya AS yang abstain) meloloskan Resolusi Nomor 478. Resolusi ini menyatakan bahwa undang-undang Israel tersebut tidak sah. Resolusi ini juga menuntut semua negara anggotanya agar menarik Kedubesnya masing-masing dari Yerusalem, sebagai pernyataan sikap tidak mengakui status Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Selama ini Amerika selalu menjadi sekutu setia Israel, tahun 1995 dengan suara mayoritas Kongres AS meloloskan resolusi untuk memindahkan Kedubes AS ke Yerusalem.

Tapi menurut sistem kekuasaan terpisah di AS, sebagai badan legislatif. Kongres tidak berhak atas kebijakan diplomatik yang merupakan otoritas dari badan eksekutif. Bagi presiden dan Kemenlu AS resolusi Kongres itu hanya merupakan usulan yang bersifat referensi, dan tidak memiliki kekuatan apa pun.

Oleh sebab itu setiap presiden memilih menanda-tangani perintah suspense setiap setengah tahun sekali dengan alasan pertimbangan keamanan negara untuk menolak melaksanakan resolusi dari Kongres ini.

Tahun 2017 Presiden AS Donald Trump secara resmi mengumumkan bahwa AS mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan menaati resolusi Kongres AS tahun 1995 silam dan memutuskan untuk memindahkan gedung Kedubes AS ke kota Yerusalem.

Keputusan AS itu menggemparkan dunia internasional, terutama negara Arab beraksi paling keras. Ada yang bahkan memperingatkan, jika AS benar-benar melakukan pemindahan Kedubes, maka akan menuai “akibat yang membahayakan”.

Terhadap keputusan AS itu, PBB segera mengeluarkan resolusi yang diloloskan dengan suara mutlak, yang intinya status kota Yerusalem harus diselesaikan lebih lanjut dengan perundingan dan negosiasi.

Keputusan sepihak dari negara mana pun terhadap kondisi ini akan “dianggap tidak sah”, dan harus kembali ke kondisi semula. Dalam hal ini AS bergeming, dan terus melakukan keputusannya, diperkirakan sebelum tahun 2019 pekerjaan pemindahan Kedubes sudah rampung.

5. Ibukota Sekarang vs Ibukota Masa Depan

PBB berinisiatif masalah Yerusalem harus diselesaikan lewat perundingan, selain karena ingin menerapkan resolusinya di tahun 1947 yakni Yerusalem berada di bawah pengawasan langsung PBB. Ini juga karena pihak yang mengumumkan Yerusalem sebagai ibukota negaranya tidak hanya Israel saja, melainkan Pemerintahan Otoritas Palestina (PNA) juga menetapkan Yerusalem sebagai “ibukota masa depan” negara Palestina.

PNA adalah pemerintahan otonomi yang dibentuk sesuai pilihan rakyat Palestina pada tahun 1996, sesuai dengan kesepakatan antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Walaupun terdapat banyak kelompok di dalam rezim tersebut dan terdapat konflik, namun dalam hal Yerusalem sebagai ibukota negara ini, mereka semua sepakat dan sama sekali tidak berkompromi.

Karena Yerusalem adalah kota suci ketiga dalam agama Islam, selain dikuasai oleh umat Kristen selama 102 tahun pada masa Perang Salib. Yerusalem mulai abad ke-7 hingga awal abad ke-20 selama lebih dari seribu tahun selalu di tangan kaum Muslim. Maka di hati bangsa Arab, Yerusalem seharusnya eksis sebagai kota suci umat Islam.

Sedangkan orang Yahudi sejak abad ke-1 Masehi telah diusir keluar oleh Imperium Romawi, dan hidup mengembara di berbagai penjuru dunia selama hampir dua ribu tahun. Karena keunikan kebangsaan dan pandangan agamanya, orang Yahudi tidak hanya sulit berasimilasi dengan masyarakat setempat, bahkan juga dikucilkan.

Dalam sejarah orang Yahudi selalu menjadi korban, menderita karena tidak memiliki kampung halaman dan tidak ada yang bisa diandalkan.

Kini orang Yahudi telah tertempa tekad kuat tak tergoyahkan mendirikan negaranya, membuat suatu bangsa yang telah musnah selama dua ribu tahun ini kembali muncul di dalam sejarah.

Orang Yahudi yang telah menderita kehilangan negaranya dan akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan keberadaan negaranya.

Sebelum Israel mendirikan negaranya, peristiwa kekerasan terhadap bangsa Yahudi telah banyak bermunculan.

Setelah mengumumkan pendirian negaranya, langsung terjebak di dalam kancah peperangan, setelah itu setiap beberapa tahun sekali Israel selalu diserang oleh negara Arab di sekitarnya. Total pernah terjadi lima kali perang berskala besar dan tak terhitung jumlahnya konflik kecil, tidak pernah sekali pun Israel dikalahkan.

Negara Arab pun perlahan mulai memahami, yang mereka hadapi ini bukanlah sekedar suatu bangsa yang bisa ditindas seenaknya.

Setelah beberapa kali mengalami kekalahan perang, mungkin putus asa, mungkin juga karena tidak sanggup menghadapi perang saudara di dalam negerinya sendiri, ketegangan dengan Israel pun kian hari kian mereda.

Antar negara sepertinya tenang tidak ada masalah. Namun konflik bersenjata di kalangan sipil, terutama serangan teroris yang menjadikan tentara atau warga sipil Israel sebagai sasaran.

Aksi balasan yang dilakukan Israel terhadap insiden tersebut, tetap menjadi penyebab utama yang menyebabkan kota itu tidak pernah bisa tenang dan damai seperti yang didoakan bangsa Israel. (SUD/WHS/asr)

Bersambung

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (1)

Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (2)

Penantian Ilahi di Kota Suci – Kisah 4000 Tahun Yerusalem (3)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerussalem (4)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (5)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (6)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (7-1)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (7-2)

Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (8-1)