Beijing Hadapi Situasi Dilema Dialog Perdagangan Kelima Kemungkinan Tertunda

EpochTimesId – Dialog Perdagangan Tiongkok-Amerika Serikat putaran kelima kemungkinan ditunda. Dunia luar percaya bahwa Beijing kini terjebak dalam situasi dilema, serba salah. Jika menolak dialog maka akan dianggap tidak tulus. Namun jika hadir ke ajang dialog, tetapi tidak berniat untuk menyetujui kondisi yang ditawarkan AS, sudah pasti dianggap tidak punya keinginan untuk menyelesaikan masalah.

Sebelumnya baik Beijing maupun Washington sudah sepakat untuk meneruskan dialog perdagangan pada akhir bulan September ini. Akan tetapi jadwal dialog tampaknya dapat ditunda hingga bulan Oktober.

Wall Street Journal pada Jumat (21/9/2018) akhir pekan kemarin, mengutip info yang disampaikan sumber terpercaya yang mengatakan bahwa Beijing tadinya berencana mengirim delegasi yang dipimpin Wakil Menteri Perdagangan, Wang Sowen ke Washington. Pejabat komunis itu akan dikirim untuk ‘membuka jalan’ dan Wakil Perdana Menteri Liu He yang akan tiba dan bergabung dengan mereka pada 27-28 September 2018.

Namun, dua perjalanan diplomasi ini kabarnya telah dibatalkan. Menurut sumber informasi, Beijing mungkin masih ingin mengadakan dialog putaran kelima dengan Washington pada bulan Oktober nanti.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, pada Jumat pagi saat ditanya tentang ikhwal keberangkatan delegasi ke Washington oleh wartawan pada konferensi pers reguler, tidak langsung menjawab. Dia mengisyaratkan bahwa dialog puataran kelima mungkin tidak dapat terlaksana sesuai jadwal.

Seorang pejabat senior Gedung Putih pada hari Jumat mengatakan bahwa kini, kedua pihak belum menetapkan lagi tanggal untuk pertemuan tersebut.

“Presiden mengharapkan kita terus bekerja keras dan menemukan cara-cara positif demi perjalanan ke depan, tetapi itu juga membutuhkan keseriusan dari pihak Tiongkok komunis untuk merealisasikan hal itu.”

Pejabat itu mengatakan bahwa Tiongkok komunis sudah memahami secara jelas bahwa yang dikehendaki oleh Amerika Serikat adalah menghentikan praktik perdagangan yang tidak adil.

Pihak AS sudah meringkas tuntutan terhadap perdagangan dengan Tiongkok yakni; Tarif nol, Nol penghalang non-tarif, Nol subsidi, Stop pencurian kekayaan intelektual, Stop pengalihan paksa teknologi, dan memungkinkan perusahaan AS beroperasi secara independen di Tiongkok.

Reuters memberitakan, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa AS sedang menilai tanggapan Beijing terhadap kenaikan tarif terbaru.
Eskalasi konflik perdagangan antara Tiongkok-AS kembali meningkat pekan kemarin, karena pihak AS Senin (17/9/2018) mengumumkan tarif baru berupa kenaikan 10 persen bagi komoditas Tiongkok senilai 200 miliar dolar AS. Beberapa jam setelah pengumuman tersebut pihak Tiongkok juga mengumumkan kenaikan tarif 5-10 untuk komoditas impor asal AS senilai 60 miliar dolar.

Kenaikan tarif tersebut akan diberlakukan mulai 24 September 2018. Jikalau dialog putaran kelima terlaksana, barangkali situasinya akan sama seperti dialog putaran keempat di mana terjadi situasi, ‘sambil dialog perang tarif tetap berlangsung’.

Tiongkok komunis menemui situasi dilema
Kenaikan tarif secara dua tahap atas komoditas Tiongkok senilai 200 miliar diyakini bukan hanya menyediakan ruang untuk pemilihan jangka menengah pada bulan November, tetapi juga memberikan kesempatan kepada Beijing. Jadi apakah Tiongkok bersedia atau tidak menerima dialog putaran kelima, tidak hanya akan menjadi respons terhadap AS, tetapi juga akan dilihat sebagai pernyataan sikap Beijing.

Hongkong Economic Times dalam laporannya menyebutkan bahwa pembalasan Beijing yang tidak dengan kekuatan penuh, kini menunjukkan bahwa mereka seakan-akan berada dalam tekanan Amerika Serikat. Tetapi jika menolak untuk bernegosiasi minggu depan, maka akan dianggap bahwa Beijing tidak tulus.

“Namun, jika Tiongkok tidak ingin menerima ketiga persyaratan AS untuk apa muncul di Washington? Bukankah menjadi tudingan Tiongkok tidak memiliki niat untuk memecahkan masalah.”

The New York Times melaporkan bahwa Tiongkok sedang menghadapi malu karena persiapan yang tidak memadai. Sebelumnya Tiongkok menghembuskan akan melakukan empat tindakan sebagai pembalasan terhadap kenaikan tarif AS (menaikkan tarif dengan tingkat yang sama, menyerang rantai pasokan manufaktur AS, mengganggu operasi perusahaan AS yang ada di Tiongkok dan mendepresiasi RMB) yang akhirnya menemui kebuntuan. Para pejabat Tiongkok pada umumnya bingung bagaimana jika konflik perdagangan benar-benar berkepanjangan.

Media corong pemerintah komunis, ‘Renmin Rebao’ versi luar negeri menerbitkan artikel di halaman depan pada hari Rabu yang isinya mengatakan bahwa Tiongkok sebenarnya dapat dengan cepat mengambil tindakan untuk mengatasi tekanan kenaikan tarif AS dengan memperluas pasar di luar Amerika Serikat.

Pernyataan tersebut sama seperti apa yang disampaikan mantan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok yang sekarang menjabat Wakil Ketua Pusat Pertukaran Ekonomi Internasional Tiongkok, Wei Jianguo dalam sebuah forum yang diadakan pada 29 Agustus. Wei Jianguo mengatakan, Afrika akan menggantikan Amerika Serikat sebagai pasar ekspor terbesar bagi komoditas Tiongkok. Tetapi, bahkan dia sendiri mengakui bahwa ekspor Tiongkok ke Afrika berbeda dengan ekspor ke Amerika Serikat.

Dunia luar semua juga tahu bahwa Afrika tidak dapat menggantikan Amerika Serikat dalam hal ekonomi nasional, kapasitas pasar, daya belanja, hukum dan peraturan, sistem keuangan dan struktur industrinya. Afrika belum mampu menggantikan Amerika Serikat.

Ekonom Tiongkok He Qinglian dalam analisisnya menyebutkan bahwa dari sudut pandang pemerintah Tiongkok, meningkatkan Investasi dan ekspor ke Afrika sebagai upaya untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga untuk mereposisikan strategis globalnya dalam situasi konflik perdagangan yang belum jelas ujungnya, tetapi apakah percobaan ini akan terjadi sesuai harapan mereka, masih belum jelas.

Ekspor Tiongkok sebagian besar bergantung pada pasar AS. Saat ini, Ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat melebihi seperlima dari seluruh total ekspor Tiongkok. Dan surplus perdagangan Tiongkok dengan Amerika Serikat menyumbang 60 persen dari total surplus perdagangan luar negeri Tiongkok.

Dialog membutuhkan ketulusan Tiongkok untuk mengatasi masalah
Pada Jumat malam, Trump yang sedang menghadiri acara di Missouri mengatakan, “Mereka (Tiongkok) ingin mencapai kesepakatan, jika demikian mari kita lihat apakah kita bisa mencapai suatu kesepakatan.”

Implikasinya adalah apakah kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan tergantung pada apakah Tiongkok memiliki niat tulus. Memberikan jawaban yang memuaskan atas permintaan AS.

Trump juga memperingatkan bahwa, jika Tiongkok komunis melakukan pembalasan terhadap Amerika Serikat, pihaknya masih memiliki lebih banyak ‘peluru’. Jika mereka tidak berniat menyelesaikan masalah, Amerika Serikat akan memberlakukan tarif yang jauh lebih berat.

Kepala penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow mengatakan pada Senin pekan lalu, bahwa AS sudah siap untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok. Akan tetapi, Amerika menghendaki pihak Tiongkok siap untuk bernegosiasi secara serius, (sebenarnya) sudah waktunya untuk membicarakan mengurangi tarif dan menghilangkan hambatan perdagangan non-tarif.

Undangan dialog perdagangan putaran kelima Tiongkok-AS pertama diajukan oleh Menteri Keungan AS, Steven Mnuchin. Namun Trump dan Larry Kudlow berulang kali menyebutkan bahwa pihak Tiongkok yang meminta pertemuan diadakan.

“Tiongkok ingin datang untuk membicarakan, kami selalu senang bernegosiasi, tetapi kami harus melakukan sesuatu,” Trump mengatakan kepada media ketika dia bertemu Presiden Polandia Andrzej Duda pada hari Selasa (18/9/2018).

Derek Scissors, seorang peneliti dari American Enterprise Institute (AEI) di Washington pada hari Selasa dalam artikelnya menyebutkan bahwa keberhasilan negosiasi antara kedua negara tergantung pada tingkat minat Presiden Trump pada negosiasi itu. Derek berpendapat bahwa tampaknya Trump kini menjadi kurang berminat.

Pada hari yang sama, Shi Jiandao mengatakan kepada VOA bahwa Tiongkok tidak memahami perbedaan antara pemerintah AS saat ini dengan pemerintah sebelumnya. Mereka tidak sadar bahwa presiden sekarang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.

Dia mengatakan bahwa dua presiden sebelumnya tidak terlalu memperhatikan perdagangan AS-Tiongkok. Namun sekarang, Presiden Donald Trump memberikan perhatian tinggi terhadap perdagangan kedua negara. “Masalah perdagangan kini diputuskan langsung oleh Trump, tetapi tidak demikian di masa lalu,” kata Jiandao. (Lin Yan/ET/Sinatra/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ